BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Seorang dokter pasti akan dihadapkan pada kasus kematian, dalam melaksanakan
profesinya, baik kematian wajar maupun kematian tidak wajar. Pada kasus kematian
tidak wajar, dokter atas permintaan penyidik menetukan apakah korban masih hidup
ataukah sudah mati, pada korban yang masih hidup dapat secepatnya mendapatkan
perawatan sedangkan pada korban mati perlu ditentukan perkiraan saat kematiannya.1
Dalam suatu perkara pidana yang menimbulkan korban, dokter yang diminta
dapat menemukan kelainan yang terjadi pada tubuh korban, bilamana kelainan tersebut
timbul, apa penyebabnya, serta apa akibat yang timbul terhadap kesehatan korban.
Dalam hal korban meninggal, dokter diharapkan dapat menjelaskan penyebab kematian
dalam perkiraan saat kematian dan perkiraan cara kematian. Untuk dapat
memperkirakan saat kematian perlu diketahui perubahan yang terjadi pada tubuh
berbagai macam bidang ilmu, yang salah satunya adalah Tanatologi. Tanatologi adalah
salah satu bagian dari Ilmu Kedokteran kehakiman yang mempelajari kematian serta
untuk mempermudah proses penyidikan dimana penyidik dapat lebih terarah dan selektif
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI TANATOLOGI
Tanatologi berasal dari kata Thanatos (yang berhubungan dengan kematian) dan
logos (ilmu). Tanatologi merupakan ilmu yang mempelajari hal-hal yang berkaitan
dengan kematian, yaitu : definisi atau batasan mati, perubahan yang terjadi pada tubuh
Dalam arti luas kadang-kadang juga mengenai ilmu yang mempelajari problem-problem
medis dan psikologis yang berhubungan dengan persoalan kematian penderita dan
Dalam stadium somatic death fungsi pernapasan dan peredaran darah telah
berhenti, sehingga terjadi anoxia yang lengkap dan menyeluruh dalam jaringan-jaringan.
Akibatnya proses aerobik dalam sel-sel berhenti, sedangkan proses anaerobic masih
berlangsung.1
tersebut saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya, adanya gangguan pada salah
satu system akan menimbulkan gangguan pada system yang lain. Tanda-tanda yang
menunjukkan bahwa pada seseorang itu telah meninggal dunia adalah : terhentinya
DEFINISI MATI
1. Mati Somatis (Mati Klinis) terjadi akibat terhentinya fungsi ketiga system
penunjang kehidupan, yaitu susunan saraf pusat, system kardiovaskuler, dan system
refleks, EEG mendatar, nadi tidak teraba, denyut jantung tidak terdengar, tidak ada
system kehidupan dia tas yang ditentukan dengan alat kedokteran sederhana. Dengan
peralatan kedokteran yang canggih masih dapat dibuktikan bahwa ketiga system
5
tersebut masih berfungsi. Mati suri sering ditemukan pada kasus keracunan obat
3. Mati seluler (mati molekuler) adalah kematian organ atau jaringan tubuh yang
timbul beberapa saat setelah kematian somatic. Daya tahan hidup masing-masing
organ atau jaringan berbeda-beda, sehingga terjadinya kematian seluler pada tiap
organ atau jariangan tidak bersamaan. Pengetahuan ini penting dalam transplantasi
organ. Sebagai gambaran, dapat dikemukakan bahwa susunan saraf pusat mengalami
mati seluler dalam waktu empat menit; otot masih dapat dirangsang (listrik)
sampaikira-kira dua jam pasca mati, dan mengalami mati seluler setelah empat jam;
dilatasi pupil masih terjadi pada pemberian adrenalin 0,1% atau penyuntikan sulfas
fisostigmin 0,5% akan mengakibatkan miosis hingga 20 jam pasca mati. Kulit masih
dapat berkeringat sampai lebih dari delapan jam pasca mati dengan cara
hidup beberapa hari dalam epididimis; kornea masih dapat ditransplantasikan dan
darah masih dapat dipakai untuk transfusi sampai 6 jam pasca mati.2,3
4. Mati serebral adalah kerusakan kedua hemisfer otak yang irreversible kecuali
batak otak dan serebellum, sedangkan kedua system lainnya yaitu system pernafasan
5. Mati otak (mati batang otak) adalah bila telah terjadi kerusakan seluruh isi
Dengan diketahuinya mati otak (mati batang otak) maka dapat dikatakan seseorang
6
secara keseluruhan tidak dapat dinyatakan hidup lagi, sehingga alat bantu dapat
dihentikan.2,3
Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang
berupa tanda kematian, yaitu perubahan yang terjadi pada tubuh mayat. Perubahan
tersebut dapat timbul dini pada saat meninggal atau beberapa menit kemudian, misalnya
kerja jantung dan peredaran darah terhenti, pernafasan berhenti, refleks cahaya dan
refleks kornea mata hilang, kulit pucat dan relaksasi otot. Setelah beberapa waktu timbul
perubahan pasca mati yang jelas yang memungkinkan diagnosis kematian lebih pasti.
1. Pernafasan berhenti, dinilai selama lebih dari 10 menit (inspeksi, palpasi, dan
auskultasi)
3. Kulit pucat, tetapi bukan merupakan tanda yang dapat dipercaya, karena
muda. Kelemasan otot sesaat kematian disebut relaksasi primer. Hal ini
8. Mummifikasi
pengeluaran panas berlangsung terus, dengan akibat suhu jenazah akan turun. Cara
Penurunan suhu tubuh terjadi karena proses pemindahan panas dari badan ke
benda yang lebih dingin, malalui cara radiasi, konduksi, evaporasi dan konveksi.
Berdasarkan penelitian, kurva penurunan suhu mayat akan berbentuk kurva sigmoid,
dimana pada jam-jam pertama penurunan suhu akan berlangsung dengan lambat,
8
demikian pula bila suhu tubuh mayat telah mendekati suhu lingkungan. Tubuh terdiri
dari lapisan yang tidak homogen, maka lapisan yang berada di bawah kulit akan
menyalurkan panasnya ke arah kulit, sedangkan lapisan tersebut juga menerima panas
dari lapisan yang berada dibawahnya. Keadaan tersebut yaitu dimana terjadi pelepasan
atau penyaluran panas secara bertingkat dengan sendirinya membutuhkan waktu, hal ini
Bila telah tercapai suatu keadaan yang dkenal sebagai temperature gradient,
yaitu suatu keadaan dimana telah terdapat perbeadaan suhu yang bertahap di antara
lapisan-lapisan yang menyusun tubuh, maka penyaluran panas dari bagian tubuh ke
permukaan dapat berjalan dengan lancar, penurunan suhu tubuh mayat akan tampak
jelas. Proses metabolisme sel yang masih berlangsung beberapa saat setelah kematian
somatik dimana juga terbentuk energi, merupakan faktor yang menyebabkan mengapa
Oleh karena suhu mayat akan terus menurun, maka akan dicapai suatu keadaan
dimana perbedaan antara suhu mayat dengan suhu lingkungan tidak terlalu besar, hal ini
yang menerangkan mengapa penurunan suhu mayat pada saat mendekati suhu
1. Suhu udara : makin besar perbedaan suhu udara dengan suhu tubuh jenazah,
jenazah.
4. Keadaan tubuh korban : apabila tubuh korban gemuk, yang berarti mengandung
6. Sebab kematian : bila korban meninggal karena keradangan (sepsis), suhu tubuh
Apabila korban meninggal di dalam air, maa penurunan suhu jenazah tergantung pada :1
a. Suhu air
b. Aliran air
c. Keadaan air
rectum atau dapat pula dalam alat dalam seperti otak atau hati yang tertentunya baru
dapat dilakukan bila dilakukan bedah mayat. Bila yang dipergunakan thermometer air
Perbedaan saat kematian dapat dihitung dari pengukuran suhu mayat perrektal.
(Rectal temperature/ RT). Saat kematian (dalam jam) dapat dihitung rumus Post Mortem
1,5
Suhu tubuh normal adalah sebesar 98,6 oF, sedangkan rata-rata penurunan suhu
per jam dimana suhu lingkungan 70o F (21o C) adalah 1,5. Rata-rata penurunan suhu
Lebam mayat memiliki nama lain, diantaranya post mortem hypostasis, lividitii,
staining, atau sugilasi. Apabila seseorang meninggal, peredaran darahnya berhenti dan
timbul stagnasi sebagai akibat gravitasi maka daah mencari tempat yang terendah. 1
Lebam mayat terjadi saat kegagalan sirkulasi, ketika arteri rusak dan aliran balik vena
gagal mempertahankan darah mengalir melalui saluran pembuluh darah kapiler, maka
darah dengan butir sel darahnya saling tumpuk memenuhi saluran tersebut dan sukar
dialirkan di tempat lain seperti pada fenomena kopi tubruk. Gaya gravitasi meyebabkan
darah yang terhenti tersebut mengalir ke area terendah. Sel darah merah (eritrosit) adalah
yang paling terkena efeknya, dimana akan bersedimentasi melalui jaringan longgar,
edema setempat, dimana timbul blister pada kulit. Dari luar akan terlihat bintik-bintik
berwarna merah kebiruan 1, atau adanya eritrosit pada daerah terendah terlihat dengan
11
timbulnya perubahan warna kemerahan pada kulit yang disebut Lebam Mayat. Lebam
mayat mulai tampak 20-30 menit pasca mati, makin lama intensitasnya bertambah dan
menjadi lengkap dan menetap setelah 8-12 jam. Sebelum waktu ini, lebam mayat masih
bisa hilang (memucat) pada penekanan dan dapat berpindah jika posisi mayat diubah.
Tidak hilangnya lebam mayat dikarenakan telah terjadi perembesan darah akibat
Tetapi, walaupun setelah 24 jam, darah masih tetap cukup cair sehingga sejumlah
masih dapat mengalir dan membentuk lebam mayat di tempat terendah yang baru.
Bentuk dari lebam mayat tergantung posisi tubuh pasca mati. Sering posisi mayat
terlentang dengan bahu, pantat, dan punggung menekan permukaan tanah. Hal ini
menyebabkan tekanan pada aliran darah di area-area tersebut, sehingga lebam tidak
timbul pada daerah tersebut dan kulit tetap berwarna sama. Bila tubuh dalam posisi
vertikal setelah mati, dalam kasus penggantungan, lebam mayam terbanyak terletak di
Bagian pucat terjadi juga pada daerah penunjang atau daerah tertekan lainnya
sehingga meniadakan adanya lebam mayat dan membentuk pola. Sebagai contoh, daerah
pucat yang tidak rata akibat penekanan daerah tubuh mayat oleh tepi sprei, tekanan oleh
ikat pinggang yang ketat,bahkan kaos kaki. Pada korban yang terkena arus listrik, yang
mengambil tempat di air (biasanya bak mandi) lebam mayat terbatas dalam bentuk
oksigenasi sewaktu korban meninggal. Bila terjadi bendungan atau hipoksia, mayat
memiliki warna lebam yang lebih gelap karena adanya hemoglobin tereduksi dalam
pembuluh darah kulit. Lebam mayat merupakan indikator kurang akurat dalam
menentukan mekanisme kematian, dimana tidak ada hubungan antara tingkat kgelapan
lebam mayat dengan kematian yang disebabkan oleh asfiksia. Kematian dengan sebab
wajar oleh karena gangguan koroner atau penyakit lain memiliki lebam yang lebih gelap.
Terkadang area lebam mayat berwarna terang dan dilanjutkan dengan area lebam mayat
yang lebih gelap. Hal ini akan berubah seiring dengan memanjangnya interval posterior
mortem. Sering kali warna lebam mayat merah terang atau merah muda. Kematian yang
disebabkan oleh hipotermi atau terpapar udara dingin selama beberapa waktu seperti
tenggelam, dimana warna lebam mayat dapat menentukan penyebab kematian tetapi
relatif tidak spesifik oleh karenamayat yang terpapar udara dingin setelah mati (terutama
bila mayat yang berada dalam lemari es mayat) dapat terjadi perubahan lebam dari
pada kasus hipotermi, dimana metabolisme reduksi dari jaringan gagal mengambil
Diketahui bahwa warna lebam mayat yang merah padam berubah menjadi merah
muda pad batas horisontal anggota tubuh bagian atas, warna lebam pada anggota tubuh
bagian bawah tetap gelap, sehingga perubahan secara kuantitatif lebam dapat ditentukan,
Perubahan lainnya pada warna lebam lebih berguna. Yang paling sering adalah
merah terang (Cherry pink), oleh karena karboksihemoglobin (CO-Hb) terletak pada
seluruh jaringan, warna ini khas dan sering merupakan indikasi pertama adanya
keracunan karbonmonoksida (CO). Keracunan sianida (CN) memiliki ciri khas tertentu,
yaitu warna lebam mayat merah kebiruan yang disebabkan terjadinya bendungan dan
sianosis (kurang O2, karena pelepasan O2 ke jaringan dihambat). Bila ahli forensik tidak
teliti terhadap penyebab dari riwayat dan bau sianida (CN-bau amandel), sangatlah susah
mayat yang berwarna merah kecoklatan pada methemoglobinemia dan dapat memiliki
warna yang bervariasi pada keracunan anilin dan klor. Kematian yang disebabkan oleh
sepsis akibat Clostridium perfringens sebagai agen infeksi, bercak berwarna pucat
keabuan dapat terkadang terlihat pada kulit, walaupun hal ini tidak timbul pada lebam.
dilakukan, yaitu dengan menetesi contoh darah yang telah diencerkan dengan
NaOH/KOH 10%. Pada CO : warna tetap beberapa saat oleh karena resistensi,
sedangkan pada CN : warna segera menjadi coklat oleh karena terbentuk hematin alkali.
14
Pada anemia berat, lebam mayat yang terjadi sedikit, warna lebih muda dan terjadinya
viskositas darah, termasuk berbagai penyakit yang mempengaruhinya, kadar Hb, dan
perdarahan (hipovolemia).
Mengingat pada lebam mayat darah terdapat di dalam pembuluh darah, maka
keadaan ini digunakan untuk membedakannya dengan resapan darah akibat trauma
(ekstravasasi). Bila pada daerah tersebut dilakukan irisan dan kemudian disiram dengan
air, maka warna merah darah akan hilang atau pudar pada lebam mayat, sedangkan pada
resapan darah tidak menghilang. Lamanya darah dalam keadaan tetap mencair, bila
koagulasi darah terganggu, sehingga lebam mayat lebih ceapt muncul. Baila darah
Setelah kematian, otot-otot tubuh akan melalui tiga fase. Pertama, terjadi inisial
flaksid atau flaksid primer segera setelah kematian somatik, yaitu relaksasi tubuh dan
mata tapi masih berespon terhadap rangsangan kimia dan listrik. Tahapan kedua, yaitu
onset rigiditas otot yang disebut kaku mayat. Tidak ada lagi respon terhadap rangsang
kimia dan listrik. Terakhir, fase flaksid sekunder, ketika kaku mayat hilang dan terjadi
pembusukan, terbentuk kaku mayat karena kombinasi aktin dan myosin otot akibat
Pada otot orang hidup terdapat cadangan glikogen. Glikogen oleh enzim diubah
menjadi asam laktat dengan berupa energi dalam ikatan senyawa fosfat. Energi ini
kemudian berikatan dengan ADP menjadi ATP. ATP digunakan untuk memisahkan
ikatan aktin dan myosin sehinggan terjadi relaksasi otot. Bila cadangan glikogen dalam
otot habis, maka energi tidak terbentuk lagi, aktin dan myosin menggumpal dan otot
menjadi kaku.
tampak kira-kira 2 jam setelah mati klinis, dimulai dari bagian luar tubuh (otot-otot
kecil) ke arah dalam (sentripetal). Teori lama menyebutkan bahawa kaku mayat ini
menjalar kraniokaudal. Setelah mati klinis 12 jam, lewat 36 jam pasca mati klinis, tubuh
mayat mulai lemas kembali sesuai urutan terbentuknya kekakuan . ini disebut dengan
relaksasi sekunder. Kaku mayat umumnya tidak disertai pemendekan serabut otot, tetapi
jika sebelum terjadi kaku mayat otot berada pada posisi teregang, maka saat kaku mayat
1. Suhu sekitar
Bila suhu sekitanya tinggi, rigor mortis akan cepat timbul dan cepat hilang,
sebaliknya bila suhu skitanya rendah, rigor mortis lebih lama serta lebih lama hilang.
Apabila korban meninggal dalam keadaan konvulsi atau lelah, rigor mortis akan
cepat timbul. Dan apabila korba meninggal secara mendadak atau dalam keadaan
Pada anak-anak timbulnya rigor mortis relative cepat daripada orang dewasa. Dan
apabila keadaan gizi korban jelek, timbulnya rigor mortis juga lebih cepat.
1. Cadaveric spasm (instantneous rigor), adalah bentuk kekakuan otot yang terjadi
mayat yang timbul dengan intensitas sangat kuat tanpa didahului tanpa relaksasi
glikogen dan ATP yang bersifat setempat pada saat mati klinis karena kelelahan atau
emosi yang hebat sesaat sebelum meninggal. Lokasi kaku biasanya setempat dan
pada kelompok otot-otot tertentu misalnya otot lengan bawah tau tangan. Lebih kaku
dari pada rigor mortis. Kordinasi otot bagus, ada pengaruh faktor psikis atau emosi
dan aktivitas setempat. Salah satu kematian intravital. Kasus yang bias kita temukan
mayat mengalami cadaveric spasme, yaitu bunuh diri dengan pistol atau senjata
2. Heat stiffening, yaitu kekakuan pada otot akibat koagulasi protein otot oleh
panas. Otot-otot bewarna merah muda, kaku, tetapi rauh (mudah robek). Keadaan ini
dapat dijumpai pada mati terbakar. Pada Heat stiffening serabut-serabut ototnya
memendek sehingga menimbulkan fleksi leher, siku, paha dan lutut, membentuk
seperti petinju (pugilistic attitude). Perubahan sikap ini tidak memberikan arti
tertentu bagi sikap sesame hidup, intravitalitas, penyebab atau cara kematian.
3. Cold stiffening. Yaitu kekakuan tubuh akibat lingkungan dingin, sehingga terjadi
pembekuan cairan tubuh, termasuk cairan sendi ditekuk akan terdengar bunyi
- Cornea menjadi keruh, sebagai akibat tertutup oleh lapisan tipis secret mata
- Bulbus oculi melunak dan mengkerut akibat turunnya tekanan intra oculer.
- Pupil dapat berbentuk bulat, lonjong atau ireguler sebagai akibat menjadi
Pembusukan (Decompositin,Putrefaction)2,3,4
Pembusukan adalah proses degradasi jarring terjadi akibat autolisis dan kerja
bakteri. Autolisis adalah perlunakan dan pencairan jaringan yang terjadi dalam keadaan
19
steril, tanpa pengaruh bakteri. Autolisis timbul akibat kerja digestif oleh enzim yang
dilepaskan sel pasca mati dan hanya dapat dicegah dengan pembekuan jaringan,
Setelah orang meinggal, bakteri yang normal hidup dalam tubuh segera masuk ke
jaringan. Darah merupakan media terbaik bagi bakteri tersebut untuk bertumbuh.
Sebagian besar bakteri berasal dari usus dan yang terutama adalah Clostridium welchii..
Pada proses pembusukan ini terbentuk gas-gas alkana, H2S dan HCN, serta asam amino
dan asam lemak. Pembusukan baru tampak kira-kira 24 jam pasca mati berupa warna
kehijauan pada perut kanan bawah, yaitu daerah sekum yang isinya lebih cair dan penuh
dengan bakteri serta terletak dekat dinding perut. Warna kehijauan ini disebabkan oleh
ke seluruh perut dan dada, dan bau busukpun mulai tercium. Penbuluh darah bawah kulit
akan tampak melebar dan berwarna hijau kehitaman. Selanjutnya kulit ari akan
Pembentukan gas dalam tubuh, dimulai di dalam lambung dan usus, akan
mengakibatkan tegangnya perut dan keluarnya cairan kemerahan dari mulut dan hidung.
Gas yang terdapat di dalam jaringan dinding tubuh akan mengakibatkan terabanya derik
ketegangan terbesar terdapat di daerah dengan jaringan longgar, seperti skrotum dan
payudara. Tubuh berada dalam sikap seperti petinju (pugilistic attitude), yaitu kedua
lengan dan tungkai dalam sikap setengah fleksi akibat terkumpulnya gas pembusukan di
dalam rongga sendi. Selanjutnya rambut menjadi mudah dicabut, kuku mudah lepas,
20
wajah menggembung dan berwarna hijau keunguan, kelopak mata membengkak, pipi
tembem, bibir tebal, lidah membengkak daring terjulur di antara gigi. Keadaan seperti
ini sangat berbeda dengan wajah asli korban, sehingga tidak dapat dikenali lagi oleh
keluarga.
1. Sterilisasi
2. Suhu sekitar
Proses pembusukan terjadi pada suhu optimal 70°F sampai 100°F (21°C-38°C).
bakteri berhenti. Sedangkan suhu 100°F proses pembusukan semakin lambat dan
3. Kelembaban
4. Medium
dibandingkan dengan di dalam udara, dan di air 2 kali lebih cepat pembusukannya
1. Umur
Bayi lahir yang balum pernah diberi makan, umunyalebih tahan terhadap proses
pembusukan. Anak-anak dan orang yang tua sekali, karena mengandung sedikit
21
jaringan lemak, sehingga tubuh lebih cepat menjadi dingin, maka proses
Apabila pada waktu meninggal tubuh dalam keadaan oedematous, akan lebih cepat
membusuk, sedangkan bila tubuh dalam dehidrasi, akan lebih lambat membusuk .
3. Sebab kematian
Proses pembusukan akan lebih cepat apabila korban meninggal karena keradangan
atau jika tubuh korban mengalami mutilasi, sebaliknya proses pembusukan akan
lebih lambat bila korban meninggal akibat keracunan dengan arsenikum, antimony,
atau carbolic acid yang chronis sebab bahan racun itu memiliki sifat sebagai
pengawet.
4. Jenis kelamin
Wanita yang baru melahirkan dan kemudian meninggal lebih cepat membusuk.
Adiposera terjadi karena hidrogenisasi asam lemak tidak jenuh (asam palmitat,
asam stearat, asam oleat). Asam lemak tak jenuh itu diduga dibuat oleh Clostridium
welchii dengan membentuk enzim lesitinase yang mengubah lemak menjadi asam
lemak. Asam lemak tak jenuh yang cair itu kemudian dihidrogenisasi menjadi asam
2. Lemak cukup
Tubuh yang mengalami adiposera akan tampak putih kelabu, perabaan licin
dengan bau yang khas, yaitu campuran bau tanah, keju, amoniak, manis dan tengik.
Adiposera dapat terbentuk di sembarang lemak tubuh, bahkan di dalam hati, akan tetapi
lemak superfisial yang pertama kali terkena. Biasanya perubahan berbentuk bercak,
dapat terlihat di pipi, payudara, bokong, dan ekstremitas. Jarang seluruh lemak tubuh
Adiposera akan membuat gambaran permukaan luar tubuh dapat bertahan hingga
kelembaban dan lemak tubuh yang cukup, sedangkan yang menghambat adalah air yang
sedangkan suhu yang hangat akan mempercepat pembentukan. Invasi bakteri endogen
akan terhambat oleh karena adanya adiposera, karena derajat keasaman dan dehidrasi
jaringan bertambah.
23
Mummifikasi2,4
Mummifikasi adalah proses penguapan cairan atau dehidrasi jaringan yang cukup
pembusukan.
Yang terlihat pada mummifikasi adalah penyusutan bentuk tubuh, kulit padat
hitam seperti kertas perkamen. Mummifikasi jarang dijumpai pada cuaca yang normal.
Sampai sekarang belum ada cara yang dapat dipakai untuk menetukan dengan
tepat saat kematian seseorang, jadi selalu masih ada “range” hanya saja, makin sempit
“range” ini makin baik. Perkiraan saat kematian atau lamanya mati seorang mayat
adalah salah satu tujuan akhir dipelajarinya tanatologi ini. Selain perubahan pada mayat
tersebut di atas, beberapa perubahan lain yang dapat digunakan untuk memperkirakan
Bila mata terbuka pada atmosfer yang kering, sclera di kiri dan kanan kornea
akan berwarna kecoklatan dalam beberapa jam berbentuk segitiga dengan dasar di
24
tepi kornea (taches noires sclerotiques). Kekeruhan pada kornea terjadi lapis demi
lapis. Kekeruhan yang terjadi pada lapis terluar dapat dihilangkan dengan
meneteskan air, namun kekeruhan yang telah mencapai lapisan lebih dalam lagi
tidak dapat dihilangkan dengan air. Kekeruhan yang menetap ini terjadi sejak kira-
menyeluruh pada kornea terjadi kira-kira 10-12 jam pasca mati dan dalam beberapa
pada penekanan bola mata. Tidak ada hubungan antara diameter pupil dengan
lamanya mati, diameter pupil berkisar 2-9 mm, dengan rata-rata berkisar 4-5 mm.
Perubahan pada retina dapat menunjukkan saat kematian hingga 15 jam pasca
mati. Mulai sejak kematian hingga 30 menit pasca mati, tampak kekeruhan pada
macula dan mulai memucatnya discus optikus. Kemudian hingga 1 jam pasca mati,
macula lebih pucat dan tepinya tidak tajam lagi. Selama dua jam pertama pasca mati,
retina pucat dan daerah disekitar discus menjadi kuning. Warna kuning juga tampak
di sekitar macula yang menjadi lebih gelap. Pada saat itu pola vascular koroid akan
tampak sebagai bercak-bercak dengan latar belakan merah dengan pola segmentasi
yang jelas, tetapi kira-kira tiga jam pasca mati akan menjadi kabur dan setelah lima
jam menjadi homogen dan lebih pucat. Pada kira-kira 6 jam pasca mati, batas discus
kabur dan hanya pembuluh darah besar yang mengalami segmentasi yang dapat
dilihat dengan latar belakang kuning kelabu. Dalam waktu 7-10 jam pasca mati,
25
pengkaburan akan mencapai tepi retina dan batas discus akan sangat kabur. Pada 12
jam pasca mati, discus hanya dapat dikenali dengan adanya konvergensi beberpa
segmen pembuluh darah yang tersisa. Pada 15 jam pasca mati, tidak ditemukan lagi
gambaran pembuluh darah retina dan discus, hanya macula saja yang tampak
Bila ditemukan lambung tak berisi makanan, rectum penuh dnegan feces dan
kandung seni penuh, berarti korban meninggal waktu masih pagi sebelum bangun.
Pengosongan lambung yang terjadi dalam 3-5 jam setelah makan terakhir.
Dalam ½ - 1 jam masih berupa bolus (makanan hamper lumet atau setengah cerna).
c. Sifat makanan
d. Emosi
3. Perubahan rambut
saat kematian. Rambut pada orang hidup mempunyai kecepatan tumbuh 0,5 mm/hari
dan setelah meninggal tidak tumbuh lagi. Cara ini hanya dapat digunakan bagi pria
26
yang mempunyai kebiasaan mencukur kumis atau jenggotnya dan diketahui saat
terakhir ia mencukur. Pemeriksaan rambut jenggot ini harus dilakukan dalam 24 jam
pertama sebab lebih dari 24 jam kulit mengkerut dan rambut dapar lebih muncul
4. Pertumbuhan kuku
untuk memperkirakan saat kematian, bila dapat diketahui saat terakhir korban
Kadar nitrogen asam amino kurang dari 14 mg% menunjukkan kematian belum
lewat 10 jam. Kadar nitrogen non protein kurang 80 mg% menunjukkan kematian
belum 24 jam, kadar keratin kurang dari 5 mg% dan 10 mg% masing-masing
darah pasca mati tidak memberikan gambaran konsentrasi zat-zat tersebut semasa
hidupnya. Perubahan tersebut diakibatkan oleh aktivitas enzim dan bakteri, serta
Hingga saat ini belum diketahui perubahan dalam darah yang dapat digunakan
8. Metode Entomologik
Dilakukan melalui pemeriksaan belatung pada mayat yang telah rusak. Larva
Kemudian ukur panjangnya (catat apabila ada lebih dari satu generasi larva). Larva
Musca domestica biasanya mencapai panjang 8 mm pada hari ke-7, berubah menjadi
kepompong pada hari ke- 10 dan menjadi lalat pada hari ke-18.
9. Reaksi Supravital
Reaksi supravital merupakan reaksi jaringan tubuh sesaat pasca mati klinis
yang masih sama seperti reaksi jaringan tubuh pada tubuh seseorang yang hidup.
Beberapa uji dapat dilakukan pada mayat yang masih segar, misalnya rangsang
listrik dapat menimbulkan kontraksi otot mayat hingga 90-120 menit pasca mati, dan
mengakibatkan sekresi kelenjar sampai 60-90 menit pasca mati, sedangkan trauma
masih dapat menimbulkan perdarahan bawah kulit sampai 1 jam pasca mati.
28
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
serta sebab kematian secara tidak langsung dimana hal ini sangat membantu proses
penegakan hukum. Dalam tanatologi dikenal beberapa istilah tentang mati, yaitu mati
somatic (mati klinis), mati suri, mati seluler, mati serebral serta mati batang otak. Tanda
pasti kematian adalah penurunan suhu tubuh, lebam mayat, kaku mayat, perubahan pada
DAFTAR PUSTAKA
Referat
TANATOLOGI
oleh :
Kelompok XVII-H :
Delvi I. Mayasari (I1A003090)
Atma Antariksa (I1A003045)
Edna Wahyuni (I1A098015)
M. Anhar dani (I1A003078)
M. Silahuddin A. (I1A001008)
Nensy Anggreiny (I1A003044)
Nina Puspitasari (I1A003009)
Supianti Agustina (I1A003052)
Pembimbing :
dr. Iwan Aflanie, Sp.F, M.Kes
September, 2009