Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KASUS

PNEUMOPERITONEUM

Disusun oleh:
Arrum Anggaeni 406172124
Kathrine Chia 406172093

Pembimbing :
dr. Rokhmad Widiatma, Sp.Rad

KEPANITERAAN ILMU RADIOLOGI


RSUD RAA SOEWONDO PATI
PERIODE 31 DESEMBER 2018 – 3 FEBRUARI 2019
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
BAB I
PENDAHULUAN

Pneumoperitoneum adalah istilah yang menggambarkan adanya udara


bebas / free air pada intraperitoneal. Pneumoperitoneum ini bisa merupakan tanda
keadaan yang tidak berbahaya, namun seringkali menggambarkan situasi
kegawatdaruratan. Diagnosis dan penanganan yang cepat adalah kunci untuk
menyelamatkan nyawa pasien. Pemeriksaan X- foto polos abdomen maupun
thoraks merupakan modalitas imaging pilihan pertama untuk mendiagnosis adanya
pneumoperitoneum. USG, MRI, CT scan juga dapat dilakukan dengan kontras.
Bila secara klinis terdapat tanda perforasi, dan pada X- foto polos ditemukan
adanya pneumoperitoneum, maka keadaan ini merupakan indikasi bedah
emergensi. Penyebab paling umum pneumoperitoneum adalah perforasi organ
berongga abdomen yang dapat disebabkan oleh karena trauma, perforasi ulkus
peptikum, divertikulitis, maupun tumor maligna. Sekitar 70 % perforasi dari ulkus
akan memperlihatkan adanya free air. 1,2,3
Pemeriksaan CT Scan merupakan kriteria standar pencitraan
pneumoperitoneum. Pada pencitraan MRI pneumoperitoneum terlihat sebagai area
hipointens pada semua potongan gambar. Pada pencitraan USG pneumoperitoneum
tampak sebagai daerah linier peningkatan ekogenisitas dengan artifak reverberasi
atau Distal Ring Down. USG tidak dipertimbangkan sebagai pemeriksaan definitive
untuk menyingkirkan pneumoperitoneum.4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Peritoneum


Peritoneum adalah membran serosa paling besar, semipermeabel yang
membentuk garis batas dari kavum abdomen. Luas lapisan peritoneum sekitar 1- 2
m2. Peritoneum melapisi sebagian besar organ intraabdomen. Peritoneum terdiri
dari 2 lapisan yaitu peritoneum parietal dan viseral. Peritoneum parietal merupakan
lapisan peritoneum luar dan melekat pada dinding abdomen. Peritoneum viseral
merupakan lapisan dalam peritoneum, terletak diantara organ – organ yang berada
intraperitoneal. 5
Peritoneum parietal dari diafragma dan dinding posterior abdomen serta
dari supraumbilikal dan dinding anterior abdomen pada tempat tertentu melipat ke
arah visera dan membungkus visera tersebut sehingga disebut dengan peritoneum
viseral. Bangunan – bangunan yang dibentuk peritoneum akibat suatu bangunan
ekstraperitoneal yang mendorong peritoneum parietal kearah dalam pada masa
pertumbuhan embrional dapat berupa plika (lipatan), kantung (saccus), cekungan
(fossa atau recessus).5
Pada dinding anterior abdomen lipatan peritoneum ke arah hepar
membentuk ligamentum falsiforme yang didalamnya berisi obliterasi vena
umbilikalis. Pada linea mediana di kaudal umbilikus dapat ditemukan lipatan
peritoneum parietal yang disebabkan oleh obliterasi urachus (ligamentum umbilkal
medial) yang disebut plika umbilikalis mediana. Disebelah lateralnya terdapat plika
umbilikalis medialis yang ditimbulkan oleh obliterasi arteri umbilikalis. Sedangkan
disebelah lateralnya lagi terdapat plika umbilikalis lateralis (yang ditimbulkan oleh
vasa epigastrika inferior).5
Pada beberapa tempat peritoneum visceral dan mesenterium dorsal
mendekati peritoneum dorsal dan terjadi perlekatan. Akibat perlekatan ini, ada
bagian-bagian usus yang tidak mempunyai alat-alat penggantung, dan akhirnya
berada disebelah dorsal peritonium sehingga disebut retroperitoneal. Bagian-bagian
yang masih mempunyai alat penggantung terletak di dalam rongga yang dindingnya
dibentuk oleh peritoneum parietal. Rongga tersebut disebut cavum peritonei,
dengan demikian:5
1. Duodenum terletak retroperitoneal;
2. Jejenum dan ileum terletak intraperitoneal dengan alat penggantung
mesenterium;
3. Colon ascendens dan colon descendens terletak retroperitoneal;
4. Colon transversum terletak intraperitoneal dan mempunyai alat penggantung
disebut mesocolon transversum;
5. Colon sigmoideum terletak intraperitoneal dengan alat penggatung
mesosigmoideum; cecum terletak intraperitoneal;
6. Processus vermiformis terletak intraperitoneal dengan alat penggantung
mesenterium.

Ruang potensial diantara 2 lapisan peritoneum disebut dengan rongga


peritoneum, yang secara normal berisi 50 - 100 ml cairan serosa yang
memungkinkan kedua lapisan saling bergerak bebas satu sama lain. Rongga
peritoneum merupakan kantung tertutup pada laki – laki, sedangkan pada wanita
berhubungan dengan ekstraperitoneal melalui tuba uterina. Rongga peritoneum
potensial dan lipatan peritoneum membentuk ligamentum peritoneal, mesenterium,
dan omentum yang bisa membentuk lingkaran proses patologi dan juga bisa
menjadi jalur penyebaran penyakit.5

Gambar 1.
Gambar visera abdomen dan refleksi peritoneum mayor
(Diambil dari Diagnostic imaging abdomen)
2.3 Definisi Pneumoperitoneum
Pneumoperitoneum adalah gambaran udara bebas / free air pada
intraperitoneal / kavum peritoneum. Normalnya udara tidak terdapat pada kavum
peritoneum, ekstraperitoneal, dinding usus, maupun sistem bilier. Pemeriksaan foto
polos abdomen maupun thoraks dapat mendeteksi adanya udara bebas / free air
intrapertioneal, namun apabila jumlahnya sedikit hanya dapat terdeteksi pada
pemeriksaan CT – Scan. Sebagian kasus pneumoperitoneum merupakan kasus yang
tidak berbahaya, akan tetapi sering juga merupakan indikasi bedah emergensi untuk
menangani perforasi organ berongga intraabdomen.1,4

2.4 Etiologi
Penyebab yang paling umum pneumoperitoneum adalah perforasi organ
berongga abdomen, terutama perforasi ulkus peptikum, pecahnya divertikular,
tumor, trauma iatrogenik, maupun trauma tumpul abdomen. Pneumoperitoneum
bisa juga terjadi setelah proses pembedahan abdomen, manipulasi transperitoneal,
maupun needle biopsi pada abdomen. Penyebab yang lain bisa berhubungan dengan
kelainan pada thoraks seperti diseksi pneumomediastinum. Pneumoperitoneum
juga dapat disebabkan masuknya udara melalui traktus genitalia wanita.4,6
Penyebab pneumoperitoneum juga tergantung pada usia. Pada neonatus
sering disebabkan oleh perforasi usus sebagai efek sekunder pada kasus
enterokolitis nekrotikans dan ileus obstruktif. Juga bisa disebabkan iatrogenik
misalnya pada perforasi gaster oleh karena nasogastric tube maupun ventilasi
mekanik.4,6
Pada bayi dan anak – anak pneumoperitoneum juga dapat disebabkan oleh
trauma tumpul abdomen yang menyebabkan ruptur organ berongga, trauma
penetrasi, perforasi traktus gastrointestinal (ulkus peptikum, stress ulcer, kolitis
ulseratif dengan toksik megakolon, Crohn disease, ileus obstruktif), terapi steroid,
infeksi pada peritoneum oleh organisme penghasil gas atau oleh karena ruptur
abses.6
Gambaran pneumoperitoneum pada pasien dengan nyeri abdomen akut
merupakan tanda yang penting, karena lebih dari 90 % penyebab
pneumoperitoneum akan membutuhkan tindakan pembedahan segera.
Pneumoperitoneum juga dapat timbul pada 60 % pasien paska laparoromi. Pada
sebagian besar pasien ini free air akan diserap dalam waktu 5 – 7 hari, namun sering
pula free air baru diserap semua pada hari ke 24 paska laparotomi.4

2.5 Gambaran Klinis Pneumoperitoneum


Gambaran klinis pasien dengan pneumoperitoneum tergantung pada
penyebabnya. Penyebab yang ringan biasanya gejalanya asimtomatik, tetapi pasien
mungkin mengalami nyeri perut samar akibat perforasi viskus perut, tergantung
pada perkembangan selanjutnya bisa berupa peritonitis.. Gejala dan tanda pada
berbagai penyebab perforasi dapat berupa tanda peritoneal seperti kaku dan tegang
pada abdomen, hilangnya bising usus, nyeri epigastrik yang hebat sampai syok.7

2.6 Diagnosis
Temuan gas bebas intraperitoneal biasanya diasosiasikan dengan perforasi
dari viskus berongga dan membutuhkan intervensi bedah dengan segera. anamnesis
menyeluruh dan pemeriksaan fisik tetap yang paling penting dalam menegakkan
diagnosa pneumoperitoneum.
Cara terbaik untuk mendiagnosis udara bebas adalah dengan cara foto polos
Thorax erect. Udara akan terlihat tepat di bawah hemidiaphragma, sela antara
diafragma dan hati. Jika foto polos Thorax erect tidak dapat dilakukan, maka pasien
ditempatkan di sisi kanan posisi dekubitus dan udara dapat dilihat sela antara hati
dan dinding perut. Foto polos, jika benar dilakukan, dapat mendiagnosa udara
bebas di peritoneum. Computed Tomography bahkan lebih sensitif dalam diagnosis
pneumoperitoneum. CT dianggap sebagai standar kriteria dalam penilaian
pneumoperitoneum. CT dapat memvisualisasikan jumlah ≥5 cm³ udara atau gas.6

2.7 Pencitraan
2.7.1 Gambaran Foto Polos Radiologis
Pemeriksaan radiografi yang optimal sangat penting, pada kecurigaan
adanya perforasi organ intra abdomen. Pemeriksaan foto polos untuk mendeteksi
adanya pneumoperitoneum adalah foto thoraks posisi tegak, foto polos abdomen,
posisi supine, erek / tegak, dan left lateral dekubitus
Pemeriksaan X- foto polos abdomen dan thoraks dapat memberikan
gambaran pneumoperitoneum pada 75 – 80 % kasus perforasi organ berongga
abdomen. Dengan teknik yang benar, 76 % kasus pneumoperitoneum dapat
terdeteksi pada X- foto posisi erek, sedangkan bila ditambahkan posisi left lateral
dekubitus dapat mendeteksi 90 % kasus.
Pada foto polos abdomen atau foto Thorax posisi erect, terdapat gambaran
udara (radiolusen) b erupa daerah berbentuk bulan sabit (Semilunar Shadow)
diantara diafragma kanan dan hepar atau diafragma kiri dan lien. Juga bisa tampak
area lusen bentuk oval (perihepatik) di anterior hepar.
Posisi left lateral dekubitus lebih sensitif dalam mendeteksi free air yang
berada antara tepi bebas hepar dan dinding lateral kavum peritoneum meskipun
dalam jumlah kecil. Tekniknya harus benar, dimana pasien harus diposisikan
berbaring miring dengan sisi kiri dibawah selama 10 menit. Pada posisi lateral
dekubitus kiri, didapatkan radiolusen antara batas lateral kanan dari hepar dan
permukaan peritoneum. Pada proyeksi abdomen supine, berbagai gambaran
radiologi dapat terlihat yang meliputi Falciform Ligament Sign dan Rigler`S Sign.6

Gambar 2. Posisi Lateral dekunitus kiri. Terdapat udara bebas diantara dinding abdomen dengan
hepar (panah putih). Ada cairan bebas di rongga peritoneum (panah hitam).
Sumber gambar http://www.wikiradiography.com/page/Pneumoperitoneum
X- foto thorax posisi erect adalah pemeriksaan yang paling sensitif dalam
mendeteksi udara bebas intraperitoneal. Tanda pneumoperitoneum pada x-foto
thorax adalah sebagai berikut:
- Subdiaphragmatica free gas.
Sedikit udara bebas (1 ml) dapat dideteksi, mungkin pasien perlu berada dalam
posisi tegak kurang lebih 10 menit sebelum pemeriksaan.

Gambar 3. Subdiphragmatica Free Gas

- Cupola sign/saddlebag/ mustache (dalam posisi supine)


Cupola sign terlihat pada foto thorax posisi supine atau foto abdomen. Cupola
sign menunjukan gas bebas yang terperangkap di bawah tendon pada sentral
diafragma.

Gambar 4. Cupola sign

Gambaran pneumoperitoneum dengan udara dalam jumlah besar (>1000 ml) antara
lain:
 Football sign, yang biasanya menggambarkan pengumpulan udara di dalam
kantung dalam jumlah besar sehingga udara tampak membungkus seluruh
kavum abdomen, mengelilingi ligamen falsiformis sehingga memberi jejak
seperti bola. Gambaran football sign dapat dilihat pada gambar 4. Football sign
dapat terlihat pada proyeksi abdomen supine. Berdasarkan penelitian tanda ini
dapat dijumpai sekitar 2 % kasus pneumoperitoneum pada dewasa. Football
sign lebih sering dijumpai pada bayi, sedangkan pada anak - anak dan dewasa
lebih jarang.5

Gambar 5.
X- foto abdomen supine : football sign pada neonatus dengan perforasi rektum
sebagai akibat sekunder trauma penggunaan rectal tube. Pneumoperitoneum
terlihat sebagai gambaran radiolusen bentul oval besar dibatasi oleh peritoneum
parietal (panah lengkung). Ligamentum falsiforme (panah lurus) juga
dikelilingi oleh free air.
(Diambil dari http://radiology.rsna.org/content/231/1/81)

 Rigler’s Sign
Rigler’s sign adalah gambaran dimana dua sisi dari dinding bowel dapat
tervisualisasi pada foto polos abdomen. Normalnya hanya permukaan mukosa
dari bowel yang dapat terlihat, karena dibatasi oleh gas intraluminer.
Permukaan serosa tidak dapat terlihat karena dikelilingi oleh jaringan yang
mempunyai densitas sama. Apabila terdapat udara bebas pada kavum
peritoneum dan intraluminer maka akan dapat terlihat dinding dalam dan
dinding luar dari usus / gaster. 13,20
Rigler’s sign pertama kali dideskripsikan oleh Leo Rigler pada tahun
1941. Dikenal juga dengan double wall sign atau bas relief sign atau serosal
sign. Rigler’s sign dapat terlihat pada foto polos abdomen supine. Variasi dari
Rigler’s sign bisa berupa terlihatnya dinding luar dari usus karena lumen terisi
oleh cairan. 16,18
Gambar 6. Rigler’s sign
(Diambil dari http://radiology.rsna.org/content/228/3/706)

Rigler’s sign merupakan salah satu tanda pneumoperitoneum yang penting.


Akan tetapi tanda ini tidak terlalu sensitif, dan akan muncul apabila volume free
air mencapai 1 liter ( moderat) , sehingga tanda ini paling sering muncul pada
perforasi kolon dibandingkan usus halus. Pada keseluruhan kasus perforasi traktus
gastrointestinal dapat didapatkan tanda ini sekitar 14 – 32 %.18
Gambaran yang dapat memperlihatkan positif palsu Rigler’s sign perlu
untuk diketahui. Pada loop usus yang saling berdekatan, udara intraluminer dari
satu loop dapat membatasi dinding luar dari loop yang berdekatan, sehingga seolah
– olah menyerupai gambaran Rigler’s sign. Pada pasien yang habis menjalani
pemeriksaan CT - Scan, sisa kontras yang jumlahnya sedikit dapat melapisi
permukaan lumen usus sehingga meningkatkan atenuasi yang nyata antara dinding
usus, menyebabkan gambaran pseudo Rigler sign. Pada Rigler’s sign (true posistif)
biasanya juga memperlihatkan dinding bowel yang lebih tebal dibandingkan pada
gambaran positif palsu. Pada kasus yang tidak jelas, diperlukan pemeriksaan
abdomen posisi LLD dan semi erek untuk memastikan adanya free air.18

 Inverted V Sign
Kedua garis ligamen umbilical lateralis mengandung pembuluh darah
epigastric inferior dapat terlihat sebagai huruf V terbalik di daerah pelvis sebagai
akibat pneumoperitoneum dalam jumlah banyak.6
Gambar 7. inverted V sign
(Diambil dari Am J Roentgenol 1991; 156: 731-5)
Pada beberapa kasus dapat pula hanya satu sisi ligamentum yang terlihat,
sehingga dikenal pula dengan sebutan lateral umbilical ligament sign. Tanda ini
akan lebih terlihat pada orang kurus.
 Urachus sign merupakan refleksi peritoneal vestigial yang biasanya tidak terlihat
pada foto polos abdomen. Urachus memiliki opasitas yang sama dengan struktur
jaringan lunak intraabdomen lainnya, tapi ketika terjadi pneumoperitoneum, udara
tampak melapisi urachus. Urachus tampak seperti garis tipis linier di tengah bagian
bawah abdomen yang berjalan dari kubah vesika urinaria ke arah kepala.

Gambar 9. Urachus Sign6

Tidak jarang, pasien dengan akut abdomen dan dicurigai mengalami


perforasi tidak menunjukkan udara bebas pada foto polos abdomen. Sebagai
tambahan pemeriksaan, sekitar 50 ml kontras terlarut air diberikan secara oral atau
lewat NGT pada pasien dengan posisi berbaring miring ke kanan.
2.7.3 CT Scan
CT scan merupakan kriteria standar untuk mendeteksi pneumoperitoneum,
yang lebih sensitif dibanding foto polos abdomen. Namun CT tidak selalu
dibutuhkan jika dicurigai pneumoperitoneum, menimbang biaya yang dibebanan
kepada pasien yang lebih mahal dan memiliki efek radiasi yang besar. CT scan
kurang dipengaruhi oleh posisi pasien dan teknik yang digunakan. Namun, CT tidak
selalu dapat menbedakan antara pneumoperitoneum yang disebabkan oleh kondisi
benigna atau kondisi lain yang membutuhkan operasi segera.
Pada posisi supine, udara yang terletak di anterior dapat dibedakan dengan
udara di dalam usus. Jika ada perforasi, cairan inflamasi yang bocor juga dapat
diamati di dalam peritoneum. Penyebab perforasi kadang dapat didiagnosis.
Pada CT dan radiologi konvensional, kontras oral digunakan untuk
mengopasitaskan lumen GIT dan memperlihatkan adanya kebocoran. Pemeriksaan
kontras dapat mendeteksi adanya ekstravasasi kontras melalui diniding usus yang
mengalami perforasi. Tetapi dengan kondisi adanya ulkus duodenum perforasi
dengan cepat ditutupi oleh omentum sehingga bisa tidak terjadi ekstravasasi
kontras. Gambaran kasus pneumoperitoneum dengan CT scan dapat dilihat pada
gambar 11.6

Gambar 10. Gambaran udara bebas pada CT scan abdomen


2.7.4 MRI
Pneumoperitoneum terlihat sebagai area dengan intensitas rendah pada
semua potongan gambar. Pneumoperitoneum dapat secara tidak sengaja ditemukan
dengan MRI. MRI bukan modalitas pencitraan pertama. Adanya gerakan peristaltis
usus dapat mengaburkan gambaran abdomen.6
2.7.5 USG
Pada pencitraan USG, pneumoperitoneum tampak sebagai daerah linier
peningkatan ekogenisitas dengan artifak reverberasi atau distal ring down.
Pengumpulan udara terlokalisir berkaitan dengan perforasi usus dapat dideteksi,
terutama jika berdekatan dengan abnormalitas lainnya, seperti penebalan dinding
usus. Dibandingkan dengan foto polos abdomen, ultrasonografi memiliki
keuntungan dalam mendeteksi kelainan lain, seperti cairan bebas intraabdomen dan
massa inflamasi. Gambaran pneumoperitoneum pada USG dapat dilihat pada
gambar 12.5

Gambar 11. Pneumoperitoneum pada USG5


USG tersedia hampir di semua center, lebih murah dibanding CT, dan
bernilai terutama pada pasien dimana radiasi menjadi masalah seperti pada wanita
hamil. Namun, USG sangat tergantung pada kepandaian operator, dan terbatas
penggunaannya pada orang obesitas dan yang memiliki udara intra abdomen dalam
jumlah besar. USG tidak dipertimbangkan sebagai pemeriksaan definitif untuk
menyingkirkan pneumoperitoneum.
Gambaran yang dapat mengimitasi pneumoperitoneum meliputi bayangan
sebuah costa, artifak ring-down dari paru yang terisi udara, dan udara kolon anterior
yang interposisi terhadap liver. Udara di kuadran kanan atas dapat keliru dengan
kolesistitis emfisematosa, kalsifikasi mural, kalsifikasi vesika fellea, vesika fellea
porselen, adenomiosis, udara di dalam abses, tumor, udara bilier, atau udara di
dalam vena porta.6
2.8 Diagnosa Banding
Pada X- foto polos abdomen maupun thoraks terdapat beberapa gambaran
positif palsu yang menyerupai adanya free air intraperitoneal. Gambaran ini perlu
dikenali dengan baik dan dihubungkan dengan keadaan klinis pasien untuk
mencegah tindakan yang tidak perlu bagi pasien.
Berbagai gambaran yang meragukan tentang pneumoperitoneum perlu
dikonfirmasi dengan X- foto polos abdomen posisi LLD, karena cukup sensitif
dalam mendeteksi adanya sejumlah kecil free air apabila dilakukan dengan
persiapan yang baik.
2.8.1 Chilaiditi’s syndrom
Adalah adanya interposisi usus diantara diafragma dan hepar. Gambaran ini
dideskripsikan pertama kali oleh dr. Demetrius Chiladaiti, seorang radiolog
Yunanai pada tahun 1910. Biasanya berasal dari distensi kolon, terutama fleksura
hepatika. Seringkali tidak menimbulkan gejala klinis, namun bisa juga disertai
adanya rasa tidak enak diperut, kembung, mual, muntah, maupun gejala konstipasi.
Insidensinya sekitar 0.025 % - 0,28 % pada populasi. Dapat dibedakan dari
gambaran pneumoperitoneum dengan melihat adanya lipatan haustra pada lusensi
dibawah diafragma.5,10,14,21

Gambar 12
Chilaiditi’s syndrom berupa gambaran distensi usus, flexura hepatica colon interposisi
diantara hepar dan diafragma, memberikan gambaran pseudopneumoperitoneum
(Diambil dari http://emedicine.medscape.com/article/372053-overview)

2.8.2 Abses subfrenik


Abses subfrenik biasanya memberikan gambaran multipel lusen dibawah
diafragma, terlokalisir, berbentuk bulat dengan tepi ireguler, dan tidak berada dalam
struktur loop usus. Abses subfrenik ini biasanya timbul paska proses pembedahan,
pada kasus elektif maupun abdomen akut. Pada 80 % kasus memperlihatkan
gambaran diafragma letak tinggi, 70 % disertai konsolidasi atau kolaps pada basal
paru, dan 60 % disertai efusi pleura. 5,14

Gambar 13
Pasien dengan abses subdiafragma yang telah dibuktikan dengan
pemeriksaan Ct Scan. Tak tampak struktur haustra yang mengelilingi lusensi tersebut
(Diambil dari http://emedicine.medscape.com/article/372053-overview)

2.9 Tatalaksana dan Prognosis


Prinsip tatalaksana dan prognosis tergantung dari penyebab utamanya.
Ketika seorang pasien memiliki pneumoperitoneum, langkah pertama dalam
pengobatan adalah mencari tahu mengapa, dalam rangka untuk mengembangkan
pendekatan pengobatan yang tepat. Ini mungkin membutuhkan tes diagnostik
tambahan bersama dengan wawancara pasien. Dalam beberapa kasus, pengobatan
konservatif adalah program yang paling masuk akal, dengan dokter menunggu dan
melihat pendekatan untuk melihat apakah tubuh pasien mampu menghilangkan gas
sendiri. Jika pneumoperitoneum adalah komplikasi dari infeksi, maka operasi untuk
memperbaiki masalah ini diperlukan secepat mungkin. Perforasi dan infeksi dengan
cepat dapat menyebabkan kematian dengan segera.
BAB III
KESIMPULAN

Pneumoperitoneum merupakan keadaan adanya udara bebas dalam kavum


peritoneum. Pneumoperitoneum dapat dideteksi dengan menggunakan
pemeriksaan radiologis foto polos abdomen, CT scan, MRI, dan ultrasonografi.
Foto polos abdomen merupakan pencitraan utama pada akut abdomen, termasuk
pada perforasi viskus abdomen, walaupun pencitraan standar adalah dengan
modalitas CT scan. Pada foto polos abdomen, pneumoperitoneum dapat terlihat
paling baik terlihat dengan posisi lateral dekubitus kiri yang akan menunjukkan
gambaran radiolusen antara batas lateral kanan dari hati dengan permukaan
peritoneum. CT scan merupakan kriteria standar yang dipilih untuk mendeteksi
pneumoperitoneum. Dengan MRI, pneumoperitoneum akan terlihat sebagai area
dengan intensitas rendah pada gambaran semua potongan. Dengan menggunakan
modalitas USG, pneumoperitoneum akan tampak sebagai daerah linier dengan
peningkatan ekogenisitas dengan artifak reverberasi atau distal ring down.
IV
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. K
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 4 Januari 1954
Usia : 65 tahun 0 bulan 22 hari
Alamat : PANGGUNGROYOM 7/3Wedarijaksa
Pendidikan :-
Agama : Islam
Suku :-

ANAMNESIS
Tanggal masuk rumah sakit : 10-01-2019 pk. 20.18
Tanggal pemeriksaan : 11-01-2019 pk 14.00
Tanggal keluar rumah sakit :
Diambil dari : Alloanamnesa dari istri pasien dan Autoanamnesa
Keluhan Utama : Sakit perut
Keluhan Tambahan : Mual, Muntah

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Pada saat dilakukan anamnesis di bangsal Bugenvillle tanggal 11 januari 2019, istri
pasien dan pasien mengatakan bahwa pasien di bawa ke IGD RSUD RAA
Soewondo karena sakit perut sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS), sakit
dirasakan di seluruh perut, terutama dirasakan apabila duduk, miring ke kanan kiri,
dan berdiri. Perut juga dirasakan keras, dan kembung.
Pasien juga mengeluhkan tidak bisa BAB sejak 2 hari SMRS dan tidak bisa kentut
sejak 1 hari SMRS. Keluhan demam, mual dan muntah disangkal, namun nafsu
makan menurun saat sakit. BAK tidak ada keluhan. Pasien memiliki riwayat pijat
seluruh tubuh saat sakit.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Riwayat Penyakit Dahulu :
o Riwayat stroke
o Riwayat hipertensi
o Riwayat DM
o Riwayat operasi (-)
o Riwayat trauma (-)
o Riwayat alergi obat (-)
 Riwayat Penyakit Keluarga :
o Tidak ada keluarga yang menderita penyakit serupa
o Riwayat HT (-)
o DM (-)
 Riwayat Kebiasaan :
o Riwayat minum kopi, teh, jamu (-)

PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan di bangsal bugenville 11 Januari 2019 pukul 14.15 WIB
Keadaan umum: Tampak sakit sedang, compos mentis.

Tanda Vital
 Suhu : 36.4° C
 Nadi : 91x/menit, reguler, isi cukup
 Laju Nafas : 22x/mnt
 TD : 80/60 mmHg

Status Internus :
 Kepala :Normochepal, tidak ada deformitas.
 Rambut :Hitam, tampak terdistribusi merata, tidak mudah dicabut
 Mata :Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik(-/-), kelopak mata
cekung(-/-)
 Hidung :Bentuk normal, simetris, sekret (-/-)
 Telinga :Bentuk dan ukuran normal, liang telinga lapang, sekret
(-/-), serumen (-/-)
 Mulut :Mukosa bibir dan mulut kering, faring hiperemis (-), tonsil
T1/T1, faring hiperemis (-)
 Leher :Simetris, trakea di tengah, pembesaran KGB (-)
 Thorax :Gerak dan bentuk simetris, retraksi (-)
o Cor : Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis tidak teraba, thrill (-)


Perkusi : Redup, batas jantung normal
Auskultasi : Bunyi jantung I & II cepat, murmur (-), gallop (-)

o Pulmo : Inspeksi : Retraksi dinding dada (-), simetris kanan dan


kiri

Palpasi : Krepitasi (-), stem fremitus sama kuat


Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : SDV (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-)
 Abdomen
o Inspeksi : tidak terdapat benjolan, distensi (-)
o Auskultasi : Bising usus (+)
o Perkusi : Timpani, Nyeri ketok (-)
o Palpasi : Defans muscular (+), Nyeri tekan di keempat
kuadran (+)

 Kulit :Turgor kembali cepat.


 Extremitas : Akral hangat, CRT<2”

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 10 Januaril 22:42 WIB
Pemeriksaan Nilai Nilai normal
HEMATOLOGI
Leukosit 9,1 3,8-10,6103/uL
Eritrosit 3,9 4,7-6,1 106/uL
Hb 6,6 13,2-17,3 g/dL
Ht 23,2 40-52 %
Trombosit 497 150-400 103/uL
MCV 58,1 80-100 fL
MCH 16,5 26 – 36 pq
MCHC 28,4 32-36 g/dL
Hitung jenis
Basofil 0,2 0-1 %
Eosinofil 2,3 2-4 %
Netrofil 89,4 50-70 %
Limfosit 5,10 25 – 40 %
Monosit 3 2–8%
Kimia klnik
GDS 58 70-100 mg/dL
Ureum 43,6 10-50 mg/dL
Creatinine 0,97 0,6-1,2 mg/dL
Natrium darah 135,9 135-155 mmol/L
Kalium darah 4,2 3,6-5,5 mmol/L
Chlorida darah 100,4 95-108 mmol/L

Pemeriksaan Radiologis :
Pasien telah menjalani pemeriksaan BNO 2 posisi pada hari kamis, 10
januari 2019 dengan hasil sebagai berikut :

Posisi LLD (Left Lateral Decubitus)


Posisi Supine

Interpretasi hasil foto BNO 2 posisi


Preperitoneal fat line kanan-kiri tampak
Distribusi udara usus / kolon meningkat
Tak tampak coil spring
Tak tampak air fluid level
Tampak fecal material
Tampak gambaran udara bebas di atas hepar (pada foto LLD)

KESAN :
Pneumoperitoneum

RESUME

Telah diperiksa seorang laki-laki 60 tahun dengan :


1. Nyeri pada seluruh perut sejak 1 hari SMRS. Nyeri bersifat hilang
timbul dan diperberat jika duduk, miring ke kanan kiri, sebelum makan
dan berdiri. Pasien tidak bias BAB sejak 1 hari SMRS, dan tidak dapat
kentut 1 hari SMRS.
2. Pemeriksaan tanda-tanda vital dalam batas normal, terdapat konjuntiva
anemis, pada pemeriksaan abdomen terdapat nyeri tekan pada keempat
kuadran, dan terdapat degans muscular
3. Pemeriksaan radiologi (foto polos abdomen 2 posisi) menunjukkan
pneumoperitoneum.

DIAGNOSIS
Pneumoperitoneum

TATALAKSANA

IVFD RL 28 tpm
Inj ceftriaxone 1gr/12 jam
Inj Ezola 40/24 jam
Inj Paracetamol 1 gr/8 jam
Transfuai 4 PRC
Puasa

PROGNOSIS

Ad vitam : dubia
Ad functionam : dubia
Ad sanationam : dubia
DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton. 2000. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC. Page 307-347.


2. Netter FH. 2006. Atlas of Human Anatomy. 4th ed. US : Saunders. Page 563-
622.
3. Rasad S. 2008. Radiologi Diagnostik. Jakarta : Badan Penerbit FKUI. Hal 283-
289, 297-299, 494-504.
4. Daly, Barry D, J. Ashley Guthrie and Neville F. Cause of Pneumoperitoneum:
A Case Report. United Kingdom
5. Mansjoer , Arif, dkk. 2000. Bedah Digestif. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2
Edisi Ketiga (pp 240-252). Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
6. Khan, Ali Nawaz. 2016. Pneumoperitoneum Imaging : A Journal (Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com , pada 18 Desember 2019)
7. Silberberg , Phillip. 2006. Pneumoperitoneum. Kentucky, USA.

Anda mungkin juga menyukai