Anda di halaman 1dari 30

PENDAHULUAN

Bayi besar masa kehamilan adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan bayi yang lahir dengan berat lebih dari jumlah biasanya dari jumlah minggu kehamilan. Bayi besar masa kehamilan memiliki berat lahir lebih besar dari presentil ke-90 untuk usia kehamilan mereka, atau bayi dengan berat lebih dari 4000 gram. Bayi besar masa kehamilan biasanya dihubungkan dengan kelainan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, polisitemia, hiperbilirubinemia), kemungkinan terjadinya anomali kongenital, dan kesulitan dalam proses persalinan yang dapat menyebabkan terjadinya trauma jalan lahir. Selain itu, bayi besar masa kehamilan juga beresiko mengalami komplikasi seperti penurunan volume cairan ketuban yang akan menyebabkan kondisi gawat janin, serta peningkatan kemungkinan bayi menelan dan menghirup mekonium pada saat proses persalinan yang dapat mengakibatkan gangguan pada fungsi paru sehingga bayi kesulitan bernafas yang disebut sebagai Meconium Aspiration Syndrome (MAS).1,2,3,4 Meconium Aspiration Syndrome (MAS) atau sindroma aspirasi mekonium adalah kumpulan gejala yang diakibatkan oleh terhisapnya mekonium ke dalam saluran pernafasan bayi. Meconium Apiration Syndrome terjadi jika janin menghirup mekonium yang tercampur dengan cairan ketuban, baik ketika bayi masih berada di dalam rahim maupun sesaat setelah dilahirkan. Mekonium adalah tinja janin yang pertama, merupakan bahan kental, lengket, dan berwarna hitam kehijauan, yang mulai bisa terlihat pada kehamilan 34 minggu. Meconium Aspiration Syndrome merupakan masalah kegawatan respirasi bidang

perinatologi. Di Amerika, diperkirakan terjadi 520.000 kelahiran (12% dari kelahiran hidup) berkomplikasi sebagai air ketuban bercampur mekonium dan 35% berkembang menjadi MAS. Angka kematian MAS masih tinggi dan 90% mempunyai prognosis buruk yang berhubungan dengan gagal nafas.4,5,6 Keadaan aspirasi mekonium juga meningkatkan risiko terjadinya sepsis pada bayi baru lahir. Sepsis neonatorum adalah infeksi bakteri pada aliran darah bayi selama empat minggu pertama kehidupan. Angka kejadian sepsis di Indonesia masih tinggi yaitu 8,7 sampai 30,39 % dengan angka kematian 11,56

49,9 %. Gambaran klinis yang dapat terlihat pada sepsis antara lain adalah adanya gawat napas, apneu, suhu yang tidak stabil, menurunnya aktivitas, asupan yang buruk, distensi abdomen, kejang, serta ikterus. Ikterus juga merupakan salah satu gejala klinis dari kolestasis. Kolestasis terjadi akibat gangguan transport empedu akibat adanya sepsis.1,7,8 Berikut ini akan dilaporkan kasus Meconium Aspiration Syndrome dengan Sepsis dan Cholestasis et causa sepsis pada seorang Neonati Cukup Bulan Besar Masa Kehamilan di BLU RSUP Prof DR R.D Kandou Manado Tahun 2013.

LAPORAN KASUS

Identitas Bayi Nama Bayi Tanggal Lahir Jenis Kelamin Tempat Lahir Umur : By. M. G : 12 Mei 2013 : Laki-laki : BLU RSUP Prof. R. D. kandou : 0 hari

Berat/Panjang Lahir : 4800 gr/ 47 cm Kebangsaan Proses kelahiran Agama Dibantu oleh : Indonesia : Sectio Cesarea ai KPD 23 jam + PEB + Makrosomia : Islam : Dokter

Identitas Orangtua Ayah Nama Umur Pendidikan Pekerjaan Alamat :AM : 30 tahun : SD : Petani : Kotamobagu Ibu Nama Umur Pendidikan Pekerjaan Alamat :RG : 32 tahun : SD : IRT : Kotamobagu

Pemeriksaan Neonati I Keadaan Umum APGAR Score Berat Badan Panjang badan Tanda Vital Kepala Mata Hidung : aktif (+), refleks (+) : 3 -5 -7 : 4800 gr : 48 cm : HR: 132 x/menit, RR: 72 x/menit, SB: 36,8 0C : Caput (-), Makrosefali (LK : 38 cm) : Konjungtiva anemis tidak ada, sklera ikterik tidak ada : Bentuk normal, sekret tidak ada, pernafasan cuping hidung ada

Telinga Mulut Dada Jantung Paru-paru Abdomen

: Tidak ada kelainan : Sianosis tidak ada : Simetris kiri = kanan, retraksi (+) subcostae : Bising tidak ada : Suara pernapasan bronkovesikuler kasar, Rh +/+, Wh -/: Datar, lemas, bising usus (+) normal Hepar dan lien tidak teraba membesar Tali pusat meconium staining (+) : Akral hangat, CRT < 3 : Laki-laki, normal, skrotum (+), rugae (+) panjang penis 2 cm, Testis +/+

Ekstremitas Genitalia

Anus

: Lubang (+)

Pemeriksaan Neonati II Bentuk kepala Turgor Tonus Dispnoe Ikterus Sianosis Kepala Rambut Mata Telinga Hidung Mulut Tenggorokan Tonsil Lidah Gigi Leher Kulit : Makrosefal : Kembali cepat : Eutoni : Ada : Tidak ada : Tidak ada : Caput (-) : Tidak ada kelainan : Tidak ada kelainan : Tidak ada kelainan : Pernafasan cuping hidung (+) : Tidak ada kelainan : Tidak ada kelainan : Tidak ada kelainan : Tidak ada kelainan : Tidak ada : Pembesaran KGB tidak ada : Tidak ada kelainan

Genitalia

: Laki-laki, normal, skrotum (+), rugae (+) panjang penis 2 cm, Testis +/+

Kesadaran Gizi Bentuk Thoraks

: Sadar dan aktif : Cukup : Simetris, retraksi (+) subcostae dan intercostae

Pergerakan paru-paru : Simetris Inspeksi Perkusi Auskultasi Ronkhi Wheezing Jantung Abdomen Limpa Hati Umbilicus Kelenjar-kelenjar Leher : Tidak ada pembesaran : Retraksi (+) subcostae dan intercostae : Sonor : Suara pernapasan bronkovesikuler kasar : Ada : Tidak ada : Bising tidak ada : Datar, lemas, bising usus (+) normal : Tidak teraba membesar : Tidak teraba membesar : Tali pusat meconium staining

Submandibula : Tidak ada pembesaran Aksila : Tidak ada pembesaran

Selangkangan : Tidak ada pembesaran Ekstremitas Anus Lingkar kepala Lingkar dada Lingkar perut Panjang lengan Panjang kaki Lingkar lengan atas Jarak kepala sias Jarak sias kaki Refleks : Tidak ada kelainan : Lubang (+) : 38 cm : 39 cm : 38 cm : 16 cm : 18 cm : 14 cm : 28 cm : 20 cm : Refleks Moro (+)

Refleks Grasping (+) Refleks Rooting (+)

Resume Masuk Telah lahir bayi , tanggal 12 Mei 2013, jam 20.55 Wita secara Sectio Caesarea atas indikasi ketuban pecah dini 23 jam disertai pre eklamsi berat, primisekundi dan makrosomia, dengan berat badan lahir 4800 gram, panjang badan lahir 48 cm, APGAR Score 3-5-7. Lahir dari ibu G2P1A0, 32 tahun, hamil 40-41 minggu. Faktor resiko sepsis : KPD 23 jam Keputihan gatal dan berbau Mekonium kental dan berbau APGAR score rendah : aktif (), refleks () HR: 132 x/menit, RR: 72 x/menit, SB: 36,8 0C Kepala : Conj an -/-, skl ikt -/-, PCH (+) bibir : sianosis (-) Thorax : Simetris, retraksi (+) SC, IC cor : bising (-), Pulmo : Sp. Bronkovesikuler kasar, rh +/+, wh -/Abdomen : datar, lemas, BU (+) N, tali pusat meconium staining (+) H/L: ttb Extremitas Kulit Genital Anus : akral hangat, CRT < 3 : sawo matang : , Panjang penis 2 cm, skrotum +/+, rugae +/+ : lubang (+)

KU

Ballard Score : 39 - 40 minggu

Skor Downess : RR Retraksi Sianosis Air entry Merintih Skor Total 2 1 0 1 2 6

Diagnosis : NCB BMK + gawat napas sedang e.c susp. MAS dd Pneumonia neonatal + susp. sepsis Terapi : - Berikan kehangatan - Posisikan kepala - Bersihkan jalan napas (Suction Mekonium) - Keringkan tubuh - Rangsang taktil - Posisikan ulang kepala - O2 headbox 6-8 liter/menit - IVFD D10 12-13 gtt/mnt - Inj. Ceftazidine 2 x 240 mg iv - Inj. Amikasin 40 mg/36 jam - Injeksi Vit K 1 mg (IM) - Oral aff - GDS / 24 jam

Anjuran pemeriksaan: DL, DC, CRP, X-Foto Thorax AP

FOLLOW UP

Tanggal, 12 Mei 2013 PH. 1, Umur 0 hari, BBL 4800 gr. Kel KU HR Kep Tho : Nafas cepat (+), merintih (+) : aktif (), reflex () : 130 x/mnt, RR: 72 x/mnt, Sb: 36,5 0C : Conj.an -/-, Skl.ikt -/-, Caput (-), PCH (+) : simetris, retraksi (+) SC, IC Cor : Bising (-) Pulmo: Sp. Bronkovesikular kasar, Rh +/+, wh -/Abd : datar, lemas, BU(+) normal, H/L ttb Tali pusat mekonium staining (+) Ext : akral hangat, CRT 3

Anus : (+) Genital : , normal

Diagnosis : NCB BMK + Susp. MAS dd Pneumonia Neonatal + Susp. Sepsis

Terapi : O2 head box 5-7 L/mnt IVFD D 10% 12-13 gtt/ menit Inj. Ceftazidine 2 x 240 mg IV (ST) Inj. Amikasin 40 mg/36 jam IV Oral aff sementara GDS/24 jam

Pro: X Photo Thorax AP, AGD, CRP Tunggu hasil: DL

Tanggal, 13 Mei 2013 PH 2, Umur 1 hari, BBL 4800 gr, BBS 4900 gr Kel KU : Nafas cepat (+), muntah (+), Demam (+), BAK (+), BAB (-) : aktif (), reflex () HR Kep : 160 x/mnt, RR: 80 x/mnt, Sb: 37,8 0C

: Conj.an -/-, Skl.ikt -/-, Caput (-), PCH (+) Bibir : sianosis (-)

Tho

: simetris, retraksi (+) SC, IC, Xyphoid Cor : Bising (-) Pulmo: Sp. Bronkovesikular kasar, Rh -/-, wh -/-

Abd

: datar, lemas, BU (+) normal, H/L ttb Tali pusat meconium staining (+) : akral hangat, CRT 3

Ext

Genital : , normal

GDS : 73 g/dL

Diagnosis : NCB BMK + Gawat nafas sedang ec susp. MAS dd Pneumonia Neonatal + Susp. Sepsis

Terapi : O2 head box 5-7 L/mnt IVFD D 5% Ca Glukonas 360 cc 25 cc 16 gtt/ menit

Inj. Ceftazidine 2 x 250 mg IV (1) Inj. Amikosin 40 mg/36 Jam IV (1) Oral aff sementara GDS/24 jam

Pro: X Photo Thorax, Kultur Darah

Hasil Pemeriksaan darah 13 Mei 2013

Pemeriksaan Leukosit Eritrosit Hemoglobin Hematokrit Trombosit

Hasil 18000 4,48 12,2 34,4 249.000

Satuan /mm3 106/mm3 g/dL % /mm3

Nilai Rujukan 5,0-10,0 3,8-5,8 11,0-16,5 35,0-50,0 150-390

Hasil Foto Thorax Infiltrat berbatas tidak jelas diseluruh lapangan paru. Kesan Aspirasi mekonium (+)

Hasil Analisis Gas Darah PaCo2 : 63 mmHg PaO2 : 58 mmHg Saturasi O2 arteri : 97%

Tanggal, 14 Mei 2013 PH 3, Umur 2 hari, BBL 4800 gr, BBS 4900 kg Kel KU HR Kep : Nafas cepat (+), demam (-), muntah (-) : aktif (), reflex () : 108 x/mnt, RR: 80 x/mnt, Sb: 36,7 0C : Conj.an -/-, Skl.ikt -/-, PCH (+) Bibir : sianosis (-) Tho : simetris, retraksi (+) SC, IC, Xyphoid Cor : Bising (-) Pulmo: Sp. Bronkovwsikular, Rh -/-, wh -/-

10

Abd

: datar, lemas, BU (+) normal, H/L ttb Tali pusat terawat, mekonium staining (+) : akral hangat, CRT 3

Ext

Genital : , normal

GDS: 52 mg/dL

Diagnosis : NCB BMK + MAS + Susp. Sepsis

Terapi : O2 head box 5-7 L/mnt IVFD D 5 % D 10 % Ca Glu KCl NaCl 3% AS 6 % 360 cc 265 cc 24 cc 10 cc 15 cc 80 cc 20 gtt/menit

Inj. Ceftazidine 2 x 250 mg IV (2) Inj. Amikosin 40 mg/36 Jam (2) Oral aff sementara GDS/24 jam

Pro: CRP, Kultur Darah

Tanggal, 15 Mei 2013 PH. 4, Umur 3 hari, BBL 4800 gr. Kel KU HR Kep : Nafas cepat (+), demam (-) : aktif (), reflex () : 160 x/mnt, RR: 80 x/mnt, Sb: 37,0 0C : Conj.an -/-, Skl.ikt -/-, PCH (+) Bibir : sianosis (-)

11

Tho

: simetris, retraksi (+) SC, IC, Xyphoid Cor : Bising (-) Pulmo: Sp. Bronkovesikular, Rh -/-, wh -/-

Abd

: datar, lemas, BU(+) normal, H/L ttb Tali pusat terawat (+) : akral hangat, CRT 3

Ext

Genital : , normal

GDS : 61 g/dL

Diagnosis : NCB BMK + MAS + Susp. Sepsis

Terapi : O2 head box 5-7 L/mnt IVFD D 10% D 5% Ca Glu KCl NaCl 3% AS 6% 480 cc 202 cc 215 cc 10 cc 15 cc 8 cc 24 gtt/mnt

Inj. Ceftazidine 2 x 250 mg IV (3) Inj. Amikasin 40 mg/36 Jam IV Oral aff sementara GDS/24 jam

Pro : Kultur Darah, DL, DC, Na, K, Cl, Ca, CRP

Tanggal, 18 Mei 2013 PH. 7, Umur 6 hari, BBL 4800 gr, BBS 4900 Kel KU HR : Nafas cepat (+), demam (-), BAK (+), BAB (-) : aktif (), reflex () : 148 x/mnt, RR: 80 x/mnt, Sb: 37,3 0C

12

Kep Tho

: Conj.an -/-, Skl.ikt -/-, PCH (+), low set ear : simetris, retraksi (+) SC, IC, Xyphoid Cor/Pulmo: dalam batas normal

Abd Ext

: datar, lemas, BU (+) normal, H/L: ttb : akral hangat, CRT 3'

Genital : , normal

GDS : 70 g/dL

Diagnosis : NCB BMK + MAS + Susp. Sepsis

Terapi : O2 head box 5-7 L/mnt IVFD D 5% D 40% Ca Glu KCl NaCl 3% AS 6% 557 cc 34 cc 24 cc 5 cc 20 cc 80 cc 30 gtt/mnt

Inj. Ceftazidine 2 x 250 mg IV (6) Inj. Amikasin 40 mg/36 Jam IV Oral aff sementara GDS/24 jam

Hasil Pemeriksaan Darah 18 Mei 2013 Pemeriksaan Leukosit Eritrosit Hemoglobin Hematokrit Trombosit Hasil 29800 4,65 14,8 44,5 128.000 Satuan /mm3 106/mm3 g/dL % /mm3 Nilai Rujukan 5,0-10,0 3,8-5,8 11,0-16,5 35,0-50,0 150-390

13

Eosinophil Basophil Netrofil batang Netrofil segmen Limfosit Monosit

0 0 12 63 19 6

% % % % % %

1-5 0-1 2-8 50-70 20-40 2-6

Pemeriksaan Albumin SGOT SGPT Natrium Kalium Chlorida Kalsium

Hasil 2,8 87 53 130 4,61 106,2 12,3

Satuan g/dL U/L U/L mmol/L mmol/L mmol/L mmol/L

Nilai Rujukan 4,0-5,0 0-33 0-43 135-153 3-5 98-109 8,10-10,4

Pemeriksaan CRP

Hasil 12

Satuan mg/dL

Nilai Rujukan <6

Tanggal, 19 Mei 2013 PH. 8, Umur 7 hari, BBL 4800 gr, BBS 5000 gr Kel KU HR Kep : Nafas cepat (+), demam (-), kuning pada tubuh hingga dada : aktif (), reflex () : 120 x/mnt, RR: 84 x/mnt, Sb: 36,7 0C : Conj.an -/-, Skl.ikt +/+ Caput (-), PCH (+) Tho : simetris, retraksi (+) SC, IC, Xyphoid Cor /Pulmo : dalam batas normal

14

Abd

: datar, lemas, BU(+) normal, H/L ttb Tali pusat terawat : akral hangat, CRT 3

Ext

Genital : , normal

GDS : 73 g/dL

Diagnosis : NCB BMK + MAS + Sepsis + Hipoalbuminemia (2,8) + Hiponatremia (130) + Ikterus neonatorum ec susp. cholestasis

Terapi : O2 head box 5-7 L/mnt IVFD D 10% Ca Glu KCl NaCl 3% AS 6% 358 cc 20 cc 4 cc 20 cc 80 cc 30-31 gtt/mnt

Inj. Ceftazidine 2 x 250 mg IV (7) Inj. Amikasin 3 x 36 mg IV Oral aff sementara GDS/24 jam

Pro: Na, K, Cl, Ca, Albumin, Bil. Totatl, Bil. Direct

Hasil Pemeriksaan Laboratorium 20 Mei 2013

Pemeriksaan Albumin Natrium Kalium Chlorida Kalsium

Hasil 3,1 143 3,75 101,2 10,1

Satuan g/dL mmol/L mmol/L mmol/L mmol/L

Nilai Rujukan 4,0-5,0 135-153 3-5 98-109 8,10-10,4

15

Pemeriksaan Bil total Bil direk

Hasil 16,56 11,35

Satuan mg/dL mg/dL

Nilai normal 0-2 0-0,3

Tanggal, 21 Mei 2013 PH. 10, Umur 9 hari, BBL 4800 gr, BBS 4800 gr Kel KU HR Kep Tho : Demam (-), Nafas cepat (+), Kuning (+) sampai paha : aktif (), reflex () : 132 x/mnt, RR: 76 x/mnt, Sb: 37,0 0C : Conj.an -/-, Skl.ikt +/+, PCH (+) : simetris, retraksi (+) SC, IC, Xyphoid Cor / Pulmo : dalam batas normal Abd : datar, lemas, BU(+) normal, H/L ttb Tali pusat terawat Ext : akral hangat, CRT 3 Genital : , normal Kulit : Kuning (+) sampai paha GDS : 61 g/dL

Diagnosis : NCB BMK + MAS + Sepsis + Cholestasis ec sepsis + Hipoalbuminemia (3,1)

Terapi : O2 head box 5-7 L/mnt IVFD D 5% D 40% Ca Glu KCl NaCl 3% AS 6% 557 ml 34 cc 24 cc 5 cc 20 cc 80 cc
16

30 gtt/mnt

Inj. Ceftazidine 2 x 250 mg IV (9) Inj. Amikasin 2 x 36 mg IV (8) Inj. Vitamin K 1 mg IM/minggu Urdafalk 3 x 50 mg pulv Susu 8 x 6 cc via NGT (10 ml/kgBB/hr) GDS/24 jam

Tanggal, 25 Mei 2013 PH. 14, Umur 13 hari, BBL 4800 gr, BBS 4500 gr Kel KU HR Kep Tho : Demam (+), sesak (+), Kuning (+) seluruh tubuh, intake (+), retensi (-) : aktif (), reflex () : 140 x/mnt, RR: 56 x/mnt, Sb: 38,1 0C : Conj.an -/-, Skl.ikt +/+, PCH (-) : simetris, retraksi (+) SC, IC Cor / Pulmo : dalam batas normal Abd : datar, lemas, BU(+) normal, H/L ttb Tali pusat terawat Ext : akral hangat, CRT 3 Genital : , normal Kulit : kuning (+) seluruh tubuh

GDS : 101 g/dL

Diagnosis : NCB BMK + MAS + Sepsis + Kolestasis ec Sepsis + Hipoalbuminemia (3,1)

Terapi : O2 head box 5-7 L/mnt IVFD D 5% D 40 % Ca Glu KCl 221 ml 274 ml 24 ml 5 ml 20 gtt/mnt

17

NaCl 3% AS 6% -

20 ml 80 ml

Inj. Ceftazidine 2 x 250 mg IV (10) Inj. Amikasin 2 x 36 mg IV (10) Inj. Vitamin K 1 mg IM/minggu Urdafalk 3 x 50 mg pulv Susu 8 x 12 cc via NGT GDS/24 jam

Tanggal, 26 Mei 2013 PH 15, Umur 14 hari, BBL 4800 gram, BBS 4500 gram Kel KU HR Kep Tho : Demam (-), sesak (-), Kuning seluruh badan (+) : aktif (), reflex () : 108 x/mnt, RR: 60 x/mnt, Sb: 36,1 0C : Conj.an -/-, Skl.ikt +/+, PCH (+) : simetris, retraksi (+) SC, IC, Xyphoid Cor / Pulmo : dalam batas normal Abd : datar, lemas, BU(+) normal, H/L ttb Tali pusat terawat Ext : akral hangat, CRT 3 Genital : , normal Kulit : kuning hingga kaki

GDS : 75 g/dL

Diagnosis : NCB BMK + MAS + Sepsis + Cholestasis ec Sepsis + Hipoalbuminemia (3,1)

18

Terapi -

: O2 head box 5-7 L/mnt IVFD D 5% D 10% Ca Glu KCl NaCl 3% AS 6% 473 cc 80 cc 24 cc 5 cc 20 cc 80 cc 6-7 gtt/mnt

Inj. Ceftazidine 2 x 250 mg IV (14) Inj. Amikasin 3 x 36 mg IV (14) Inj. Ranitidin 2 x 5 mg (3) Vitamin K 1 mg IM / minggu Urdafalk 3 x 50 mg pulv Susu 8 x 54-55 cc/kgBB

Pro : DL, DC, Na, K, Cl, Ca, Albumin, Protein total, Bil. Total, Bil. Direct

Tanggal, 27 Mei 2013 PH 16, Umur 15 hari, BBL 4800 gr, BBS 4500 kg Kel KU HR Kep Tho : Demam (), nafas cepat (+), Kuning seluruh badan (+) , intake (+) : aktif (), reflex () : 160 x/mnt, RR: 80 x/mnt, Sb: 37,5 0C : Conj.an -/-, Skl.ikt +/+, PCH (+) : simetris, retraksi (+) SC, IC, Xyphoid Cor / Pulmo : dalam batas normal Abd : datar, lemas, BU(+) normal, H/L ttb Tali pusat terawat Ext : akral hangat, CRT 3 Genital : , normal Kulit : kuning hingga paha

19

Diagnosis : NCB BMK + MAS + Sepsis + Cholestasis ec Sepsis + Hipoalbuminemia (3,1)

Terapi O2 head box 5-7 L/mnt Inj. Ceftazidine 2 x 250 mg IV (15) Vitamin K 1 mg IM / minggu Urdafalk 3 x 50 mg pulv Susu 8 x 60 (10 ml/kgBB/hr) via NGT

Tanggal, 28 Mei 2013 PH 17, Umur 16 hari, BBL 4800 gr, BB 4500 gram Kel KU HR Kep Tho : Demam (-), nafas cepat (), Kuning seluruh badan : aktif (), reflex () : 150 x/mnt, RR: 60 x/mnt, Sb: 37 0C : Conj.an -/-, Skl.ikt +/+, PCH (+) : simetris, retraksi (+) SC, IC Cor / Pulmo : dalam bats normal Abd : datar, lemas, BU(+) normal, H/L : ttb Tali pusat terawat Ext : akral hangat, CRT 3 Genital : , normal

Diagnosis : NCB BMK + MAS + Sepsis + Cholestasis ec Sepsis + Hipoalbuminemia (3,1)

Terapi -

: O2 head box 5-7 L/mnt Inj. Cefixime 2 x 25 mg pulv Inj. Vitamin K 1 mg IM / minggu Urdafalk 3 x 50 mg pulv Susu 8 x 54-55 cc/kgBB

20

Tanggal, 29 Mei 2013 PH 18, Umur 17 hari, BBL 4800 gr, BBS 4500 gram Kel KU HR Kep Tho : Demam (-), nafas cepat (), Kuning seluruh badan : aktif (), reflex () : 140 x/mnt, RR: 60 x/mnt, Sb: 37,5 0C : Conj.an -/-, Skl.ikt +/+, PCH (+) : simetris, retraksi (+) SC, IC Cor / Pulmo : dalam batas normal Abd : datar, lemas, BU(+) normal, H/L ttb Tali pusat terawat Ext : akral hangat, CRT 3 Genital : , normal

Diagnosis : NCB BMK + MAS + Sepsis + Cholestasis ec Sepsis + Hipoalbuminemia (3,1)

Terapi -

: Cefixime 2 x 25 mg pulv Susu on demand

21

DISKUSI

Diagnosis NCB BMK + MAS + Sepsis + Cholestasis ec Sepsis + Hipoalbuminemia pada kasus diatas, ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pasien merupakan bayi laki-laki cukup bulan, lahir dari ibu G3P2A0, 32 tahun, pada usia kehamilan matur 40-41 minggu. Skor Ballard didapatkan skor 39-40 minggu, yang berarti bayi berada pada masa kehamilan aterm. Pada pemeriksaan fisik neonati, berat badan lahir 4800 gram, panjang badan lahir 47 cm. Berdasarkan kurva Lubchenco, berat badan pasien berada diatas persentil 90, sehingga bayi digolongkan sebagai bayi besar masa kehamilan.1,2 Bayi besar masa kehamilan disebut juga makrosomia. Keadaan ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti faktor genetika, tingginya kadar gula darah ibu pada saat hamil, hamil lebih bulan ( > 42 minggu), kelebihan berat badan selama kehamilan, kelahiran lebih dari 2 dan faktor jenis kelamin janin (laki-laki > perempuan). Namun makrosomia pada janin bisa terjadi pada ibu yang tidak memiliki beberapa faktor resiko diatas.3 Pada kasus ini didapatkan faktor predisposisi berupa obesitas yang dialami ibu saat hamil, ibu melahirkan lebih dari 2 kali, serta jenis kelamin bayi yang merupakan bayi laki-laki. Faktor lainnya seperti diabetes pada ibu, dan kelahiran besar pada anak sebelumnya disangkal. Sindrom aspirasi mekonium secara klasik didefinisikan sebagai distress respirasi yang berkembang segera setelah lahir, dengan daya pengembangan paru yang rendah, hipoksemia, serta adanya bukti radiografi sebagai pneumonitis aspirasi, dan adanya riwayat air ketuban bercampur mekonium. Sindrom aspirasi mekonium terjadi jika janin mengalami stres selama proses persalinan berlangsung, bila bayi menghirup mekonium yang tercampur dengan cairan ketuban, baik ketika bayi masih berada di dalam rahim maupun sesaat setelah dilahirkan. Selama persalinan berlangsung, bayi dapat mengalami kekurangan oksigen. Hal ini dapat menyebabkan meningkatnya gerakan usus dan pengenduran otot anus, sehingga mekonium dikeluarkan ke dalam cairan ketuban yang

22

mengelilingi bayi di dalam rahim sehingga cairan ketuban tercampur dengan mekonium. Jika selama masih berada di dalam rahim janin bernafas atau jika bayi menghirup nafasnya yang pertama, maka campuran air ketuban dan mekonium dapat terhirup ke dalam paru-paru. Mekonium yang terhirup dapat menyebabkan penyumbatan parsial ataupun total pada saluran pernafasan, sehingga terjadi gangguan pernafasan dan gangguan pertukaran udara di paru-paru.3,5,6,9 Diagnosis sindrom aspirasi mekonium ditegakkan berdasar anamnesis dimana didapatkan adanya umur gestasi aterm, dan air ketuban berwarna kehijauan dan kental. Pemeriksaan fisik didapatkan adanya obstruksi jalan lahir besar yang ditandai dengan apneu, dan adanya staining pada umbilikal bayi. Selain itu didapatkan adanya tanda-tanda distress respirasi sekunder karena peningkatan retensi jalan nafas, penurunan compliance dan adanya air trapping yaitu takipnea, nafas cuping hidung, dan retraksi pada subcostal. Hasil analisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan asidosis respiratory. Gambaran radiologi photo thorax ditandai adanya hiperinflasi seluruh lapangan paru, diagfragma yang mendatar, dan infiltrat yang berbatas tidak jelas yang memberi kesan terjadinya aspirasi mekonium pada bayi. Faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya sindrom aspirasi mekonium antara lain faktor penyakit kronik pada ibu seperti eklamsia/preeklamsia, hipertensi, diabetes, penyakit paru dan jantung kronik, adanya oligohidramnion, gawat janin, serta usia kehamilan aterm dan posterm.5,10 Preeklamsia, oligohidramnion, dan usia kehamilan aterm merupakan faktor resiko yang ada pada kasus ini Sepsis neonatorum terbagi atas sepsis awitan dini dan sepsis awitan lambat. Sepsis awitan dini yaitu sepsis yang terjadi 3 hari pertama kehidupan dimana sumber organisme berasal dari saluran genital ibu atau cairan amnion. Sepsis awitan lambat terjadi setelah 3 hari setelah kelahiran. Sepsis awitan lambat terjadi disebabkan kuman yang berasal dari lingkungan disekitar bayi, baik dari kontak langsung maupun kontak tak langsung.7,11 Faktor resiko sepsis terbagi atas faktor mayor dan minor. Faktor mayor yaitu KPD > 18 jam, ibu demam intrapartum dengan suhu > 380C, korioamnionitis, denyut janin yang menetap > 160x/menit, dan ketuban kental

23

berbau. Sedangkan faktor resiko minor meliputi ketuban pecah > 12 jam, ibu dengan demam intrapartum >37,50C, nilai APGAR rendah (menit I <5, menit ke 5<7), bayi dengan berat badan lahir rendah (<1500gram), usia gestasi < 37 minggu, kehamilan ganda, keputihan pada ibu yang tidak dapat diobati, dan ibu dengan ISK/tersangka ISK yang tidak diobati. Pada pasien ini ditemukan adanya 2 faktor mayor yaitu ketuban pecah > 18 jam (23 jam) dan adanya ketuban kental berbau, serta 2 faktor minor yaitu Apgar score yang rendah ( 3-5-7) dan keputihan berbau pada ibu. 7 Manifestasi klinis sepsis antara lain hipertermi atau hipotermi, tampak tidak sehat, malas minum, pada saluran cerna terdapat distensi abdomen, anoreksia, muntah, diare, hepatomegali, pada saluran nafas bisa terjadi apnea, dispnea, takipnea, nafas cuping hidung, merintih, sianosis, pada sistem kardiovaskular terjadi hipotensi, takikardi atau bradikardi, sistem saraf pusat terjadi tremor, kejang, penurunan kesadaran, dan pada hematologi terjadi ikterus, splenomegali, pucat, dan petekie. Pada kasus ini penderita dianggap sebagai sepsis neonatorum awitan dini karena terjadi dalam waktu kurang dari 3 hari kehidupan. dimana selain adanya faktor resiko sepsis, juga dari pemeriksaan fisik ditemukan adanya suhu badan yang tidak stabil (hipertermi), dispnea, pernafasan cuping hidung, penurunan aktifitas, dan ikterus.1,7,11 Ikterus yang ditemukan pada pasien selain meunjukkan adanya gejala dari sepsis, juga merupakan indikator adanya cholestasis yang terjadi akibat sepsis. Ikterus merupakan salah satu gejala klinis pada cholestasis. Ikterus yaitu adanya warna kuning pada kulit dan selaput lendir, selain itu dapat disertai gejala dehidrasi akibat kurang minum dan muntah-muntah, pucat yang berkaitan dengan anemia hemolitik, trauma lahir hepatosplenomegali, letargi dan gejala klinis sepsis lainnya. Pada penderita ini didapatkan kuning sampai kaki, kurang/malas minum, letargi. Kolestasis sepsis adalah suatu bentuk kolestasis hepatoseluler yang timbul pada saat atau setelah sepsis akibat gangguan tranport empedu.8,12,13 Ikterus dapat terjadi dimulai dari kepala, leher, dan seterusnya. Gejala klinis ikterus sampai kaki dapat mengambarkan kadar bilirubin darah. Kramer membagi tubuh bayi dalam lima bagian untuk dapat menilai kadar bilirubin (tabel 1).

24

Tabel 1. Hubungan kadar bilirubin dengan daerah ikterus menurut Kramer14 No Daerah Ikterus Kadar Bilirubin (mg/dL) Prematur 1. Kepala dan leher 2. Dada sampai pusat 3. Pusat bagian bawah sampai lutut 4. Lutut sampai pergelangan kaki dan bahu sampai pergelangan tangan 5. Kaki dan tangan termasuk telapak kaki dan telapak tangan >10 >15 48 5 12 7 15 9 -18 Aterm 4 -8 5 12 8 16 11 - 18

Sehingga pada penderita ini diperkirakan kadar bilirubinnya bila menggunakan perkiraan klinis Kramer adalah > 15 mg/dL. Pada kasus ini pasien memiliki tanda-tanda not doing well, malas minum, pernapasan tidak teratur, takipneu, aktivitas berkurang, distress respirasi, dan adanya peningkatan bilirubin. Maka berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pasien didiagnosis dengan NCB BMK + MAS + sepsis + Cholestasis ec sepsis. Pada kasus ini dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan darah lengkap, differential count, CRP (C Reactive Protein), bilirubin total/direk dan rontgen thorax. Adapun direncanakan pemeriksaan kultur darah untuk menentukan etiologi sepsis, namun pemeriksaan belum berhasil dilakukan. Pemeriksaan darah, differential count, CRP dan kultur darah diperlukan untuk menunjang diagnosis sepsis. Pada penderita didapatkan I/T ratio 0,16, dan CRP 12, dan leukosit 29.800/mm3. Hitung leukosit bisa membantu dalam mendiagnosa sepsis, tapi ini merupakan pemeriksaan non-spesifik. I/T ratio mungkin lebih baik dalam mendiagnosa sepsis, pemeriksaan ini adalah yang paling sensitif. Sensitivitas I/T ratio sekitar 60-90%. Peningkatan CRP terdapat pada sekitar 5090% bayi dengan infeksi bakterial sistemik. CRP tidak direkomendasikan sebagai indikator tunggal untuk menentukan sepsis neonatorum tetapi bisa digunakan dalam penentuan penanganan sepsis atau sebagai bagian dari penilaian respons antibiotik, durasi terapi, dan/atau infeksi ulangan. Pemeriksaan kultur darah

25

merupakan pemeriksaan

yang paling utama dalam menentukan

sepsis

neonatorum, bila didapatkan pemeriksaan sekali saja positif maka bisa dipastikan diagnosa sepsis. Tapi hasil kultur negatif, belum bisa menyingkirkan tidak adanya sepsis,. Kultur darah juga penting untuk menentukan jenis antibiotika yang akan digunakan.7,15 Pemeriksaan bilirubin total/direk diperlukan untuk menentukan jenis ikterus neonatorum, dan dan penanganannya. Ikterus neonatorum terbagi atas ikterus patologis dan fisiologis. Batasan ikterus patologis dari pemeriksaan laboratorium yaitu didapatkannya kadar bilirubin total > 10 mg/dl pada bayi prematur, >12,5 mg/dl pada bayi aterm, kadar bilirubin direk > 1 mg/dl. Pada penderita ini didapatkan kadar bilirubin serum 16,56 mg/dl, dan kadar bilirubin direk 11,35 mg/dl. Kadar bilirubin direk memenuhi syarat untuk dikatakan penyebab ikterus pada penderita ini akibat proses patologis. Fototerapi efektif untuk menurunkan kadar bilirubin serum. Prinsip sinar terapi adalah oleh pengaruh fotoisomerisasi dan fotooksidasi dari cahaya terhadap bilirubin. Disini bilirubin dipecah menjadi fotoisomer dan dipyrol yang tidak toksik dan segera dikeluarkan dari tubuh melalui tinja dan urin. 8,12,16 Hiperbilirubinemia yang ada juga dapat dihubunghkan dengan adanya hipoalbunemia pada pasien ini. Hipoalbumineamia merupakan salah satu etiologi terjadinya peningkatan bilirubin karena mengganggu kapasitas pengangkutan bilirubin. Pada pasien ini juga ditemukan adanya hipoalbuminemia. Penurunan kadar albumin tubuh dapat disebabkan oleh penurunan produksi albumin, sintesis yang tidak efektif karena kerusakan sel hati, kekurangan intake protein, peningkatan pengeluaran albumin karena penyakit lainnya, serta adanya infeksi akut maupun kronis. Pemeriksaan penunjang pada pasien ini didapatkan adanya peingkatan SGOT dan SGPT yang merupakan marker adanya gangguan fungsi hati.14,17 Hal ini diduga sebagai penyebab terjadinya hipoalbuminemia pada pasien ini. Pemeriksaan rontgen paru memegang peranan yang sangat penting dalam menentukan diagnosis Aspirasi mekonium dengan tepat. Disamping itu pemeriksaan juga bermanfaat guna menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Pada permulaan penyakit gambaran foto paru mungkin tidak khas, tetapi dengan

26

berlanjutnya penyakit maka akan terlihat gambaran klasik yang karakteristik. Pada foto rontgen terlihat bercak difus berupa infiltrate retikulogranular disertai adanya tabung-tabung udara bronkus (air bronchogram).18 Pemberian pengobatan biasanya dengan memberikan antibiotik kombinasi yang bertujuan untuk memperluas cakupan mikroorganisme patogen yang mungkin diderita pasien. Diupayakan kombinasi antibiotik tersebut mempunyai sensitifitas yang baik terhadap kuman gram positif ataupun gram negatif. Tergantung pola dan resistensi kuman di amsing-masing Rumah Sakit biasnya antibiotic yang dipilih adalah golongan ampisilin/klosasin/vankomisin dan golongan aminoglikosid/ sefalosporin. Pemberian antibiotika diteruskan sesuai dengan tes kepekaannya. Lama pemberian antibiotika 10-14 hari.11,15 Penatalaksanaan terhadap pasien ini yaitu diberikan kombinasi antibiotika golongan sefalosporin generasi ketiga yaitu Ceftazidine dengan 2 x 250 mg (dosis pemberian 20-60 mg/kgBB dalam 2 dosis) dan Amikasin 3 x 36 mg dari Untuk ikterus

golongan antibiotik aminoglikosid, diberikan secara injeksi.

neonatorum pasien ini di tegakkan dengan hasil bilirubin total dan direk yang meningkat, dan penatalaksanaan hiperbilirubinemia kasus ini dilakukan fototerapi. Dimana bayi disinari dengan cahaya bilirubin. Cahaya yang diarahkan ke kulit bayi menyebabkan suatu perubahan suatu perubahan kimia pada molekul bilirubin didalam jaringan bawah kulit. Dengan adanya perubahan ini, maka bilirubin bisa segera dibuang tanpa harus diubah terlebih dahulu oleh hati.13,15 Dilakukan septik work up sebelum antibiotika diberikan (darah lengkap, urine, lengkap, feses lengkap, kultur darah, cairan serebrospinal, urine dan feses (atas indikasi), pungsi lumbal dengan analisa cairan serebrospinal (jumlah sel, kimia, pengecatan Gram), foto polos dada, pemeriksaan CRP kuantitatif). Pemeriksaan lain tergantung indikasi seperti pemeriksaan bilirubin, gula darah, analisa gas darah, foto abdomen, USG kepala dan lain-lain. Apabila gejala klinik dan pemeriksaan ulang tidak menunjukkan infeksi, pemeriksaan darah dan CRP normal, dan kultur darah negatif maka antibiotika diberhentikan pada hari ke-7. Pengobatan suportif meliputi : Termoregulasi, terapi oksigen/ventilasi mekanik, terapi syok, koreksi metabolik asidosis, terapi hipoglikemi/hiperglikemi, transfusi darah, plasma, trombosit, terapi kejang, transfusi tukar.9,10,12

27

Prognosis pada penderita ini adalah bonam, karena pengobatan yang diberikan memberikan hasil yang cukup baik. Pemberian antibiotik berespons dengan baik, dan keadaan ikterus pada penderita dapat berkurang.

28

DAFTAR PUSTAKA

1. Nafday SM. Abnormalities of fetal growth. Textbook of Pediatric Care. American Academy of Pediatric. 2008. 2. Damasik SM. Klasifikasi bayi menurut berat lahir dan masa gestasi. Dalam : Buku ajar neonatologi. Edisi 2. Jakarta: Balai penerbit IDAI. 2010; 11-29. 3. Lee KG, Cloherty JP. Identifying the high risk newborn and evaluating gestational age, prematurity, large for gestational age, and small gestational age. Manual neonatal care. Edisi ke-5. Philadelphia: Lippincott Wiliams & Wilkins. 2009; 45-9. 4. Hassan R, Alatas H. Respiratory Distress Syndrome. Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak. Bagian IKA-FKUI. Jakarta, 2008: h 1082-9. 5. Clark MB. Meconium Aspiration Syndrome. Medscape. 2012. 6. Hay W.W, Levin M, Sondheimer J.M, Deterding R.R. Respiratory Distress In The Term Newborn Infant. Current Diagnosis & Treatment in Pediatrics Lange, 18th ed. New York, By: The McGraw-Hill Company, 2007:h 20-36. 7. Amirullah A, Gatot D, Kosim S, dkk. Penanganan Sepsis Neonatorum. Health Technology Assessment Indonesia Departemen Kesehatan Republik

Indonesia. 2007. 8. Etika Risa, dkk. Hiperbilirubinemia pada Neonatus. Divisi Neonatologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak. FK UNAIR/RSU Dr.Soetomo - Surabaya. 2007. 9. Swarnam K, Soraisham AS, Sivananda S. Advances in the management of Meconium aspiration syndrome. International Journal of Pediatric, Volume 2012 (2012), Article ID 359571, 7 pages. 10. Raka AAG, Suwiyoga IK, Soetjiningsih. Peranan faktor risiko ketuban pecah dini terhadap insidens sepsis neonatorum dini pada kehamilan aterm. Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Udayana / Rumah Sakit Sanglah, Denpasar, Bali, Indonesia . 2009. 11. Amirullah A. Sepsis pada bayi baru lahir. Dalam: Buku Ajar Neonatologi. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit IDAI. 2010;170-85.

29

12. Bachtiar KS, Oswari H, Batubara RL, dkk. Cholestasis sepsis at neonatology ward and neonatal Intensive Care Unit Cipto Mangukusumo hospital 2007: incidence, mortality rate and associated risk factor. Vol 17, No 2. 2008. 13. Sukadi A. Hiperbilirubinemia. Dalam: Buku ajar Neonatologi. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit IDAI. 2010; 147-68. 14. Sudigdo. Tatalaksana Ikterus Neonatorum. Jakarta: HTA. 2004 15. Darmawati TA. Surjono SW. Evaluasi pemberian antibiotik untuk mencegah kejadian sepsis neonatorum klinis dini pada neonatus dengan potensial terinfeksi di RS. Dr. Sardjito, Yogyakarta. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Universitas Gajah Mada. 2007 16. Hendarwati C. Assosiation between viscosity, strecobilin, bilirubin in meconium stained fluid withmeconium aspiration syndrome. Universitas Diponegoro. Semarang: 2010. 17. Peralta R. Hypoalbuminemia. Medscape. 2012. 18. Haller J.O, Slovis T.L, Joshi A. An Approach to Common Neonatal Abnormalities. Pediatric Radiology, 3rd ed. By: Springer Medical, 2009: 72-5.

30

Anda mungkin juga menyukai