Anda di halaman 1dari 9

Daftar Pertanyaan Ketuban Pecah Dini

1. Apa yang menyebabkan keluar air ketuban sebelum impartu?

2. Pemeriksaan Penunjang untuk menegakkan diagnosis KPD

3. Faktor resiko KPD

4. Patofisiologi dan Perubahan Biokimia, Fisiologi, dan Histologi pada PKD

5. Penatalaksanaan KPD

6. Akibat bagi ibu dan bayi pada KPD

7. Penanganan persalinan pada KPD + Kenapa bisa kelahiran preterm impartu?

Jawaban:

1. Air ketuban dapat keluar akibat, antara lain:

• Infeksi, contohnya : infeksi saluran kemih berulang

• Trauma, contoh : amniosentesis, pemerikasaan panggul, koitus

• Inkompetensia serviks

• Kelainan letak atau presentasi janin

• Peningkatan tekanan intrauterin, contoh : kehamilan ganda, polihidramnion

• Berkurangnya asam askorbik sebagai komponen kolagen

• Merokok.

Sumber: Chris Tanto, Frans Liwang, Sonia Hanifati, Eka Adip Pradipta, Essentials of Medicine, 2014.

2. Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis Ketuban Pecah Dini (KPD)

a) Anamnesis yaitu pasien merasakan adanya cairan yang keluar secara tiba-tiba dari jalan lahir atau
basah pada vagina. Cairan ini berwarna bening dan pada tingkat lanjut dapat disertai mekonium.

b) Pemeriksaan inspekulo, didapatkan cairan ketuban yang keluar melalui bagian yang bocor menuju
kanalis servikalis atau forniks posterior, pada tingkat lanjut ditemukan cairan amnion yang keruh
dan berbau.
c) Pemeriksaan USG, ditemukan volume cairan amnion yang berkurang / oligohidramnion, namun
dalam hal ini tidak dapat dibedakan KPD sebagai penyebab oligohidramnion dengan penyebab
lainnya.

d) Pemeriksaan Laboratorium Untuk menentukan ada atau tidaknya infeksi, kriteria laboratorium yang
digunakan adalah adanya Leukositosis maternal (lebih dari 15.000/uL), adanya peningkatan C-
reactive protein cairan ketuban serta amniosentesis untuk mendapatkan bukti yang kuat (misalnya
cairan ketuban yang mengandung leukosit yang banyak atau bakteri pada pengecatan gram
maupun pada kultur aerob maupun anaerob).
-Tes lakmus (Nitrazine Test) merupakan tes untuk mengetahui pH cairan, di mana cairan amnion
memiliki pH 7,0-7,5 yang secara signifikan lebih basa daripada cairan vagina dengan pH 4,5-5,5. jika
kertas lakmus merah berubah menjadi biru menunjukkan adanya air ketuban. Normalnya pH air
ketuban berkisar antara 7-7,5. Namun pada tes ini, darah dan infeksi vagina dapat menghasilkan
positif palsu. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah Tes Fern. Untuk melakukan tes, sampel
cairan ditempatkan pada slide kaca dan dibiarkan kering. Pemeriksaan diamati di bawah mikroskop
untuk mencari pola kristalisasi natrium klorida yang berasal dari cairan ketuban menyerupai bentuk
seperti pakis.

Sumber: http://eprints.undip.ac.id/62481/3/BAB_II.pdf

3. Faktor resiko Ketuban Pecah Dini (KPD), antara lain:

• Infeksi, contohnya : infeksi saluran kemih berulang

• Trauma, contoh : amniosentesis, pemerikasaan panggul, koitus

• Inkompetensia serviks

• Kelainan letak atau presentasi janin

• Peningkatan tekanan intrauterin, contoh : kehamilan ganda, polihidramnion

• Berkurangnya asam askorbik sebagai komponen kolagen

• Merokok.

Sumber: Chris Tanto, Frans Liwang, Sonia Hanifati, Eka Adip Pradipta, Essentials of Medicine, 2014.
4. Patofisiologi dan perubahan Biokimia, Fisiologi, dan Histologi pada KPD

Perubahan biokimia

Peningkatan regangan atau overdistensi dari uterus ini meningkatkan risiko terjadinya ketuban pecah
dini. Secara mekanik, regangan dari membran fetus ini akan meningkatkan produksi prostaglandin E2
dan Interleukin-8 dalam amnion, juga meningkatkan aktivitas MMP-1 dalam membran. Interleukin-8
diproduksi dari sel amnion dan korion bersifat kemotaktik terhadap neutrofil dan merangsang aktivitas
kolagenase, selanjutnya akan menyebabkan terganggungnya keseimbangan proses sintesis dan
degradasi matriks ekstraseluler yang akhirnya menyebabkan pecahnya selaput ketuban. Prostaglandin
E2 meningkatkan iritabilitas uterus, menurunkan sistesis dari kolagen membran dan meningkatkan
produksi dari MMP-1 dan MMP-3 oleh fibroblas. Produksi interleukin-8 dan prostaglandin E2 dari
amnion menunjukkan adanya perubahan biokimia dalam selaput ketuban yang dapat diinisiasi oleh
kekuatan fisik atau regangan membran, menunjukkan bahwa kekuatan mekanik menyebabkan
terjadinya ketuban pecah dini. Produksi Interleukin-8 dan prostaglandin amnion akan memperlihatkan
perubahan biokimia pada selaput ketuban yang mungkin dimulai oleh adanya regangan selaput ketuban
dan apoptosis (Heaps dkk., 2005; Samuel dan Jerome, 2006; Rangaswamy dkk., 2012).

Perubahan Fisiologi

1. Pembentukan sel darah merah

Sel darah merah, sel darah putih dan trombosit dibentuk dihati dan limfa pada sumsum tulang belakang.
Proses pembentukan sel-sel darah disebut hematopoiesis.

2. Sel Darah Merah

Sel darah merah tidak memiliki inti sel, mitokondria atau ribosom. 'el ini tidak dapat melakukan mitosis.
fosforilasi oksidatif sel atau pembentuk haemoglobin yang mengangkut sebagian besar oksigen yang
diambil dari paru-paru ke sel-sel diseluruh tubuh. sel darah matang di keluarkan dari sumsum tulang dan
hidup sekitar 120 hari untuk kemudian mengalami disentegrasi dan mati.

Sel darah di gambarkan berdasaran ukuran dan jumlah hemoglobin yang terdapat di dalam sel :

 Nermositik : sel yang ukurannya normal

 Nermokromik : sel dengan jumlah hemoglobin yang normal

 Mikrositik : sel yang ukurannya terlalu kecil

 Makrositik : sel yang ukurannya terlalu besar 

 Hipokromik : sel yang sejumlah Hbnya terlalu sedikit

 Hiperkromik : sel yang sejumlah Hbnya terlalu banyak

3. Hemoglobin

Hemoglobin terdiri dari bahan yang mengandung besi yang disebut hem (heme) dan protein globulin.
terdapat sekitar 300 molekul hemoglobin dalam setiap sel darah merah. Hemoglobin dalam darah dapat
mengikat oksigen secara partial atau total.

4. Pemecahan sel darah merah

Apabila sel darah merah mulai berdisentegasi pada akhir masa hidupnya, sel tersebut mengeluarkan
hemoglobinnya kedalam sirkulasi. Hemoglobin diuraikan hati dan limfa. Molekul globulin diubah
menjadi asam-asam amino. Besi dismpan dihati dan limfa sampai di gunakan kembali oleh tubuh. sisa
molekul lainnya diubah menjadi bilirubin, yang kemudian dieksresikan melalui tinja atau urin.

Perubahan Histologi

Dengan menggunakan pemeriksaan histologi hematoksilin-eosin tampak gambaran perubahan yang


sesuai dengan gambaran histologi khas apoptosis yang terutama terjadi pada daerah
supraservikal.Berbagai penelitian tersebut mendukung konsep adanya perbedaan zona pada selaput
ketuban, khususnya zona di sekitar serviks yang secara signifikan lebih lemah dibandingkan dengan zona
lainnya seiring dengan terjadinya perubahan pada susunan biokimia dan histologi. Paracervical weak
zone ini telah muncul sebelum terjadinya pecah selaput ketuban dan berperan sebagai initial breakpoint
(Rangaswami et al., 2012). Rata-rata kekuatan untuk terjadinya ruptur dalam zona ini dilaporkan 60%
dari membran yang tersisa. Hilangnya susunan seperti jeruji pada susunan kolagen terlihat dekat daerah
ruptur. Ada peningkatan jarak fibril dan penurunan 50% pada susunan fibrillar. Zona lemah di atasnya
serviks juga mengalami peningkatan MMP-9, peningkatan level dari faktor transkripsi tertentu, dan jalur
transkripsi termasuk NF-kB, Fox03, dan Fox04, yang mengatur gen yang terlibat dalam inflamasi,
remodeling dan apoptosis ECM, meningkatkan pembelahan poly (ADP-ribose) polymerase I (penanda
apoptosis), menurunkan inhibitor jaringan metaloproteinase 3 (TIMP-3), dan ciri-ciri histologis yang
konsisten dengan remodeling dan apoptosis seluler (Rangaswamy et al., 2012; Saglam et al., 2013).

Sumber:

https://www.academia.edu/7053182/Asuhan_Keperawatan_Ketuban_Pecah_Dini_Ketuban_Pecah_Dini
_KPD

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/126/jtptunimus-gdl-riawulanda-6289-2-babii.pdf

https://www.slideshare.net/youngdoctorsnote/ketuban-pecah-dini-dan-kelahiran-preterm

5. Penatalaksanaan KPD dibagi menjadi 2 yaitu konservatif & aktif.

a. Konservatif

Tatalaksana konservatif dilaksanakan apabila ada 2 syarat yaitu tidak adanya tanda-tanda infeksi
maternal dan gawat janin & umur kehamilan kurang dari 37 minggu. Cara melakukannya yaitu:

1. Tirah baring hingga air ketuban berhenti mengalir

2. Antibiotik profilaksis:

 Injeksi ampisilin 2 gram diikuti dengan 4 x 1gr ampisilin injeksi dalam 48 jam
dilanjutkan ( eritromisin 4 x 250mg oral dalam 10 hari & amoksisilin oral 3 x 250mg
dalam 5 hari sebelum janin lahir )

 Penggunaan broad spectrum dapat dipertimbangkan misalnya golongan


sefalosporin

3. Pemberian tokolitik (bila ada kontraksi uterus) dan pemberian kortikosteroid (pematangan
fungsi paru janin)

b. Aktif
Tatalaksana aktif dilaksanakan apabila ada 2 syarat yaitu kehamilan aterm (≥ 37 minggu) & terdapat
tanda-tanda infeksi maternal maupun gawat janin. Cara melakukannya yaitu :

1. Observasi tanda-tanda inpartu dan kesejahteraan janin

2. Jangan melakukan PDV, kecuali bila ada tanda-tanda persalinan

3. Bila ada tanda-tanda infeksi gawat janin maka dilakukan terminasi kehamilan

4. Terminasi kehamilan dengan induksi/akselerasi persalinan

5. Seksio sesaria dilakukan bila gagal induksi/ akselerasi persalinan

6. Antibiotik broad spectrum

Sumber: Chris Tanto, Frans Liwang, Sonia Hanifati, Eka Adip Pradipta, Essentials of Medicine, 2014.

6. Akibat bagi ibu dan janin jika terjadi KPD

Pembahasan :

Pada janin

o Menurut sujiyatini, muflidah dan hidayat (2009), akibat yang sering terjadi karena KPD adalah
sindrom distres pernapasan dan prematuris. Sindrom distres pernapasan terjadi karena pada ibu
dengan KPD mengalami oligohidramnion.

o Selain sindrom distres pernapasan komplikasi pada janin juga dapat terjadi prolap tali pusat dan
kecatatan terutama pada KPD preterm

o Asfiksia janin

Pada ibu

o Endometritis

o Penurunan aktifitas miometrium (distonia, atonia)

o Sepsis ( daerah uterus dan intramnion memiliki vaskularisasi sangat banyak)

o Peritonitis

o Ruptur uteri karena ketuban habis, sehingga tidak ada pelindung antara janin dan uterus jika ada
kontraksi sehingga uterus mudah mengalami kerusakan (achadiyat, 2004)

o Persalinan prematur
o Syok septik sampai kematian ibu.

Referensi :

http://repository.ump.ac.id/999/3/Etik%20Wiji%20P%20BAB%20II.pdf

https://www.slideshare.net/taufikajaa/ketuban-pecah-dini-ppt

7. Penanganan persalinan pada KPD

Konservatif

■ Tidak ada tanda-tanda infeksi maternal dan gawat janin

■ Umur kehamilan kurang dari 37 minggu.

■ Tindakan :

– Rawat dirumah sakit, tirah baring hingga air ketuban berhenti mengalir

– Antibiotik profilaksis

■ injeksi ampisilin 2 gram diikuti dengan 4x1gram ampisilin injeksi dalam 48 jam
dilanjutkan eritromisin 4x250mg oral dalam 10 hari atau

■ amoksisilin oral 3x250mg dalam 5 hari sebelum janin lahir.

■ Penggunaan broad spectrum dapat dipertimbangkan misalnya golongan


sefalosporin .

– Pemberian tokolitik  bila ada konstraksi uterus.

– Pemberian kortikosteroid  pematangan fungsi paru janin.

– Observasi tanda-tanda inpartu dan kesejahteraan janin.

– Jangan melakukan PDV  kecuali bila sudah ada tanda-tanda persalinan.

– Tanda-tanda infeksi, gawat janin  terminasi kehamilan

Sumber: Chris Tanto, Frans Liwang, Sonia Hanifati, Eka Adip Pradipta, Essentials of Medicine, 2014.

8. Kenapa bisa kelahiran preterm impartu?

a. Faktor stress saat kehamilan

Menurut Chen (2010), tingkat stres maternal yang tinggi dapat menyebabkan peningkatan kadar
CRH(corticotropin realising hormon) pada kehamilan. Diketahui bahwa stres kronis selama kehamilan
akan mengakibatkan peningkatan dan pelepasan hormon yang berperan dalam persalinan, diantaranya
CRH, ACTH, kortisol, esterogen, progesteron, prostaglandin, dan hormon lainnya. Stres kronis akan
menstimulasi pengaktivan HPA aksis (Hipotalamus-Pituitary-Adrenal aksis). Hipotalamus akan
memproduksi CRH, yang selanjutnya menstimulasi pengeluaran ACTH di pituitari, kemudian mendorong
pelepasan kortisol dari adrenal (Funai et al. 2008; Behrman, 2007; Korebrits et al. 2008). Secara khusus,
perubahan tingkat produksi hormon CRH dan kortisol pada pertengahan sampai akhir kehamilan sebagai
respons terhadap stres berpengaruh terhadap penurunan hormon progesteron yang berfungsi
mempertahankan kehamilan, selanjutnya dengan terjadinya ketidak- seimbangan rasio esterogen dan
progesteron, akibatnya terjadi penurunan hormon progesteron akibat kortisol yang merangsang
munculnya hormon prostaglandin yang menjadi pencetus kontraksi dan meningkatkan intensitas
kontraksi. Hal inilah yang dapat menyebabkan peningkatan risiko kelahiran prematur (Latendresse dan
Ruiz, 2011).

Sumber: http://scholar.unand.ac.id/37709/2/bab%20I.pdf

b. Faktor Inflamasi/infeksi

Pada persalinan preterm salah satu penyebabnya ialah infeksi korioamnion yang dimana dapat
menginduksi terjadinya pecah ketuban dini dan persalianan preterm. Diawali dengan aktivitas fosfolipid
A2 yang melepaskan bahan asam arakhidonat dari selaput amnion janin, sehingga asam arakhidonat
bebas meningkatkan sintesis prostaglandin. Endotoksin dalam air ketuban akan merangsang sel desidua
untuk menghasilkan sitokin dan prostaglandin yang dapat menginisiasi proses persalinan, termasuk
persalinan preterm.

Sumber: Buku Ilmu kebidanan Ed 4 Sarwono Prawirohardjo

c. Faktor Perdarahan Desidua

Perdarahan desidua dapat menyebabkan persalinan premature mengancam. Lesi plasenta dilaporkan
34% dari wanita dengan persalinan prematur mengancam dikarakteristikkan sebagai kegagalan dari
transformasi fisiologi dari a. spiralis, atherosis, dan thrombosis arteri ibu dan janin. Diperkirakan adanya
hubungan lesivaskular dengan persalinan premature mengancam karena iskemi uteroplasenta.
Trombinprotease diperkirakan memainkan peran utama memunculkan kontraksi dari vascular intestinal,
dan otot halus myometrium serta otot polos longitudinal meometrium. yaitu mekanisme yang
berhubungan dengan perdarahan plasenta dengan ditemukannya peningkatan hemosistein yang akan
mengakibatkan kontraksi miometrium.

Sumber : http://repository.unair.ac.id/39923/2/FK%20BID%2007%2016%20Hid%20f.pdf

d. Faktor Peregangan Uterus Patologik

Peregangan berlebihan dari uterus yang bisa disebabkan oleh kehamilan kembar,
polyhydramnion atau distensi berlebih yang disebabkan oleh kelainan uterus atau proses operasi pada
serviks. Mekanisme ini dipengaruhi oleh IL-8, prostaglandin, dan COX-2. Mekanisme dari peregangan
uterus yang berlebihan hingga menyebabkan persalinan prematur masih belum jelas, namun diketahui
peregangan rahim akan menginduksi ekspresi protein gap junction, seperti connexion-43 (CX-43) dan
CX-26, serta menginduksi protein lainnya yang berhubungan dengan kontraksi seperti reseptor
oksitosin.

Sumber :

http://repository.unair.ac.id/39923/2/FK%20BID%2007%2016%20Hid%20f.pdf

http://eprints.undip.ac.id/44517/3/Cahya_Suspimantari_22010110120024_BAB_2_KTI.pdf

Anda mungkin juga menyukai