Anda di halaman 1dari 18

Demam Berdarah Dengue Dan Sindroma Syok Dengue Pada Anak

T. H. Rampengan Divisi Penyakit Infeksi Tropis, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Unsrat / RSU Prof. Dr. R.D. Kandou Manado
Pendahuluan Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan suatu penyakit yang relatif baru di Indonesia. Penyakit ini di Indonesia ditemukan pertama kalinya pada tahun 1968 di Surabaya disusul Jakarta. Pada tahun-tahun berikutnya ditemukan pula di kota kota/daerah daerah lain. Untuk penatalaksanaan penderita, DBD dibagi atas tanpa syok (DBD) dan dengan syok atau sindroma syok dengue (SSD). Pada saat-saat pertama kali ditemukan angka kematian DBD secara nasional adalah tinggi yaitu 41,3 % pada tahun 1968 kemudian berangsur-angsur menurun menjadi 2,9% pada tahun 1992 dan menjadi 2,5 % pada tahun 1995. Penurunan angka kematian ini berkat kemajuan kemajuan dalam diagnostik serta cara-cara penatalaksanaan penderita dan peningkatan pengetahuan masyarakat tentang penyakit ini serta bahayanya, sehingga masyarakat lebih cepat memeriksakan anaknya yang sakit. Diagnosis DBD/SSD menurut WHO1975/1986/1997 Diagnosis ini didasarkan pada 4 kriteria klinik dan 2 kriteria laboratorik, sebagai berikut : Kriteria klinik : 1. Demam tinggi 2- 7 hari, berlangsung terus menerus dengan sebab yang tidak jelas dan hampir tidak dapat dipengaruhi oleh antipiretik maupun surface cooling. 2. Manifestasi perdarahan : a. Dengan manipulasi yaitu tes tornikuet positif b. Spontan seperti petekia, ekimosis, purpura, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, melena.

3. Hepatomegali, hepar lebih dari 2 cm atau hepar yang semula tak teraba, pada waktu sakit teraba 2 cm atau lebih. 4. Syok, sistole turun menjadi 80 mmHg atau lebih rendah, tekanan nadi menjadi 20 mmHg atau lebih rendah bahkan sampai nol, nadi kecil dan cepat sampai tidak teraba, ekstremitas dingin, berkeringat dingin, lemah/gelisah sampai menurunnya kesadaran, nyeri perut/epigastrium dan muntah-muntah. Kriteria Laboratorik :
1.

Trombositopenia, jumlah trombosit menjadi 100.000/ mm3 atau kurang. Diagnosis DBD/SSD dapat ditegakkan bila terdapat 2 kriteria laboratorik

2. Hemokosentrasi dimana hematokrit/hemoglobin meningkat 20% atau lebih ditambah 2 kriteria klinik atau lebih. Diagnosis menurut kriteria WHO ini ketepatannya 75-90%. Derajad beratnya penyakit, WHO membagi 4 tingkat yaitu : Derajad I : Demam dengan gejala gejala non spesifik, serta satu-satunya tanda perdarahan adalah tes tornikuet positif. II : Gejala gejala di atas dengan perdarahan spontan di kulit atau perdarahan yang lain. III : Kegagalan sirkulasi, denyut nadi cepat, lemah, dengan tekanan nadi yang menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi dengan kulit yang dingin, kasar bersisik dan penderita gelisah. IV : Syok yang dalam dengan tekanan darah yang tidak terukur dan denyut nadi tidak teraba. Derajad I dan II disebut DBD, sedangkan derajad III dan IV adalah SSD. Penatalaksanaan penderita Dasar penatalaksanaan penderita DBD ialah penggantian cairan yang hilang sebagai akibat dari kerusakan dinding kapiler yang menimbulkan peninggian permeabilitas sehingga mengakibatkan kebocoran plasma (plasma leakage). Selain itu perlu juga diberikan obat penurun panas. 1. Pemberian cairan Pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah atau nyeri perut yang
2

berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu diberikan. Antipiretik kadangkadang diperlukan, tetapi perlu diperhatikan bahwa antipiretik tidak dapat mengurangi lama demam pada DBD. Parasetamol direkomendasikan untuk mempertahankan suhu dibawah 39C. Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul sebagai akibat demam tinggi, anoreksia dan muntah. Jenis minuman yang dianjurkan adalah jus buah, teh manis, sirup, susu serta larutan oralit. Pasien perlu diberikan minum 50 ml/kg berat badan dalam 4-6 jam pertama. Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasi anak diberi cairan rumatan 80-100ml/kg berat badan dalam 24 jam berikutnya. Bila terjadi kejang demam disamping antipiretik diberikan fenobarbital 5 mg/kg berat badan dibagi dalam 3 dosis selama masih demam. Pasien harus diawasi ketat terhadap kemungkinan syok yang akan terjadi. Periode krisis adalah waktu transisi, yaitu saat suhu turun yaitu demam hari ke 3- 5. Pemeriksaan kadar hematokrit berkala merupakan pemeriksaan yang terbaik untuk pengawasan hasil pengobatan yaitu menggambarkan derajad kebocoran plasma dan pedoman kebutuhan cairan intravena. Hemokosentrasi pada umumnya terjadi sebelum dijumpai perubahan tekanan darah dan tekanan nadi. Hematokrit harus diperiksa minimal satu kali dari hari sakit ke tiga sampai suhu normal kembali. Bila pemeriksaan hematokrit tidak ada, pemeriksaan hemoglobin dapat dipergunakan walaupun tidak terlalu sensitif. 2. Penggantian volume cairan pada DBD Dasar patogenesis DBD adalah perembesan plasma, yang terjadi pada fase penurunan suhu ( fase afebris, fase kritis, fase syok) maka dasar pengobatannya adalah penggantian volume plasma yang hilang. Walaupun demikian penggantian cairan harus diberikan dengan bijaksana dan berhati-hati. Kebutuhan cairan awal dihitung untuk 2-3 jam pertama, sedangkan pada kasus syok mungkin lebih sering (setiap 30-60 menit). Tetesan 24-48 jam berikutnya harus selalu disesuaikan dengan tanda vital, kadar hematokrit, dan jumlah volume urin. Secara umum volume cairan yang dibutuhkan adalah jumlah cairan rumatan ditambah 5-8%. Cairan intravena diperlukan apabila :

1. Anak terus menerus muntah, tidak mau minum, demam tinggi sehingga tidak mungkin diberi minum, ditakutkan terjadi dehidrasi yang mempercepat terjadi syok. 2. Nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala. Apabila terdapat kenaikan hemokonsentrasi 20 % atau lebih maka komposisi jenis cairan yang diberikan harus sama dengan plasma. Volume dan komposisi tersebut dapat sesuai seperti cairan untuk diare dehidrasi ringan sedang, yaitu cairan rumatan + defisit 6% (5-8%). Pemilihan jenis dan volume cairan yang diperlukan tergantung dari umur dan berat badan pasien serta derajad kehilangan plasma sesuai dengan derajad hemokosentrasi yang terjadi. Pada anak yang gemuk, kebutuhan cairan disesuaikan dengan berat badan ideal anak umur yang sama. Kebutuhan cairan rumatan dapat diperhitungkan seperti pada tabel 1. Tabel 1 Kebutuhan Cairan Rumatan Berat badan (kg) Jumlah cairan (ml) < 10 100 per kgBB 10 - 20 1000 + 50 x kg ( diatas 10 kg ) > 20 1500 + 20 x kg ( diatas 20 kg ) Misalnya anak berat badan 40 kg, maka cairan rumatan adalah 1500+ (20x 20) = 1900 ml. Jumlah cairan rumatan diperhitungkan untuk 24 jam. Oleh karena kecepatan perembesan plasma tidak konstan (perembesan plasma terjadi lebih cepat pada saat suhu turun), maka volume cairan pengganti harus disesuaikan dengan kecepatan dan kehilangan plasma, yang dapat diketahui dari pemantauan kadar hematokrit. Perlu diperhatikan bahwa panggantian volume yang berlebihan dan terus menerus setelah perembesan plasma berhenti, dapat menyebabkan edema paru dan distres pernapasan, karena pada fase konvalesens terjadi reabsorbsi cairan ekstravaskuler. Pasien harus dirawat dan segera diobati bila dijumpai tanda-tanda syok yaitu gelisah, letargi/lemah, ekstremitas dingin, berkeringat dingin, bibir sianosis, oliguri, nadi lemah, tekanan nadi menyempit (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, peningkatan mendadak kadar hematokrit atau kadar hematokrit yang meningkat terus menerus walaupun telah diberi cairan intravena.
4

sampai

3. Jenis cairan (yang direkomendasikan WHO) Kristaloid : - Larutan ringer laktat (RL) atau dekstrosa 5 % dalam ringer laktat (D5/RL) - Larutan ringer asetat (RA) atau dekstrosa 5 % dalam larutan ringer asetat (D5/RA) - Larutan NaCL 0,9% (garam faali = GF) atau dekstrosa 5 % dalam larutan garam faali (D5/GF) Koloid : - Dekstran 40 Plasma

Penatalaksanaan Penderita Kasus Tersangka DBD Pada awal perjalanan penyakit DBD tanda/gejalanya tidak spesifik, oleh karena itu masyarakat/keluarga diharapkan untuk waspada jika terdapat tanda/gejala yang mungkin merupakan awal perjalanan penyakit DBD. Tanda/gejala awal penyakit DBD ialah demam tinggi mendadak tanpa sebab jelas, terus-menerus, badan lemah/lesu. Pertama-tama ditentukan terlebih dahulu : 1. Adakah tanda kedaruratan yaitu tanda syok (gelisah, nafas cepat, bibir biru, tangan dan kaki dingin, kulit lembab), muntah terus menerus, kejang, kesadaran menurun, muntah darah, berak darah, maka pasien perlu dirawat. 2. Apabila tidak dijumpai tanda kedaruratan, periksa uji tornikuet dan hitung trombosit
3.

Bila uji tornikuet positif dan atau trombosit > 100.000/L atau normal, pasien boleh pulang dengan pesan untuk datang kembali setiap hari sampai suhu turun. Pasien dianjurkan untuk minum banyak seperti teh manis, susu, sirup, oralit, jus buah, dan lain-lain serta diberikan obat antipiretik golongan parasetamol, dan bila keadaan memburuk (gelisah, ujung jari kaki/tangan dingin), segera ke rumah sakit.

4. Jika dalam 2 hari demam tidak turun atau timbul tanda/gejala lanjut seperti perdarahan, muntah, gelisah, lemah, dianjurkan segera dibawa berobat ke dokter atau ke Puskesmas/Rumah Sakit.

Penatalaksanaan Penderita DBD Derajat I. Pemberian cairan


Minum banyak, 1,5 2 liter/hari atau 1 sendok makan tiap 3 5 menit. Minuman berupa teh manis, sirup, susu, sari buah, soft drink, atau oralit. Bila terdapat hiperpireksia (suhu > 39,5C) : Berikan obat anti piretik, dianjurkan parasetamol, asetosal/salisilat kontra indikasi. Kompres hangat Obat anti kejang diberikan bila kejang. Perhatikan tanda klinis, bila demam menetap setelah hari sakit ketiga, Periksa Hb, Ht, trombosit berkala minimal tiap 24 jam, selama masih demam terutama pada hari sakit ketiga dan seterusnya.

Obat-obatan lain atas indikasi :

Perawatan diperlukan bila :


Tidak mau/tidak bisa minum Muntah terus menerus Hematokrit meningkat dan atau trombosit turun pada pemeriksaan berkala Berikan cairan rumatan dekstrosa 5% + larutan NaCL 0,9% 3 5 ml/kgBB/jam atau kebutuhan rumatan ditambah 5%.

Penatalaksanaan Penderita DBD Derajat II Pasien DBD derajat II apabila dijumpai demam tinggi, mendadak, terus menerus selama 7 hari tanpa sebab yang jelas, disertai tanda perdarahan kulit dan mukosa yaitu petekie atau mimisan disertai penurunan jumlah trombosit < 100.000/L, dan peningkatan kadar hematokrit. Pada saat penderita datang, berikan cairan kristaloid ringer laktat/NaCL 0,9% atau dekstrosa 5% dalam ringer laktat/NaCL 6 7 ml/kgBB/jam. Monitor tanda vital dan hematokrit serta trombosit tiap 6 jam. Selanjutnya evaluasi 12 24 jam. 1. Apabila selama observasi keadaan umum membaik yaitu anak tampak tenang, tekanan nadi kuat, tekanan darah stabil, diuresis cukup, dan kadar Ht cenderung turun minimal dalam 2 kali pemeriksaan berturut turut, maka tetesan dikurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam. Apabila dalam observasi

selanjutnya tanda vital tetap stabil, tetesan dikurangi menjadi 3 ml/kgBB/jam dan akhirnya cairan dihentikan pada 24-48 jam. 2. Perlu diingat bahwa 1/3 kasus akan jatuh kedalam syok. Maka apabila keadaan klinis pasien tidak ada perbaikan, anak tampak gelisah, nafas cepat (distres pernafasan), frekwensi nadi meningkat, diuresis kurang, tekanan nadi < 20 mmHg, keadaan umum memburuk, disertai peningkatan Ht, maka tetesan dinaikkan menjadi 10 ml/kgBB/jam. Apabila belum terjadi perbaikan klinis setelah 12 jam, cairan dinaikkan lagi menjadi 15 ml/kgBB/jam. Kemudian dievaluasi 12 jam lagi. Apabila tampak distres pernafasan menjadi lebih berat dan Ht naik, maka berikan cairan koloid 20 30 ml/kgBB/jam. Tetapi bila Ht turun, berikan transfusi darah segar 10 ml/kgBB/jam. Bila keadaan klinis membaik, maka cairan disesuaikan seperti ad.1 Penatalaksanaan Penderita SSD atau DBD Derajat III dan IV Sindroma syok dengue ialah DBD dengan gejala gelisah, nafas cepat, nadi teraba kecil, lambat atau tidak teraba, tekanan nadi menyempit (misalnya sistolik 90 dan diastolik 80 mmHg, jadi tekanan nadi 20 mmHg), bibir biru, tangan kaki dingin, tidak ada produksi urin. 1 Segera beri infus koloid (ringer laktat atau NaCL 0,9%) 20 ml/kg BB secepatnya (diberikan dalam bolus selama 30 menit) dan oksigen 2 liter/menit. Untuk SSD berat (DBD derajat IV, nadi tidak teraba dan tensi tidak terukur) diberikan ringer laktat 20ml/kgBB bersama koloid. Observasi tensi dan nadi tiap 15 menit, hematokit dan trombosit tiap 4 6 jam. Periksa elektrolit dan gula darah. 2 Apabila dalam waktu 30 menit syok belum teratasi, tetesan ringer laktat tetap dilanjutkan 15 20 ml/kgBB, ditambah plasma (fresh frozen plasma) atau koloid (dekstran 40) sebanyak 10 20 ml/kgBB maksimal 30 ml/KgBB (koloid diberikan pada jalur infus yang sama dengan kristaloid diberikan secepatnya). Observasi keadaan umum, tekanan darah, keadaan nadi tiap 15 menit, dan periksa hematokrit tiap 4-6 jam. Koreksi asidosis, elektrolit dan gula darah.

Apabila syok telah teratasi disertai penurunan kadar hemoglobin/ hematokrit, tekanan nadi > 20 mmHg, nadi kuat maka tetesan cairan diturunkan menjadi 10 ml/kgBB/jam. Volume 10 ml/kgBB/jam dapat dipertahankan maksimal sampai 24 jam atau sampai klinis stabil dan hematokrit menurun menjadi < 40 %. Selanjutnya cairan diturunkan menjadi 7 ml/kgBB/jam sampai keadaan klinis dan hematokrit stabil, kemudian secara bertahap cairan diturunkan menjadi 5 ml dan seterusnya menjadi 3 ml/kgBB/jam. Dianjurkan pemberian cairan tidak melebihi 48 jam setelah syok teratasi. Observasi klinis, tekanan darah, nadi, jumlah urin, dikerjakan setiap jam (usahakan urin 1 ml/kgBB/jam, BD urin < 1,020), dan pemeriksaan hematokrit dan trombosit tiap 4 6 jam sampai keadaan umum baik.

Apabila syok belum dapat teratasi, sedangkan kadar hematokrit menurun tetapi masih > 40 vol% berikan darah dalam volume kecil 10 ml/kgBB/jam. Pemasangan CVP (dipertahankan 5 8 cmH2O) pada syok berat kadang kadang diperlukan, sedangkan pemasangan sonde lambung tidak dianjurkan.

Komplikasi Komplikasi yang sering dijumpai pada penderita DBD dan SSD adalah gangguan keseimbangan elektrolit dan overhidrasi. 1. Ganguan keseimbangan elektrolit Gangguan keseimbangan elektrolit biasanya dijumpai pada fase leakage / kritis dan yang paling sering adalah hiponatremia dan hipokalsemia, sedangkan hipokalemia sering pada fase konvalesen. Hiponatremia, karena intake yang tidak cukup dan mendapat cairan yang hipotonik misalnya N/2 atau N/3. Jika penderita tidak mengalami kejang tidak perlu diberikan NaCl 3 %, tetapi cukup diberi NSS, DAR atau DLR. Hipokalsemia, karena leakage Ca mengikuti albumin ke ruangan peritoneum dan pleura. Diobati dengan Ca glukonas 10 % sebanyak 1 ml/kgBB/kali (maksimal 10 ml) diencerkan dan diberi I.V perlahan lahan dapat diulangi tiap 6 jam hanya pada penderita risiko tinggi atau yang
8

mungkin akan mengalami komplikasi misalnya pada derajat IV dan pada penderita dengan overhidrasi. 2. Overhidrasi Komplikasi overhidrasi dapat dijumpai baik pada fase kritis, maupun fase konvalesen. Komplikasi ini lebih serius karena dapat menyebabkan udem paru akut dan atau gagal jantung kongestif, yang berakhir dengan gagal napas dan kematian. Untuk mencegah komplikasi ini adalah pengawasan ketat dan sesuaikan kecepatan cairan IV ke jumlah minimal untuk mempertahankan volume sirkulasi. Penyebab tersering dari overhidrasi adalah : Terapi IV yang terlalu dini sejak fase demam Penggunaan cairan hipotoni (N/2, N/3) Tidak mengurangi kecepatan pemberian cairan IV dan tidak menghentikan IV pada fase konvalesen Tidak menggunakan cairan koloid pada saat indikasi penggunaannya Tidak mengunakan cairan koloid secara efektif (hiper-onkotik atau koloid plasma ekspander) Tidak memberikan transfusi darah pada saat diperlukan dan hanya memberikan cairan kristaloid dan koloid Tidak menghitung jumlah cairan IV sesuai berat badan ideal pada penderita gemuk / overweight. Gejala dan tanda overhidrasi adalah Distress pernafasan, dispnea dan takipnea Abdomen yang sangat distended dengan asites yang masif Nadi yang cepat (biasanya pengisiannya kuat) Penyempitan tekanan nadi pada beberapa penderita disebabkan meningkatnya tekanan intra abdominal dan intra torakal. Kebanyakan penderita dengan overhidrasi mempunyai tekanan darah yang tinggi dan tekanan nadi yang lebar. Krepitasi dan atau ronkhi pada kedua lapangan paru.

Perfusi jaringan yang jelek / capillary refill yang lambat > 3 detik, ditemukan pada beberapa penderita dengan ancaman gagal nafas yang disebabkan oleh efusi pleura dan atau asites yang masif. Panatalaksanaan penderita overhidrasi Penatalaksanaan ideal dari overhdirasi adalah mengeluarkan kelebihan jumlah cairan dalam rongga pleura dan abdomen yang menyebabkan distress pernafasan, tetapi cara ini hampir tidak mungkin dikerjakan. Secara praktis diberi diuretika IV, dianjurkan furosemida namun bila penderita masih berada dalam fase aktif plasma leakage, dapat terjadi syok setelah pemberian furosemida. Jadi hal yang sangat penting dalam penanganan overhidrasi adalah mengetahui secara tepat waktu setelah syok / leakage plasma. Jika penderita berada dalam waktu 24 jam setelah syok atau dalam 48 jam setelah leakage plasma, harus hati hati karena dapat menyebabkan syok setelah pemberian furosemida. Larutan koloid Dextran 40 % diberikan sebanyak 10 ml/kgBB/jam untuk 10 15 menit, sebaiknya diberikan pada penderita syok. Jika penderita telah melewati fase leakage plasma, penderita tersebut jarang terjun dalam syok dan akan terjadi diuresis. Pemberian diuretik yang terlalu sering dapat menimbulkan gangguan keseimbangan elektrolit, tidak jarang terjadi hiponatremia dan hipokalemia. Kemungkinan terjadi perdarahan internal pada penderita overhidrasi harus selalu diingat. Bila pada periode ini PCV jelas menurun, diberi transfusi PRC 5 ml/kgBB/kali. Penderita dengan overhidrasi harus diobservasi ketat dan intensif. Langkah penatalaksanaannnya adalah sbb : Ganti cairan IV dengan dextran 40 dengan kecepatan yang disesuaikan. Pasang kateter urin dengan sangat hati hati Berikan furosemida 1 ml/kg/dosis IV. Tanda tanda vital harus dimonitor tiap 15 menit paling lambat dalam 1 jam setelah pemberian furosemida dan juga observasi tanda-tanda syok seperti gelisah, nyeri perut mendadak, muntah, gangguan perfusi jaringan. Jika penderita menunjukkan gejala syok, dextran 40 diberikan 10 ml/kgBB/jam dalam waktu 10-15 menit atau sampai penderita stabil, biasanya tidak lebih dari 30 menit.
10

Catat jumlah urin dalam ml/jam dan sesuaikan kecepatan dextran 40 sesuai dengan jumlah urin (0,5 ml/kgBB/jam adalah cukup untuk periode leakage. Furosemida dapat diulangi sebanyak diperlukan jika penderita masih menunjukkan problem respirasi Pasang CVP bila penderita tidak stabil dan tidak beraksi terhadap furosemid Pasang intubasi bila distres pernafasan berat sebelum atau sesudah pemberian furosemida Pada penderita yang bahkan dengan bantuan ventilasi tidak dapat mempertahankan oksigenasi yang adekuat maka diindikasikan untuk melakukan tap pleura atau peritoneum. Prosedur invasif ini hanya dianjurkan bila tidak ada pilihan lain, karena dapat menyebabkan perdarahan masif dan kematian. Manifestasi yang tidak lazim dari DBD/SSD Kurang dari 5% DBD/DSS disertai manifestasi yang tidak lazim berupa : Ensefalopati/ensefalitis. Penderita biasanya gelisah, iritabel atau koma. Pemeriksaan neurologis menunjukkan hiperefleksia, Babinski (+). Gagal hepar disertai ikterus. Gagal ginjal dapat disebabkan oleh prolong syok, hepatorenal sindrom dan hemoglobinuria. Infeksi kombinasi disebabkan oleh infeksi dengue disertai infeksi lain.

Kondisi yang mendasari disebabkan oleh infeksi dengue pada penderita Thalasemia, defisiensi G6PD dan penyakit jantung kongenital.

Penyebab ensefalopati yang sering: Hepatik ensefalopati Syok berat menyebabkan hipoksia dan iskemia, dapat terjadi bila penatalaksanaan yang kurang baik, misalnya overhidrasi. Inborn error of metabolisme, misalnya sindroma Reye. Penggunaan obat hepatotoksik.
11

Penyakit hepar yang mendasari, misalnya karier hepatitis B, Thalasemia.

Imbalans elektrolit seperti hiponatremia, hipokalsemia. Gangguan metabolisme, misalnya hipoglikemia. Perdarahan intrakranial, trombosis/ iskemia serebral. Penanganan DBD/DSS dengan hepatik ensefalopati Pertahankan airway dan oksigenasi yang cukup. Penunjang ventilasi untuk penderita tidak sadar. Cegah peningkatan tekanan intrakranialis: Batasi jumlah cairan IV seminimal mungkin untuk pertahankan volume intravaskuler. Berikan furosemid dan/ atau deksamethason pada penderita dengan peningkatan tekanan intrakranial. Cegah hipoglikemia dengan mempertahankan kadar glukosa darah > 60 mg%. Menurunkan produksi ammonia : Laktulosa 5- 10 ml 3-4 kali sehari untuk osmotik diare.

Neomycin 50 mg/kg/hari ( maksimal 1 gram/hari), tidak perlu bila penderita mendapat antibiotik sistemik.

Vitamin k1 3-10 mg IV tiap hari selama 3 hari dan dilanjutkan 2 x seminggu.

Koreksi metabolik asidosis bila ada. Koreksi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit bila ada; sering berupa hipokalsemia dan hiponatremia. Transfusi PRC bila ada indikasi. Sistemik antibiotika bila infeksi bakteri tidak dapat disingkirkan.

Berikan H2 bloker pada penderita dengan perdarahan gastrointestinal.

Hindari pemberian obat yang tidak perlu. Transfusi tukar bila klinis memburuk disertai peningkatan SGPT/SGOT. Plasmaferesis, hemodialis, hemofiltrasi atau dialisis peritoneal khusus pada penderita dengan gagal ginjal dan overhidrasi. Berikan asam amino rantai panjang dalam fase penyembuhan.

12

Penderita DBD/SSD dengan gagal ginjal Penyebab gagal ginjal pada penderita DBD/SSD adalah prolong syok, hemolisis akuta dengan hemoglobinuria pada penderita defisiensi G6PD atau hemoglobinopati. Pedoman penatalaksanaan penderita DBD/SSD dengan

hemolisis akut dan hemoglobinuri : Transfusi darah jika diperlukan, PRC atau WB tergantung pada tingkat penyakit. Pada fase febris dianjurkan PRC. Pada fase kriris/leakage dianjurkan whole blood. Jumlah dan kecepatan cairan IV disesuaikan dengan tingkat DBD/SSD. Alkalinisasi urin dilaksanakan pada penderita tertentu yang memerlukan. Infeksi penyerta Infeksi dengue endemis dibanyak daerah, oleh karena itu bisa dijumpai penderita infeksi dengue bersama dengan infeksi-infeksi lain di daerah tersebut. Diagnosisnya lebih sukar karena kombinasi infeksi dengue dengan infeksi lain. DBD/SSD lebih unik karena plasma leakage yang khas dan tombositopenia. Infeksi penyerta yang sering adalah campak, varisela, tifoid, infeksi saluran kemih, mikoplasma pneumonia. Jika penderita DBD/SSD tetap panas tinggi setelah syok, maka harus dicari: Infeksi penyerta sebelum dirawat Infeksi gastrointestinal, salmonela paling sering. Infeksi saluran napas,misalnya pneumonia. Infeksi saluran kemih. Infeksi kulit dan jaringan lunak.

Infeksi nosokomial Tromboplebitis. Pneumonia. Infeksi saluran kemih, terutama yang berhubungan dengan kateter.

Lain-lain yang tidak langsung berhubungan dengan infeksi : Reaksi tranfusi. Hepatitis.

13

Perdarahan gastrointestinal yang masif. Reaksi obat-obatan. Penyebab kematian pada DHF/DSS Prolong syok. Overhidrasi. Perdarahan masif. DBD/SSD dengan manifestasi yang tidak lazim. Kepustakaan 1. Partana L, Partana JS, Thahir S : Hemorrhagic Fever Shock Syndrome in Surabaya, Indonesia. Kobe J Med Sci. (1970), 16 : 189201 2. Kho LK, Melani Setiawan, Himawan I, dkk. Management of Dengue Hemorrhagic Fever. Medika (1984), 10 : 569 70 3. Tjandra Husada, Muzief Munir : Dengue Hemorrhagic Fever in Manado. Paeditrica Indones (1976), 16 : 469 501 4. Sumarmo, Thomas Suroso, Abdulkadir A dkk : The epidemiology, Control and Prevention of Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) in Indonesia . Cermin Dunia Kedokteran (1994), 92 : 5 10. 5. Thomas Suroso : Dengue Hemorrhagic Fever in Indonesia : Epidemiological Trend and Development of control Policy. Dengue Bulletin (1996) 20 : 35 40. 6. Sumarmo : Demam berdarah (Dengue) pada anak. Penerbit Universitas Indonesia (1998) : 193 206 7. WHO : Dengue Hemorrhagic Fever. Diagnosis, Treatment, Prevention and control : WHO Genewa (1997) : 13 47 8. Sri Rezeki Hadinegoro, Soegeng Soegijanto, Suharyono Wuryadi, dkk : Tatalaksana Demam Dengue / Demam berdarah dengue. Subdirektorat Arboviroses Dirjen PPM dan PLP Depkes RI (1988) : 9 31 9. Adhyatma : Demam berdarah : Diagnosa dan pengobatan penderita depkes RI, Dirjen P3M (1981) : 9 23. 10. Sugeng Sugiyanto : Lokakarya penatalaksanaan penyakit infeksi virus dengue/ penyakit demam berdarah dengue / penyakit demam berdarah dengan renjatan. Buletin IDAI (1997), 4 : 20-23. 11. Suchitra Nimmanitya : Clinical Management of Dengue Fever / Dengue Hemorrhagic Fever / Dengue Shock Syndrome. Dengue bulletin (1996) 20 : 13 9. 12. WHO : Guidelines for treatment of dengue fever / dengue hemorrhagic fever in small hospitals. Regionalee for South-East Asia, New Delhi (1999) : 2-19 13. WHO : Dengue Heorrhagic fever : Diagnosis, Treatment, Prevention and Control. 2nd ed. Geneva (2001) : 15-49 14. Kalayanaroog S, Nimnamitya S. Guidelines for DHF Case management for whorkshop on case management of dengue
14

Hemorrhagic Fever. WHO Collaborating Centre for Case management of Dengue/DHF/DSS. Bangkok (2002) : 10-33.

15

Bagan 1 Penatalaksanaan Kasus Tersangka DBD Tersangka DBD


Demam tinggi, mendadak Terus menerus < 7 hari Tidak disertai ISPA

Ada Kedaruratan

Tidak ada kedaruratan

Tanda syok Muntah terus menerus Kejang Kesadaran menurun Muntah darah Berak hitam

Periksa uji tourniquet

Uji Tourniquet (+)

Uji Tourniquet (-)

Jumlah trombosit < 100.000/L

Jumlah trombosit > 100.000/L

Rawat Jalan Parasetamol Kontrol tiap hari Sp. Demam hilang

Rawat Inap

Rawat jalan Minum banyak 1,5 2 liter/hari Parasetamol Kontrol tiap hari sampai demam turun Nilai tanda klinis & jumlah trombosit bila sudah hari sakit ke-3 masih demam

Perhatian untuk orang tua Bila timbul tanda syok, yaitu : Gelisah, lemah, kaki/tangan dingin Sakti perut, berak hitam, kencing kurang Segera bawa ke rumah sakit

16

Bagan 2 Penatalaksanaan Kasus DBD Derajat I dan II

Cairan Awal
RL/NaCL 0,9% atau RLD5/NaCl 0,9% + D5 6 7 ml/kgBB/jam Monitor Tanda vital / Nilai Ht & trombosit tiap 6 jam

Perbaikan Tidak gelisah Nadi kuat Tek. Darah stabil Diuresis cukup (2ml/kgBB/jam) Ht turun (2 X pemeriksaan) Tetesan dikurangi

Evaluasi 12 24 jam

Tidak ada perbaikan Gelisah Distres pernafasan Frek. Nadi naik Ht tetap tinggi/naik Tek. Nadi < 20 mmHg Diuresis kurang / tidak ada

Tanda Vital Memburuk Ht meningkat

Tetesan dinaikkan 10 ml/kgBB/jam tetesan dinaikkan bertahap

5 ml/kgBB/jam

Perbaikan 15 ml/kgBB/jam

Perbaikan Sesuaikan tetesan 3 ml/kgBB/jam

Evaluasi 12 24 jam, Tanda vital tidak stabil

IVFD stop pada 24 48 jam Bila tanda vital / Ht stabil diruesis cukup

Distress pernafasan Ht Naik

Ht turun

Koloid 20 30 ml/kg BB

Transfusi darah segar 10 ml/kg

Perbaikan

17

Bagan 3 Penatalaksanaan Kasus DBD Derajat III dan IV


DBD derajat III

Oksigenasi (berikan O2 2 4 l/mt) Penggantian Volume plasma segera (Cairan kristaloid isotonis) Ringer laktat / NaCL 0,9% 20 ml/kgBB secepatnya (Bolus dalam 30 mt) Evaluasi 30 mt, apakah syok teratasi ? Pantau tanda vital tiap 10 menit Catat balans cairan selama pemberian cairan intravena

DBD Der IV

Syok teratasi Kesadran membaik Nadi teraba kuat Tek. Nadi > 20 mmHg Tidak sesak nafas / sianosis Ekstremitas hangat Diuresis cukup 1 ml/kgBB/jam

Syok Tidak teratasi

Cairan & tetesan disesuaikan 10 ml/kgBB/jam

Kesadaran menurun Nadi lembut/tidak teraba Tekanan nadi < 20 mmHg Distres pernafasan / sianosis Kulit dingin dan lembab Ekstermitas dingin Periksa kadar gula darah Lanjutkan cairan 15 20 ml/kgBB/jam Tambahkan koloid/plasma Dekstran/FFP 10 -20 (max 30) Ml/KgBB/jam Koreksi Asidosis Evaluasi 1 jam

Evaluasi ketat Tanda vital Tanda perdarahan Diuresis Hb, Ht, Trombosit Stabil maksimal 24 jam Tetesan 7 ml/KgBB/jam Tetesan 5 ml/KgBB/jam Tetesan 3 ml/KgBB/jam Syok teratasi

Syok belum teratasi

Ht tetap tinggi/naik Infus stop tidak melebihi 48 jam TransfusiHt turun darah segar 10 ml /kg BB dapat diulangi sesuai kebutuhan Koloid 20 ml / kgBB

18

Anda mungkin juga menyukai