Anda di halaman 1dari 30

Referat

LEBAM MAYAT

Oleh:

Alicia Fitri Wulandhany, S.Ked 1930912320076


Jessica Sirait, S.Ked 1930912320063
Maria Winney Natania, S.Ked 1930912320057

Pembimbing

dr. Hj. Nila Nirmalasari, M.Sc, Sp.F.

BAGIAN/SMF ILMU KEDOKTERAN KEHAKIMAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
RSUD ULIN BANJARMASIN
Juni, 2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 5

2.1 Tanatologi .............................................................................. 5

2.2 Lebam mayat .......................................................................... 8

2.3 Aspek Medikolegal ................................................................ 25

BAB III PENUTUP ................................................................................. 27

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 28

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Mati menurut ilmu kedokteran didefinisikan sebagai berhentinya fungsi

sirkulasi dan respirasi secara lengkap dan permanen. Kematian dapat dibagi

menjadi dua fase, yaitu: somatic death (kematian somatik) dan biological death

(kematian biologik). Mati somatik (mati klinis) terjadi akibat terhentinya fungsi

ketiga sistem penunjang kehidupan, yaitu susunan saraf pusat, sistem

kardiovaskuler dan sistem pernapasan yang menetap yang secara klinis tidak

ditemukannya refleks-refleks, EEG mendatar, nadi tak teraba, denyut jantung

tidak terdengar, tidak ada gerak pernapasan, dan suara pernapasan tidak terdengar

pada auskultasi. Mati seluler (mati molekuler) merupakan kematian organ atau

jaringan tubuh yang timbul beberapa saat setelah kematian somatik.1,2

Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, batasan mati telah

diangkat dalam peraturan pemerintah yaitu pada PP no. 18 Tahun 1981 tentang

Bedah Mayat Klinik dan Bedah Mayat Anatomis serta transplantasi alat dan/atau

jaringan tubuh manusia. Pada Bab 1 Pasal 1 tentang Ketentuan Umum Ayat g,

dijelaskan bahwa “Meninggal dunia adalah insani yang diyakini oleh ahli

kedokteran yang berwenang bahwa fungsi otak, pernapasan dan atau denyut

jantung seseorang telah berhenti”. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2014 pasal 7, penentuan kematian seseorang

dapat dilakukan dengan menggunakan kriteria diagnosis kematian

klinis/konvensional atau kriteria diagnosis kematian mati batang otak. Kriteria

3
4

diagnosa kematian klinis/konvensional didasarkan pada telah berhentinya fungsi

sistem jantung sirkulasi dan sistem pernafasan terbukti secara permanen.3

Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada

seseorang berupa tanda kematian. Tanatologi berasal dari kata thanatos (yang

berhubungan dengan kematian) dan logos (ilmu) merupakan ilmu yang

mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan kematian yaitu definisi atau batasan

mati, perubahan yang terjadi pada tubuh setelah terjadi kematian dan faktor-faktor

yang mempengaruhi perubahan tersebut.2,4

Setelah terjadi kematian maka akan terdapat beberapa perubahan pada

tubuh. Perubahan tersebut dapat timbul dini pada saat meninggal atau beberapa

saat setelah meninggal atau beberapa menit kemudian. Setelah beberapa waktu

timbul perubahan pasca mati yang jelas dan dapat digunakan untuk mendiagnosis

kematian lebih pasti (termasuk lama waktu kematian).1,4

Tanda kematian dibagi menjadi tanda kematian pasti dan tanda kematian

tidak pasti. Tanda kematian yang pasti berada pada stadium cellular death yang

timbul beberapa saat setelah kematian somatis. Tanda pasti kematian yaitu livor

mortis (lebam mayat), rigor mortis (kaku mayat), algor mortis (penurunan suhu

tubuh), perubahan pada kulit, perubahan pada mata, dan dekomposisi. 4,5

Penentuan waktu kematian, atau interval antara saat kematian dan ketika

tubuh ditemukan (interval post mortem), biasanya tidak dapat ditentukan dengan

pasti. Semakin lama waktu terjadinya kematian, semakin besar peluang terjadinya

kesalahan dalam menentukan interval post mortem. Untuk dapat memperkirakan

saat kematian perlu diketahui perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuh


5

seseorang yang meninggal dunia (jenazah), dan juga faktor-faktor yang turut

berperan dalam terjadinya perubahan tersebut. Perkiraan yang paling dapat

diandalkan didasarkan pada kombinasi berbagai pengamatan yang dilakukan dari

tubuh dan tempat kejadian kematian. Kondisi yang diamati melibatkan tubuh

termasuk rigor mortis, livor mortis, algor mortis, dan dekomposisi.3,5

Livor mortis atau lebam mayat adalah perubahan warna kulit berupa warna

biru kemerahan akibat terkumpulnya darah di dalam vena kapiler yang

dipengaruhioleh gaya gravitasi di bagian tubuh yang lebih rendah di sepanjang

penghentian sirkulasi.1,2
6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanatologi

Tanatologi berasal dari kata thanatos (yang berhubungan dengan kematian)

dan logos (ilmu). Tanatologi adalah bagian dari Ilmu Kedokteran Forensikyang

mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan kematian yaitu definisi atau batasan

mati, perubahan yang terjadi pada tubuh setelah terjadi kematian dan faktor-faktor

yang mempengaruhi perubahan tersebut.2,4

Dalam tanatologi dikenal beberapa istilah tentang mati, yaitu mati somatik

(mati klinis), mati suri, mati seluler, mati serebral, dan mati otak (mati batang otak).
1,4

• Mati somatik (mati klinis) terjadi akibat terhentinya fungsi ketiga sistem

penunjang kehidupan, yaitu susunan saraf pusat, sistem kardiovaskular, dan

sistem pernapasan yang menetap (ireversibel). Secara klinis tidak ditemukan

refleks-refleks, EEG mendatar, nadi tidak teraba, denyut jantung tidak

terdengar, tidak ada gerak pernapasan, dan suara nafas tidak terdengar pada

auskultasi. 2

• Mati suri (suspended animation, apparent death) adalah terhentinya ketiga

sistem kehidupan di atas yang ditentukan dengan alat kedokteran sederhana.

Dengan peralatan kedokteran canggih masih dapat dibuktikan bahwa ketiga

sistem tersebut masih berfungsi. Mati suri sering ditemukan pada kasus

keracunan obat tidur, tersengat aliran listrik, dan tenggelam. 2


7

• Mati seluler (mati molekuler) adalah kematian organ atau jaringan tubuh yang

timbul beberapa saat setelah kematian somatik. Daya tahan hidup masing-

masing organ atau jaringan berbeda-beda, sehingga terjadinya kematian

seluler pada tiap organ atau jaringan tidak bersamaan. Pengetahuan ini

penting dalam transplantasi organ. 2

• Mati serebral adalah kerusakan kedua hemisfer otak yang ireversibel kecuali

batang otak dan serebelum, sedangkan kedua sistem lainnya yaitu sistem

pernapasan dan kardiovaskuler masih berfungsi dengan bantuan alat. 2

• Mati otak (mati batang otak) adalah bila terjadi kerusakan seluruh isi neuronal

intrakranial yang ireversibel, termasuk batang otak, dan serebelum. Dengan

diketahuinya mati otak (mati batang otak) maka dapat dikatakan seseorang

secara keseluruhan tidak dapat dinyatakan hidup lagi, sehingga aalat bantu

dapat dihentikan. 2

Perubahan post mortem merupakan salah satu petunjuk dalam menentukan

waktu terjadinya kematian (interval post mortem). Penentuan waktu kematian, atau

interval antara saat kematian dan ketika tubuh ditemukan( interval post mortem),

hanya dapat ditentukan dengan pasti apabila terdapat saksi mata yang menyaksikan

kematian tersebut. Semakin lama waktu terjadinya kematian, semakin besar

peluang terjadinya kesalahan dalam menentukan interval post mortem. Ada banyak

faktor yang digunakan dalam menentukan kematian, antara lain livor mortis (lebam

mayat), rigor mortis (kaku mayat), algor mortis (penurunan suhu tubuh), dan

dekomposisi. Pemeriksaan yang menyeluruh merupakan hal yang sangat penting,

hasil penemuan fisik dari tubuh mayat disesuaikan dengan informasi dari saksi mata
8

yang melihat atau mendengar jika terdapat saksi mata. 1,4

Tidak ada pemeriksaan tunggal pada mayat yang dapat menjadi indikator

akurat untuk menentukan waktu terjadinya kematian atau interval post mortem.

Perkiraan yang paling diandalkan adalah didasarkan pada kombinasi dari berbagai

pemeriksaan fisik, lingkungan, dan informasi dari saksi mata jika ada.3

2.2 Lebam Mayat

2.2.1 Definisi Lebam Mayat

Livor Mortis (Postmortem Lividity, Postmortem Stains, Postmortem

Hypostatis, Postmortem Suggillation, Postmortem Vibices, lebam mayat) yaitu

warna ungu kemerahan (livide) atau merah kebiruan pada bagian tubuh akibat

akumulasi darah yang menetap di pembuluh darah kecil di bagian tubuh paling

rendah akibat gaya gravitasi kecuali pada bagian yang tertekan alas keras. Livor

mortis dapat berwarna ungu kebiruan ataupun merah kebiruan.6,7,8

Livor mortis terbentuk pada daerah tubuh yang menyokong berat badan

tubuh seperti bahu, punggung, bokong, dan betis pada saat terbaring di atas

permukaan yang keras akan tampak pucat yang terlihat kontras dengan warna livor

mortis disekitarnya akibat dari kompresi pembuluh darah di daerah ini yang

mencegah akumulasi darah.7


9

Gambar 2.1 Lebam pada mayat8


10

2.2.2 Patomekanisme Livor Mortis

Livor mortis terbentuk saat terjadi kegagalan sirkulasi darah, pada saat arteri

rusak dan aliran balik vena gagal mempertahankan tekanan hidrostatik yang

menggerakan darah mencapai capillary bed yaitu tempat pembuluh-pembuluh

darah kecil afferen dan efferen saling berhubungan. Darah dan sel-sel darah

terakumulasi memenuhi saluran tersebut dan sukar dialirkan ke daerah tubuh

lainnya.7 Maka secara bertahap darah yang mengalami stagnasi di dalam pembuluh

vena besar dan cabang-cabangnya akan dipengaruhi gravitasi dan mengalir ke

bawah, ke tempat-tempat yang terendah yang dapat dicapai. Dikatakan bahwa

gravitasi lebih banyak mempengaruhi sel darah merah tetapi plasma akhirnya juga

mengalir ke bagian terendah yang memberikan kontribusi pada pembentukan

gelembung-gelembung di kulit pada awal proses pembusukan.9

Sel darah merah (eritrosit) akan bersedimentasi melalui jaringan longgar,

tetapi plasma akan berpindah ke jaringan longgar yang menyebabkan terbentuknya

edema setempat, menimbulkan blister pada kulit. Dari luar akan terlihat bintik-

bintik berwarna merah kebiruan atau adanya eritrosit pada daerah terendah terlihat

dengan timbulnya perubahan warna kemerahan pada kulit yang disebut livor

mortis.7
11

Gambar 2.2 Bagan Terjadinya Lebam Mayat8

Pada tahap awal pembentukannya, livor mortis memiliki warna kemerahan

yang dihasilkan dari jumlah eritrosit yang membawa hemoglobin yang teroksidasi.9

Setelah perkembangan pertama livor mortis tidak merata (dalam 30 menit sampai

3 jam setelah kematian), livor menjadi menyatu. Di bawah kondisi iklim sedang

hingga dingin, livor biasanya berkembang penuh dalam 4-8 jam postmortem,

mencapai intensitas maksimum setelah rata-rata 10 jam postmortem.10

Meningkatnya interval waktu post mortem, akan mengakibatkan perubahan warna

menjadi lebih gelap. Warna normal livor mortis ialah merah keunguan. Warna

merah keunguan ini akan berubah menjadi warna ungu akibat hasil pemisahan
12

oksigen dari hemoglobin eritrosit post mortem dan konsumsi oksigen terus-menerus

oleh sel-sel yang awalnya mempertahankan fungsi sistem kardiovaskuler (misalnya

sel-sel hati yang mempertahankan fungsi kardiovaskuler selama kira-kira 40 menit

dan sel otot rangka antara 2 sampai 8 jam). Produk deoxyhemoglobin yang

dihasilkan akan mengubah warna biru keunguan menjadi warna ungu.9

Adanya eritrosit di daerah yang lebih rendah akan terlihat di kulit sebagai

perubahan warna biru kemerahan. Oleh karena pengumpulan darah terjadi secara

pasif maka tempat – tempat di mana mendapat tekanan lokal akan menyebabkan

tertekannya pembuluh darah di daerah tersebut sehingga meniadakan terjadinya

lebam mayat yang mengakibatkan kulit di daerah tersebut berwarna lebih pucat.9

Pada interval awal postmortem, kira-kira sampai 12-18 jam setelah kematian,

livor mortis belum menetap. Nonfiksasi livor mortis berarti dapat memucat ketika

benda tumpul seperti jari, tangan, atau instrumen ditekan ke kulit. Tekanan lokal ini

memaksa darah dari kapiler yang membesar, menghasilkan pucat hingga putih

pucat, yang dengan cepat terisi kembali. Fenomena serupa terjadi jika tubuh

dipindahkan ke posisi baru. Livor mortis kemudian akan bergeser ke bagian tubuh

yang bergantung sebagai akibat dari gerakan tubuh. Kemampuan livor untuk

berpindah sebagai akibat dari pergerakan gravitasi darah diasumsikan bergantung

pada eritrosit yang utuh di dalam sistem vaskular: tekanan fokal menggerakkan sel-

sel darah di dalam pembuluh.10

Menetapnya livor mortis disebabkan oleh karena terjadinya perembesan

darah ke dalam jaringan sekitar akibat rusaknya pembuluh darah akibat

tertimbunnya sel-sel darah dalam jumlah yang banyak, adanya proses hemolisa sel
13

sel darah dan kekakuan otot-otot dinding pembuluh darah. Dengan demikian

penekanan pada daerah terbentuknya livor mortis yang dilakukan setelah 8-12 jam

tidak akan menghilang. Hilangnya livor mortis pada penekanan dengan ibu jari

memberi indikasi bahwa livor mortis belum terfiksasi secara sempurna. Lebam

mayat dikatakan sempurna ketika area lebam tidak menghilang jika ditekan

(misalnya dengan ibu jari) selama 30 detik.6,7

Setelah 18-24 jam, livor mortis menjadi menetap, yaitu tidak dapat

dipucatkan oleh tekanan pada permukaan tubuh atau digerakkan oleh efek gravitasi.

Waktu permulaan fiksasi livor umumnya tergantung pada suhu lingkungan di mana

tubuh telah terpapar; suhu lingkungan yang tinggi berkorelasi positif dengan onset

awal fiksasi. Jadi, ketika livor mortis telah tetap, perubahan posisi tubuh tidak akan

berpengaruh pada pola aslinya. Fiksasi dianggap sebagai hasil dari hemolisis darah,

yaitu dengan rusaknya membran eritrosit selama autolisis, eritrosit menjadi

permeabel terhadap hemoglobin dan turunannya.11

Tabel 2.1 Mekanisme dan Estimasi Waktu Munculnya Livor Mortis7


Mekanisme Onset Mulai Muncul Maksimum
Segera setelah
Pengendapan 2-4 jam 8-12 jam
kematian

Pada umumnya lebam mayat sudah timbul dalam waktu 15 sampai 20 menit

setelah orang meninggal. Lebam mayat ini mirip dengan luka memar, oleh karena

itu lebam mayat harus dibedakan dengan luka memar.4

Lebam postmortem dan memar pada antemortem dapat dibedakan dari

penyebab, situasi yang mendasari, apakah terdapat bengkak, dan jika dilakukan

sayatan dan disiram air, lebam mayat akan pudar/hilang, tetapi pada kasus resapan
14

darah (ekstravasasi akibat trauma) bercak tidak hilang.6,8

Tabel 2.2 Perbedaan Antara Lebam Mayat dengan Kongesti8,4


Lebam Mayat Kongesti
Penyebab Akumulasi menetap darah Statisnya sistem pembuluh darah
pada pembuluh darah yang disebabkan oleh keadaan
patologi
Lokasi Bagian tubuh terendah Sebagian atau seluruh bagian
organ yang mungkin mengalami
kelainan patologi
Edema Tidak ada Mungkin ada
Kejadian Postmortem Antemortem
Sayatan pada Oozing of blood Terbentuk eksudasi cairan
permukaan bercampur dengan darah
Ditekan Biasanya hilang Tidak hilang
Insisi Bintik-bintik darah Bintik-bintik darah ekstravaskular
intravaskular
Tanda Intra Tidak ada Ada
Vital

Tabel 2.3 Perbedaan Antara Lebam Mayat dengan Memar8,4


Sifat Lebam Mayat Memar
Letak Epidermal, karena Subepidermal, karena ruptur
pelebaran pembuluh darah pembuluh darah yang letaknya
yang tampak sampai ke bisa superfisial atau lebih dalam
permukaan kulit
Kutikula Tidak rusak Kulit ari rusak
(kulit ari)
Lokasi Terdapat pada daerah yang Terdapat di sekitar bisa tampak di
luas, terutama luka pada mana saja pada bagian tubuh dan
bagian tubuh yang letaknya tidak meluas
rendah
Gambaran Pada lebam mayat tidak Biasanya membengkak karena
ada evalasi kulit resapan darah dan edema
Pinggiran Jelas Tidak jelas
Warna Warnanya sama Memar yang lama warnanya
bervariasi. Memar yang baru
berwarna lebih tegas daripada
warna lebam mayat di sekitarnya
Pada Pada pemotongan, darah Menujukkan serepan darah ke
pemotongan tampak dalam pembuluh jaringan sekitar, susah dibersihkan
dan mudah dibersihkkan. jaringan sekitar, susah dibersihkan
Jaringan subkutan tampak jika hanya dengan air mengalir
pucat
Dampak Akan hilang walaupun Warnanya berubah sedikit saja jika
15

setelah hanya diberikan penekanan diberi penekanan


penekanan ringan
Warna merah Tidak beraturan dan Sama merahnya diseluruh organ
terdapat pada bagian tubuh tubuh
yang letaknya rendah

2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Livor Mortis

Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya lebam mayat antara lain :8

a. Posisi – posisi yang menetap dalam jangka waktu tertentu dapat menyebabkan

terbentuknya lebam mayat. Demikian jika tubuh sering dibolak balikkan maka

biasanya lebam tidak terbentuk.

b. Perdarahan – jika terjadi kehilangan darah yang banyak atau terjadi syok

hemoragik, lebam mayat mungkin sulit dinilai.

c. Anemia – jika pada menderita anemia maka akan sulit menilai adanya lebam

pada mayat.

d. Warna kulit – lebam mayat lebih mudah dinilai pada orang dengan warna kulit

terang dibandingkan orang dengan warna kulit gelap.

e. Suhu dingin – jika mayat disimpan dalam pendingin, maka lebam mayat

mungkin lebih lama terbentuk dan dalam beebrapa keadaan, hal ini bukanlah

oarameter yang baik untuk menentukan estimasi waktu kematian.

2.2.4 Distribusi Livor Mortis

Lebam mayat menetap pada bagian terendah tubuh disebabkan karena adanya

gaya gravitasi. Selain itu alasan yang pertama, setelah terbentuknya lebam mayat,

darah tidak mudah melewati pembuluh darah. Kedua, selang beberapa jam lebam

mayat menjadi lengkap, rigor mortis juga akan terjadi pada otot. Saat terjadinya
16

kaku mayat, pembuluh darah yang berjalan diantara otot tertekan sehingga darah

sulit untuk mengalir. Dan ketiga, saat rigor mortis lengkap terjadi, pembuluh darah

berikutnya juga tertekan sehingga tidak dapat berdilatasi untuk mengalirkan darah

pada area berikutnya.8

Lokalisasi lebam mayat pada bagian tubuh yang rendah, kecuali pada bagian

tubuh yang tertekan dasar atau tertekan pakaian.4 Jika posisi korban terlentang,

maka lebam muncul pada daerah terendah tubuh, yaitu pada daerah belakang tubuh

seperti punggung, paha, betis. Di samping itu kadang-kadang ditemukan juga lebam

mayat pada bagian depan samping leher, hal ini disebabkan pengosongan yang

kurang sempurna daripada vena-vena superfisialis, seperti vena jugularis externa

dan vena colli superfisialis.4

Jika korban dalam posisi tengkurap, maka lebam mayat muncul di daerah

terendah tubuh, yaitu bagian depan tubuh yaitu dahi, pipi, dagu, dada, perut, paha

bagian depan, dan tangan.8,4 Saat posisi korban miring ke samping, maka lebam

muncul di sisi terendah tubuh.8 Kadang-kadang stagnasi darah demikian hebat,

sehingga pembuluh darah dalam rongga hidung pecah, dan keluarlah darah dari

hidung. Pada korban yang menggantung, lebam mayat terdapat pada ujung

extremitas dan genitalia eksterna.4


17

Gambar 2.3 Pembentukan Lebam Mayat pada Bagian Tubuh Terendah


Berdasarkan Posisi8

Gambar 2.4 Lokalisasi Lebam Mayat pada Bagian Tubuh yang Rendah10
18

Gambar 2.5 Lokalisasi Lebam Mayat pada Bagian Tubuh yang Tertekan Dasar
atau Tertekan Pakaian10,11

Empat jam setelah orang meninggal akan terjadi hemolisa, sehingga pigmen

darah keluar dan masuk ke dalam jaringan di sekitarnya. Akibatnya lebam mayat

tidak akan hilang bila posisi jenazah diubah.4 Di samping ditemukan pada kulit,

lebam mayat juga dapat ditemukan pada alat tubuh, seperti bagian belakang otak,

bagian belakang paru, dan bagian belakang hati, serta bagian belakang lambung.

Keadaan ini perlu dibedakan dengan keadaan patologis seperti pneumonia atau

lambung yang mengalami keracunan.4


19

Gambar 2.6 Urutan Kemunculan Berbagai Keadaan Livor Mortis di Bawah


Kondisi Iklim Sedang hingga Dingin

2.2.5 Warna Livor Mortis

Secara tipikal lebam mayat mempunyai warna ungu atau ungu kemerahan.

Lebam mayat yang terjadi pada tubuh yang terekspos dengan udara dapat berwarna

pink pada sisi-sisinya, pada bagian belakang atau tempat-tempat yang berdekatan

dengan tanah akan tetapi hal ini tidak dapat dijadikan patokan.10

Pada fase awal pembentukan, livor memiliki warna merah, karena banyaknya

eritrosit yang membawa hemoglobin teroksigenasi. Dengan bertambahnya panjang

interval post mortem maka livor menjadi lebih gelap dan ketika sepenuhnya

terbentuk warna normal livor mortis berwarna kebiruan-ungu hingga ungu. Ini

adalah hasil disosiasi oksigen dari hemoglobin eritrosit post mortem dan konsumsi

oksigen terus menerus dari sel-sel yang awalnya bertahan dari penghentian fungsi

kardiovaskular (misalnya, sel-sel otot rangka bertahan dari penghentian sistem

kardiovaskular selama 2-8 jam). Produk yang dihasilkan adalah

deoxyhemoglobin.10

Warna lebam dapat menentukan penyebab kematian, misalnya merah terang

pada keracunan karbonmonoksida (CO) atau sianida (CN). Serta kecokelatan pada

keracunan aniline, nitrit, atau sulfonal.6


20

Livor merah muda atau merah muda sering terlihat pada karbon keracunan

monoksida, hipotermia fatal, keracunan sianida, atau pada tubuh yang terpapar

suhu lingkungan yang dingin pada postmortem. Pada kematian yang disebabkan

oleh keracunan karbon monoksida, secara klasik digambarkan berwarna “cherry

red” sebagai akibat dari pembentukan karboksihemoglobin.10

Gambar 2.7 Warna Pink (Cherry-Red) dari Livor pada Keracunan Karbon
Monoksida10

Livor merah muda atau merah muda juga sering terlihat pada kasus

hipotermia yang fatal karena suhu lingkungan yang dingin menghambat disosiasi

oksigen dari hemoglobin.12 Hemoglobin teroksigenasi memiliki warna merah lebih

terang dari deoxyhemoglobin. Di bawah suhu lingkungan yang dingin (kira-kira

<15ºC), reoksigenasi hemoglobin terjadi perlahan-lahan setelah kematian, dan ini

adalah penjelasan untuk warna merah muda pada livor yang terlihat pada tubuh

setelah disimpan di area berpendingin.12


21

Gambar 2.8 Livor Merah Muda/Merah Muda karena Reoksigenasi Hemoglobin


Setelah Penyimpanan Tubuh di Ruang Dingin10

Pada keracunan sianida menghambat disosiasi oksigen dari hemoglobin

dengan menghalangi aktivitas sitokrom oksidase, juga menyebabkan warna merah

muda atau merah muda. Pada kasus-kasus dimana methaemoglobin dibentuk dalam

darah sewaktu masih hidup seperti potassium chlorate, nitrate, dan keracunan

aniline memperlihatkan warna lebam sebagai chocolate brown.10 Livor sering

berubah menjadi hijau sebagian di bawah pengaruh proses pembusukan karena

konversi hemoglobin menjadi sulfhemoglobin.15 Pada kasus infeksi oleh

Clostridium perfringens, memperlihatkan warna lebam sebagai bronze.14

Gambar 2.9 Warna Coklat pada Livor Mortis pada Keracunan Nitrat11
22

Tabel 2.4 Distribusi Lebam Mayat Berdasarkan Warna yang Terbentuk8


Penyebab Warna Lebam Mekanisme
yang Terbentuk
Karbon monoksida Merah muda Karboxihemoglobin
Sianida Merah terang Excessive oxygenated blood
Fluoroasetat Merah muda/merah Excessive oxygenated blood
terang
Di Lemari pendingin Kemerahan Hambatan oksigen in cutaneous
blood by cold
Hipotermi Kemerahan Hambatan oksigen in cutaneous
blood by cold
Sodium klorat Coklat Methemoglobin
Hidrogen sulfida Hijau Sulfahemoglobin
Anilin Biru gelap Deoksigenasi darah
Karbon dioksida Kebiru-biruan Deoksigenasi

2.2.6 Livor Mortis pada Organ Dalam

Dibandingkan dengan perkembangan dan lokasinya di permukaan tubuh luar,

livor dapat ditemukan di bagian organ dalam yang tergantung pada posisi tubuh.

Pada mayat yang terlentang, akan terlihat jelas di bagian posterior lobus serebri,

serebelum, di pembuluh pial di fossa posterior, permukaan posterior jantung, paru-

paru, hati, ginjal, limpa, laring, lambung dan usus.15 Di paru-paru, darah dan

transudat menumpuk yang terakhir karena hipostasis terbatas dan kadang-kadang

menyerupai edema atau pneumonia. Livor internal di jantung ditunjukkan oleh zona

merah perubahan warna di miokardium, dapat menyerupai infark baru. Lokasi pasti

livor di miokardium tergantung pada posisi tubuh setelah kematian.11 Hipostasis

dari bagian yang bergantung pada lilitan usus mungkin menyerupai strangulasi

usus. Pembengkakan hipostatik mukosa lambung dapat mensimulasikan keracunan


23

iritan seperti perubahan.15 Kesulitan yang timbul dari adanya livor mortis di organ

internal dan diferensiasinya dari proses penyakit yang mendasarinya dapat

diselesaikan dengan pemeriksaan mikroskopis.10

Tabel 2.5 Perbandingan Hipostasis Internal dan Kongesti Inflamasi Visera15


Hipostasis Internal Inflamasi Visera
Posisi Hanya pada organ yang Semuanya
bergantung
Kemerahan Diskrit dan tidak teratur Uniform di seluruh organ
Mukosa Kusam dan tidak berkilau Angry looking
Reaksi inflamasi Negatif Positif

Gambar 2.10 Livor Mortis pada Organ Dalam

2.2.7 Tidak Adanya Lebam Mayat

Livor mungkin jarang atau bahkan tidak ada pada kematian dimana telah

terjadi kehilangan darah yang cukup banyak sebelum kematian, baik dari sumber

internal (misalnya, perdarahan gastrointestinal) atau sebagai akibat dari perdarahan

eksternal (misalnya, luka tusuk dan amputasi traumatis anggota badan). Dalam
24

banyak kasus, pemeriksaan luar akan menjelaskan tidak adanya livor dengan

mengungkapkan sumber perdarahan (misalnya, apusan darah akibat hematemesis

atau melena, atau cedera eksternal). Tidak adanya livor sama sekali memerlukan

kehilangan darah setidaknya 65% dari volume darah yang bersirkulasi pada remaja

dan 45% pada bayi. Pada kasus dengan anemia ante mortem (misalnya, anemia

aplastik, anemia hemolitik autoimun, anemia sekunder karena keganasan,

malnutrisi, atau infeksi), livor mortis akan sangat berkurang atau tidak ada,

tergantung pada kadar hemoglobin dalam sirkulasi sebelum kematian. Pada

individu yang kecokelatan atau berkulit gelap, jaundice, atau oleh beberapa kondisi

dermatologis, livor mungkin sulit untuk diidentifikasi.10,13

Gambar 2.11 Sparse Postmortem Lividity karena Kehilangan Darah Anal yang
atal dari Karsinoma rektum10

Pada kematian akibat tenggelam, tergantung pada kedalaman dan waktu

tubuh berada di bawah air, livor mungkin tidak berkembang karena pembuluh

dermal akan tertekan oleh tekanan air hidrostatik. Jika tubuh diambil dari air dalam

waktu kira-kira 24 jam, livor dapat berkembang di bagian tubuh yang bergantung,
25

tetapi ini akan tergantung pada suhu air. Dalam tubuh yang pulih dari air dingin,

fenomena ini dapat diamati bahkan setelah interval postmortem 48-72 jam.10

2.2.8 Diferensial Diagnosis

Livor mortis mungkin disalahartikan dengan memar oleh orang yang

berpengalaman, meskipun hal ini jarang terjadi, karena dalam 24 jam pertama

setelah kematian, bukti kontak pucat yang disebabkan oleh tekanan lokal yang

diterapkan pada permukaan tubuh luar akan membantu mengidentifikasi livor.

Aplikasi kompresi permukaan ke area memar tidak akan menyebabkan pucat. Pada

interval post mortem selanjutnya, insisi pada area yang meragukan akan membuat

perbedaan yang jelas, karena tidak ada perdarahan yang terlihat pada jaringan lunak

di bawah livor.10

Eritema beku, bintik merah-ungu akibat hipotermia yang terlihat di bagian

tubuh yang menonjol seperti bahu, lutut, atau sendi siku, kadang-kadang

disalahartikan sebagai livor. Mengingat bahwa radang dingin secara teratur

ditemukan pada bagian tubuh yang tidak bergantung dan sering tidak menunjukkan

pertemuan, diferensiasinya dari livor seharusnya tidak menimbulkan kesulitan.10


26

Gambar 2.12 Eritema Beku pada Sendi Lutut Kiri10

2.3 Aspek Medikolegal

Aspek medikolegal tanatologi adalah :

a. Memastikan adanya kematian.

b. Menentukan posisi korban saat mati.

c. Memperkirakan lamanya kematian.

d. Mengarahkan penyebab/ cara kematian.

e. Membantu dalam identifikasi (bila telah terjadi proses pengawetan tubuh

mayat secara alami (adiposere dan mummifikasi)

Beberapa hal berikut terbentuknya Livor mortis digunakan dalam

kepentingan medikolegal :8

a. Sebagai tanda pasti kematian

b. Estmasi waktu kematian dapat ditentukan

c. Distribusi terbentuknya lebam mayat, dapat membantu posisi tubuh mayat saat

kematian
27

d. Penyebab kematian – diketahui dari warna lebam mayat yang terbentuk

e. Lebam mayat mungkin dapat ditemukan di jaringan bawah kuku jika memang

berada dalam posisi yang lebih rendah dan menetap. Hal ini penting jika sulit

membedakan dengan sianosis

f. Lebam mayat mungkin sulit dibedakan dengan memar

g. Bintik perdarahan mungkin sulit dibedakan dengan lebam mayat

h. Keadaan dibawah suhu lingkungan, membuat warna keunguan pada lebam

mayat akan terlihat merah terang atau merah muda karena re-saturasi

hemoglobin dengan oksigen. Hal ini penting untuk membedakannya dengan

keracunan karbon monoksida

i. Terbentuknya lebam mayat pada daerah usus, kadang sulit dibedakan dengan

terjadinya infark atau strangulasi usus.


BAB III

PENUTUP

Lebam mayat adalah warna ungu kemerahan (livide) atau merah kebiruan

pada bagian tubuh akibat akumulasi darah yang menetap di pembuluh darah kecil

di bagian tubuh paling rendah akibat gaya gravitasi kecuali pada bagian yang

tertekan alas keras. Livor mortis terbentuk pada daerah tubuh yang menyokong

berat badan tubuh seperti bahu, punggung, bokong, dan betis pada saat terbaring di

atas permukaan yang keras akan tampak pucat yang terlihat kontras dengan warna

livor mortis disekitarnya akibat dari kompresi pembuluh darah yang mencegah

akumulasi darah. Lebam mayat sudah timbul dalam waktu 15 sampai 20 menit

setelah orang meninggal dan akan menetap tidak bisa hilang dengan penekanan

setelah 18-24 jam. Pada fase awal pembentukannya livor memiliki warna merah,

dengan bertambahnya panjang interval post mortem maka livor menjadi lebih gelap

dan ketika sepenuhnya terbentuk warna normal livor mortis berwarna kebiruan-

ungu hingga ungu. Warna lebam dapat menentukan penyebab kematian, misalnya

merah terang pada keracunan karbonmonoksida (CO) atau sianida (CN). Serta

kecokelatan pada keracunan aniline, nitrit, atau sulfonal.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Parinduri AG. Buku Ajar Kedokteran Forensik Medikolegal. Medan:

UMSU Press. 2020

2. Nirmalasari N. Tanatologi Forensik (Perubahan Setelah Kematian). 2020.

Banjarmasin: First Printing

3. Senduk EA, Mallo JF, Tomuka DC. Tinjauan Medikolegal Perkiraan Saat

Kematian. Jurnal Biomedik (JBM). 2013:5(1); 37-41

4. Hariadil AM. Tanatologi. Dalam: Buku Ajar Ilmu Kedokteran Forensik dan

Medikolegal Edisi Ketujuh. Editor: Hoediyanto, A. Hariadi. Surabaya:

Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas

Kedokteran Universitas Airlangga. Hal. 115-118.

5. Dix J, Graham M, Time of Death,Decomposition, and Identification An

Atlas. CRC Press LLC. 2000

6. Eng, V dan Oktavinda S. 2014. Tanatologi dalam Kapita Selekta Kedokteran

edisi . Jakarta: Media Aesculapius.

7. Thanos C.A, Djemi T, dan Nola T.S.M. 2016. Livor mortis pada Keracunan

insektisida golongan organofosfat di kelinci. Jurnal e-Clinic (eCI), Volume

4, Nomor 1, Januari-Juni 2016

8. Bardale, R. 2011. Principle of Forensic Medicine and Toxicology. New

Delhi: Jaypee Brother Medical Publisher

9. Cox, WA. Early Postmortem Changes and Time of Death. In: Forensic

Pathologist/Neuropathologist. 2009.

10. Tsokos M, Byard RW. Postmortem Changes: Overview. Encyclopedia of


Forensic and Legal Medicine. 2016:10–31.

11. Harle, L. Postmortem Changes. [online]. 2012. [Cited 13 Januari 2013].

Available from URL: http://www.pathologyoutlines.com/topic/

forensicspostmortem.html

12. Bright F, Winskog C, Tsokos M, Walker M, Byard RW. 2014. Issues in the

diagnosis of hypothermia: A comparison of two geographically separate

populations. Journal of Forensic and Legal Medicine. 2014: 22; 30-32.

13. Prahlow J, Byard RW. An Atlas of Forensic Pathology. 2012. New York,

NJ: Springer Publishers.

14. Payne-James J, McGovern C, Jones R, Karch SB, Manlove J. Simpson’s

Forensic Medicine 13th edition Irish Version. 2014. UK: Taylor & Francis

Group.

15. Rao NG. Textbook of Forensic Medicine & Toxicology. 2nd edition. 2010.

India: Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd.

Anda mungkin juga menyukai