Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS

STASE RADIOLOGI

PNEUMOPERITONEUM

Oleh:
PUTRI SHOLIH DEWI IRDIANTI

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2016

BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Nama

: Ny. S

Umur

: 65 th

Nomor ID/Reg

: 30.00.65

Jenis kelamin

: Perempuan

Agama

: Islam

Pekerjaan

: IRT

Suku

: Jawa

Pendidikan terakhir

:-

Status Kawin

: Menikah

Alamat

: Karang Tawar RT 03 RW 01 Lamongan

Tanggal Masuk

: 21 Juli 2016

KELUHAN UTAMA DAN ANAMNESIS


KU

: Nyeri perut

RPS

: Pasien datang dengan keluhan nyeri seluruh lapang abdomen, sebelumnya nyeri

perut di ulu hati sampai menembus belakang sejak 3 hari. Pasien juga mengeluh belum BAB
sejak 2 hari, tidak bisa kentut sejak 1 hari perut terasa sebah, nafsu makan menurun sejak 2
hari yang lalu.
RPD: DM (-) Ht (-)
RPK: -

Rpsos: merokok (-), Konsumsi alkohol (-)


VITAL SIGN

Tensi
Nadi
Suhu
Nafas

: 70/55 mmHg
: 190 x/menit
: 38,5 C
: 40 /menit

PRIMARY SURVEY

A: clear

B: Spontan, RR 30x/menit ves/ves, Rh +/+, Wh -/-, SaO2 70% tanpa O2 support

C: Akral dingin basah pucat, CRT >2

D: GCS 222 , lateralisasi -, PBI 2mm/2mm

E: temp 38,5 C

SECONDARY SURVEY

GCS 222
Kepala/Leher : anemis-/ikterik/cyanosis-/dyspneuThorax
: sim, ret-/- P: ves/ves, rh +/+, wh -/- c:S1S2 tunggal, murmur-,
gallop-

Cor

:
Inspeksi : Palpasi : Perkusi : Auskultasi : S1 S2 tunggal, ES - / Gallop - / Murmur Abdomen
:
Inspeksi : perut rata, distensi(+), pelebaran vena colateral (-) massa (-), caput
meduse (-)
Auskultasi : Bising usus : turun-menghilang
Palpasi : defans muskular, hepar lien tak teraba perbesaran, ginjal tidak teraba,
nyeri tekan seluruh lapang abdomen (+) , nyeri tekan lepas (+) opturatore sign
(-) psoas sign (-)
Perkusi : timpati (+) pekak hepar menghilang

RT

massa (-), lendir (-), Feses (+), nyeri tekan seluruh arah
Extrimitas
: anemis ikterik edema -, akral dingin basah pucat

: tonus sfingter ani(-), tonus otot rectum (+), mukosa licin (+), darah (-

INITIAL ASSESSMENT

Colic Abdomen

Septic Syock

PLANING DIAGNOSIS
Darah lengkap
Serum elektrolit
Foto BOF dan LLD
Liver Function Test
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Kalium serum

: 5,5

[3,6-5,5]

Natrium serum

: 137,3

[135-155]

Clorida serum

: 95,6

[70-108]

Urea

: 63

[10-50]

Serum Kreatinin

: 17

[0,8-1,5]

Lekosit

: 13

[4,0-11,0]

Neutropil

: 71

[49,0-67,0]

Limposit

: 9,3

[25,0-33,0]

Monosit

: 16

[3,0-7,0]

Eosinofil

: 0,4

[1,0-2,0]

Basofil

: 7,8

[0,0-1,0]

Eritrosit

: 4,47

[3,80-5,30]

Hemoglobin

: 11,7

[14,0-18,0]

Hematokrit

: 35

[40-54]

MCV

: 78,30

[87,00-100]

MCH

: 26,20

[28,00-36,00]

MCHC

: 33,40

[31,00-37,00]

RDW

: 14

[10-16,5]

Trombosit

: 272

[150-450]

MPV

:5

[5-10]

Foto LLD dan BOF

Tak tampak step ledder patologis, Tampak udara bebas di luar usus
Kesimpulan: Pneumoperitonium

Hasil pemeriksaan : Bayangan gas usus terdist, Sampai cavum pelvis.


Kedua kontur ginjal normal, Hepar dan lien tak membesar
Tak nampak bayangan radio opaque sepanjang traktus urinarius
Tampak scoliosis.

DIAGNOSIS DAN TERAPI


Pneumoperitonium et causa Perforasi Gaster
Terapi :

Pasang Dk residu di selang

O2 nasal saturasi 80 ganti NRM 12 lpm sat 100%

Inf PZ loading 2000cc

Inj. Ondancetron 8mg kp muntah

Inj. Ranitidin 2x50 mg

Ceftriakson 2x1 mg

BAB II
PENDAHULUAN
Pneumoperitoneum

merupakan keadaan adanya udara bebas dalam cavum

peritoneum. Hal ini bisa disebabkan perforasi organ berongga abdomen akibat trauma tumpul
abdomen. Namun tidak semua peumoperitoneum disebabkan oleh karna perforasi,
pneumoperitonium juga biasa muncul setelah operasi abdomen dan akan sembuh dalam 3-6
hari post operasi dann dapat bertahan selama 24 hari setelah operasi 2. Pada suatu penelitian
yang dilakukan tahun 2012, di antara pasien dengan udara bebas, kausa predominannya
adalah perforasi viskus (41%) dan udara residual postoperatif (<8 hari) (37%).
Pneumoperitoneum pada voleme 15mmHg dapat menimbulkan gangguan hemodinamis yang
berbahaya. Maka itu perlu dilakukan diagnosis segera untuk menemukan sumber dari udara
bebas dan untuk menentukan planing tindakan dan terapi selanjutnya selanjutnya.
Pencitraan radiologi yang digunakan untuk mendeteksi pneumoperitoneum meliputi
foto polos abdomen dan thorax, USG, CT scan dan MRI yang dapat juga dilakukan dengan
kontras. Foto polos abdomen menjadi pencitraan utama pada akut abdomen, termasuk pada
perforasi viskus abdomen. Gambaran radiologi foto polos tergantung posisi, di mana posisi
terbaik adalah posisi lateral dekubitus kiri yang menunjukkan gambaran radiolusen antara
batas lateral kanan dari hepar dan permukaan peritoneum.
Pemeriksaan CT Scan merupakan gold standar pencitraan pneumoperitoneum. Pada
pencitraan MRI pneumoperitoneum terlihat sebagai area hipointens pada semua potongan
gambar. Pada pencitraan USG pneumoperitoneum tampak sebagai daerah linier peningkatan
ekogenisitas dengan artifak reverberasi atau Distal Ring Down. USG tidak dipertimbangkan
sebagai pemeriksaan definitive untuk menyingkirkan pneumoperitoneum.
Banyaknya pencitraan yang dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis
pneumoperitoneum tentunya membuat dokter harus mengetahui indikasi dan kontraindikasi
yang tepat pada setiap pasien. Selain itu juga penting untuk menyesuaikan dengan keadaan
pasien dan ekonomi pasien. Sehingga dokter pelu mengetahui pencitraan yang tepat guna
untuk pasien.

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anatomi Cavum Peritoneum
Peritoneum ialah membran serosa rangkap yang terbesar di dalam tubuh. Peritoneum
adalah mesoderm lamina lateralis yang tetap bersifat epitelial. Pada permulaan, mesoderm
merupakan dinding dari sepasang rongga yaitu coelom. Di antara kedua rongga terdapat
entoderm yang merupakan dinding enteron. Enteron didaerah abdomen menjadi usus. Kedua
rongga mesoderm, dorsal dan ventral usus saling mendekat, sehingga mesoderm tersebut
kemudian menjadi peritoneum. Peritoneum terdiri atas dua bagian utama yailu peritoneum
parietal, yang melapisi dinding rongga abdominal dan peritoneum viseral yang menyelaputi
semua organ yang bcrada di dalam rongga itu.

Lapisan peritonium dibagi menjadi 3, yaitu:


1. Lembaran yang menutupi dinding usus, disebut lamina visceralis
2. Lembaran yang melapisi dinding dalam abdomen disebut lamina parietalis.
3. Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina parietalis.

Kavum peritoneum dibagi menjadi kantung peritoneum besar dan kantung peritoneum
kecil. Kantung peritoneum besar merupakan mayoritas dari kavum peritoneum, sedangkan
kavum peritoneum kecil juga dikenal sebagai bursa oementum lebih kecil dan terletak di
bagian posterior perut dan omentum minus.
Kantong besar dibagi menjadi dua kompartement dengen mesenterium dari kolon
transversal. Kompartemen supra kolik terletak diatas kolon transfersal dan berisi gaster, hepar
dan spleen. Kompartemen infacolik terletak dibawah kolon transfersal dan berisi usus kecil,
kolon asendense dan desendesn. Kompartemen infrakolik dibagi lagi menjadi kavum
infrakolik kiri dank an dengan mesenterium dari usus kecil. Kompartemen supracolic dan
infracolic terhubung dengan terowongan paracolic yang terletak antara dinding perut
posterolateral dan aspek lateral kolon asendense dan desendense.

Kantung kecil atau omentum bursa, terletak di posterior gaster dan omentum minus.
Sehingga memeberi kemunkinan gaster untuk bergerak bebas terhadap struktur posterior dan
inferior. Bursa omentum terhubung dengan kantong besar melalui sebuah lubang didalam
bursa omentum, disebut foramen epiploika. Foramen epiplioka terletak posterior ke tepi
bebas dari omentum minus (ligamentum hepatoduodenal).

3.2 Pneumoperitoneum
3.2.1 Definisi

Pneumoperitoneum

merupakan

keadaan

dimana

terdapat

udara

bebas

terperangkap di rongga peritoneum. Hal ini disebabkan oleh perforasi organ berongga
akibat trauma tumpul abdomen. Namun, setiap viskus berlubang dapat menyebabkan
terjadinya pneumoperitoneum. Penyebab paling umum dari pneumoperitoneum adalah
perforasi viskus, perferosi ulcer, penyebab lain juga dapat berupa ulkus jinak, tumor dan
trauma. Pengecualian dari penyebab pneumoperitoneum adalah perforasi dari
appendicitis, karena jarang menyebabkan pneumoperitoneum. Ini biasanya muncul
dengan tanda-tanda dan gejala peritonitis. Tanda dan gejala berbagai penyebab perforasi
peritoneum mungkin seperti kaku perut, tidak ada bising usus, nyeri epigastrium atau
jatuh pada kondisi shock yang parah. Adanya gas subphrenic pad foto PA thorax
merupakan temuan radiologis yang paling umum. Namun tidak semua peumoperitoneum
disebabkan oleh karna perforasi, pneumoperitonium juga biasa muncul setelah operasi
abdomen dan akan sembuh dalam 3-6 hari post operasi dann dapat bertahan selama 24
haru setelah operasi.
Gambaran radiologi dari pneumoperitoneum penting karena kadang kadang
jumlah udara bebas dalam rongga peritoneal yang sedikit sering terlewatkan dan bisa
menyebabkan kematian. Imagin yang paling mudah untuk menemukan adanya
penumoperitoneum adalah foto rosen dada tegak atau posisi PA. dengan cara ini,
sesedikitnya 3-4 cc udara dapat divisualisasikan.

Gambar 1. Pneumoperitoneum dengan plain chest X-ray


3.2.2 Etiologi
Ada banyak penyebab untuk pneumoperitoneum dan bervariasi tergantung pada
usia. Pada neonatus, penyebab yang paling mungkin adalah perforasi lambung sekunder
necro tizing enterocolitis (NEC) atau obstruksi usus.. Selain itu, mungkin ada penyebab
iatrogenik, seperti perforasi dari tabung nasogastrik atau dari ventilasi mekanis.

Pada suatu penelitian yang dilakukan tahun 2012, di antara pasien dengan udara
bebas, kausa predominannya adalah perforasi viskus (41%) dan udara residual
postoperatif (<8 hari) (37%). Untuk pasien dengan perforasi viseral, hanya 45% didapati
udara bebas pada studi pencitraan, dan pada pasien-pasien ini, kausa predominannya
adalah ulkus peptikum (16%), diverticulitis (16%), trauma (14%), keganasan (14%),
iskemia usus (10%), apendisitis (6%), dan endoskopi (4%). Kemungkinan bahwa udara
bebas teridentifikasi pada studi pencitraan adalah 72% untuk perforasi ulkus peptikum,
57% untuk perforasi divertikulitis, namun hanya 8% untuk perforasi apendisitis. Sumber
udara bebas masif kemungkinan besar berasal dari perforasi gastroduodenal, usus halus,
atau kolon. Berikut ini penyebab-penyebab dari pneumoperitoneum:
1.

Gangguan dinding viskus berongga


Trauma tumpul atau penetrasi
Benda asing penyebab perforasi (thermometer rectum, dll)
Perforasi iatrogenik (laparoskopi, laparotomi, bocornya anastomosis bedah,
-

perforasi endoskopi, cedera ujung enema)


Penyakit-penyakit traktus gastrointestinal (perforasi ulkus peptikum, perforasi
apendiks, perforasi benda asing tertelan, diverticulitis, NEC dengan perforasi,
inflammatory bowel disease, obstruksi, ruptur pneumatosis cystoides

intestinalis , perforasi gaster idiopatik)


Melalui permukaan peritoneum
Manipulasi transperitoneal
Pemasangan kateter/biopsi abdomen
Kesalahan torakosentesis/pemasangan chest tube
Biopsi endoskopi
3. Perluasan dari toraks
Diseksi dari pneumomediastinum
Fistula bronchopleural
Cedera penetrasi abdomen
4. Melalui traktus genitalis wanita
Iatrogenic
Perforasi uterus/vagina
Culdocentesis
Rubin test (uji patensi tuba)
Pemeriksaan pelvis
Spontan
Intercourse, insuflasi orogenital
5. Intraperitoneal
Peritonitis penghasil gas
Ruptur abses
Udara di lesser peritoneal sac di skrotum (melalui prosesus vaginalis yang
2.

terbuka).

3.2.3 Manifestasi Klinis


Presentasi klinis pasien pneumoperitoneum bervariasi, tergantung pada penyebab
pneumoperitoneum. Penyebab yang ringan biasanya gejalanya asimtomatik, namun pasien
dapat mengalami nyeri abdomen samar akibat perforasi viskus abdomen. Selanjutnya bisa
berkembang menjadi peritonitis. Tanda dan gejala berbagai penyebab perforasi peritoneum
mungkin seperti kaku perut, tidak ada bising usus, nyeri epigastrium atau bisa sampai
mengalami syok.
3.2.4 Klasifikasi
Akumulasi gas abnormal intraabdomen diklasifikasikan berdasarkan lokasi
anatomis, yang sering menjadi kunci untuk diagnosis diferensial.
1. Gas ekstraluminal
Gas ekstraluminal dapat termasuk dalam pneumoperitoneum atau gas dalam abses
atau traktus berfistula. Gas dalam abses pelvis biasanya mengindikasikan bahwa abses
tersebut berasal dari gastrointestinal. Gas dalam abses pelvic inflammatory disease
(PID) jarang ditemui. Gas dalam paracolic gutter biasanya berhubungan dengan
perforasi gastrointestinal. Diverticulitis dapat menghasilkan gas ekstraluminal yang
terperangkap dalam mesenterium.
2. Gas intraluminal
Gas intraluminal dapat normal atau abnormal. Gas dapat berada intratumor (di dalam
neoplasma dalam hubungan dengan infeksi atau komunikasi usus), intramural, di
dalam loop usus yang paralisis, dalam divertikulum Meckel yang tersumbat (infeksi
sekunder), atau dalam sistem biliar. Gas intraluminal normal dapat dibedakan dengan
adanya gas di dalam lumen usus dalam hubungan dengan peristaltis yang tampak pada
fluoroskopi atau ultrasonografi.
3. Gas intraparenkimal
Di dalam vena porta, gas intraparenkimal kadang-kadang dapat dilihat pada
ultrasonografi real-time sebagai gas gelembung mikro (microbubbles) yang bergerak
melewati hepar atau sebagai akumulasi linear dari gas hiperlusen bercabang pada
bagian perifer hepar. Gas dapat tampak pada abses hepar. Diagnosis diferensial antara
mikroabses dan mikrokalsifikasi hepar mungkin sulit apabila dilihat dengan
ultrasonografi. Pada kebanyakan organ lain, gas intraparenkimal biasanya
mengindikasikan suatu abses.
4. Gas intratumoral
Gas intratumoral secara tipikal muncul di leimyoma atau leimyosarcoma gaster; pada
kasus seperti itu, gas dapat terlihat meluas dari lumen gaster ke dalam tumor. Gas

intratumoral dapat juga terlihat pada tumor hepar setelah kemoembolisasi; pada kasus
seperti itu, diferensiasi gas dari abses mungkin sulit dengan hanya penggunaan
gambar saja.
5. Gas intramural
Gas intramural dapat berhubungan dengan iskemia. Fitur ultrasonografi yang
bersifat khusus infeksi meliputi echo amplitude tinggi yang tidak berubah dengan posisi
pasien atau dengan peristaltis. Penebalan dinding usus sekitarnya sering terjadi. Crohns
disease dan infeksi cytomegalovirus adalah penyebab-penyebab gas intramural yang lebih
jarang.

3.3 Pencitraan radiologis Pneumoperitoneum


3.3.1 Foto polos
Pada pasien dengan suspect pneumoperitoneum, foto polos merupakan modalitas
diagnostik lini pertama. Hal ini dikarenakan kemudahan untuk melakukan dan
mendapatkan akses untuk foto dan harganya yang murah.
3.3.1.1 Foto Polos Thorax
Jenis foto yang dilakukan pertama berupa foto Thorax PA. Pasien
dianjurkan untuk duduk dulu 10-20 menit sebelum diambil fotonya, hal ini
dilakukan agar udara bebas intra abdominal dapat naik ke atas, dan berada di
bawah diaphragma. Pada hasil pemeriksaan, maka yang diharapkan adalah
mendapatkan gambaran radiolusen seperti udara dibawah hemidiaphragma.
Selain itu dapat diambil foto Thorax AP/Supine, foto ini dikerjakan pada
pasien dengan nyeri abdomen akut yang tidak bisa berdiri atau jika berdiri akan
bertambah nyeri. Foto dengan posisi supine ini dilakukan agar udara bebas intra
abdomen naik ke bawah hemidiaphragma. Hasil yang diharapkan ditemukan
gambaran Cupola sign, yaitu gambaran radiolusen seperti udara dibawah
hemidiaphragma.

Gambar 3.1 Foto Thorax PA. Tampak gambaran radiolusen di inferior diaphragma

3.3.1.1 Foto Polos Abdomen


Jenis foto yang berikutnya yaitu foto polos Abdomen. Foto ini dikerjakan
untuk membedakan bagian tubuh mana yang terdapat udara bebas intraperitoneal.
Foto radiologi dengan foto polos, proyeksi AP, tiga posisi; supine, semi errect,
RLD. Pada posisi semierrect, nampak anterior hepar lusen, dengan bentuk yang
oval (bentuk perihepatik), dan semilunar shadow (bayangan bulan sabit) pada
ruang antara hepar dan diafragma. Pada posisi RLD, tampak triangular sign.
Karena pada posisi miring, udara cenderung bergerak ke atas. Sehingga ia
mengisi ruang ruang di antara incisura dan dinding abdomen lateral. Jadilah
Nampak seperti segitigasegitiga (triangular) yang kecilkecil dan jumlahnya
banyak.
Teknik radiografi yang optimal penting pada kecurigaan preforasi
abdomen. Paling tidak diambil 2 radiografi, meliputi radiografi abdomen posisi
supine dan foto dada posisi erect atau left lateral dekubitus. Udara bebas
walaupun dalam jumlah yang sedikit dapat terdeteksi pada foto polos. Pasien
tetap berada pada posisi tersebut selama 5-10 menit sebelum foto diambil.
Pada posisi lateral dekubitus kiri, didapatkan radiolusen antara batas
lateral kanan dari hepar dan permukaan peritoneum. Pada posisi lateral dekubitus
kanan, tampak triangular sign seperti segitiga (triangular) yang kecil-kecil dan
berjumlah banyak karena pada posisi miring, udara cenderung bergerak ke atas

sehingga udara mengisi ruang-ruang di antara incisura dan dinding abdomen


lateral. Pada proyeksi abdomen supine, berbagai gambaran radiologi dapat
terlihat yang meliputi falciform ligament sign dan Rigler`s sign.
Proyeksi yang paling baik adalah lateral dekubitus kiri dimana udara
bebas dapat terlihat antara batas lateral kanan dari hati dan permukaan
peritoneum dan dapat digunakan untuk setiap pasien yang sangat sakit.

Gambar 3.2 Foto abdomen posisi supine, foto dada posisi erect dan left lateral dekubitus (LLD)

Tanda

peritoneum

pada

foto

polos

diklasifikasikan

pneumoperitoneum kecil dan pneumoperitoneum dalam

menjadi

jumlah besar yang

berkaitan dengan lebih dari 1000 ml udara bebas. Gambaran pneumoperitoneum


dengan udara dalam jumlah besar antara lain:

Football sign, yang biasanya menggambarkan pengumpulan udara di


dalam kantung dalam jumlah besar sehingga udara tampak membungkus
seluruh kavum abdomen, mengelilingi ligamen falsiformis sehingga
memberi jejak seperti bola sepak.

Gambar 3.3 Football sign. Tampak udara masif mengisi ruang abdomen hingga tampak seperti bola rugby

Gas-relief sign, Rigler sign, dan double wall sign yang memvisualisasikan
dinding terluar lingkaran usus disebabkan udara di luar lingkaran usus
dan udara normal intralumen.

Gambar 3.4 Riglers sign. Tampak rambaran raqioopaque pada permukaan luminal dinding usus (panah hijau)
dan permukaan peritonealnya (panah putih)

Pneumoperitoneum, tampak udara bebas atau cairan di dalam rongga


peritoneum dan dilatasi usus yang persisten. Gambaran ini merupakan isyarat
untuk melakukan tindakan bedah. Evaluasi penyakit dilakukan dengan membuat
foto serial dengan interval waktu 12-24 jam. Jika terdapat perbaikan dianjurkan
membuat foto setiap 7-10 hari. Beberapa minggu-bulan sesudah bayi
dipulangkan dalam keadaan sembuh dapat terjadi obstruksi karena striktur pada
usus yang terkena.

Udara bebas intraperitoneal tidak terlihat pada sekitar 20-30% yang lebih
disebabkan karena standardisasi yang rendah dan teknik yang tidak adekuat. Foto
polos abdomen menjadi pencitraan utama pada akut abdomen, termasuk pada
perforasi viskus abdomen. Udara sesedikit 1 ml dapat dideteksi dengan foto
polos, baik foto torak posisi berdiri atau foto abdomen posisi left lateral
decubitus.

Gambar 3.5 Foto Abdomen Left Lateral Decubitus - Pneumoperitoneum

Tidak jarang, pasien dengan akut abdomen dan dicurigai mengalami


perforasi tidak menunjukkan udara bebas pada foto polos abdomen. Sebagai
tambahan pemeriksaan, sekitar 50 ml kontras terlarut air diberikan secara oral
atau lewat NGT pada pasien dengan posisi berbaring miring ke kanan.
3.3.2 Ultrasonography
Pemeriksaan USG juga dapat dilakukan jika ada kontraindikasi pada pemeriksan
foto polos pasien suspek pneumoperitoneum, seperti pada ibu hamil. USG juga lebih
direkomendasikan pada pasien neonatus dan anak-anak. Pada hasil pemeriksaan,
pneumoperitoneum tampak sebagai area dimana terjadi peningkatan echogenitas dengan
dengung artefak. Koleksi udara bebas yang terlokalisasi karena perforasi usus juga bisa
tampak bila ada abnormalitas lain yang tampak seperti penebalan dinding usus.
Pada pencitraan USG, pneumoperitoneum tampak sebagai daerah linier
peningkatan ekogenisitas dengan artifak reverberasi atau distal ring down. Pengumpulan
udara terlokalisir berkaitan dengan perforasi usus dapat dideteksi, terutama jika
berdekatan dengan abnormalitas lainnya, seperti penebalan dinding usus. Dibandingkan

dengan foto polos abdomen, ultrasonografi memiliki keuntungan dalam mendeteksi


kelainan lain, seperti cairan bebas intraabdomen dan massa inflamasi.
Persiapan USG abdomen:
i.

Puasa Makan 8-12 jam

ii.

Tahan miksi

Gambar 3.6 Tampak artefak berbentuk komet karena udara bebas di ruang subphrenic anterior dan menyebabkan
muncul bayangan (Tanda panah, gambar kiri). Tampak dilatasi usus halus dengan adanya sedikit cairan antar usus.

Tetapi, kekurangan penggunaan USG yaitu kesulitan membedakan udara bebas


intraabdominal dengan udara intraluminal usus. Selain itu, tanda-tanda sonografik
khusus untuk udara bebas intraabdominal juga terbatas. Salah satu tandanya yaitu
munculnya comet-tail appearance yang disebabkan peningkatan echogenitas disertai
dengung artifactual posterior.
USG tersedia hampir di semua center, lebih tidak mahal dibanding CT, dan
bernilai terutama pada pasien dimana radiasi menjadi masalah seperti pada anak-anak,
wanita hamil, dan usia reproduktif. Namun, US sangat tergantung pada kepandaian
operator, dan terbatas penggunaannya pada orang obesitas dan yang memiliki udara intra
abdomen dalam jumlah besar. USG tidak dipertimbangkan sebagai pemeriksaan definitif
untuk menyingkirkan pneumoperitoneum.
Gambaran yang dapat mengimitasi pneumoperitoneum meliputi bayangan sebuah
costa, artifak ring-down dari paru yang terisi udara, dan udara kolon anterior yang
interposisi terhadap liver. Udara di kuadran kanan atas dapat keliru dengan kolesistitis
emfisematosa, kalsifikasi mural, kalsifikasi vesika fellea, vesika fellea porselen,
adenomiosis, udara di dalam abses, tumor, udara bilier, atau udara di dalam vena porta.

Udara intraperitoneal sering sulit dideteksi daripada udara di lokasi abnormal karena
udara intralumen di sekitar. Namun, bahkan sejumlah kecil udara bebas dapat dideteksi
secara anterior atau anterolateral diantara dinding abdomen dan dekat liver, dimana
lingkaran usus biasanya tidak ditemukan. Sulit untuk membedakan udara ekstralumen
dengan udara intramural atau intraluminal.
3.3.3 CT Scan
CT Scan merupakan gold standard dalam mendeteksi pneumoperitoneum. Tetapi,
modalitas CT Scan jarang digunakan untuk pasien dengan suspek pneumoperitoneum
karena harganya yang cukup mahal dan ada foto polos yang sudah bisa menunjang
diagnosis pneumoperitoneum. Dalam pemeriksaan CT, pasien diposisikan supine
sehingga udara bebas intra abdomen dapat naik ke bagian anterior dan dapat dibedakan
dengan udara di usus. CT juga dapat mendeteksi udara bebas walaupun hanya sedikit.
Namun, CT tidak selalu dapat menbedakan antara pneumoperitoneum yang disebabkan
oleh kondisi benigna atau kondisi lain yang membutuhkan operasi segera.
Pneumoperitoneum dengan udara di anterior kadang sulit dibedakan dengan udara pada
usus yang dilatasi. Sebagai tambahan, dengan CT sulit untuk melokalisasi perforasi,
adanya udara bebas pada peritoneum merupakan temuan nonspesifik. Hal ini dapat
disebabkan oleh perforasi usus, paska operasi, atau dialisis peritoneal.

Gambar 3.5 Tampak udara bebas diatas hepar dan usus (tanda panah merah) Ligamen falciform
tampak dikelilingi udara disekitarnya (tanda panah putih).

Pada CT dan radiologi konvensional, kontras oral digunakan untuk


mengopasitaskan lumen GIT dan memperlihatkan adanya kebocoran. Pemeriksaan
kontras dapat mendeteksi adanya kebocoran kontras melalui dinding usus yang

mengalami perforasi; namun, dengan adanya ulkus duodenum perforasi dengan cepat
ditutupi oleh omentum sehingga bisa tidak terjadi ekstravasasi kontras.

Gambar 3.6 CT Scan dengan kontras melalui liver menunjukkan kumpulan udara bebas di
anterior liver.

3.5 Tatalaksana dan Prognosis


Prinsip tatalaksana dan prognosis tergantung dari penyebab utamanya. Ketika
seorang pasien diduga mengalami pneumoperitoneum, langkah pertama dalam
pengobatan adalah mencari tahu penyebabnya, untuk pendekatan pengobatan yang tepat.
Ini membutuhkan pemeriksaan diagnostik tambahan selain anamnesa pasien. Dalam
beberapa kasus, pengobatan konservatif adalah yang terbaik, dengan dokter menunggu
dan melihat lebih teliti untuk melihat apakah tubuh pasien mampu menghilangkan gas
sendiri. Jika pneumoperitoneum adalah komplikasi dari infeksi, maka operasi untuk
memperbaiki masalah ini diperlukan secepat mungkin. Perforasi dan infeksi dengan
cepat dapat menyebabkan kematian dengan segera.

BAB III
KESIMPULAN
1. Pneumoperitoneum merupakan keadaan dimana terdapat udara bebas terperangkap di
rongga peritoneum, yang sebagian besar disebabkan oleh perforasi organ berongga
(terutama viscus) akibar tauma.
2. Pneumoperitoneum dapat dideteksi menggunakan pemeriksaan radiologis seperti foto
polos abdomen, CT scan dan Ultrasonografi.
3. Foto polos merupakan modalitas diagnosis lini pertama dengan foto thorax PA. Hasil
pemeriksaan diharapkan terdapat adanya radiolusen seperti udara dibawah
hemidiafragma
4. Foto polos abdomen juga dapat dilakukan, diharapkan dapat menemukan udara bebas
intraperitoneal. Pada daerah usus hasil yang diharapkan adalah menemukan Riglers
sign atau double wall sign. Pada pneumoperitoneum yang masif, dapat ditemukan
gambaran Football sign.
5. Pemeriksaan USG dilakukan jika ada kontraindikasi pada pemeriksan foto polos.
Hasilnya akan tampak area dengan peningkatan echogenitas dan dengung artefak.
6. CT Scan merupakan gold standard dalam mendeteksi pneumoperitoneum. Pasien
diposisikan supine sehingga udara ke bagian anterior dan dapat dibedakan dengan
udara di usus. CT juga dapat mendeteksi udara bebas walaupun hanya sedikit.

DAFTAR PUSTAKA
Abdominal X-rays made easy. 2nd edition, James D. Begg Churchill
Livingstone, Elsevier, 2015
Blaivas M, Kirkpatrick AW, Rodriguez-Galvez M, Ball CG. Sonographic
depiction of intraperitoneal free air. J Trauma. 2009 Sep; 67(3):675.

Breen ME, Dorfman M, Chan SB: Pneumoperitoneum without peritonitis: a


case report. Am J Emerg Med 2013, 26:841. e1-2
Gayer G, Jonas T, Apter S. Postoperative pneumoperitoneum as detected by CT:
prevalence, duration, and relevant factors affecting its possible significance. Abdom
Imaging. 2012 May-Jun. 25(3):301-5.
Lee DH, Lim JH, Ko YT, Yoon Y. Sonographic detection of pneumoperitoneum
in patients with acute abdomen. AJR Am J Roentgenol. 2011 Jan; 154(1):107-9.
Kasznia-Brown J, Cook C. Radiological signs of pneumoperitoneum: a pictorial
review. Br J Hosp Med (Lond). 2007;67 (12): 634-9.
Mansjoer , Arif, dkk. 2014. Bedah Digestif. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2
Edisi Ketiga (pp 240-252). Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Mettler, Fred A., Department of Radiology, New Mexico Federal Regional
Medical Center. Essensial of Radiology. Elsevier. 2011.
Muradali D, Wilson S, Burns PN, Shapiro H, Hope-Simpson D. A specific sign
of pneumoperitoneum on sonography: enhancement of the peritoneal stripe. AJR Am J
Roentgenol. 2009 Nov; 173(5):1257-62.
ONeill,
Katie.
2014.

The

Peritoneal

Cavity.

http://teachmeanatomy.info/abdomen/areas/peritoneal-cavity/. Diakses pada tanggal 24


Juli 2016, pukul 14.00.
Patel, PR. 2005. Lecture Notes Radiologi Edisi Kedua. Pneumoperitoneum.
Erlangga. Jakarta. p . 133
Pearce, Evelyn. C. (2014); Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis,.
PT.GramediaPustaka Utama, Jakarta.
Pranacipta S. Skill-Lab Radiologi. 15 Desember 2010. Diunduh dari:
http://ml.scribd.com/doc/49466773/skill-lab-ketrampilan-radiologi
Silberberg , Phillip. 2012. Pneumoperitoneum. Kentucky, USA
Rasad S. Radiologi Diagnostik. Edisi 2. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. 2013.
Hal: 405, 415.
Weerakkody

Y,

Jones

et

al.

Pneumoperitoneum.

http://radiopaedia.org/articles/pneumoperitoneum

Diunduh

dari:

Anda mungkin juga menyukai