PNEUMOPERITONEUM
Disusun oleh:
Arrum Anggaeni 406172124
Kathrine Chia 406172093
Pembimbing :
dr. Rokhmad Widiatma, Sp.Rad
Gambar 1.
Gambar visera abdomen dan refleksi peritoneum mayor
(Diambil dari Diagnostic imaging abdomen)
2.3 Definisi Pneumoperitoneum
Pneumoperitoneum adalah gambaran udara bebas / free air pada
intraperitoneal / kavum peritoneum. Normalnya udara tidak terdapat pada kavum
peritoneum, ekstraperitoneal, dinding usus, maupun sistem bilier. Pemeriksaan foto
polos abdomen maupun thoraks dapat mendeteksi adanya udara bebas / free air
intrapertioneal, namun apabila jumlahnya sedikit hanya dapat terdeteksi pada
pemeriksaan CT – Scan. Sebagian kasus pneumoperitoneum merupakan kasus yang
tidak berbahaya, akan tetapi sering juga merupakan indikasi bedah emergensi untuk
menangani perforasi organ berongga intraabdomen.1,4
2.4 Etiologi
Penyebab yang paling umum pneumoperitoneum adalah perforasi organ
berongga abdomen, terutama perforasi ulkus peptikum, pecahnya divertikular,
tumor, trauma iatrogenik, maupun trauma tumpul abdomen. Pneumoperitoneum
bisa juga terjadi setelah proses pembedahan abdomen, manipulasi transperitoneal,
maupun needle biopsi pada abdomen. Penyebab yang lain bisa berhubungan dengan
kelainan pada thoraks seperti diseksi pneumomediastinum. Pneumoperitoneum
juga dapat disebabkan masuknya udara melalui traktus genitalia wanita.4,6
Penyebab pneumoperitoneum juga tergantung pada usia. Pada neonatus
sering disebabkan oleh perforasi usus sebagai efek sekunder pada kasus
enterokolitis nekrotikans dan ileus obstruktif. Juga bisa disebabkan iatrogenik
misalnya pada perforasi gaster oleh karena nasogastric tube maupun ventilasi
mekanik.4,6
Pada bayi dan anak – anak pneumoperitoneum juga dapat disebabkan oleh
trauma tumpul abdomen yang menyebabkan ruptur organ berongga, trauma
penetrasi, perforasi traktus gastrointestinal (ulkus peptikum, stress ulcer, kolitis
ulseratif dengan toksik megakolon, Crohn disease, ileus obstruktif), terapi steroid,
infeksi pada peritoneum oleh organisme penghasil gas atau oleh karena ruptur
abses.6
Gambaran pneumoperitoneum pada pasien dengan nyeri abdomen akut
merupakan tanda yang penting, karena lebih dari 90 % penyebab
pneumoperitoneum akan membutuhkan tindakan pembedahan segera.
Pneumoperitoneum juga dapat timbul pada 60 % pasien paska laparoromi. Pada
sebagian besar pasien ini free air akan diserap dalam waktu 5 – 7 hari, namun sering
pula free air baru diserap semua pada hari ke 24 paska laparotomi.4
2.6 Diagnosis
Temuan gas bebas intraperitoneal biasanya diasosiasikan dengan perforasi
dari viskus berongga dan membutuhkan intervensi bedah dengan segera. anamnesis
menyeluruh dan pemeriksaan fisik tetap yang paling penting dalam menegakkan
diagnosa pneumoperitoneum.
Cara terbaik untuk mendiagnosis udara bebas adalah dengan cara foto polos
Thorax erect. Udara akan terlihat tepat di bawah hemidiaphragma, sela antara
diafragma dan hati. Jika foto polos Thorax erect tidak dapat dilakukan, maka pasien
ditempatkan di sisi kanan posisi dekubitus dan udara dapat dilihat sela antara hati
dan dinding perut. Foto polos, jika benar dilakukan, dapat mendiagnosa udara
bebas di peritoneum. Computed Tomography bahkan lebih sensitif dalam diagnosis
pneumoperitoneum. CT dianggap sebagai standar kriteria dalam penilaian
pneumoperitoneum. CT dapat memvisualisasikan jumlah ≥5 cm³ udara atau gas.6
2.7 Pencitraan
2.7.1 Gambaran Foto Polos Radiologis
Pemeriksaan radiografi yang optimal sangat penting, pada kecurigaan
adanya perforasi organ intra abdomen. Pemeriksaan foto polos untuk mendeteksi
adanya pneumoperitoneum adalah foto thoraks posisi tegak, foto polos abdomen,
posisi supine, erek / tegak, dan left lateral dekubitus
Pemeriksaan X- foto polos abdomen dan thoraks dapat memberikan
gambaran pneumoperitoneum pada 75 – 80 % kasus perforasi organ berongga
abdomen. Dengan teknik yang benar, 76 % kasus pneumoperitoneum dapat
terdeteksi pada X- foto posisi erek, sedangkan bila ditambahkan posisi left lateral
dekubitus dapat mendeteksi 90 % kasus.
Pada foto polos abdomen atau foto Thorax posisi erect, terdapat gambaran
udara (radiolusen) b erupa daerah berbentuk bulan sabit (Semilunar Shadow)
diantara diafragma kanan dan hepar atau diafragma kiri dan lien. Juga bisa tampak
area lusen bentuk oval (perihepatik) di anterior hepar.
Posisi left lateral dekubitus lebih sensitif dalam mendeteksi free air yang
berada antara tepi bebas hepar dan dinding lateral kavum peritoneum meskipun
dalam jumlah kecil. Tekniknya harus benar, dimana pasien harus diposisikan
berbaring miring dengan sisi kiri dibawah selama 10 menit. Pada posisi lateral
dekubitus kiri, didapatkan radiolusen antara batas lateral kanan dari hepar dan
permukaan peritoneum. Pada proyeksi abdomen supine, berbagai gambaran
radiologi dapat terlihat yang meliputi Falciform Ligament Sign dan Rigler`S Sign.6
Gambar 2. Posisi Lateral dekunitus kiri. Terdapat udara bebas diantara dinding abdomen dengan
hepar (panah putih). Ada cairan bebas di rongga peritoneum (panah hitam).
Sumber gambar http://www.wikiradiography.com/page/Pneumoperitoneum
X- foto thorax posisi erect adalah pemeriksaan yang paling sensitif dalam
mendeteksi udara bebas intraperitoneal. Tanda pneumoperitoneum pada x-foto
thorax adalah sebagai berikut:
- Subdiaphragmatica free gas.
Sedikit udara bebas (1 ml) dapat dideteksi, mungkin pasien perlu berada dalam
posisi tegak kurang lebih 10 menit sebelum pemeriksaan.
Gambaran pneumoperitoneum dengan udara dalam jumlah besar (>1000 ml) antara
lain:
Football sign, yang biasanya menggambarkan pengumpulan udara di dalam
kantung dalam jumlah besar sehingga udara tampak membungkus seluruh
kavum abdomen, mengelilingi ligamen falsiformis sehingga memberi jejak
seperti bola. Gambaran football sign dapat dilihat pada gambar 4. Football sign
dapat terlihat pada proyeksi abdomen supine. Berdasarkan penelitian tanda ini
dapat dijumpai sekitar 2 % kasus pneumoperitoneum pada dewasa. Football
sign lebih sering dijumpai pada bayi, sedangkan pada anak - anak dan dewasa
lebih jarang.5
Gambar 5.
X- foto abdomen supine : football sign pada neonatus dengan perforasi rektum
sebagai akibat sekunder trauma penggunaan rectal tube. Pneumoperitoneum
terlihat sebagai gambaran radiolusen bentul oval besar dibatasi oleh peritoneum
parietal (panah lengkung). Ligamentum falsiforme (panah lurus) juga
dikelilingi oleh free air.
(Diambil dari http://radiology.rsna.org/content/231/1/81)
Rigler’s Sign
Rigler’s sign adalah gambaran dimana dua sisi dari dinding bowel dapat
tervisualisasi pada foto polos abdomen. Normalnya hanya permukaan mukosa
dari bowel yang dapat terlihat, karena dibatasi oleh gas intraluminer.
Permukaan serosa tidak dapat terlihat karena dikelilingi oleh jaringan yang
mempunyai densitas sama. Apabila terdapat udara bebas pada kavum
peritoneum dan intraluminer maka akan dapat terlihat dinding dalam dan
dinding luar dari usus / gaster. 13,20
Rigler’s sign pertama kali dideskripsikan oleh Leo Rigler pada tahun
1941. Dikenal juga dengan double wall sign atau bas relief sign atau serosal
sign. Rigler’s sign dapat terlihat pada foto polos abdomen supine. Variasi dari
Rigler’s sign bisa berupa terlihatnya dinding luar dari usus karena lumen terisi
oleh cairan. 16,18
Gambar 6. Rigler’s sign
(Diambil dari http://radiology.rsna.org/content/228/3/706)
Inverted V Sign
Kedua garis ligamen umbilical lateralis mengandung pembuluh darah
epigastric inferior dapat terlihat sebagai huruf V terbalik di daerah pelvis sebagai
akibat pneumoperitoneum dalam jumlah banyak.6
Gambar 7. inverted V sign
(Diambil dari Am J Roentgenol 1991; 156: 731-5)
Pada beberapa kasus dapat pula hanya satu sisi ligamentum yang terlihat,
sehingga dikenal pula dengan sebutan lateral umbilical ligament sign. Tanda ini
akan lebih terlihat pada orang kurus.
Urachus sign merupakan refleksi peritoneal vestigial yang biasanya tidak terlihat
pada foto polos abdomen. Urachus memiliki opasitas yang sama dengan struktur
jaringan lunak intraabdomen lainnya, tapi ketika terjadi pneumoperitoneum, udara
tampak melapisi urachus. Urachus tampak seperti garis tipis linier di tengah bagian
bawah abdomen yang berjalan dari kubah vesika urinaria ke arah kepala.
Gambar 12
Chilaiditi’s syndrom berupa gambaran distensi usus, flexura hepatica colon interposisi
diantara hepar dan diafragma, memberikan gambaran pseudopneumoperitoneum
(Diambil dari http://emedicine.medscape.com/article/372053-overview)
Gambar 13
Pasien dengan abses subdiafragma yang telah dibuktikan dengan
pemeriksaan Ct Scan. Tak tampak struktur haustra yang mengelilingi lusensi tersebut
(Diambil dari http://emedicine.medscape.com/article/372053-overview)
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. K
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 4 Januari 1954
Usia : 65 tahun 0 bulan 22 hari
Alamat : PANGGUNGROYOM 7/3Wedarijaksa
Pendidikan :-
Agama : Islam
Suku :-
ANAMNESIS
Tanggal masuk rumah sakit : 10-01-2019 pk. 20.18
Tanggal pemeriksaan : 11-01-2019 pk 14.00
Tanggal keluar rumah sakit :
Diambil dari : Alloanamnesa dari istri pasien dan Autoanamnesa
Keluhan Utama : Sakit perut
Keluhan Tambahan : Mual, Muntah
PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan di bangsal bugenville 11 Januari 2019 pukul 14.15 WIB
Keadaan umum: Tampak sakit sedang, compos mentis.
Tanda Vital
Suhu : 36.4° C
Nadi : 91x/menit, reguler, isi cukup
Laju Nafas : 22x/mnt
TD : 80/60 mmHg
Status Internus :
Kepala :Normochepal, tidak ada deformitas.
Rambut :Hitam, tampak terdistribusi merata, tidak mudah dicabut
Mata :Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik(-/-), kelopak mata
cekung(-/-)
Hidung :Bentuk normal, simetris, sekret (-/-)
Telinga :Bentuk dan ukuran normal, liang telinga lapang, sekret
(-/-), serumen (-/-)
Mulut :Mukosa bibir dan mulut kering, faring hiperemis (-), tonsil
T1/T1, faring hiperemis (-)
Leher :Simetris, trakea di tengah, pembesaran KGB (-)
Thorax :Gerak dan bentuk simetris, retraksi (-)
o Cor : Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 10 Januaril 22:42 WIB
Pemeriksaan Nilai Nilai normal
HEMATOLOGI
Leukosit 9,1 3,8-10,6103/uL
Eritrosit 3,9 4,7-6,1 106/uL
Hb 6,6 13,2-17,3 g/dL
Ht 23,2 40-52 %
Trombosit 497 150-400 103/uL
MCV 58,1 80-100 fL
MCH 16,5 26 – 36 pq
MCHC 28,4 32-36 g/dL
Hitung jenis
Basofil 0,2 0-1 %
Eosinofil 2,3 2-4 %
Netrofil 89,4 50-70 %
Limfosit 5,10 25 – 40 %
Monosit 3 2–8%
Kimia klnik
GDS 58 70-100 mg/dL
Ureum 43,6 10-50 mg/dL
Creatinine 0,97 0,6-1,2 mg/dL
Natrium darah 135,9 135-155 mmol/L
Kalium darah 4,2 3,6-5,5 mmol/L
Chlorida darah 100,4 95-108 mmol/L
Pemeriksaan Radiologis :
Pasien telah menjalani pemeriksaan BNO 2 posisi pada hari kamis, 10
januari 2019 dengan hasil sebagai berikut :
KESAN :
Pneumoperitoneum
RESUME
DIAGNOSIS
Pneumoperitoneum
TATALAKSANA
IVFD RL 28 tpm
Inj ceftriaxone 1gr/12 jam
Inj Ezola 40/24 jam
Inj Paracetamol 1 gr/8 jam
Transfuai 4 PRC
Puasa
PROGNOSIS
Ad vitam : dubia
Ad functionam : dubia
Ad sanationam : dubia
DAFTAR PUSTAKA