STASE RADIOLOGI
PNEUMOPERITONEUM
Oleh:
PUTRI SHOLIH DEWI IRDIANTI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2016
BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Nama
: Ny. S
Umur
: 65 th
Nomor ID/Reg
: 30.00.65
Jenis kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Pekerjaan
: IRT
Suku
: Jawa
Pendidikan terakhir
:-
Status Kawin
: Menikah
Alamat
Tanggal Masuk
: 21 Juli 2016
: Nyeri perut
RPS
: Pasien datang dengan keluhan nyeri seluruh lapang abdomen, sebelumnya nyeri
perut di ulu hati sampai menembus belakang sejak 3 hari. Pasien juga mengeluh belum BAB
sejak 2 hari, tidak bisa kentut sejak 1 hari perut terasa sebah, nafsu makan menurun sejak 2
hari yang lalu.
RPD: DM (-) Ht (-)
RPK: -
Tensi
Nadi
Suhu
Nafas
: 70/55 mmHg
: 190 x/menit
: 38,5 C
: 40 /menit
PRIMARY SURVEY
A: clear
E: temp 38,5 C
SECONDARY SURVEY
GCS 222
Kepala/Leher : anemis-/ikterik/cyanosis-/dyspneuThorax
: sim, ret-/- P: ves/ves, rh +/+, wh -/- c:S1S2 tunggal, murmur-,
gallop-
Cor
:
Inspeksi : Palpasi : Perkusi : Auskultasi : S1 S2 tunggal, ES - / Gallop - / Murmur Abdomen
:
Inspeksi : perut rata, distensi(+), pelebaran vena colateral (-) massa (-), caput
meduse (-)
Auskultasi : Bising usus : turun-menghilang
Palpasi : defans muskular, hepar lien tak teraba perbesaran, ginjal tidak teraba,
nyeri tekan seluruh lapang abdomen (+) , nyeri tekan lepas (+) opturatore sign
(-) psoas sign (-)
Perkusi : timpati (+) pekak hepar menghilang
RT
massa (-), lendir (-), Feses (+), nyeri tekan seluruh arah
Extrimitas
: anemis ikterik edema -, akral dingin basah pucat
: tonus sfingter ani(-), tonus otot rectum (+), mukosa licin (+), darah (-
INITIAL ASSESSMENT
Colic Abdomen
Septic Syock
PLANING DIAGNOSIS
Darah lengkap
Serum elektrolit
Foto BOF dan LLD
Liver Function Test
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Kalium serum
: 5,5
[3,6-5,5]
Natrium serum
: 137,3
[135-155]
Clorida serum
: 95,6
[70-108]
Urea
: 63
[10-50]
Serum Kreatinin
: 17
[0,8-1,5]
Lekosit
: 13
[4,0-11,0]
Neutropil
: 71
[49,0-67,0]
Limposit
: 9,3
[25,0-33,0]
Monosit
: 16
[3,0-7,0]
Eosinofil
: 0,4
[1,0-2,0]
Basofil
: 7,8
[0,0-1,0]
Eritrosit
: 4,47
[3,80-5,30]
Hemoglobin
: 11,7
[14,0-18,0]
Hematokrit
: 35
[40-54]
MCV
: 78,30
[87,00-100]
MCH
: 26,20
[28,00-36,00]
MCHC
: 33,40
[31,00-37,00]
RDW
: 14
[10-16,5]
Trombosit
: 272
[150-450]
MPV
:5
[5-10]
Tak tampak step ledder patologis, Tampak udara bebas di luar usus
Kesimpulan: Pneumoperitonium
Ceftriakson 2x1 mg
BAB II
PENDAHULUAN
Pneumoperitoneum
peritoneum. Hal ini bisa disebabkan perforasi organ berongga abdomen akibat trauma tumpul
abdomen. Namun tidak semua peumoperitoneum disebabkan oleh karna perforasi,
pneumoperitonium juga biasa muncul setelah operasi abdomen dan akan sembuh dalam 3-6
hari post operasi dann dapat bertahan selama 24 hari setelah operasi 2. Pada suatu penelitian
yang dilakukan tahun 2012, di antara pasien dengan udara bebas, kausa predominannya
adalah perforasi viskus (41%) dan udara residual postoperatif (<8 hari) (37%).
Pneumoperitoneum pada voleme 15mmHg dapat menimbulkan gangguan hemodinamis yang
berbahaya. Maka itu perlu dilakukan diagnosis segera untuk menemukan sumber dari udara
bebas dan untuk menentukan planing tindakan dan terapi selanjutnya selanjutnya.
Pencitraan radiologi yang digunakan untuk mendeteksi pneumoperitoneum meliputi
foto polos abdomen dan thorax, USG, CT scan dan MRI yang dapat juga dilakukan dengan
kontras. Foto polos abdomen menjadi pencitraan utama pada akut abdomen, termasuk pada
perforasi viskus abdomen. Gambaran radiologi foto polos tergantung posisi, di mana posisi
terbaik adalah posisi lateral dekubitus kiri yang menunjukkan gambaran radiolusen antara
batas lateral kanan dari hepar dan permukaan peritoneum.
Pemeriksaan CT Scan merupakan gold standar pencitraan pneumoperitoneum. Pada
pencitraan MRI pneumoperitoneum terlihat sebagai area hipointens pada semua potongan
gambar. Pada pencitraan USG pneumoperitoneum tampak sebagai daerah linier peningkatan
ekogenisitas dengan artifak reverberasi atau Distal Ring Down. USG tidak dipertimbangkan
sebagai pemeriksaan definitive untuk menyingkirkan pneumoperitoneum.
Banyaknya pencitraan yang dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis
pneumoperitoneum tentunya membuat dokter harus mengetahui indikasi dan kontraindikasi
yang tepat pada setiap pasien. Selain itu juga penting untuk menyesuaikan dengan keadaan
pasien dan ekonomi pasien. Sehingga dokter pelu mengetahui pencitraan yang tepat guna
untuk pasien.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anatomi Cavum Peritoneum
Peritoneum ialah membran serosa rangkap yang terbesar di dalam tubuh. Peritoneum
adalah mesoderm lamina lateralis yang tetap bersifat epitelial. Pada permulaan, mesoderm
merupakan dinding dari sepasang rongga yaitu coelom. Di antara kedua rongga terdapat
entoderm yang merupakan dinding enteron. Enteron didaerah abdomen menjadi usus. Kedua
rongga mesoderm, dorsal dan ventral usus saling mendekat, sehingga mesoderm tersebut
kemudian menjadi peritoneum. Peritoneum terdiri atas dua bagian utama yailu peritoneum
parietal, yang melapisi dinding rongga abdominal dan peritoneum viseral yang menyelaputi
semua organ yang bcrada di dalam rongga itu.
Kavum peritoneum dibagi menjadi kantung peritoneum besar dan kantung peritoneum
kecil. Kantung peritoneum besar merupakan mayoritas dari kavum peritoneum, sedangkan
kavum peritoneum kecil juga dikenal sebagai bursa oementum lebih kecil dan terletak di
bagian posterior perut dan omentum minus.
Kantong besar dibagi menjadi dua kompartement dengen mesenterium dari kolon
transversal. Kompartemen supra kolik terletak diatas kolon transfersal dan berisi gaster, hepar
dan spleen. Kompartemen infacolik terletak dibawah kolon transfersal dan berisi usus kecil,
kolon asendense dan desendesn. Kompartemen infrakolik dibagi lagi menjadi kavum
infrakolik kiri dank an dengan mesenterium dari usus kecil. Kompartemen supracolic dan
infracolic terhubung dengan terowongan paracolic yang terletak antara dinding perut
posterolateral dan aspek lateral kolon asendense dan desendense.
Kantung kecil atau omentum bursa, terletak di posterior gaster dan omentum minus.
Sehingga memeberi kemunkinan gaster untuk bergerak bebas terhadap struktur posterior dan
inferior. Bursa omentum terhubung dengan kantong besar melalui sebuah lubang didalam
bursa omentum, disebut foramen epiploika. Foramen epiplioka terletak posterior ke tepi
bebas dari omentum minus (ligamentum hepatoduodenal).
3.2 Pneumoperitoneum
3.2.1 Definisi
Pneumoperitoneum
merupakan
keadaan
dimana
terdapat
udara
bebas
terperangkap di rongga peritoneum. Hal ini disebabkan oleh perforasi organ berongga
akibat trauma tumpul abdomen. Namun, setiap viskus berlubang dapat menyebabkan
terjadinya pneumoperitoneum. Penyebab paling umum dari pneumoperitoneum adalah
perforasi viskus, perferosi ulcer, penyebab lain juga dapat berupa ulkus jinak, tumor dan
trauma. Pengecualian dari penyebab pneumoperitoneum adalah perforasi dari
appendicitis, karena jarang menyebabkan pneumoperitoneum. Ini biasanya muncul
dengan tanda-tanda dan gejala peritonitis. Tanda dan gejala berbagai penyebab perforasi
peritoneum mungkin seperti kaku perut, tidak ada bising usus, nyeri epigastrium atau
jatuh pada kondisi shock yang parah. Adanya gas subphrenic pad foto PA thorax
merupakan temuan radiologis yang paling umum. Namun tidak semua peumoperitoneum
disebabkan oleh karna perforasi, pneumoperitonium juga biasa muncul setelah operasi
abdomen dan akan sembuh dalam 3-6 hari post operasi dann dapat bertahan selama 24
haru setelah operasi.
Gambaran radiologi dari pneumoperitoneum penting karena kadang kadang
jumlah udara bebas dalam rongga peritoneal yang sedikit sering terlewatkan dan bisa
menyebabkan kematian. Imagin yang paling mudah untuk menemukan adanya
penumoperitoneum adalah foto rosen dada tegak atau posisi PA. dengan cara ini,
sesedikitnya 3-4 cc udara dapat divisualisasikan.
Pada suatu penelitian yang dilakukan tahun 2012, di antara pasien dengan udara
bebas, kausa predominannya adalah perforasi viskus (41%) dan udara residual
postoperatif (<8 hari) (37%). Untuk pasien dengan perforasi viseral, hanya 45% didapati
udara bebas pada studi pencitraan, dan pada pasien-pasien ini, kausa predominannya
adalah ulkus peptikum (16%), diverticulitis (16%), trauma (14%), keganasan (14%),
iskemia usus (10%), apendisitis (6%), dan endoskopi (4%). Kemungkinan bahwa udara
bebas teridentifikasi pada studi pencitraan adalah 72% untuk perforasi ulkus peptikum,
57% untuk perforasi divertikulitis, namun hanya 8% untuk perforasi apendisitis. Sumber
udara bebas masif kemungkinan besar berasal dari perforasi gastroduodenal, usus halus,
atau kolon. Berikut ini penyebab-penyebab dari pneumoperitoneum:
1.
terbuka).
intratumoral dapat juga terlihat pada tumor hepar setelah kemoembolisasi; pada kasus
seperti itu, diferensiasi gas dari abses mungkin sulit dengan hanya penggunaan
gambar saja.
5. Gas intramural
Gas intramural dapat berhubungan dengan iskemia. Fitur ultrasonografi yang
bersifat khusus infeksi meliputi echo amplitude tinggi yang tidak berubah dengan posisi
pasien atau dengan peristaltis. Penebalan dinding usus sekitarnya sering terjadi. Crohns
disease dan infeksi cytomegalovirus adalah penyebab-penyebab gas intramural yang lebih
jarang.
Gambar 3.1 Foto Thorax PA. Tampak gambaran radiolusen di inferior diaphragma
Gambar 3.2 Foto abdomen posisi supine, foto dada posisi erect dan left lateral dekubitus (LLD)
Tanda
peritoneum
pada
foto
polos
diklasifikasikan
menjadi
Gambar 3.3 Football sign. Tampak udara masif mengisi ruang abdomen hingga tampak seperti bola rugby
Gas-relief sign, Rigler sign, dan double wall sign yang memvisualisasikan
dinding terluar lingkaran usus disebabkan udara di luar lingkaran usus
dan udara normal intralumen.
Gambar 3.4 Riglers sign. Tampak rambaran raqioopaque pada permukaan luminal dinding usus (panah hijau)
dan permukaan peritonealnya (panah putih)
Udara bebas intraperitoneal tidak terlihat pada sekitar 20-30% yang lebih
disebabkan karena standardisasi yang rendah dan teknik yang tidak adekuat. Foto
polos abdomen menjadi pencitraan utama pada akut abdomen, termasuk pada
perforasi viskus abdomen. Udara sesedikit 1 ml dapat dideteksi dengan foto
polos, baik foto torak posisi berdiri atau foto abdomen posisi left lateral
decubitus.
ii.
Tahan miksi
Gambar 3.6 Tampak artefak berbentuk komet karena udara bebas di ruang subphrenic anterior dan menyebabkan
muncul bayangan (Tanda panah, gambar kiri). Tampak dilatasi usus halus dengan adanya sedikit cairan antar usus.
Udara intraperitoneal sering sulit dideteksi daripada udara di lokasi abnormal karena
udara intralumen di sekitar. Namun, bahkan sejumlah kecil udara bebas dapat dideteksi
secara anterior atau anterolateral diantara dinding abdomen dan dekat liver, dimana
lingkaran usus biasanya tidak ditemukan. Sulit untuk membedakan udara ekstralumen
dengan udara intramural atau intraluminal.
3.3.3 CT Scan
CT Scan merupakan gold standard dalam mendeteksi pneumoperitoneum. Tetapi,
modalitas CT Scan jarang digunakan untuk pasien dengan suspek pneumoperitoneum
karena harganya yang cukup mahal dan ada foto polos yang sudah bisa menunjang
diagnosis pneumoperitoneum. Dalam pemeriksaan CT, pasien diposisikan supine
sehingga udara bebas intra abdomen dapat naik ke bagian anterior dan dapat dibedakan
dengan udara di usus. CT juga dapat mendeteksi udara bebas walaupun hanya sedikit.
Namun, CT tidak selalu dapat menbedakan antara pneumoperitoneum yang disebabkan
oleh kondisi benigna atau kondisi lain yang membutuhkan operasi segera.
Pneumoperitoneum dengan udara di anterior kadang sulit dibedakan dengan udara pada
usus yang dilatasi. Sebagai tambahan, dengan CT sulit untuk melokalisasi perforasi,
adanya udara bebas pada peritoneum merupakan temuan nonspesifik. Hal ini dapat
disebabkan oleh perforasi usus, paska operasi, atau dialisis peritoneal.
Gambar 3.5 Tampak udara bebas diatas hepar dan usus (tanda panah merah) Ligamen falciform
tampak dikelilingi udara disekitarnya (tanda panah putih).
mengalami perforasi; namun, dengan adanya ulkus duodenum perforasi dengan cepat
ditutupi oleh omentum sehingga bisa tidak terjadi ekstravasasi kontras.
Gambar 3.6 CT Scan dengan kontras melalui liver menunjukkan kumpulan udara bebas di
anterior liver.
BAB III
KESIMPULAN
1. Pneumoperitoneum merupakan keadaan dimana terdapat udara bebas terperangkap di
rongga peritoneum, yang sebagian besar disebabkan oleh perforasi organ berongga
(terutama viscus) akibar tauma.
2. Pneumoperitoneum dapat dideteksi menggunakan pemeriksaan radiologis seperti foto
polos abdomen, CT scan dan Ultrasonografi.
3. Foto polos merupakan modalitas diagnosis lini pertama dengan foto thorax PA. Hasil
pemeriksaan diharapkan terdapat adanya radiolusen seperti udara dibawah
hemidiafragma
4. Foto polos abdomen juga dapat dilakukan, diharapkan dapat menemukan udara bebas
intraperitoneal. Pada daerah usus hasil yang diharapkan adalah menemukan Riglers
sign atau double wall sign. Pada pneumoperitoneum yang masif, dapat ditemukan
gambaran Football sign.
5. Pemeriksaan USG dilakukan jika ada kontraindikasi pada pemeriksan foto polos.
Hasilnya akan tampak area dengan peningkatan echogenitas dan dengung artefak.
6. CT Scan merupakan gold standard dalam mendeteksi pneumoperitoneum. Pasien
diposisikan supine sehingga udara ke bagian anterior dan dapat dibedakan dengan
udara di usus. CT juga dapat mendeteksi udara bebas walaupun hanya sedikit.
DAFTAR PUSTAKA
Abdominal X-rays made easy. 2nd edition, James D. Begg Churchill
Livingstone, Elsevier, 2015
Blaivas M, Kirkpatrick AW, Rodriguez-Galvez M, Ball CG. Sonographic
depiction of intraperitoneal free air. J Trauma. 2009 Sep; 67(3):675.
The
Peritoneal
Cavity.
Y,
Jones
et
al.
Pneumoperitoneum.
http://radiopaedia.org/articles/pneumoperitoneum
Diunduh
dari: