Anda di halaman 1dari 16

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi

Abortus didefinisikan sebagai terminasi kehamilan secara spontan atau

induksi sebelum janin siap. Menurut World Health Organization dan the National

Center for Helth Statistic Center for Disease Control and Prevention, abortus

merupakan terminasi kehamilan sebelum usia gestasi 20 minggu atau kelahiran

janin dengan berat badan < 500 gram.1

2.2 Klasifikasi

Macam-macam abortus dapat dibagi atas dua golongan : 2

2.2.1 Abortus Spontan

Abortus spontan adalah abortus yang terjadi secara alamiah tanpa intervensi

dari luar (buatan) untuk mengakhiri kehamilan tersebut. Berdasarkan gambaran

kliniknya, abortus spontan dapat dibagi menjadi2 :

a. Abortus Imminens adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus

pada kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam

uterus dan tanpa adanya dilatasi serviks.

b. Abortus Insipiens adalah peristiwa perdarahan dari uterus pada

kehamilan sebelum 20 minggu, dengan adanya dilatasi serviks uteri

yang meningkat tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus.

c. Abortus Inkomplit adalah peristiwa pengeluaran hasil konsepsi pada

kehamilan sebelum 20 minggu dan masih ada sisa tertinggal di dalam

uterus.
d. Abortus Komplit adalah peristiwa perdarahan pada kehamilan muda

dimana seluruh hasil konsepsi telah dikeluarkan dari cavum uteri.

e. Abortus Habitualis adalah abortus spontan yang terjadi tiga kali atau

lebih berturut-turut.

f. Missed Abortion adalah kematian janin sebelum berusia 20 minggu,

tetapi janin mati itu masih ada di dalam rahim

g. Abortus Infeksius dan Abortus Septik adalah keguguran yang disertai

infeksi genetalia. Abortus septik adalah keguguran disertai infeksi berat

dengan penyebaran kuman atau toksinnya ke dalam peredaran darah

atau peritoneum.

Gambar 1. Jenis abortus


2.2.2 Abortus Provokatus (Induced Abortion)

Abortus Provokatus merupakan abortus yang disengaja baik dengan

memakai obat-obatan atau memakai alat.2 Abortus ini terbagi menjadi :

a. Abortus Medisinalis adalah abortus karena tindakan kita sendiri,

dengan alasan apabila kehamilan dilanjutkan dapat membahayakan

jiwa ibu.2

b. Abortus Kriminalis adalah abortus yang terjadi oleh karena tindakan

yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis dan biasanya

dilakukan secara sembunyi sembunyi oleh tenaga tradisional.2

2.3 Epidemiologi

Abortus diperkirakan terjadi pada 10% dari seluruh kehamilan di dunia

dengan 80% terjadi pada trimester pertama.3

Mortalitas yang diakibatkan oleh abortus spontan jarang terjadi (0,7 per

100.000), faktor resikonya meliputi: wanita usia lebih 35 tahun, ras selain kulit

putih, dan aborsi pada trimester kedua. Penyebab langsung dari kematian

meliputi: infeksi 59%, perdarahan 18%, emboli 13%, dan komplikasi dari

anesthesia 5%.4

Berdasarkan data yang diambil dari data rekam medis pasien Rumah Sakit

Pindad Bandung periode Januari 2013 hingga Desember 2014, didapatkan angka

kejadian abortus adalah sebesar 130 kasus. Dari 130 kasus tersebut didapatkan

bahwa angka kejadian abortus sebagian besar berupa abortus inkomplit yaitu

sebesar 103 kasus (79,23%), diikuti dengan abortus imminens sebesar 13 kasus

(10%), abortus insipiens sebesar 12 kasus (9,23%) dan missed abortion sebesar 2
kasus (1,54%). Pada penelitian ini tidak didapatkan kasus abortus kompletus dan

abortus infeksiosa (0%).2

2.4 Etiologi dan Faktor Risiko

Penyebab abortus bervariasi dan sering diperdebatkan, namun pada

umumnya terdapat lebih dari satu penyebab.2 Beberapa faktor yang berhubungan

dengan kejadian abortus diantaranya:

1. Faktor janin

Sebagian dari kejadian abortus disebabkan oleh kehamilan anembrionik

yang merupakan kehamilan patologi dimana janin tidak terbentuk sejak awal

meskipun kantong gestasi tetap terbentuk. Bila terdapat janin dalam kantong

gestasi, pada umumnya terdapat kelainan zigot, embrio, janin, atau plasenta.

Embrio yang mengalami abortus 25% memiliki kelainan kromosom, biasanya

memiliki kromosom euploid.1,5

2. Faktor maternal

a. Infeksi

Infeksi virus, bakteri, dan mikroorganisme lainnya dapat menyebabkan

kehamilan berakhir. Kebanyakan penyebarannya secara sistemik melalui

fetoplasenta, dapat juga secara lokal melalui infeksi genitogenital. Mikrooranisme

penyebab terbanyak adalah Brucella Abortion, Complylobacter Fetus, dan

Toxoplasma gondii.

b. Penyakit lain non infeksi

Penyakit cealiac dilaporkan menyebabkan aborsi yang rekuren dan

infertilitas pada laki-laki maupun perempuan.6 Penyakit jantung sianotik yang

tidak direpair merupakan salah satu faktor risiko yang menyebabkan abortus.
Penyakit lain yang berhubungan dengan peningkatan kejadian abortus adalah

inflamatory bowel diseasae dan sistemic lupus erythematosus.1

c. Obat-obat

Hanya sedikit obat-obatan yang sudah dievaluasi berhubungan dengan

peningkatan kejadian abortus. Kontrasepsi oral atau agent spermicidal yang

terkandung pada cream kontrasepsi tidak berhubungan dengan peningkatan

kejadian aborsi. Sama halnya dengan penggunaan anti inflamasi nonsteroid atau

penggunaan ondansetron.7,8

d. Diabetes melitus

Abortus spontan dan malformasi kongenital mayor meningkat kejadiaannya

pada wanita dengan diabetes insulin dependen. Ini berhubungan dengan glikemik

perikopsional dan kontrol metabolik.

e. Penyakit tiroid

Defisiensi iodine berat, di beberapa negara berkembang berhubungan

dengan peningkatan risiko terjadinya aborsi.1

f. Nutrisi

Nutrisi yang extrem seperti defisiensi dan obesita berhubungan dengan

peningkatan kejadian aborsi. Kualitas diet juga penting, wanita yang

mengkonsumsi buah segar dan sayuran setip hari diduga menurunkan risiko

aborsi.1

Obesitas dihubungkan dengan kejadian aborsi, juga termasuk meningkatkan

kejadian aborsi berulang. . pada penelitian terhadap 6500 wanita yang menjalani

fertilisasi in vitro, angka hidupnya berkurang secara progresif untuk setiap

peningkatan masa tubuh/ BMI.1


g. Faktor lingkungan

Diperkirakan 1 10% malformasi janin akibat dari paparan obat, bahan

kimia, atau radiasi dan umumnya berakhir dengan abortus, misalnya paparan

terhadap buangan gas anestesi dan tembakau. Rokok diketahui mengandung

ratusan unsur toksik, antara lain nikotin yang telah diketahui mempunyai efek

vasoaktif sehingga menghambat sirkulasi uteroplasenta. Karbon monoksida juga

menurunkan pasokan oksigen ibu dan janin serta memacu neurotoksin. Dengan

adanya gangguan pada sistem sirkulasi fetoplasenta dapat terjadi gangguan

pertumbuhan janin yang berakibat terjadinya abortus.

2.5 Patogenesis

Kebanyakan abortus spontan terjadi segera setelah kematian janin yang

kemudian diikuti dengan perdarahan ke dalam desidua basalis, lalu terjadi

perubahan-perubahan nekrotik pada daerah implantasi, infiltrasi sel-sel

peradangan akut, dan akhirnya perdarahan per vaginam. Konsepsi terlepas

seluruhnya atau sebagian yang diinterpretasikan sebagai benda asing dalam

rongga uterus. Hal ini menyebabkan kontraksi uterus dimulai, dan segera setelah

itu terjadi pendorongan benda asing keluar rongga uterus (ekspulsi). Perlu

ditekankan bahwa pada abortus spontan, kematian embrio biasanya terjadi paling

lama dua minggu sebelum perdarahan. Oleh karena itu, pengobatan untuk

mempertahankan janin tidak layak dilakukan jika telah terjadi perdarahan banyak

karena abortus tidak dapat dihindari. Sebelum minggu ke-10, hasil konsepsi

biasanya dikeluarkan dengan lengkap. Hal ini disebabkan sebelum minggu ke-10

vili korialis belum menanamkan diri dengan erat ke dalam desidua. Antara

minggu ke-10 hingga minggu ke-12 korion tumbuh dengan cepat dan hubungan
vili korialis dengan desidua makin erat sehingga bila terjadi kematiani saat

tersebut,sisa-sisa korion sering tertinggal. Pengeluaran hasil konsepsi didasarkan

pada 4 cara:

2.5.1.1 Keluarnya kantong korion pada kehamilan yang sangat dini,

meninggalkan sisa desidua.

2.5.1.2 Kantong amnion dan isinya (fetus) didorong keluar, meninggalkan

korion dan desidua.

2.5.1.3 Pecahnya amnion terjadi dengan putusnya tali pusat dan

pendorongan janin ke luar, tetapi sisa amnion dan korion tetap

bertahan di dalam (hanya janin yang dikeluarkan).

2.5.1.4 Seluruh janin dan desidua yang melekat didorong keluar secara

utuh. Kuretasi diperlukan untuk membersihkan uterus dan mencegah

perdarahan atau infeksi lebih lanjut.

Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk, ada

kalanya kantung amnion kosong atau tampak didalamnya benda kecil tanpa

bentuk yang jelas ( blighted ovum), mingkin pula janin telah mati lama ( missed

aborted ). Apabila mudigah yang mati tidak dikeluarkan dalam waktu singkat,

maka ia dapat diliputi oleh lapisan bekuan darah. Uterus seperti ini dinamakan

molakrenta. Bentuk ini menjadi molakarnosa apabila pigmen darah telah diserap

sehingga semuanya tampak seperti daging. Bentuk lain adalah molatuberosa

dimana amnion tampak berbenjol-benjol karena terjadi hematoma antara amnion

dan korion.

Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat terjadi proses

modifikasi janin karena cairan amnion berkurang. Janin menjadi agak gepeng
(fetus kompresus), bila berlanjut makin lama akan semakin tipis seperti kertas

perkamen.

Kemungkinan lain pada janin mati yang tidak segera dikeluarkan adalah

terjadinya maserasi, kulit terkelupas, tenggorok menjadi lembek, perut membesar

karena cairan dan seluruh janin berwarna kemerah-merahan.9

2.5 Diagnosis Abortus

Perlu ditanamkan bahwa pada wanita usia reproduktif dengan perdarahan

spontan pervaginam yang aktif, sebaiknya dianggap hamil sebelum terbukti

lainnya. Abortus yang terjadi secara spontan memiliki risiko jika tidak

ditatalaksana dengan baik. Sedangkan untuk abortus yang diinduksi secara medis

biasanya bersifat lebih aman khususnya jika dilakukan pada 2 bulan pertama

kehamilan.7

Poin-poin diagnosis pada kasus abortus spontan adalah sebagai berikut;

1. Abortus iminens

Abortus iminens dicurigai terjadi ketika terdapat vaginal discharge atau

darah dari vagina yang muncul pada awal kehamilan. Biasanya perdarahan

dikeluhkan terlebih dahulu, yang kemudian diikuti nyeri kram abdomen beberapa

jam atau hari setelah perdarahan tersebut. Abortus iminens sangat sering dijumpai,

dimana satu dari empat sampai 5 perempuan mengalami perdarahan pada saat

kehamilannya. Hampir sekitar setengah dari perempuan yang mengalami ini akan

berlanjut pada abortus. Perempuan yang tidak aborsi setelah ini bisanya memiliki

risiko terjadinya hasil kehamilan yang tidak optimal seperti melahirkan preterm,

berat lahir rendah, dan kematian perinatal.5


Pada pemeriksaan biasanya ditemukan ukuran uterus yang masih sesuai

usia kehamilan, dan juga ostium uteri yang masih tertutup. Selain itu juga perlu

dilakukan pencarian terhadap penyulit seperti kehamilan ektopik atau adanya torsi

dari kista ovarium yang tidak diketahui sebelumnya.

2. Abortus insipiens

Abortus insipiens biasanya ditandai dengan ruptur membran sekaligus

adanya dilatasi dari serviks. Pada keadaan ini hampir dapat dipastikan bahwa

abortus terjadi. Kontraksi uterus akan segera terjadi.

Dengan adanya ruptur dari membran dan dilatasi dari serviks yang

signifikan, maka tindakan untuk menyelamatkan janinnya sudah tidak

memungkinkan lagi. Jika sudah tidak ada nyeri atau perdarahan lagi, maka

dilakukan observasi untuk melihat perdarahan, nyeri kram, atau demam. Jika

setelah 48 jam keluhan hilang dan kondisi pasien stabil maka pasien dapat

kembali beraktivitas seperti biasa, kecuali tindakan penetrasi ke dalam vagina

dalam bentuk apapun. Namun jika masih terdapat keluarnya cairan atau darah

yang disertai nyeri, ataupun pasien mengeluhkan adanya demam, maka uterus

kemudian harus dikosongkan.

3. Abortus inkomplit

Abortus inkomplit didiagnosis ketika plasenta, baik seluruhnya ataupun

sebagian, tertinggal dalam uterus tetapi janin telah keluar. Perdarahan biasanya

lebih banyak pada abortus inkomplit dan dapat sangat signifikan jika usia

kehamilan sudah lebih tua. Embrio-fetus dan plasenta mungkin dikeluarkan

bersama sama jika usia kehamilan masih kurang dari 10 minggu.

4. Missed aborsi
Missed abortion didefinisikan sebagai retensi dari sisa konsepsi yang telah

mati di dalam uterus selama beberapa minggu. Setelah kematian janin, mungkin

dapat terjadi perdarahan atau tidak sama sekali ataupun tidak menimbulkan gejala.

Ukuran dari uterus biasanya tidak bertambah, dan perubahan pada payudara

biasanya malah kembali ke seperti semula. Kebanyakan dari missed abortion

dapat keluar sendiri, akan tetapi, jika retensi dari janin yang mati tersebut telah

berlangsung lama, maka mungkin dapat terjadi gangguan koagulasi.

2.6 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan 1, 3,4,10

a. Abortus imminens

Karena ada harapan bahwa kehamilan dapat dipertahankan, maka

dianjurkan pasien diminta untuk melakukan tirah baring sampai perdarahan

berhenti. Selain itu juga dapat diberikan spasmolitik agar uterus tidak berkontraksi

atau diberi tambahan hormon progesteron atau derivatnya untuk mencegah

terjadinya abortus. Bila perdarahan berlanjut dan jumlahnya semakin banyak,

atau jika timbul gangguan lain seperti tanda infeksi, pasien harus dievaluasi ulang

dengan segera. Pasien boleh dipulangkan setelah tidak terjadi perdarahan dengan

pesan khusus tidak boleh berhubungan seksual dulu sampai lebih kurang 2

minggu.

b. Abortus insipiens.

Jika usia kehamilan kurang dari 16 minggu, evakuasi uterus dilakukan

dengan aspirasi vakum manual. Jika evakuasi tidak dapat segera dilakukan maka,

Ergometrin 0,2 mg IM atau Misopristol 400mcg per oral dapat diberikan.


Kemudian persediaan untuk pengeluaran hasil konsepsi dari uterus dilakukan

dengan segera.

Jika usia kehamilan lebih dari 16 minggu, ekpulsi spontan hasil konsepsi

ditunggu, kemudian sisa-sisa hasil konsepsi dievakuasi. Jika perlu, infus 20 unit

oxytoxin dalam 500cc cairan IV (garam fisiologik atau larutan Ringer Laktat)

dengan kecepatan 40 tetes per menit diberikan untuk membantu ekspulsi hasil

konsepsi. Setelah penanganan, kondisi ibu tetap dipantau.

c. Abortus inkomplit

Pengelolaan pasien abortus inkomplit harus diawali dengan

memperhatikan keadaan umum dan mengatasi gangguan hemodinamik yang

terjadi untuk kemudian disiapkan tindakan kuretase. Pemeriksaan usg hanya

dilakukan bila kita ragu dengan diagnosis secara klinis.pada pemeriksaan usg

dapat ditemukan besar uterus yang lebih kecil dari umur kehamilan dan kantong

gestasi sudah sulit dikenali, di kavum uteri tampak massa hiperkoik yang

bentuknya tidak berarturan.

Bila terjadi perdarahan hebat, dianjurkan untuk segera melakukan

pengeluaran sisa hasil konsepsi secara manual agar jaringan yang mengganjal

keluar, kontraksi uterus dapat berlangsung baik dan perdarahan bisa berhenti.

Selanjutnya dilakukan tindakan kuretase. Tindakan kuretase harus dilakukan

secara hati-hati sesuai dengan keadaan umum ibu dan besarnya uterus. Tindakan

yang dianjurkan ialah dengan karet vakum menggunakan kanula dan plastik.

Pasca tindakan perlu diberikan uretrotonika parenteral ataupun per oral dan

antibiotik.
d. Abortus komplit

Pada kasus ini, evakuasi tidak perlu dilakukan lagi.Observasi untuk

melihat adanya perdarahan yang banyak perlu diteruskan dan kondisi ibu setelah

penanganan tetap dibuat. Apabila terdapat anemia sedang, tablet sulfas ferrosus

600mg/hari selama 2 minggu diberikan, jika anemia berat diberikan transfusi

darah. Seterusnya lanjutkan dengan konseling asuhan pascakeguguran dan

pemantauan lanjut jika perlu.

e. Abortus infeksiosa/septik

Pengelolaan pasien pada abortus septik harus mempertimbangkan

keseimbangan cairan tubuh dan perlunya pemberian antibiotika yang mencukupi

sesuai dengan hasil kultur dan sensitivitas kuman yang diambil dari darah dan

cairan yang keluar pervaginam. Untuk tahap pertama dapat diberikan Penisillin 4x

1juta unit atau ampicillin 4x 1gram ditambah gentamisin 2x80 mg dan

metronidazol 2x1 gram. Selanjutnya, antibiotik dilanjutkan dengan hasil kultur.

Tindakan kuretase dilaksanakan bila kondisi pasien sudah baik minimal 6

jam setelah antibiotika adekuat telah diberikan. Pada saat tindakan, uterus harus

dilindungi dengan uterotonik untuk menghindari terjadinya komplikasi. Antibiotik

harus dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam dan bila dalam waktu 2 hari

pemberian tidak terdapat respon harus diganti dengan antibiotik yang lebih sesuai

dan kuat.Apabila ditakutkan terjadi tetanus, injeksi ATS harus diberikan dan

irigasi kanalis vagina/uterus dibuat dengan larutan peroksida H2O2.

f. Missed abortion

Informed consent pada tatalaksana missed abortion perlu dilakukan

kepada pasien dan keluraganya secara baik karena resiko tindakan operasi dan
kuretase ini dapat menimbulkan komplikasi perdarahan atau tidak bersihnya

evakuasi/kuretase dalam sekali tindakan. Pada umur kehamilan kurang dari 12

minggu tindakan evakuasi dapat dilakukan secara langsung dengan melakukan

dilatasi dan kuretase bila serviks uterus memungkinkan. Bila umur kehamilan

diatas 12 minggu atau kurang dari 20 minggu dengan keadaan serviks uterus yang

masih kaku dianjurkan untuk melakukan induksi terlebih dahulu untuk

mengeluarkan janin atau mematangkan kanalis servikalis.

Beberapa cara dapat dilakukan anatara lain dengan pemberian infus

intravena cairan oksitosin dimulai dimulai dari dosis 10 unit dalam 500 cc

dekstrose 5 % tetesan 20 tetes per menit dan dapat diulangi sampai total oksitosin

50 unit dengan tetesan dipertahankan untuk mencegah terjadinya retensi cairan

tubuh. Jika tidak berhasil pasien diistirahatkan satu hari dan kemudian induksi

diulangi biasanya maksimal 3 kali. Setelah janin atau jaringan konsepsi berhasil

keluar dengan induksi ini dilanjutkan dengan tindakan kuretase sebersih mungkin.

g. Abortus Habitualis

Pengobatan sesuai dengan penyebab, bila abortus habitualis akibat reaksi

imunologik yaitu kegagalan reaksi terhadap antigen lymphocyte trophoblast cross

reactive dapat diobati dengan tranfusi leukosit atau heparinisasi.

Salah satu penyebab yang sering ditemukan ialah inkompetensi serviks.

Pengelolaan penderita inkompetensia serviks adalah anjurkan untuk pemeriksaan

kehamilan seawal mungkin dan bila dicurigai adanya inkompetensia serviks harus

dilakukan tindakan untuk memberikan fiksasi serviks agar dapat menerima beban

dengan berkembangnya kehamilan. Operasi dilakukan pada umur kehamilan 12-

14 minggu dengan cara SHIRODKAR atau McDONALD dengan melingkari


kanalis servikaslis dengan benang mersilene yang tebal dan simpul baru dibuka

setelah umur kehamilan aterm dan bayi siap dilahirkan .

h. Kehamilan anembrionik (Blighted Ovum)

Bila pada saat USG pertama tidak ditemukan gambaran mudigah maka

perlu dievaluasi dengan USG 2 minggu kemudian. Bila tetap tidak dijumpai

struktur mudigah dan diamater kontong gestasi sudah mencapai 25 mm maka

dapat dinyatakan sebagai kehamilan anembrionik. Pengelolaan kehamilan

anembrionik dilakukan terminasi kehamilan dengan dilatasi dan kuretase secara

elektif.

2.7 Komplikasi

2.7 Komplikasi3

a. Perdarahan.

Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil

konsepsi dan jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena perdarahan

dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan. Perdarahan yang berlebihan

sewaktu atau sesudah abortus bisa disebabkan oleh atoni uterus, laserasi cervikal,

perforasi uterus, kehamilan serviks, dan juga koagulopati.

b. Perforasi.

Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam

posisi hiperretrofleksi. Terjadi robekan pada rahim, misalnya abortus provokatus

kriminalis. Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi, laparatomi

harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya perlukaan pada uterus dan

apakah ada perlukan alat-alat lain. Pasien biasanya datang dengan syok

hemoragik.
c. Syok.

Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan

karena infeksi berat. Vasovagal syncope yang diakibatkan stimulasi canalis

sevikalis sewaktu dilatasi juga boleh terjadi namum pasien sembuh dengan segera.

d. Infeksi.

Sebenarnya pada genitalia eksterna dan vagina dihuni oleh bakteri yang

merupakan flora normal. Khususnya pada genitalia eksterna yaitu staphylococci,

streptococci, Gram negatif enteric bacilli, Mycoplasma, Treponema (selain T.

paliidum), Leptospira, jamur, Trichomonas vaginalis, sedangkan pada vagina ada

lactobacili,streptococci, staphylococci, Gram negatif enteric bacilli, Clostridium

sp., Bacteroides sp, Listeria dan jamur. Umumnya pada abortus infeksiosa, infeksi

terbatas padsa desidua. Pada abortus septik virulensi bakteri tinggi dan infeksi

menyebar ke perimetrium, tuba, parametrium, dan peritonium.

Organisme-organisme yang paling sering bertanggung jawab terhadap

infeksi paska abortus adalah E.coli, Streptococcus non hemolitikus, Streptococci

anaerob, Staphylococcus aureus, Streptococcus hemolitikus, dan Clostridium

perfringens. Bakteri lain yang kadang dijumpai adalah Neisseria gonorrhoeae,

Pneumococcus dan Clostridium tetani. Streptococcus pyogenes potensial

berbahaya oleh karena dapat membentuk gas.

2.8 Prognosis3

Prognosis keberhasilan kehamilan tergantung dari etiologi aborsi spontan

sebelumnya. Perbaikan endokrin yang abnormal pada wanita dengan abortus yang

rekuren mempunyai prognosis yang baik sekitar >90 %. Pada wanita keguguran

dengan etiologi yang tidak diketahui, kemungkinan keberhasilan kehamilan


sekitar 40-80 %. Sekitar 77 % angka kelahiran hidup setelah pemeriksaan

aktivitas jantung janin pada kehamilan 5 sampai 6 minggu pada wanita dengan 2

atau lebih aborsi spontan yang tidak jelas.

Anda mungkin juga menyukai