ABORTUS INKOMPLIT
Oleh:
dr. Stefanie Clarita
Pendamping:
dr. Ibnusina, Sp. OG
2.1. Abortus
2.1.1 Definisi
Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum viabel, disertai atau tanpa
pengeluaran hasil konsepsi. Menurut WHO, abortus didefinisikan sebagai penghentian
kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar kandungan atau berat janin kurang dari 500
gram.4
2.1.2 Klasifikasi
Hingga saat ini terdapat berbagai klisifikasi abortus, berikut ini akan disampaikan dua
jenis klasifikasi abortus berdasarkan atas terjadinya/legalitas dan klinis.5
a. Menurut mekanisme terjadinya, abortus dibagi menjadi 2 yaitu:
1) Abortus spontan adalah abortus yang terjadi dengan sendirinya, tanpa provokasi
dan intervensi.
2) Abortus buatan/ direncanakan adalah abortus yang terjadi karena diprovokasi,
yang dibedakan atas:
a) Abortus provokatus terapeutikus, yaitu abortus yang dilakukan atas indikasi
medis dengan alasan bahwa kehamilan membahayakan ibu dan atau janin.
b) Abortus provokatus kriminalis, yaitu abortus yang dilakukan tanpa indikasi
medis.
b. Menurut klinis:
1) Abortus Iminens
Abortus iminens adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada
kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus dan
tanpa adanya dilatasi sevik.
2) Abortus insipiens.
Abortus insipiens adalah peristiwa perdarahan uterus pada pada kehamilan
sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat, tetapi
hasil konsepsi masih dalam uterus. Dalam hal ini rasa mules menjadi lebih
sering dan kuat, perdarahan bertambah. Pengeluaran hasil konsepsi dapat
dilaksanakan dengan kuret vakum atau dengan cunam ovum disusul dengan
kerokan.
3) Abortus Inkomplit
Abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan
sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus. Pada
pemeriksaan vaginal, kanalis servikalis terbuka dan jaringan dapat diraba dalam
kavum uteri atau kadang-kadang sudah menonjol dari ostium uteri eksternum.
Perdarahan pada abortus inkomplit dapat banyak sekali, sehingga menyebabkan
syok dan perdarahan tidak berhenti sebelum sisa hasil konsepsi dikeluarkan.
4) Abortus komplit
Pada abortus komplit semua hasil konsepsi sudah keluar. Pada penderita
ditemukan perdarahan sedikit, ostium uteri telah menutup dan uterus sudah
banyak mengecil.
5) Abortus habitualis
Abortus habitualis adalah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut-
turut
6) Abortus infeksiosus
Abortus infeksiosus adalah abortus yang disertai infeksi pada genitalia.
Diagnosis ditegakkan dengan adanya abortus yang disertai gejala dan tanda
infeksi alat genitalia, seperti panas, takikardia, perdarahan pervaginam yang
berbau, uterus yang membesar, lembek, serta nyeri tekan, dan leukositosis.
7) Missed abortion
Missed abortion adalah kematian janin berusia sebelum 20 minggu, tetapi janin
mati itu tidak dikeluarkan selama 8 minggu atau lebih. 6
2.2.3 Etiologi
Mekanisme pasti yang bertanggungjawab atas peristiwa abortus tidak selalu tampak
jelas. Kematian janin sering disebabkan oleh abnormalitas pada ovum atau zigot atau oleh
penyakit sistemik pada ibu, dan kadang-kadang mungkin juga disebabkan oleh penyakit dari
ayahnya.4
1. Faktor Genetik
Lima puluh persen sampai tujuh puluh persen abortus spontan terutama abortus rekuren
disebabkan oleh kelainan genetik. Kelainan genetik menjadi penyebab 70% 6 minggu
pertama, 50% sebelum 10 minggu, dan 5% setelah 12 minggu. Kelainan ini dapat
disebabkan faktor maternal maupun paternal. Gamet jantan berkontribusi pada 50%
material genomik embrio. Mekanisme yang dapt berkontribusi menyebabkan kelainan
genetik adalah kelainan kromosom sperma, kondensasi kromatin abnormal,
fragmentasi DNA, peningkatan apoptosis, dan morfologi sperma yang abormal. Sekitar
42% struktur vili korionik abnormal akibat gangguan genetik.
2. Gangguan plasenta
Mayoritas kasus abortus berkaitan dengan kelainan genetik maupun kelainan
perkembangan plasenta terutama pada vili korionik yang berperan sebagai unit
fungsional plasenta dalam hal transpor oksigen dan nutrisi pada fetus. Penelitian
histologi Haque, et al. pada 128 sisa konsepsi abortus, ditunjukkan bahwa 97%
menunjukkan vili plasenta berkurang, 83% vili mengalami fibrosis stroma, 75%
mengalami degenerasi fibroid, dan 75% mengalami pengurangan pembuluh darah.
Inflamasi dan gangguan genetik dapat menyebabkan aktivasi proliferasi mesenkim dan
edema stroma vili. Keadaan ini akan berlanjut membentuk sisterna dan digantikan
dengan jaringan fibroid. Pada abortus, pendarahan yang merembes melalui desidua
akan membentuk lapisan di sekeliling vili korionik. Kemudian, material pecah dan
merangsang degenerasi fibrinoid.
3. Kelainan uterus
Kelainan uterus dapat dibagi menjadi kelainan akuisita dan kelainan yang timbul dalam
proses perkembangan janin. Cacat uterus akuisita yang berkaitan dengan abortus adalah
leiomioma dan perlekatan intrauteri. Miomektomi sering mengakibatkan jaringan parut
uterus yang dapat mengalami ruptur pada kehamilan berikutnya, sebelum atau selama
persalinan. Perlekatan intrauteri (sinekia atau sindrom Asherman) paling sering terjadi
akibat tindakan kuretase pada abortus yang terinfeksi atau pada missed abortus atau
mungkin pula akibat komplikasi postpartum. Keadaan tersebut disebabkan oleh
destruksi endometrium yang sangat luas. Selanjutnya keadaan ini mengakibatkan
amenore dan abortus habitualis yang diyakini terjadi akibat endometrium yang kurang
memadai untuk mendukung implatansi hasil pembuahan.
Inkomptensi serviks adalah ketidakmampuan serviks untuk mempertahankan suatu
kehamilan oleh karena defek fungsi maupun struktur pada serviks. Inkompetensi
serviks biasanya menyebabkan abortus pada trimester kedua dengan insidensi 0,5-8%.
Keadaan ini juga dapat menyebabkan hilangnya barrier mekanik yang memisahkan
kehamilan dari flora bakteri vagina dan kebanyakan asimptomatik. Serviks merupakan
barier mekanik yang memisahkan kehamilan dari flora bakteri vagina.
4. Kelainan endokrin
a. Defek Fase Luteal dan Defisiensi Progesteron
Defek fase luteal disebut juga defisiensi progesteron merupakan suatu keadaan dimana
korpus luteum mengalami kerusakan sehingga produksi progesteron tidak cukup dan
mengakibatkan kurang berkembangnya dinding endometrium. Defisiensi progesteron
karena kurangnya sekresi hormon tersebut dari korpus luteum atau plasenta
mempunyai hubungan dengan kenaikan insiden abortus. Karena progesteron berfungsi
mempertahankan desidua, defisiensi hormon tersebut secara teoritis akan mengganggu
nutrisi pada hasil konsepsi dan dengan demikian turut berperan dalam peristiwa
kematiannya.
b. Sindrom ovarium polikistik, hipersekresi LH, dan hiperandrogenemia
Sindrom ovarium polikistik terkait dengan infertilitas dan abortus. Dua mekanisme
yang mungkin menyebabkan hal tersebut terjadi adalah peningkatan hormon LH dan
efek langsung hiperinsulinemia terhadap fungsi ovarium.
c. Faktor Endokrin Sistemik seperti DM atau hipotiroid.
5. Kelainan Imunologi
Sekitar 15% dari 1000 wanita dengan abortus habitualis memiliki faktor autoimun.
Faktor autoimun misal SLE, APS, antikoagulan lupus, antibodi antikardiolipin.
Insidensi berkisar 1-5% tetapi risikonya mencapai 70%. Selain itu, faktor autoimun
dapat mempengaruhi melalui HLA. Bila kadar atau reseptor leptin menurun, terjadi
aktivasi sitrokin proinflamasi, dan terjadi peningkatan risiko abortus. Mekanismenya
berhubungan dengan timbal balik aktif reseptor di vili dan ekstravili tropoblas.
6. Infeksi
Berbagai macam infeksi dapat menyebabkan abortus pada manusia, tetapi hal ini tidak
umum terjadi. Organisme seperti Treponema pallidum, Chlamydia trachomatis,
Neisseria gonorhoeae, Streptococcus agalactina, virus herpes simpleks,
sitomegalovirus, Listeria monocytogenes dicurigai berperan sebagai penyebab abortus.
Toxoplasma juga disebutkan dapat menyebabkan abortus. Isolasi Mycoplasma hominis
dan Ureaplasma urealyticum dari traktus genetalia sebagaian wanita yang mengalami
abortus telah menghasilkan hipotesis yang menyatakan bahwa infeksi mikoplasma
yang menyangkut traktus genetalia dapat menyebabkan abortus. Dari kedua organisme
tersebut, Ureaplasma Urealyticum merupakan penyebab utama.
7. Penyakit kronik
Pada awal kehamilan, penyakit-penyakit kronis yang melemahkan keadaan ibu
misalnya penyakit tuberkulosis atau karsinomatosis jarang menyebabkan abortus.
Hipertensi jarang disertai dengan abortus pada kehamilan sebelum 20 minggu, tetapi
keadaan ini dapat menyebabkan kematian janin dan persalinan prematur. Pada saat ini,
hanya malnutrisi umum sangat berat yang paling besar kemungkinanya menjadi
predisposisi meningkatnya kemungkinan abortus.
8. Trauma
Sekitar 7% wanita mengalami trauma selama kehamilan tetapi banyak kasus yang tidak
dilaporkan. Pada umumnya, mekanisme trauma yang paling banyak adalah jatuh
sendiri dan kesengajaan. Keadaan ini akan menyebabkan abrupsio plasenta, pendarahan
fetomaternal, rupture uteri, trauma janin langsung.4
2.2.5. Patogenesis
Proses abortus inkomplit dapat berlangsung secara spontan maupun sebagai
komplikasi dari abortus provokatus kriminalis ataupun medisinalis. Proses terjadinya berawal
dari pendarahan pada desidua basalis yang menyebabkan nekrosis jaringan diatasnya.
Selanjutnya sebagian atau seluruh hasil konsepsi terlepas dari dinding uterus. Hasil konsepsi
yang terlepas menjadi benda asing terhadap uterus sehingga akan dikeluarkan langsung atau
bertahan beberapa waktu.8
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu hasil konsepsi biasanya dikeluarkan seluruhnya
karena villi korialies belum menembus desidua secara mendalam. Pada kehamilan antara 8
minggu sampai 14 minggu villi koriales menembus desidua lebih dalam sehingga umumnya
plasenta tidak dilepaskan sempurna yang dapat menyebabkan banyak perdarahan. Pada
kehamilan lebih dari 14 minggu umumnya yang mula-mula dikeluarkan setelah ketuban
pecah adalah janin, disusul kemudian oleh plasenta yang telah lengkap terbentuk.8
2.2.7. Diagnosis
Diagnosis abortus inkomplit ditegakkan berdasarkan gambaran klinis melalui
anamnesis dan hasil pemeriksaan fisik, setelah menyingkirkan kemungkinan diagnosis
banding lain, serta dilengkapi dengan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik mengenai
status ginekologis meliputi pemeriksaan abdomen, inspikulo dan vaginal toucher. Palpasi
tinggi fundus uteri pada abortus inkomplit dapat sesuai dengan umur kehamilan atau lebih
rendah. Pemeriksaan penunjang berupa USG akan menunjukkan adanya sisa jaringan.9
Tidak ada nyeri tekan ataupun tanda cairan bebas seperti yang terlihat pada kehamilan
ektopik yang terganggu. Pemeriksaan dengan menggunakan spekulum akan memperlihatkan
adanya dilatasi serviks, mungkin disertai dengan keluarnya jaringan konsepsi atau gumpalan-
gumpalan darah. Bimanual palpasi untuk menentukan besar dan bentuk uterus perlu
dilakukan sebelum memulai tindakan evakuasi sisa hasil konsepsi yang masih tertinggal.
Menentukan ukuran sondase uterus juga penting dilakukan untuk menentukan jenis tindakan
yang sesuai.9
2.2.9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan abortus spontan dapat dilakukan dengan menggunakan teknik
pembedahan maupun medis. Teknik pembedahan dapat dilakukan dengan pengosongan isi
uterus baik dengan cara kuretase maupun aspirasi vakum. Induksi abortus dengan tindakan
medis menggunakan preparat antara lain : oksitosin intravenus, larutan hiperosmotik
intraamnion seperti larutan salin 20% atau urea 30%, prostaglandin E2, F2a dan analog
prostaglandin yang dapat berupa injeksi intraamnion, injeksi ekstraokuler, insersi vagina,
injeksi parenteral maupun per oral, antiprogesteron - RU 486 (mefepriston), atau berbagai
kombinasi tindakan tersebut diatas.9
Pada banyak kasus, jaringan plasenta yang tertinggal terletak secara longgar dalam
kanalis servikalis dan dapat diangkat dari ostium eksterna yang sudah terbuka dengan
memakai forsep ovum atau forsep cincin. Bila plasenta seluruhnya atau sebagian tetap
tertinggal di dalam uterus, induksi medis ataupun tindakan kuretase untuk mengevakuasi
jaringan tersebut diperlukan untuk mencegah terjadinya perdarahan lanjut. Perdarahan pada
abortus inkomplit kadang-kadang cukup berat, tetapi jarang berakibat fatal. Evakuasi
jaringan sisa di dalam uterus untuk menghentikan perdarahan dilakukan dengan cara:
1. Evakuasi dapat dilakukan secara digital atau cunam ovum untuk mengeluarkan hasil
konsepsi yang keluar melalui serviks. Jika pendarahan berhenti, beri ergometrin 0,2 mg
intramuskular atau misoprostol 400 mcg per oral.
2. Evakuasi hasil konsepsi dengan:
a. Aspirasi Vakum merupakan metode evakuasi yang terpilih.
b. Evakuasi dengan kuret tajam sebaiknya dilakukan jika aspirasi vakum manual tidak
tersedia.
c. Jika evakuasi belum dapat dilakukan segera, beri ergometrin 0,2 mg intramuskular
(diulangi setelah 15 menit jika perlu) atau misoprostol 400 mcg per oral (dapat
diulangi setelah 4 jam jika perlu). 9
BAB III
LAPORAN KASUS
3.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama
Keram perut
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien G1P0A0 datang dirujuk ke Rumah Sakit dengan perdarahan pada jalan
lahir serta dicurigai sebagai abortus inkomplit. Sebelum tiba di Rumah Sakit pasien
sudah terpasang Infus RL 20 tpm, Inj. Asam traneksamat 500 mg, dan misoprostol 2
tab pervaginam. Saat di Rumah Sakit pasien mengeluhkan keram pada perut, keluhan
ini sebelumnya juga sudah dialami 1 hari sebelumnya. Awalnya pasien merasa ada
flek yang keluar bersamaan dengan gumpalan sembari disertai nyeri, 30 menit
kemudian keluarlah gumpalan kedua. Adanya riwayat trauma disangkal oleh pasien.
Riwayat Haid
Menarche usia 12 tahun, Siklus haid 28 hari, lama haid 7 hari, HPHT 07 Juli 2022
Riwayat Perkawinan
Perkawinan pertama, usia 33 tahun
Riwayat KB
Belum pernah
3.5 DIAGNOSA
Abortus Inkomplit
3.6 PENATALAKSANAAN
IVFD RL 20 gtt
Observasi di ruangan
Misoprostol 2 tab pervaginam/4 jam
Jika sudah ada perdarahan atau OUE terbuka lebar direncanakan kuretase
Inj. Cefotaxim 1 gr pre OP
3.7 PLANNING
Pemasangan Laminaria
Kuretase
FOLLOW UP
Tanggal 23 Juli 2022
S : Perdarahan pervaginam sedikit, mual (-), muntah (-), demam (-),
O : TD : 125/86 mm/Hg R : 20 x/i
N : 80 x/i T : 36,7oC
A:
Abortus Inkomplit
P:
Bed Rest
IVFD RL 20 tpm
Misoprostol 2 tab pervaginam/4 jam
BAB IV
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA