Anda di halaman 1dari 29

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK REFERAT

DAN MEDIKOLEGAL JUNI 2021


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

TANATOLOGI :
ALGOR MORTIS DAN DEKOMPOSISI

DISUSUN OLEH :
Maria Jozilyn Bria Seran 2008020001
Agatha D. S. Diamanta 2008020031
Ni Kadek A. V. Natalia 2008020036
Wahda Dwi Sari 2008020039

Pembimbing:
dr. Enno Elfandri

SUPERVISOR
drg. Peter Sahelangi, Sp.OF, DFM

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa:

Nama : 1. Maria Jozilyn Bria Seran 2008020001


2. Agatha D. S. Diamanta 2008020031
3. Ni Kadek A. V. Natalia 2008020036
4. Wahda Dwi Sari 2008020039

Judul : Tanatologi : Algor Mortis dan Dekomposisi

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu
Kedokteran Forensik dan Medikolegal, Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin.

Makassar, Juni 2021

Mengetahui,

drg. Peter Sahelangi, Sp.OF DFM


DISCLAIMER

Referat ini kami buat dengan mengambil dan menambahkan pembahasan


dari referat yang dibuat oleh :

Judul : Thanatologi : Perkiraan Waktu Kematian

Penyusun : A. Muh Taufiq Akbar E C0144181002


Ria Ristiana C014172030
Silvia Tanumiharjo XC064172028

Pembimbing : dr. Jaury Prawiro Sutjianto

Supervisor : dr. Herri David Octavianus Mundung, Sp.FM

Tahun : 2019
BAB I

PENDAHULUAN

Tanatologi adalah ilmu yang mempelajari kematian dan perubahan yang

terjadi setelah kematian, serta faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan

tersebut. Tanatologi bermanfaat untuk memastikan kematian serta memperkirakan

sebab kematian dan saat kematian. Kata thanatologi berasal dari bahasa Yunani.

Thanato yang artinya adalah sesuatu yang berhubungan dengan kematian; logy

adalah pengetahuan.(1)

Ada beberapa manfaat tanatologi, yang dapat digunakan untuk membantu

penegakan diagnosis yang di perlukan dalam proses peradilan yaitu menegakan

hidup atau matinya korban, memperkirakan lama kematian korban, menentukan

wajar atau tidaknya kematian korban.(2)


Di Indonesia, pengertian kematian dijabarkan dalam Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Pasal 117:

“Seseorang dinyatakan mati apabila fungsi system jantung, sirkulasi dan sistem

pernafasan terbukti telah berhenti secara permanen, atau apabila kematian batang

otak telah dapat dibuktikan.” Mekanisme kematian timbul karena kelainan pada

aspek biokimia dan fisiologi tubuh yang berujung pada kematian. Pemeriksaan

forensik digunakan untuk mengetahui lama kematian, penyebab kematian dan

mekanisme kematian. Dalam menentukan lama waktunya kematian seseorang

dapat diperkirakan dengan perubahan yang terjadi pada tubuh. Terdapat 2 macam,

yaitu terjadinya penurunan suhu (algor mortis), terbentuknya lebam mayat (livor

mortis), terbentuknya kaku mayat (rigor mortis), terjadinya pembusukan

(dekomposisi), adipocere dan mumifikasi serta terjadinya perubahan biokimiawi.


(2)
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Algor Mortis

Algor mortis diterjemahkan dari bahasa Latin sebagai "kematian dingin"

dan menggambarkan perubahan suhu postmortem setelah seseorang meninggal. (3)

Algor mortis atau penurunan suhu tubuh terjadi karena proses pemindahan panas

dari tubuh yang panas ke lingkungan dengan cara radiasi, konduksi, evaporasi,

dan konveksi. Penurunan suhu badan dipengaruhi oleh suhu lingkungan,

konstitusi tubuh dan pakaian. Penurunan suhu tubuh lebih cepat terjadi pada suhu

lingkungan yang rendah, berangin dengan kelembaban rendah, tubuh kurus, posisi

terlentang, pakian tipis, orang tua dan anak.(4)

Menurut Hukum Newton Cooling, terjadinya pendinginan tubuh melalui

proses konversi yaitu kehilangan suhu sebanding dengan perubahan suhu antara

tubuh dan lingkungan sekitarnya. Kurva penurunan suhu berbentuk sigmoid: 30-

60 menit setelah kematian, suhu tubuh hanya turun sedikit karena masih ada

metabolisme tubuh, kemudian suhu turun drastis dan menjadi mendatar saat

mendekati suhu lingkungan.(1,5)


Faktor Yang Mempengaruhi Cepat Atau Lamanya Suhu Tubuh Mayat

Faktor-faktor yang mempengaruhi cepat atau lamanya suhu tubuh mayat sebagai

berikut:(5)

1. Suhu tubuh awal

Suhu tubuh awal tidak dapat dianggap sebagai 37C karena pada

kenyataannya tidak dapat diukur sebelumnya. Suhu pada rektal, hepar, otak,

aksila, mulut , dan suhu kulit pada orang yang hidup berbeda dari waktu ke waktu.

Jika suhu rongga mulut 37 C maka suhu di aksila akan beberapa derajat lebih

rendah dan di rektum 1 C lebih tinggi. Beberapa kegiatan seperti olahraga berat

akan meningkatakan suhu sebesar 3C yang bertahan hingga 30 menit setelah

istirahat. Ketika hampir semua metode untuk menghitung waktu kematian hanya

pada suhu tubuh, maka suhu tubuh awal dapat dianggap 37 C. Kematian karena

pendarahan otak, kerusakan jaringan otak, penjeratan dan infeksi akan selalu

didahului dengan peningkatan suhu, dengan demikian pada keadaan-keadaan

tersebut akan mempengaruhi pernafasan dari perkiraan saat kematian.(2,5)


2. Luas permukaan tubuh

Gradien suhu, yang menyebabkan penurunan suhu bervariasi sesuai

dengan masa tubuh dan luas permukaan tubuh serta dengan sifat konduksi dari

jaringan. Tinggi dan berat badan dari tubuh yang ditemukan harus diketahui tetapi

itu biasanya sulit saat ditemukan di tempat kejadian. Jumlah dari lemak subkutan

dan perut mempengaruhi gradien suhu, tapi tidak ada cara untuk menilai obesitas

secara akurat. Secara umum pada orang kurus penurunan suhu lebih cepat karena

faktor luas permukaan tubuh dan kurangnya lemak tubuh.(5)

Gambar 2.2 Diagram perbedaan dari suhu tubuh: (a) tubuh normal, (b) tubuh

obesitas, (c) tubuh dengan pakian tebal, (d) tubuh kurus, (e) tubuh telanjang, (f)

tubuh hipotermia dan (g) tubuh demam

3. Postur

Hilangnya panas dari kulit yang memepengaruhi gradien suhu disebabkan

oleh akses dari udara ke kulit juga proses radiasi dan konveksi. Tubuh yang

meringkuk dalam posisi janin mengakibatkan permukaan tubuh yang terekspos

jauh lebih sedikit dibanding posisi tubuh terlentang. Faktor lainnya yang
berpengaruh adalah luas permukaan kulit yang bertumpu pada permukaan benda

dan sifat permukaan tersebut.(5)

4. Pakaian dan Penutup tubuh

Penutup tubuh akan mengakibatkan terhambatnya penurunan suhu tubuh

dan pada kenyataannya akan mempercepat dekomposisi. Pakaian yang basah akan

mempercepat pendinginan, dibandingkan dengan pakaian yang kering, karena

terjadinya penyerapan panas untuk penguapan.(5)

5. Suhu lingkungan

Suhu lingkungan merupakan faktor utama dalam penurunan suhu tubuh,

tubuh tidak akan mendingin apabila suhu lingkungan lebih tinggi dari 37 C,

bahkan mungkin akan memanas.(5)

6. Pergerakan udara dan kelembaban

Umumnya penurunan suhu tubuh terjadi secara konveksi dan konduksi

dengan udara yang berdekatan sebagai media pengangkut. Dalam kondisi diam,

lapisan udara yang hangat akan menempel pada kulit terutama jika berpakaian

atau berbulu. Kelembaban adalah faktor yang kurang aktif, tetapi udara yang

lembab lebih mudah menghantarkan panas dari pada kering.(5)

7. Media di sekitar tubuh

Media di sekitar tubuh biasanya adalah air, tetapi bila medianya air atau

cairan lainnya (biasanya jarang), penurunan suhu akan lebih cepat terjadi. Apabila

tubuh yang tenggelam, khususnya pada air yang bergerak seperti di sungai atau

laut akan kehilangan panas lebih cepat dan akan terjadi hipotermia yang fatal.(5)

8. Pendarahan
Sudah menjadi tradisi pendarahan berat terjadi sesaat sebelum kematian

mengakibatikan penurununan suhu tubuh yang cepat. Volume darah yang hilang

akan menyebabkan terjadinya pengurangan massa tubuh tetapi hanya dalam

jumlah minimal. Mungkin bisa jadi karena perdarahan yang hebat itulah yang

menyebabkan terjadinya kerusakan sirkulasi di kulit yg merupakan bagian dari

usaha untuk mengatur tekanan darah, dan ini bisa mendorong terjadinya
(5)
pembentukan dini gradasi/gradien suhu yang memendekkan fase plateu

Algor Mortis Untuk Menentukan Waktu Kematian

Algor mortis telah digunakan sebagai alat untuk memperkirakan interval

postmortem antara kematian dan penemuan individu yang telah meninggal. Ini

sangat penting dalam investigasi kematian medikolegal dan forensik.(3) Perkiraan

suhu tubuh dengan menyentuh bagian tubuh dengan tangan adalah manuver

pertama yang berguna saat berada di lokasi kejadian/lokasi kematian. Tangan

dapat diletakkan pada daerah terbuka seperti dahi, wajah atau tangan dapat

memberikan kesan pertama apakah kematian baru terjadi atau tidak. Tangan juga

dapat diletakkan pada daerah yang tertutup seperti dada, aksila atau perut. Pada

tubuh yang berada di dalam ruangan, akan terasa dingin pada area yang

terbuka/terekspos dalam 2-4 jam dan pada daerah yang tertutup dalam 6-8 jam

setelah kematian.(5)

Pengukuran suhu tubuh secara tradisional memakai thermometer biasa

(thermometer air raksa), ialah dengan memasukan thermometer ke dalam rectum

(dubur), sedalam 10 sentimeter dan baru dibaca sekurang-kurangnya setelah 3

menit kemudian.(2)
Pada kasus-kasus yang dicurigai adanya keterlibatan seksual/homoseksual,

pengukuran ini harus ditunda sampai setelah dilakukan swab penuh untuk

identifikasi air mani/sperma dan pemeriksaan lengkap lainnya, sehingga

alternative yang dapat dilakukan adalah pengukuran suhu tubuh pada daerah

aksila, rongga hidung atau telinga luar.(5)

Pengukuran suhu tubuh dengan metode yang modern menggunakan

thermometer elektronik, sehingga maka pembacanya dapat dengan segera

dilakukan. Thermometer ini biasanya sudah terhubung ke computer sehingga

dapat dilakukan pembacaan suhu dalam interval waktu berbeda.(5)

Rumus perkiraan saat kematian berdasarkan penurunan suhu tersebut

adalah :

98,6 F−suhu
= Saat kematian
1,5

Keterangan dari rumus diatas adalah sebagai berikut : 98,6 oF merupakan

suhu tubuh normal, sedangkan angka 1,5 merupakan angka rata-rata


hilangnya panas per jam, dimana suhu lingkungan sebesar 70oF. Secara

kasar dapat pula dikatakan bahwa tubuh akan kehilangan panasnya sebesar

1oC per jam. Aturan praktis lainnya adalah penurunan oC dari 37oC

ditambah 3 sama dengan waktu sejak kematian dalam hitungaan jam.(2,5,14)

2.2 Dekomposisi

2.2.1 Definisi

Dekomposisi adalah proses degradasi jaringan akibat autolisis sel oleh

pemecahan bahan kimia internal menjadi autolisis jaringan dari enzim digestif

yang dibebaskan, dan proses eksternal yang dilakukan oleh bakteri dan jamur

yang bersumber dari usus dan lingkungan luar. Satwa predator, belatung hingga

mamalia tergolong penyebab dekomposisi. Proses dekomposisi dapat berbeda-

beda tergantung pada setiap individu dan lingkungan, bahkan dari satu bagian

tubuh dan bagian tubuh yang lain dapat berbeda. Satu bagian dari mayat mungkin

dapat terlihat kasar, bagian yang lain tampak mumifikasi, sementara sisanya

dalam keadaan membusuk.(1,5)

Proses Dekomposisi

Dekomposisi mencakup dua proses yaitu autolysis dan putrefaction

(pembusukan).

a. Autolysis merupakan suatu proses penghancuran diri (self-digest) pada

jaringan tubuh oleh enzim. Segera setelah kematian, membran sel menjadi

permeabel dan rusak, dengan pelepasan sitoplasma yang mengandung enzim.


Lisosom dan enzim pencernaannya (terutama hidrolase) dikeluarkan dari sel.

Hal ini menyebabkan terjadinya proteolitik, glikolitik dan lipolitik yang

berujung pada autodigesti dan disintegrasi organ, yang terjadi tanpa pengaruh

bakteri. Proses kimia ini dipicu oleh suhu panas dan dihentikan dengan

pembekuan atau inaktivasi enzim oleh suhu panas. Perubahan autolitis paling

awal terjadi pada jaringan parenkim dan kelenjar dan di otak. Lapisan usus,

medula adrenal, dan pankreas mengalami autolisis dalam beberapa jam

setelah kematian. Autodigesti oleh asam lambung merupakan temuan umum

pada bayi baru lahir dan terlihat sebagai pelunakan dan ruptur lambung dan

esofagus bagian bawah. Pada orang dewasa, proses autodigesti tersebut dapat

dimulai sebelum kematian dalam kasus lesi intrakranial. Tanda eksternal

paling awal adalah penampilan keputihan dan keruh di kornea.(6)

b. Putrefaction atau pembusukan

Dekomposisi dan pembusukan digunakan sebagai sinonim. Pembusukan

biasanya terjadi setelah hilangnya rigor mortis. Segera setelah kematian,

organisme akan memasuki jaringan tubuh. Multiplikasi bakteri dimulai dalam

waktu 4 jam dan puncaknya dicapai dalam waktu 24-30 jam. Usus

mengandung lebih dari seribu spesies bakteri yang berbeda. Penurunan

konsentrasi oksigen dalam jaringan dan peningkatan konsentrasi ion hidrogen

setelah kematian mendukung pertumbuhan bakteri dan akan menyebar ke

seluruh tubuh. Karena agen pelindung tubuh tidak ada, bakteri menyebar

melalui pembuluh darah menggunakan protein dan karbohidrat darah sebagai

media kultur. Ini adalah tahap akhir setelah kematian, di mana terjadinya
kerusakan jaringan lunak tubuh. Kehancuran disebabkan terutama oleh aksi

enzim bakteri, sebagian besar organisme anaerobik yang berasal dari usus.

Enzim lain merupakan derivat fungi, seperti Penicillium dan Aspergillus dan

kadang-kadang dari serangga, yang mungkin matang atau dalam tahap larva.

Agen utama bakteri perusak adalah Cl. welchii, yang menyebabkan

hemolisis, pencairan bekuan postmortem, disintegrasi jaringan dan

pembentukan gas dalam pembuluh darah dan ruang jaringan.(6,7)

Bakteri menghasilkan berbagai macam enzim dan menghancurkan berbagai

jaringan tubuh. Lesitinase yang diproduksi oleh Cl. welchii adalah yang

paling penting peranannya. Lesitin yang ada di semua sel membran termasuk

sel darah akan terhidrolisis dan bertanggung jawab untuk hemolisis darah

postmortem. Organisme lain termasuk Streptococcus, Staphylococcus,

bakterioid, lacbobacillus anaerob, difteri, B. proteus, B. coli., B. aerogenes

capsulatus, dll. Streptococcus dan Staphylococcus dapat berkembang biak 10

sampai 100 kali dan bahkan lebih produktif dalam darah dan pada jaringan

mayat yang disimpan pada suhu ruangan. Proses ini dimulai segera setelah

kematian pada tingkat sel.(6)

2.2.2 Tahap dekomposisi

Terdapat lima tahap dekomposisi, yaitu fresh stage, bloated, active decay,

advanced decay, and skeletal. Tahapan ini dapat terjadi secara bersamaan di

bagian tubuh yang berbeda dari mayat yang sama.(8,9)

1. Fresh Stage
Tahap ini dimulai dari saat awal kematian hingga kemunculan tanda

bloating. Tahap ini adalah periode segera setelah kematian di mana

autolisis terjadi. Algor mortis, livor mortis, dan rigor mortis terlihat jelas

pada tahap ini. Organisme pertama yang mendatangi jenazah adalah

blowflies (Calliphoridae) dan flesh flies (Sarcophagidae).(8,9)

2. Bloated Stage

Pada tahap bloated, bagian tubuh, termasuk organ dan jaringan lunak,

mengalami pembengkakan akibat akumulasi gas pembusukan atau produk

dekomposisi lainnya dari proses pembusukan. Gas yang dihasilkan oleh

aktivitas metabolisme bakteri anaerob menyebabkan penggembungan

abdomen. Bakteri atau mikroorganisme pembusuk, Clostridium welchii,

menghasilkan asam lemak dan gas pembusukan berupa H2S, HCN, dan

AA. H2S akan bereaksi dengan hemoglobin (Hb) menghasilkan HbS yang

berwarna hijau kehitaman. Pembengkakan biasanya dimulai di perut dan

kemudian perlahan-lahan mempengaruhi bagian lain, termasuk wajah,

payudara, dan alat kelamin. Juga, selama tahap ini terjadi perubahan kulit,

seperti blister dan slippage. Slippage di ekstremitas dikenal sebagai

degloving. Selain itu, fenomena marbling juga hadir selama tahap ini, di

mana pembuluh darah terlihat di kulit sebagai garis-garis hitam kehijauan

dan akhirnya menghasilkan perubahan warna kulit mulai dari hijau

menjadi hitam. Perubahan postmortem ini terlihat sekitar 24 hingga 48 jam

setelah kematian.(8,9)
3. Active Decay Stage

Active decay merupakan tahap dimana pembusukan dipercepat setelah

tahap bloated. Pada tahap ini terjadi postmortem purging di mana cairan

tubuh pembusukan dipaksa keluar dari lubang tubuh dan dapat diamati

selama tahap ini terjadi. Terlihat juga pelepasan rambut dan perubahan

warna hitam pada kulit yang pecah.(8,9)

4. Advanced decay stage

Dikenal sebagai pembusukan hitam. Eksposur tulang dimulai dan mayat

keseluruhan menunjukkan jaringan yang terdegradasi dan meninggalkan

tulang rawan, rambut dan jaringan kering. Indikator pada tahap ini adalah

munculnya kumbang dan berkurangnya dominasi lalat pada tubuh

bangkai. Ditandai dengan adanya sisa-sisa tubuh seperti kulit, kartilago

dan usus sudah mengalami pembusukan. Selanjutnya sisa jaringan tubuh

yang masih ada akan mengering.(8,9)

5. Skeletal Stage

Disebut juga tahap sisa-sisa kering atau kerangka. Pada tahap ini kulit

kering, tulang rawan, dan tendon tersisa minimal. Dekomposisi secara

signifikan melambat pada tahap ini, dan dibutuhkan bertahun-tahun atau

puluhan tahun untuk sisa-sisa kerangka hancur.(8,9)

2.2.3 Faktor yang mempengaruhi proses dekomposisi

1. Faktor Eksternal

1. Temperatur
Temperatur memiliki pengaruh besar pengaruh pada reaksi

kimia, proliferasi dan metabolisme mikroba, serta pertumbuhan dan

perkembangan artropoda.(10)

Pembusukan terjadi pada suhu di atas l0°C dan optimal antara

21 °C dan 38 °C. Tahap dekomposisi terjadi dua kali lipat lebih cepat

di musim panas daripada di musim dingin. Pembusukan lanjutan dapat

terlihat dalam waktu 24-36 jam di musim panas. Perbedaan suhu dapat

menyebabkan setiap bagian tubuh pada mayat yang sama untuk

menunjukkan tingkat dekomposisi yang berbeda. Tubuh yang beku

tidak akan mengalami dekomposisi sampai mencair, kecuali untuk

perubahan warna kulit dari warna alami menjadi oranye atau hitam.

Jika dekomposisi telah terjadi, pendinginan tubuh mungkin tidak

menghentikan dekomposisi sama sekali.(6,11)

2. Kelembaban

Seperti diketahui bahwa proses pembusukan diperlukan

kelembaban udara. Lingkungan yang lembab akan mendorong proses

pembusukan sedangkan lingkungan yang kering akan memperlambat

proses pembusukan. Oleh karena itu semakin tinggi kelembaban

semakin cepat pembusukannya. Peningkatan kelembaban memicu

reproduksi dan pertumbuhan aktivitas serangga. Hal ini dikarenakan

adanya uap air di udara dan lingkungan sekitarnya menyebabkan

peningkatan deteksi penciuman oleh serangga. Pada lingkungan yang

gersang, dengan sedikit kelembaban, akan terjadi mumifikasi.(11)


3. pH dan oksigen

Keasaman/kebasaan tanah dan tekanan parsial oksigen dapat

mempengaruhi laju penguraian. PH memiliki pengaruh terbesar pada

reaksi kimia selama dekomposisi. pH yang lebih rendah dapat

meningkatkan pertumbuhan jamur dan aktivitas tanaman. (10) Oksigen

diperlukan untuk meningkatkan aktivitas bakteri aerob, yang secara

signifikan berdampak pada tahap dekomposisi. Mayat di kuburan

massal yang tertutup kemungkinannya lebih kecil untuk mengalami

tingkat pembusukan yang lebih cepat. Demikian pada mayat yang

terendam, atau ditemukan di ketinggian akan terurai lebih lambat

karena penurunan jumlah oksigen yang ada.(11) Perbandingan laju

pembusukan udara: air: tanah = 8: 2: 1.(1)

4. Pakaian

Pakaian akan mempercepat pembusukan dengan

mempertahankan suhu tubuh optimal bagi organisme pembusuk untuk

berkembang biak dalam periode yang lebih lama. Jika pakaian ketat

seperti ikat pinggang, kaus kaki, pakaian dalam yang ketat, dan sepatu

bot maka pembusukannya akan lebih lambat, karena menyebabkan

kompresi dari jaringan sehingga tidak ada aliran darah pada area tubuh

tersebut dan mencegah masuknya organisme internal. Pakaian

mencegah akses organisme udara yang dapat merusak jaringan tubuh.


(6)

2. Faktor Internal
a. Usia dan Jenis Kelamin

Tubuh bayi baru lahir dan anak-anak yang belum diberi makan,

terurai sangat lambat karena tubuh biasanya steril. Jika anak diberi

makan sebelum kematian, atau jika permukaan tubuh terluka dengan

cara apa pun, dekomposisi cenderung terjadi lebih cepat. Dalam hal

ini, tubuh anak-anak membusuk lebih cepat dibanding orang dewasa.

Perbedaan jenis kelamin tidak berpengaruh.(6)

b. Kondisi tubuh

Tubuh yang gemuk, edema dan lebih lembek membusuk lebih

cepat daripada tubuh kurus, karena lebih besar jumlah cairan dalam

jaringan dan kelebihan lemak, serta lebih besar retensi panas.(6)

c. Sebab kematian

Tubuh orang yang meninggal akibat septikemia, peritonitis,

inflamasi dan kondisi septik, anasarca umum, asfiksia, dll., terurai

dengan cepat. Dalam kasus sepsis umum, tubuh mengalami

dekomposisi yang cepat meskipun jika mereka segera didinginkan.

Pembusukan berkembang sangat cepat dalam penyakit infeksi

dikarenakan CI. welchii, mis. obstruksi usus akut, kasus aborsi dan

gangren. Pembusukan cenderung tertunda setelah kematian akibat

penyakit wasting, anemia, perdarahan berat, kelemahan, keracunan

oleh asam karbol, seng klorida, strychnine dan keracunan logam berat

kronis, karena tindakan pengawet zat tersebut pada jaringan atau


tindakan destruktif atau penghambatannya terhadap organisme, yang

mempengaruhi dekomposisi.(6)

2.2.4 Perubahan pada Dekomposisi

1. Tanda eksternal

Tanda eksternal pertama dari pembusukan (dekomposisi) adalah

perubahan warna menjadi kehijauan dari sisi kanan perut di area caecum. Secara

bertahap warna menyebar ke seluruh perut, dan di dada dan muncul bau busuk. Isi

caecum lebih banyak cairan dan penuh bakteri sehingga pembusukan terjadi

pertama di area ini. Caecum dekat dengan dinding perut sehingga tampilan luar

yang terlihat pertama yaitu pada perut kanan bawah. Perubahan warna kehijauan

karena pembentukan sulphmethemoglobin. Pada musim panas, perubahan warna

terjadi dalam rentang 12 sampai 18 jam dan pada musim dingin terjadi dalam

rentang 18 sampai 24 jam.(12)

Terdapat pembentukan multipel bula yang terdiri atas udara disertai

dengan terkelupasnya kulit. Selanjutnya terjadi pelepasan gas yang

mengakibatkan edema dan tubuh tidak dapat dikenali. Proses berlanjut hingga

tubuh mencair dan hancur. Pada kulit terjadi marbling yang akan menonjol setelah

24 jam pada musim panas dan 36 sampai 48 jam pada musim dingin. Hal ini

disebabkan karena pembuluh darah di invasi oleh mikroorganisme. Saat terjadi

pembentukan sulphmethemoglobin menyebabkan pewarnaan coklat kehijauan

pada dinding bagian dalam pembuluh darah. Pewarnaan pembuluh darah

membuat pembuluh darah terlihat lebih menonjol dan disebut sebagai fenomena
marbling pada kulit. Pada post mortem dapat ditemukan gigi berwarna merah

karena terdapat hemolisis turunan hemoglobin melalui dentin tubulus.(12)

Dalam proses berlangsungnya dekomposisi tubuh menghasilkan bau yang

akan menarik serangga terutama lalat untuk menginvasi tubuh. Lalat akan bertelur

dalam 18 hingan 36 jam setelah menginvasi tubuh tergantung dari kondisi

lingkungannya. Tempat tersering lalat bertelur yaitu pada lubang di tubuh. Telur

akan menetas dalam 12 sampai 24 jam menjadi larva atau belatung. Belatung

merupakan mikroorganisme yang rakus dan memiliki enzim proteolitik yang

menyebabkan lebih banyak kerusakan sehingga akan kesulitan dalam penafsiran

cedera permukaan.(12)

2. Tanda internal

Dekomposisi dari organ internal dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti :(12)

a. Keutuhan organ

b. Kadar air dari organ

c. Kepadatan organ

d. Jumlah darah di organ

Organ internal membusuk awal Organ internal membusuk akhir


Otak Kerongkongan

Mukosa trakea dan laring Diafragma

Lambung dan usus Jantung

Limpa Paru-paru

Hati Ginjal

Kandung kemih

Uterus
Prostat
Proses dekomposisi organ internal(12)

 Otak : awal dekomposisi terdapat perubahan warna dengan urutan menjadi

abu-abu kemerah mudaan dan kemudian menjadi pucat, otak menjadi lebih

lunak dan akhirnya akan terjadi pencairan.

 Larynx dan trakea : terjadi perubahan pada mukosa menjadi lebih lunak dan

terdapat perubahan warna menjadi kecoklatan, dan kemudian menjadi hijau

lalu hitam.

 Lambung dan usus : awalnya akan terlihat bercak multipel berwarna merah tua

hingga coklat pada dinding posterior yang akan menyebar ke dinding anterior.

Mukosa lambung dan usus akan terjadi maserasi. Selanjutnya akan

menghitam, lunak dan lembek.

 Hati : menjadi lunak dan lembek dalam 12 hingga 24 jam pada musim panas.

Akan muncul lepuh pada permukaan hati. Hati tampak berbusa atau seperti

sarang lebah karena akumulasi dari gas hasil dekomposisi. Hati berubah warna

menjadi kehijauan dan kemudian berubah menjadi hitam seperti batubara.

 Jantung : menjadi lunak dan rapuh, selanjutnya akan dipenuhi oleh lepuh yang

merupakan akumulasi gas di atas permukaan. Sehingga jantung akan menjadi

massa yang lentur

 Paru-paru : terdapat lepuh berisi gas pada bagian bawah permukaan pleura.

Kemudian paru-paru menjadi lembek dengan keluarnya cairan bernoda darah.

 Ginjal : terjadi perubahan yaitu warna menjadi coklat, lebih lunak dan

kemudian akan mengecil


 Kelenjar adrenal : bagian medulla akan mencair, kortex menjadi lunak dari

bagian dalam hingga bagian luar. Dan kelenjar adrenal akan tampak seperti

kista.

 Limpa : menjadi lunak, lembek dan berwarna abu-abu dan akan di reduksi

menjadi massa yang berbeda

 Kandung kemih : tahan terhadap dekomposisi

 Prostat : organ terakhir yang membusuk pada pria

 Uterus : pada perempuan yang belum pernah hamil uterus merupakan organ

terakhir yang akan di dekomposisi. Namun, pada perempuan yang pernah

hamil dekomposisi uterus terjadi lebih awal.

2.2.5 Mumifikasi

Mumifikasi merupakan modifikasi dari dekomposisi yang dicirikan

dengan pengeringan jaringan pada kondisi suhu lingkungan yang tinggi,

kelembaban udara rendah, ventilasi yang baik dimana jaringan tubuh menjadi

lebih gelap, keras dan tampak keriput. Pada mumifikasi kulit menjadi kering

karena dehidrasi sel dan menampilkan perubahan warna hitam kecoklatan dan

akan muncul seperti perkamen. Mummifikasi menjadikan telinga, hidung, bibir,

jari-jari tangan dan kaki dalam keadaan kering, keras dan mengkerut. Dalam kasus

yang ekstrim betis dan lengan bawah mengkerut dan menggelap. Jari-jari dalam

kondisi ini tidak cocok untuk dilakukan pengambilan sidik jari.(12,13,15)

Pengeringan dari bagian tubuh tertentu dapat menyebabkan penyusutan

kulit yang akan menyebabkan muculnya retak atau robek pada kulit yang

umumnya terjadi di pangkal paha, leher dan ketiak. Lemak subkutan mejadi cair
selama mummifikasi. Ukuran organ internal menjadi berkurang karena kehilangan

air dan mungkin akan sulit untuk diindentifikasi. Penghancuran tubuh mumi

terjadi lebih lambat karena kadar air yang dimiliki tidak memadai untuk aktivitas

mikroorganisme dalam mendegradasi jaringan. Jika tetap dalam kondisi

lingkungan tersebut dalam waktu yang lama jaringan akan diubah menjadi debu.

Waktu yang dibutuhkan untuk mummifikasi lengkap tubuh manusia bervariasi

karena bergantung pada beberapa faktor yaitu ukuran tubuh, kondisi atmosfer dan

perpindahan udara. Mummifikasi lebih umum terjadi pada anak-anak, orang

dewasa bertubuh kecil atau pada lingkungan yang dingin atau kering.(8,12,13)

Mekanisme dari mumifikasi sebagai berikut :

 Mumifikasi terjadi di mana tubuh mengalami kehilangan cairan melalui

penguapan.

 Karena kelembaban rendah dan suhu panas, bakteri pembusuk tidak dapat

berkembang biak di lingkungan yang tidak memadai.

2.2.6 Adipocere

Adipocere adalah modifikasi dari dekomposisi yang ditandai dengan

pembentukan bahan lunak seperti lilin di tubuh mayat. Adipocere berasal dari

adipo (lemak) dan cire (lilin) dan menunjukkan sifat-sifat antara lemak dan lilin.

Ciri khas adipocere yaitu keras, lembab, berbau tengik, berwarna keputihan dan

tembus cahaya. Adipocere mudah terbakar dan jika terbakar akan berwarna

kuning pucat. Adipocere paling sering ditemukan pada tubuh yang terurai tanpa

terkena udara. Spesies bakteri dapat terlibat dalam pembentukan adipocere

termasuk clostridium perfringens dan clostridium frigidicanes. Setelah adipocere


terbentuk maka akan bertahan dalam waktu beberapa tahun hingga akhirnya akan

pucat, rapuh dan retak. Bakteri gram positif mampu mendegradasi adipocere.(8,12,13)

Adipocere biasanya pertama kali terlihat pada lemak subkutan dari pipi,

payudara, perut dan kemudian organ dan jaringan lainnya. Biasanya

membutuhkan waktu sekitar tiga minggu untuk adipocere berkembang

sepenuhnya. Namun, di India Dr Coull Mackenzie menemukan adipocere terjadi

dalam 3 hingga 15 hari dalam tubuh yang terendam di sungai Hooghly atau

dikubur di tanah lembab di Bengal. Dr Modi juga telah mengamati pembentukan

adipocere dalam 7 hingga 35 hari.(12)

Adipocere dapat mempertahankan bentuk tubuh oleh karena itu identitas

dari orang dapat diidentifikasi. Demikian pula ia dapat mengawetkan luka

sehingga dapat membantu dalam menjelaskan penyebab kematian. Menurut Evans

beberapa penyakit dapat dikenali pada pemeriksaan mikroskopis jaringan

adipocere dalam beberapa kasus.(12)

Mekanisme pembentukan adipocere :(12)

1. Asam lemak tak jenuh pada tubuh diubah menjadi asam lemak jenuh

dengan proses hidrolisis dan hidrogenasi.

2. Dalam adipocere, terjadi hidrogenasi asam lemak tak jenuh menjadi asam

lemak jenuh yang khas yaitu keras, berwarna putih kekuningan dan seperti

lilin. Proses pembentukan adipocere  dimulai dari lemak netral (misalnya

adiposa) dan di awali oleh enzim lipase intrinsik, yang mendegradasi

trigliserida menjadi asam lemak. Asam lemak tersebut dihidrolisis dan

terhidrogenasi menjadi hidroksi- asam lemak. Jadi adipocere terutama


terdiri dari asam lemak jenuh seperti hidroksi-palmatik, oleat, asam

hidroksi stearat. Proses ini difasilitasi oleh bakteri anaerob seperti

Clostridium welchii. Clostridium welchii  mengandung toksin seperti

lecithinase, protease  dan  phospholipases. Bakteri tersebut akan

menghasilkan ammonia yang berkontribusi dalam pembentukan

lingkungan yang bersifat basa.

3. Pada saat kematian, tubuh mengandung sekitar setengah persen lemak

asam tetapi ketika pembentukan adipocere dimulai, lemak tubuh naik

menjadi 20% dalam sebulan dan lebih dari 70% dalam tiga bulan.

Persyaratan untuk pembentukan adipocere :(12)

1. Lingkungan lembab atau perairan

2. Suhu hangat

3. Bakteri intrinsic penghasil enzim

4. Jaringan adiposa

Faktor yang mempengaruhi pembentukan adipocere :(12)

1. Kondisi lingkungan

2. Suhu

3. Kelembaban

4. Perpindahan udara

5. Tempat dan media pembuangan


BAB 3

KESIMPULAN

Algor mortis atau penurunan suhu tubuh terjadi karena proses pemindahan

panas dari tubuhyang panas ke lingkungan dengan cara radiasi,

konduksi,evaporasi, dan konveksi. Faktor-faktor yang mempengaruhi cepat atau

lamanya suhu tubuh mayat adalah suhu tubuh awal, luas permukaan tubuh, postur,

pakian dan penutup tubuh, suhu lingkungan, pergerakan udara dan kelembaban,

media sekitar tubuh dan perdarahan.

Dekomposisi adalah proses degradasi jaringan akibat autolisis sel oleh

pemecahan bahan kimia internal menjadi autolisis jaringan dari enzim digestif

yang dibebaskan, dan proses eksternal yang dilakukan oleh bakteri dan jamur

yang bersumber dari usus dan lingkungan luar. Dekomposisi mencakup dua

proses yaitu autolysis dan putrefaction (pembusukan). Terdapat lima tahap

dekomposisi, yaitu fresh stage, bloated, active decay, advanced decay, and

skeletal.
Daftar Pustaka

1. Tanto, C. (2014). kapita selekta kedokteran: edisi 4 jilid II. jakarta: media

aesculapius.

2. Idries A. 2017. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik Dalam Proses

Pendidikan 4th ed. Jakarta: Sagung Seto.

3. Eden R, Thomas B. 2020. Algor Mortis. Treasure Island (FL): StatPearls

4. Susanti R, Manela C, Hidayat T. 2015. Modul Forensik Tanatologi. Padang:

Bagian Forensik dan Medikolegal Fakutaltas Kedokteran Universitas Andalas

5. Byard, Roger. (2017). Pekka Saukko, Bernard Knight: Knight’s forensic

pathology 4th ed.. Forensic Science, Medicine and Pathology. 14. 1-1.

10.1007/s12024-017-9908-z.

6. Reddy, KSN & Murty, Om. (2014). The Essentials of Forensic Medicine and

Toxicology - 33th Edition by KSN Reddy and OPMurty.

7. Shedge R, Krishan K, Warrier V, et al. Postmortem Changes. [Updated 2020

Jul 27]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing;

2021 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK539741/

8. Teo, Chee Hau & Hamzah, Noor Hazfalinda & Hing, Hl & HAMZAH, SRI.

(2014). Decomposition Process and Post Mortem Changes: Review (Proses

Pereputan dan Perubahan Pasca Kematian: Ulasan). Sains Malaysiana. 43.

1873-1882. 10.17576/jsm-2014-4312-08.

9. Almulhim AM, Menezes RG. Evaluation of Postmortem Changes. [Updated

2021 May 7]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls
Publishing; 2021 Jan-. Available from:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK554464/

10. Daniel J. Wescott (2018) Recent advances in forensic anthropology:

decomposition research, Forensic Sciences Research, 3:4, 278-

293, DOI: 10.1080/20961790.2018.1488571

11. Woollen, Katharine C., "Chilled to the Bone: An Analysis on the Effects of

Cold Temperatures and Weather Conditions Altering the Decomposition

Process in Pig (Sus Scrofa) Remains" (2019).Theses and Dissertations. 1059.

https://ir.library.illinoisstate.edu/etd/1059

12. Bardale R. 2011. Principle of Forensic Medicine and Toxicology.  New Delhi:

Jaypee Brother Medical Publisher

13. Waters B. 2009. Handbook of Autopsy Practice Fourth Edition. Totowa :

Humana Press Inc

14. Chawki Bisker, T. Komang Ralebitso-Senior.2018.The Method Debate: A

State-of-the-Art Analysis of PMI Estimation Techniques.

https://doi.org/10.1016/B978-0-12-809360-3.00003-5.

15. Brooks JW. Postmortem Changes in Animal Carcasses and Estimation of the

Postmortem Interval. Veterinary Pathology. 2016;53(5):929-940.

doi:10.1177/0300985816629720

Anda mungkin juga menyukai