DRY EYE
Disusun oleh :
1. Andrea Nathania
(1015173)
2. Paramitha Setiadi
(1015171)
3. Albert Jonathan
(1015116)
Preceptor:
dr. Edia Asmara S., Sp.M., M.Kes.
BAB I
PENDAHULUAN
Dry eye adalah suatu keadaan keringnya permukaan kornea dan konjungtiva akibat
berkurangnya fungsi air mata. Dry eye terjadi ketika volume atau fungsi air mata tidak
adekuat sehingga menyebabkan lapisan air mata menjadi tidak stabil dan timbulnya
penyakit di permukaan mata. Saat ini dry eye lebih sering ditemukan dibandingkan masamasa lampau karena perubahan aspek lingkungan dan teknologi. Udara yang kering dapat
mengiritasi mata dan lapisan air mata sehingga mata menjadi kering. Kemajuan teknologi
dan penggunaannya, seperti komputer, laptop, telepon genggam, dan alat elektronik lain
yang penggunaannya melibatkan fungsi penglihatan sangat sering menyebabkan gangguan
kesehatan mata.
Pertambahan usia, jenis kelamin wanita, artritis, merokok, penggunaan
multivitamin, dan terapi pengganti hormon terutama estrogen tunggal meningkatkan risiko
terjadinya dry eye.
Dry eye dapat dicegah dengan menghindari tempat dengan pergerakan udara tinggi,
menghindari lingkungan yang panas dan kering, menggunakan humidifier ruangan,
menggunakan kacamata saat cuaca berangin dan ketika berenang, mengistirahatkan mata,
memposisikan layar komputer lebih rendah daripada posisi mata, berhenti merokok dan
menghindari asap rokok, dan menggunakan kompres hangat pada mata.
Dry eye terbagi menjadi empat derajat yang penting dalam menentukan
penatalaksanaannya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi
Sistem lakrimal terdiri dari struktur yang terlibat dalam produksi dan drainase air
mata. Komponen sekretori terdiri dari glandula lakrimalis yang menghasilkan berbagai
kandungan air mata yang akan terdistribusi ke permukaan mata saat kelopak mata
berkedip. Kanalikuli lakrimalis, sakus lakrimalis, dan duktus nasolakrimalis merupakan
elemen sistem ekskretori, sekresi pada akhirnya akan dialirkan ke hidung.
Volume terbesar air mata dihasilkan oleh glandula lakrimalis yang terletak dalam
fossa lakrimalis tulang frontal di kuadran temporosuperior orbita. Glandula lakrimalis
berbentuk seperti biji almond dan dibagi dua oleh tendon muskulus levator palbepra
menjadi glandula lakrimalis pars orbitalis (dua per tiga bagian) dan glandula lakrimalis
pars palpebralis (satu per tiga bagian). Terdapat beberapa glandula lakrimalis asesorius
yang berukuran sangat kecil, yaitu Glandula Krause dan Wolfring yang terletak di forniks
superior dan berfungsi mensekresikan cairan air mata tambahan.
Persarafan sensoris glandula lakrimalis berasal dari nukleus lakrimalis pada pons,
serabut sekretomotor parasimpatis yang berasal dari nervus intermedius dan berjalan
bersama dengan nervus maksilaris yang merupakan cabang dari nervus trigeminus (N. V).
Serabut simpatis berasal dari ganglion simpatetik servikalis superior yang berjalan
bersama pembuluh darah menuju glandula.
Pungtum larimalis terletak ditepi posterior palpebra bagian medial. Dalam keadaan
normal dapat dilihat dengan eversi aspek medial dari palpebra.
Kanalikuli lakrimalis berjalan vertikal dari tepi palpebra (ampula) kira-kira 2 mm,
kemudian berajalan secara horizontal kearah medial lebih kurang 8 mm untuk mencapai
sakus lakrimalis. Kanalikuli lakrimalis superior dan inferior kemudian bergabung
membentuk kanalikulus komunis yang mengarah ke dinding lateral sakus lakrimalis.
Terdapat lipatan kecil mukosa (katup Rosenmuller) diantara kanalikulus komunis dan
sakus lakrimalis yang mencegah refluks air mata dari sakus lakrimalis ke kanalikulus.
Sakus lakrimalis memiliki panjang lebih kurang 10 mm dan melanjutkan diri menjadi
duktus nasolakrimalis dengan panjang kira-kira 12 mm.
Fisiologi dan Lapisan Air Mata
Air mata berfungsi melembabkan konjungtiva dan kornea, memiliki pH normal
berkisar 7,2, osmolaritas 302mOsm/L, dan indeks refraksi 1,336. Terdiri dari tiga lapisan
dengan fungsinya masing-masing.
Drainase
Pergerakan serabut muskulus orbikularis okuli yang dipersarafi oleh nervus fasialis
menyebabkan mata menutup secara progresif dari lateral ke medial. Pergerakan kelopak
mata ini menyebabkan air mata mengalir kearah medial hingga mencapai kantus medial.
Pungtum lakrimalis superior dan inferior mengumpulkan air mata untuk dialirkan
menuju kanalikuli lakrimalis superior dan inferior kemudian ke sakus lakrimalis, dari sini
air mata mengalir melalui duktus nasolakrimalis ke meatus nasi inferior.
B. Uji Rasa
Satu tetes larutan sakarin diteteskan pada kojungtiva, bila pasien merasa manis
setelah lima menit berarti sistem ekskresi air mata baik.
D. Uji Schirmer II
Uji ini dilakukan bila pada uji Schirmer I setelah lima menit, kertas yang basah
kurang dari 10 mm untuk menilai apakah hal tersebut disebabkan oleh adanya
hambatan kelelahan sekresi atau fungsi refleks sekresi yang terganggu.
Pada satu mata diteteskan anestesi topical dan diletakkan kertas Schirmer. Hidung
pasien dirangsang dengan kapas selama dua menit. Setelah lima menit, dilihat apakah
kertas filter basah atau tidak. Pada keadaan normal, setelah lima menit kertas filter
akan basah 15 mm. Bila tidak basah berarti refleks sekresi terganggu.
E. Uji Rose Bengal
Rose Bengal mewarnai musin dan sel epitel kornea yang mati. Tes ini telah
terbukti sangat berguna dalam mengevaluasi mata kering (keratokonjungtivitis sika)
karena menunjukkkan gejala kekeringan pada konjungtiva dan kornea.
Faktor Risiko
Pertambahan usia, jenis kelamin wanita, artritis, merokok, penggunaan
multivitamin, dan terapi pengganti hormon terutama estrogen tunggal meningkatkan risiko
terjadinya dry eye.
Faktor lingkungan seperti kurangnya kelembaban, cuaca yang berangin,
penggunaan air conditioner, dan pemanasan juga berperan dalam terjadinya dry eye.
Klasifikasi
Patogenesis
Mekanisme terjadinya dry eye diakibatkan oleh hiperosmolaritas air mata dan
ketidakstabilan
kerusakan pada epitel permukaan akibat dikeluarkannya mediator inflamasi ke dalam air
mata yang memicu terjadinya reaksi inflamasi pada permukaan mata. Kerusakan epitel
menyebabkan apoptosis, berkurangnya sel goblet, dan gangguan ekspresi musin sehingga
terjadi ketidakstabilan lapisan air mata.
Kerusakan sel epitel akibat dry eye menstimulasi saraf tepi kornea yang
menimbulkan gejala rasa tidak nyaman dan peningkatan aktivitas kedipan. Hilangnya
lapisan musin dipermukaan mata meningkatkan gesekan antara palpebral dan mata.
Penyebab utama hiperosmolaritas air mata adalah berkurangnya aliran aqueous
akibat kegagalan lakrimal dengan atau tanpa peningkatan penguapan lapisan air mata.
Penguapan yang berlebihan disebabkan oleh kondisi lingkungan seperti rendahnya
kelembapan dan aliran udara yang tinggi serta disfungsi glandula meibom. Hal tersebut
menyebabkan ketidakstabilan lapisan lipid. Blepharitis meningkatkan produksi enzim
lipase dan esterase oleh flora normal palpebral.
Proses degenerasi, penggunaan obat-obatan seperti antihistamin dan agen
antimuskarinik, proses inflamasi menyebabkan destruksi jaringan dan hambatan
neurosekretori yang bersifat reversibel. Kerusakan kronis akibat dry eye menyebabkan
berkurangnya sensitivitas kornea dan reflex sekresi air mata. Operasi refraksi, penggunaan
kontak lensa, dan anastesi topikal menyebabkan hambatan pada reflex sekretori.
Gejala Klinik
Mata berair
Nyeri
Fotofobia
Pandangan kabur
Mata merah
Sering berkedip
Derajat
Penatalaksanaan
Tujuan terapi :
1. Mengurangi gejala
2. Mempertahankan dan meningkatkan fungsi visual
3. Mengurangi atau mencegah kerusakan structural
Derajat ringan :
Derajat sedang :
Non-preservattive artificial tears dengan frekuensi 6-12 kali per hari, disesuaikan
dengan kebutuhan pasien, pekerjaan, dan gaya hidup
Terapi anti-inflamasi
Oklusi pungta
Derajat berat :
Agonis kolinergik
Oklusi pungta
Komplikasi
Break-down epitel
Corneal melting
Perforasi kornea
Keratitis bakterialis
Mengistirahatkan mata
BAB III
SIMPULAN
Dry eye disease adalah suatu gangguan lapisan air mata yang disebabkan oleh
kurangnya produksi air mata atau penguapan yang berlebihan dan menyebabkan kerusakan
pada permukaan mata dengan gejala rasa tidak nyaman pada mata dengan atau tanpa
gejala visual (National Eye Institute, 1995).
Dry eye disease adalah suatu penyakit multifaktorial dari lapisan air mata dan
permukaan mata yang menyebabkan timbulnya gejala rasa tidak nyaman, gangguan visual,
dan ketidakstabilan lapisan air mata yang berpotensi merusak permukaan mata. Kelainan
ini diikuti dengan peningkatan osmolalitas lapisan air mata dan inflamasi pada permukaan
mata (Dry Eye Workshop, 2007).
Gejala klinik yang dapat dikeluhkan oleh pasien antara lain, mata berair, mata
terasa panas, nyeri , mata terasa kering atau seperti ada benda asing, rasa gatal ringan,
fotofobia, pandangan kabur, mata merah, mering berkedip, dan gejala lebih terasa saat
siang hari.
Penatalaksanaan pada dry eye bergantung pada penyebab dan derajatnya.
Dry eye dapat dicegah dengan menghindari tempat dengan pergerakan udara tinggi,
menghindari lingkungan yang panas dan kering, menggunakan humidifier ruangan,
menggunakan kacamata saat cuaca berangin dan ketika berenang, mengistirahatkan mata,
memposisikan layar komputer lebih rendah daripada posisi mata, berhenti merokok dan
menghindari asap rokok, dan menggunakan kompres hangat pada mata.
DAFTAR PUSTAKA
1. Vaughan DG. 2007. Anatomi & Embriologi Mata: Oftalmologi Umum (General
Opthalmology) Edisi 14. Jakarta : Widya Medika.
2. Ilyas S. 2007. Ilmu Penyakit Mata Edisi Keempat. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
3. Kanski. 2007. Clinical opthalmology 7th Edition. Philapdelphia: Elsevier.
4. Lang, GK. 2000. Ophthalmology A Short Textbook 2nd Edition. Stuttgart , New York; Thieme.
5. Verma, Lalit. 2013. Dry Eye Disease. India: All India Ophthalmological Society.
6. Lemp, Michael A. 2007. The Definition and Classification of Dry Eye Disease. Washington
DC: DEWS.