Jiwaku terancam, tubuhku terbakar api Sembari bersusah payah untuk berdiri Aku menahan sakit yang menyayat-nyayat hati
Pikiranku menjerit perih
Tak kuasa menahan rintih Seakan darahku telah amat mendidih Tak mampu lagi tuk genggam tangan yang ingin meraih
Gemetar terlihat di seluruh permukaan tubuh
Telah nampak jelas bahwa raga sudah begitu rapuh Akankah mampu untuk tetap berdiri teguh Atau justru terjatuh karna tulang telah habis remuk dan rapuh ?
Ketakutan terukir tiada terkira
Menggenggam lutut berharap aku masih bernyawa Dengan segala derita dan putus asa Aku menangis di sudut – sudut kota
Tak jarang aku mengerang dalam gelap
Bermandikan keringat yang sesekali aku usap Apakah aku masih dapat berharap ? Sebab yang ku lihat hanyalah sekumpulan gumpalan asap
Mata tiada lagi menjadi terang
Mulut tinggal hanya media jeritan perang Tak ku tahu lagi beda manusia ataupun barang Semua sama dicampakan dalam api belerang
Kaki bukan lagi menjadi penyelamat
Dan tangan hancur tertimpa beban berat Punggung telah habis oleh panas yang menyengat Dan keseluruhan tubuh telah hancur dengan sangat Aku menjerit dan mencari Namun yang ku lihat hanya sosok kecil dalam sepi Dari pantulan cahaya sinar mentari Kudapati bahwa sosok itu ialah diriku sendiri
Lari? Kemana aku harus berlari ?
Adakah seseorang yang perduli ? Sungguh, hina telah tercap di dahi Dengan kematian yang seakan-akan menghantui