Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

Kelenjar Bartholini merupakan salah satu organ genitalia eksterna, kelenjar


bartolini atau glandula vestibularis major, berjumlah dua buah berbentuk bundar,
dan berada di sebelah dorsal dari bulbus vestibulli. Saluran keluar dari kelenjar ini
bermuara pada celah yang terdapat diantara labium minus pudendi dan tepi
hymen. Kelenjar ini tertekan pada waktu koitus dan mengeluarkan sekresinya
untuk membasahi atau melicinkan permukaan vagina di bagian kaudal.(1)

Kelenjar Bartholini bisa tersumbat karena berbagai alasan, seperti infeksi,


peradangan atau iritasi jangka panjang. Apabila saluran kelenjar ini mengalami
infeksi maka saluran kelenjar ini akan melekat satu sama lain dan menyebabkan
timbulnya sumbatan. Cairan yang dihasilkan oleh kelenjar ini kemudian
terakumulasi, menyebabkan kelenjar membengkak dan membentuk suatu kista.
Suatu abses terjadi bila kista menjadi terinfeksi.(2)

Kista bartholini adalah salah satu bentuk tumor kistik (berisi cairan) pada
vulva. Kista barhtolini merupakan kista yang terbentuk akibat adanya sumbatan
pada duktus kelenjar bartolini, yang menyebabkan retensi dan dilatasi kistik.
Dimana isi di dalam kista ini dapat berupa nanah yang dapat keluar melalui
duktus atau bila tersumbat dapat dapat mengumpul di dalam menjadi abses. Kista
bartolini ini merupakan masalah pada wanita usia subur, kebanyakan kasus terjadi
pada usia 20 sampai 30 tahun dengan sekitar 1 dalam 50 wanita akan mengalami
kista bartolini atau abses dalam hidup mereka, sehingga hal ini merupakan
masalah yang perlu untuk dicermati. Kista bartholini bisa tumbuh dari ukuran
seperti kacang polong menjadi besar dengan ukuran seperti telur.(2,3)
BAB II

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. R

Umur : 30 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Tegal rejo

Suku/bangsa : Jawa / Indonesia

Pekerjaan : Ibu Rumah tangga

Status pernikahan : Menikah

Bangsal : Anggrek

Tanggal Masuk : 20 November 2017

No. RM : 158XXX

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan 20 November 2017 Pk. 10:00 WIB di Bangsal
Anggrek RS Tk.II Dr.Seodjono Magelang secara autoanamesis.
a. Keluhan Utama : benjolan pada bibir kemaluan sebelah kiri.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke RS Tk dengan keluhan benjolan di bibir kemaluan
sebelah kiri. Benjolan di bibir kemaluan sejak 4 hari SMRS, benjolan
terdapat di bibir kemaluan kiri sebesar telur ayam kampung, benjolan
awalnya sebesar kelereng dan semakin membesar dari berukuran
diameter 1 cm sampai 5 cm, benjolan terasa keras dan nyeri saat berdiri,
duduk dan berhubungan seksual dengan suami, tidak ada perdarahan,
tidak keluar cairan seperti nanah, tidak ada riwayat keputihan, demam
disangkal, pusing disangkal, mual dan muntah disangkal, buang air besar
tidak ada keluhan, buang air kecil tidak ada keluhan.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien Riwayat kista bartholini berulang sejak 1 tahun yang lalu,
frekuensi terjadinya kista bartholini 4 kali, kontrol rutin ke dokter
Adi, Sp.OG diberikan dohixat 2 x 100 mg dan asam mefenamat 3 x
500 mg
Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal.
Riwayat asma : disangkal.
Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal.
Riwayat kencing manis : disangkal.
Riwayat konsumsi alkohol dan rokok : disangkal.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat asma : disangkal.
Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal.
Riwayat kencing manis : disangkal.
e. Riwayat menstruasi
Menarche pada usia 13 tahun, haid teratur, siklus 28 hari, lama 7 hari, 2
3 kali ganti pembalut, tidak pernah mengalami nyeri saat menstruasi
f. Riwayat pernikahan
Menikah pertama, usia menikah 18 tahun, sudah menikah selama 12
tahun
g. Riwayat obstetri
P3A1, Ah 3
Anak I : , tanggal lahir : 18/6/2005, usia 12 tahun, aterm, lahir
partus spontan di bidan
Anak II : abortus pada usia kehamilan 3 bulan di lakukan kuretase
oleh dr. Adi, SpOG di RS Budi Rahayu pada tahun 2009
Anak III : , tanggal lahir 1/7/2010, usia 7 tahun, aterm, SC oleh
dr. Narko, Sp.OG di Rumah Sakit
Anak IV : , tanggal lahir 13/8/2013, usia 4 tahun, aterm, SC
oleh dr. Adi, Sp.OG di Rumah Sakit
h. Riwayat penggunaan alat kontrasepsi
Pil KB selama 1 bulan pada tahun 2005
Suntik 1 bulan selama 1 bulan pada tahun 2005
Suntik 3 bulan selama 4 tahun pada tahun 2005-2009
MOW pada tahun 2013
i. Riwayat sosial, ekonomi dan kebiasaan
Pasien tinggal bersama suami, anak-anak dan mertua dalam satu rumah
dan rumah tersebut dijadikan tempat praktek pengobatan alternatif,
sanitasi kamar mandi kurang karena penggunaan kamar mandi dipakai
bersama untuk umum.
Pasien tidak merokok, tidak minum minuman beralkohol, minum obat-
obatan, jamu dan narkoba disangkal pasien sering menggunakan sabun
pembersih alat kelamin, pasien makan teratur dan bergizi serta pasien
tidak rutin olahraga.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal tanggal 20 November 2017 Pk. 10:00
WIB
Keadaan umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
Vital sign
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit isi dan tegangan cukup
Respiratory rate : 20 x/menit
Suhu : 36,9C
Skala nyeri :3
Status gizi : Kesan gizi cukup
a. Status Internus
Kepala : Mesocephal.
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), ikterik (-)
Hidung : Deviasi (-), secret (-)
Telinga : Discharge (-), nyeri tekan (-)
Mulut : Bibir sianosis (-), faring hiperemis (-)
Leher : deviasi (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)
Torak :
- Cor : S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
- Pulmo : Suara dasar vesikuler, wheezing (-), ronkhi (-)

Abdomen : Tampak datar, simetris, bising usus (+) normal, nyeri


tekan (-), massa (-)
Ekstremitas
Superior : akral hangat (+/+), udem kedua tangan (-/-), sianosis (-/-)
Inferior : akral hangat (+/+), udem kedua kaki (-/-), sianosis (-/-)
b. Pemeriksaan ginekologi
Pemeriksaan genitalia eksterna :
Inspeksi : massa (+) di labia mayor - minor sinistra, diameter 5 cm,
batas tegas, hiperemis (+), fluor albus (-), darah (-).
Palpasi : nyeri tekan (+), konsistensi keras, immobile, nyeri tekan
(+), diameter 5 cm, pus (-).
Pemeriksaan genitalia interna inspekulo dan vaginal toucher : tidak
dilakukan pemeriksaan.
IV. RESUME
Pasien, wanita 37 tahun datang ke RS Tk.II Dr.Soedjono Magelang dengan
keluhan benjolan di labia mayor sinistra.

Dari anamnesis didapatkan, Pasien datang ke RS Tk II Dr.Soedjono


Magelang dengan keluhan benjolan di bibir kemaluan sebelah kiri. Benjolan di
bibir kemaluan sejak 4 hari SMRS, benjolan terdapat di bibir kemaluan kiri
sebesar telur ayam kampung, benjolan awalnya sebesar kelereng dan semakin
membesar dari berukuran diameter 1 cm sampai 5 cm, benjolan terasa keras dan
nyeri saat berdiri, duduk dan berhubungan seksual dengan suami. Pasien
mengeluhkan memiliki riwayat kista bartholini berulang sejak 1 tahun yang
lalu. .Dari pemeriksaan fisik, didapatkan kesadaran kompos mentis. Tekanan
darah 110/70 mmHg, nadi 80 kali/menit, regular, isi dan tegangan cukup.
Frekuensi nafas 20 kali/menit, suhu 36,9C.

Pada pemeriksaan genetalia eksterna didapatkan : Inspeksi : massa (+) di labia


mayor minora sinistra, diameter 5 cm, batas tegas, hiperemis (+), fluor albus (-),
darah (-). Palpasi : massa kistik (+), nyeri tekan (+), konsistensi kenyal keras,
immobile. Pemeriksaan genitalia interna : tidak dilakukan pemeriksaan inspekulo
dan vagina toucher.

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium tanggal 20 November 2017.
Darah rutin
- Hemoglobin : 10,5 g/dL (normal : 12 16 gr/dL)
- Leukosit : 11900 /mm3 (normal : 4000-10000/mm3)
- Cloting time : 4 menit (normal : 6 - 14 menit)
- Bleeding time : 2 menit (normal : 1- 6 menit)

VI. DIAGNOSIS
Kista bartholini.

VII. PENATALAKSANAAN
a. Non Medikamentosa
Menjaga kebersihan area kewanitaan.
Tirah baring
b. Medikamentosa
IVFD RL 20 tpm.
Inj. Cefotaxim 2 x 1 gram/IV
Inj. Metronidazole 3 x 500 mg/IV
Inj. Tramadol 1 amp/drip dalam RL
Asam mefenamat tab 3 x 500 mg
c. Program Operasi
Marsupialisasi

VIII. MONITORING
a. Perbaikan kondisi umum pasien.
b. Monitoring tanda-tanda infeksi pada lesi.
c. Tanda vital pasien.

IX. EDUKASI
a. Pasien diberitahu mengenai penyakitnya dan penyebab dari penyakitnya
tersebut.
b. Pasien diedukasi tentang pentingnya menjaga kebersihan di daerah
kewanitaannya.
c. Pasien diberitahu tentang tindakan operasi yang akan dilakukan dan
persiapan-persiapan sebelum operasi.
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

I. KELENJAR BARTHOLINI
A. Anatomi Kelenjar Bartholini
Kelenjar Bartolini merupakan salah satu organ genitalia eksterna,
kelenjar bartolini atau glandula vestibularis major, berjumlah dua buah
berbentuk bundar, dan berada di sebelah dorsal dari bulbus vestibulli.
Saluran keluar dari kelenjar ini bermuara pada celah yang terdapat diantara
labium minus pudendi dan tepi hymen. Glandula ini homolog dengan
glandula bulbourethralis pada pria. Kelenjar ini tertekan pada waktu coitus
dan mengeluarkan sekresinya untuk membasahi atau melicinkan permukaan
vagina di bagian caudal. kelenjar bartolini diperdarahi oleh arteri bulbi
vestibuli, dan dipersarafi oleh nervus pudendus dan nervushemoroidal
inferior.(1,2)
Kelenjar Bartolini sebagian tersusun dari jaringan erektil dari bulbus,
jaringan erektil dari bulbus menjadi sensitif selama rangsangan seksual dan
kelenjar ini akan mensekresi sekret yang mukoid yang bertindak sebagai
lubrikan. Drainase pada kelenjar ini oleh saluran dengan panjang kira- kira 2
cm yang terbuka ke arah orificium vagina sebelah lateral hymen, normalnya
kelenjar bartolini tidak teraba pada pemeriksaan palpasi.(1,2,3) seperti pada
gambar dibawah ini :
B. Histologi
Kelenjar bartolini dibentuk oleh kelenjar racemose dibatasi oleh epitel
kolumnair atau kuboid. Duktus dari kelenjar bartolini merupakan epitel
transsisional yang secara embriologi merupakan daerah transisi antara
traktus urinarius dengan traktus genital.(1,2)

C. Fisiologi
Kelenjar ini mengeluarkan lendir untuk memberikan pelumasan vagina.
Kelenjar Bartolini mengeluarkan jumlah lendir yang relatif sedikit sekitar
satu atau dua tetes cairan tepat sebelum seorang wanita orgasme. Tetesan
cairan pernah dipercaya menjadi begitu penting untuk pelumas vagina,
tetapi penelitian dari Masters dan Johnson menunjukkan bahwa pelumas
vagina berasal dari bagian vagina lebih dalam. Cairan mungkin sedikit
membasahi permukaan labia vagina, sehingga kontak dengan daerah sensitif
menjadi lebih nyaman bagi wanita.(1,4)
II. KISTA BARTHOLINI
A. Definisi
Kista adalah kantung yang berisi cairan atau bahan semisolid yang
terbentuk di bawah kulit atau di suatu tempat di dalam tubuh. Kista kelenjar
Bartholin terjadi ketika kelenjar ini menjadi tersumbat. Kelenjar Bartholini
bisa tersumbat karena berbagai alasan, seperti infeksi, peradangan atau
iritasi jangka panjang. Apabila saluran kelenjar ini mengalami infeksi maka
saluran kelenjar ini akan melekat satu sama lain dan menyebabkan
timbulnya sumbatan. Cairan yang dihasilkan oleh kelenjar ini kemudian
terakumulasi, menyebabkan kelenjar membengkak dan membentuk suatu
kista. Suatu abses terjadi bila kista menjadi terinfeksi.(2,5,6)

Gambaran kista bartolini

B. Etiologi
Infeksi kelenjar bartholini terjadi oleh infeksi gonokokus, pada
bartholinitis kelenjar ini akan membesar, merah, dam nyeri kemudian isinya
akan menjadi nanah dam keluar pada duktusnya, karena adanya cairan
tersebut maka dapat terjadi sumbatan pada salah satu duktus yang dihasilkan
oleh kelenjar dan terakumulasi, menyebabkan kelenjar membengkak dan
menbentuk suatu kista.(3,5)
C. Patofisiologi
Kista Bartholin terbentuk ketika ostium dari duktus tersumbat,
sehingga menyebabkan distensi dari kelenjar dan tuba yang berisi cairan.
Sumbatan ini biasanya merupakan akibat sekunder dari peradangan
nonspesifik atau trauma. Kista bartholin dengan diameter 1-3 cms
seringkali asimptomatik. Sedangkan kista yang berukuran lebih besar,
kadang menyebabkan nyeri dan dispareunia. Abses Bartholin merupakan
akibat dari infeksi primer dari kelenjar, atau kista yang terinfeksi.(2,3,5)

D. Gejala klinis
Kista bartholini tidak selalu menyebabkan keluhan akan tetapi kadang
dirasakan sebagai benda yang berat dan menimbulkan kesulitan pada waktu
koitus. Bila kista bartholini berukuran besar dapat menyebabkan rasa kurang
nyaman saat berjalan atau duduk.(5)
Tanda kista bartholini yang tidak terinfeksi berupa penonjolan yang tidak
nyeri pada salah satu sisi vulva disertai kemerahan atau pambengkakan pada
daerah vulva disertai kemerahan atau pembengkakan pada daerah vulva.
Jika kista terinfeksi, gajala klinik berupa(2,3)
Nyeri saat berjalan, duduk, beraktifitas fisik atau berhubungan seksual.
Umumnya tidak disertai demam kecuali jika terifeksi dengan organisme
yang ditularkan melalui hubungan seksual.
Dispareunia.
Biasanya ada secret di vagina.
Dapat terjadi ruptur spontan.

E. Diagnosis
Anamnesis yang baik dan pemeriksaan fisik sangat mendukung suatu
diagnosis. Pada anamnesis dinyatakan tentang gejala seperti panas, gatal,
Sudah berapa lama gejala berlangsung, kapan mulai muncul, Apakah pernah
berganti pasangan seks, keluhan saat berhubungan, riwayat penyakit
menulat seksual sebelumnya, riwayat penyakit kelamin pada keluarga.(6)
Kista bartholini di diagnosis melalui pemeriksaan fisik. Pada
pemeriksaan dengan posisi litotomi, terdapat pembengkakan pada kista pada
posisi jam 5 atau jam 7 pada labium minus posterior. Jika kista terinfeksi,
maka pemeriksaan kultur jaringan dibutuhkan untuk mengidantifikasi jenis
bakteri penyebab abses dan untuk mengetahui ada tahu tidaknya infeksi
menular.(5,6)

F. Pemeriksaan Penunjang
Apabila pasien dalam kondisi sehat, afebri, tes laboratorium darah tidak
diperlukan untuk mengevaluasi abses tanpa komplikasi atau kista. Kultur
bakteri dapat bermanfaat dalam menentukan kuman dan pengobatan yang
tepat bagi abses Bartholini.(2,6)

G. Penatalaksanaan
1. Tindakan Operatif, beberapa prosedur yang dapat digunakan (2,3,5,6)
a. Marsupialisasi
Prosedur ini tidak boleh dilakukan ketika terdapat tanda- tanda abses
akut.

Setelah dilakukan persiapan yang steril dan pemberian anestesi lokal,


dinding kista dijepit dengan dua hemostat kecil. Lalu dibuat insisi
vertikal pada vestibular melewati bagian tengah kista dan bagian luar
dari hymenal ring. Insisi dapat dibuat sepanjang 1.5 hingga 3 cm,
bergantung pada besarnya kista.

Setelah kista diinsisi, isi rongga akan keluar. Rongga ini dapat
diirigasi dengan larutan saline, dan lokulasi dapat dirusak dengan
hemostat. Dinding kista ini lalu dieversikan dan ditempelkan pada
dindung vestibular mukosa dengan jahitan interrupted menggunakan
benang absorbable 2 -0.18. Kekambuhan kista Bartholin setelah
prosedur marsupialisasi adalah sekitar 5-10 %.

b. Eksisi (Bartholinectomy)
Eksisi dari kelenjar Bartholin dapat dipertimbangkan pada pasien yang
tidak berespon terhadap drainase, namun prosedur ini harus dilakukan
saat tidak ada infeksi aktif. Eksisi kista bartholin karena memiliki
risiko perdarahan, maka sebaiknya dilakukan di ruang operasi dengan
menggunakan anestesi umum.
Pasien ditempatkan dalam posisi dorsal lithotomy. Lalu dibuat insisi
kulit berbentuk linear yang memanjang sesuai ukuran kista pada
vestibulum dekat ujung medial labia minora dan sekitar 1 cm lateral
dan parallel dari hymenal ring. Hati hati saat melakukan insisi kulit
agar tidak mengenai dinding kista. Struktur vaskuler terbesar yang
memberi supply pada kista terletak pada bagian posterosuperior kista.
Karena alasan ini, diseksi harus dimulai dari bagian bawah kista dan
mengarah ke superior. Bagian inferomedial kista dipisahkan secara
tumpul dan tajam dari jaringan sekitar. Alur diseksi harus dibuat dekat
dengandinding kista untuk menghindari perdarahan plexus vena dan
vestibular bulb danuntuk menghindari trauma pada rectum.

Diseksi Kista
Setelah diseksi pada bagian superior selesai dilakukan, vaskulariasi
utama dari kista dicari dan diklem dengan menggunakan hemostat.
Lalu dipotong dan diligasi dengan benang chromic atau benang
delayed absorbable 3-0.

Ligasi Pembuluh Darah

2. Pengobatan Medikamentosa.
Antibiotik sebagai terapi empirik untuk pengobatan penyakit menular
seksual biasanya digunakan untuk mengobati infeksi gonococcal dan
chlamydia. Idealnya, antibiotik harus segera diberikan sebelum dilakukan
insisi dan drainase. Beberapa antibiotik yang digunakan dalam
pengobatan(2,3)
a. Ceftriaxone.
Ceftriaxone adalah sefalosporin generasi ketiga dengan efisiensi broad
spectrum terhadap bakteri gram-negatif, efficacy yang lebih rendah
terhadap bakteri gram-positif, dan efficacy yang lebih tinggi terhadap
bakteri resisten. Dengan mengikat pada satu atau lebih penicillin-
binding protein, akan menghambat sintesis dari dinding sel bakteri dan
menghambat pertumbuhan bakteri. Dosis yang dianjurkan: 125 mg IM
sebagai single dose .4,5
b. Ciprofloxacin.
Sebuah monoterapi alternatif untuk ceftriaxone. Merupakan antibiotik
tipe bakterisida yang menghambat sintesis DNA bakteri dan, oleh
sebab itu akan menghambat pertumbuhan bakteri dengan menginhibisi
DNA-gyrase pada bakteri. Dosis yang dianjurkan: 250 mg PO 1 kali
sehari.

c. Doxycycline
Menghambat sintesis protein dan replikasi bakteri dengan cara
berikatan dengan 30S dan 50S subunit ribosom dari bakteri.
Diindikasikan untuk Ctra chomatis. Dosis yang dianjurkan: 100 mg
PO 2 kali sehari selama 7 hari.
BAB IV

PEMBAHASAN

Dari anamnesis didapatkan data Ny. R, usia 30 tahun datang ke RS Tk.II dr.
Soedjono Magelang dengan keluhan benjolan di bibir kemaluan sebelah kiri.
Benjolan di bibir kemaluan sejak 4 hari SMRS, benjolan terdapat di bibir
kemaluan kiri sebesar telur ayam kampung, benjolan awalnya sebesar kelereng
dan semakin membesar dari berukuran diameter 1 cm sampai 5 cm, benjolan
terasa keras dan nyeri saat berdiri, duduk dan berhubungan seksual dengan suami,
tidak ada perdarahan, tidak keluar cairan seperti nanah, tidak ada riwayat
keputihan, demam disangkal, pusing disangkal, mual dan muntah disangkal,
buang air besar tidak ada keluhan, buang air kecil tidak ada keluhan. Untuk BAB
dan BAK masih dalam batas normal. Pasien memiliki riwayat keluhan yang sama.

Pada pemeriksaan fisik, didapatkan tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 80


kali/menit, regular, isi dan tegangan cukup. Frekuensi nafas 20 kali/menit, suhu
36,9C. Pada pemeriksaan genetalia eksterna didapatkan : inspeksi : massa (+) di
labia mayor minor sinistra, diameter 5 cm, batas tegas, hiperemis (+), fluor
albus (-) , darah (-). Palpasi : nyeri tekan (+), konsistensi keras, immobile.
Pemeriksaan genitalia interna : tidak dilakukan pemeriksaan.

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang didapatkan sesuai dengan teori
pada tinjauan pustaka yang disebutkan mengenai tanda dan gejala kista bartholini
yang telah terinfeksi. Pasien memiliki riwayat keluhan yang sama, hal ini bisa
menjadi faktor resiko dari kista bartholini yang dideritanya saat ini.

Penanganan pada pasien ini diberikan untuk mengurangi peradangan pada


reaksi bakteri diberikan antibiotik spektum luas berupa Cefotaxime 2x1 gram
secara intravena berfungsi menghambat sintesis mukopeptida pada dinding sel
bakteri. Pasien diberikan metronidazole yang merupakan obat antimikroba yang
digunakan untuk mengobati berbagai macam infeksi yang disebabkan oleh
mikroorganisme protozoa dan bakteri anaerob. Pasien diberikan tramadol yang
merupakan analgesik kuat yang bekerja pada reseptor opiat yang mengikat secara
stereospesifik pada reseptor di sistem saraf pusat sehingga memblok sensasi nyeri
dan respon terhadap nyeri. Pasien di berikan asam mefenamat yang merupakan
anti inflamasi non steroid yang berfungsi mengurangi inflamasi. Setelah nyeri
yang dirasakan menghilang akan dilakukan penanganan pendukung yaitu operasi
marsupialisasi dengan cara menginsisi kisata dan mengeluarkan isi rongga.
BAB V
KESIMPULAN

Kista adalah kantung yang berisi cairan atau bahan semisolid yang terbentuk
di bawah kulit atau di suatu tempat di dalam tubuh. Kista kelenjar Bartholin
terjadi ketika kelenjar ini menjadi tersumbat. Kelenjar Bartolini bisa tersumbat
karena berbagai alasan, seperti infeksi, peradangan atau iritasi jangka panjang.
Apabila saluran kelenjar ini mengalami infeksi maka saluran kelenjar ini akan
melekat satu sama lain dan menyebabkan timbulnya sumbatan. Cairan yang
dihasilkan oleh kelenjar ini kemudian terakumulasi, menyebabkan kelenjar
membengkak dan membentuk suatu kista. Suatu abses terjadi bila kista menjadi
terinfeksi.
Tanda kista bartholini yang tidak terinfeksi berupa penonjolan yang tidak
nyeri pada salah satu sisi vulva disertai kemerahan atau pambengkakan pada
daerah vulva disertai kemerahan atau pembengkakan pada daerah vulva. Jika kista
terinfeksi, gajala klinik berupa(2,3)
Nyeri saat berjalan, duduk, beraktifitas fisik atau berhubungan seksual.
Umunnya tidak diserati demam kecuali jika terifeksi dengan organisem
yang ditularkan melalui hubungan seksual.
Biasanya ada secret di vagina.
Dapat terjadi ruptur spontan (nyeri yang mendadak mereda, diikuti
dengan timbulnya discharge).
DAFTAR PUSTAKA

1. Snell, RS. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. Jakarta :


Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2006.
2. http://www.scribd.com/doc/43731478/LapKas-Kista-Bartholin-Ctine-
drNandono.
3. Sarwono Prawiro hardjo. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
2006.
4. Guyton, AC & Hall, CE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11.
Philadelphia : Elsevier Saunders. 2006.
5. Manuaba, Chandranita, dkk. Gawat Darurat Obstetri-Giekologi dan
Obstetri-Ginekologi Sosial Untuk Profesi Bidan. Jakarta: ECG. 2008.
6. Badziat, Ali. Endokrinologi Ginekologi. Jakarta : Media Aesculapius. 2003.

Anda mungkin juga menyukai