Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang
berupa tanda kematian, yaitu perubahan yang terjadi pada tubuh mayat. Perubahan
tersebut dapat timbul beberapa saat setelah seseorang benar telah meninggal.1
Perubahan yang terjadi yang diperiksa dan diperhatikan dalam menentukan
suatu kematian, dapat juga sekaligus membantu menentukan berapa lama telah mati,
posisi korban saat mati dan sering bisa menentukan cara dan penyebab kematian.1
Kematian manusia dapat dibedakan atas 2 bentuk yaitu kematian somatik dan
kematian seluler. Dalam peristiwa kematian somatik, akan lebih dahulu dialami,
daripada kematian seluler. Oleh karena saat kematian somatik terjadi, sesungguhnya
tubuh masih melakukan aktivitasnya secara molekuler, dengan persediaan oksigen yang
terbatas didalam setiap sel-sel maupun jaringan-jaringan tubuh. Dan bila oksigen
tersebut benar-benar habis, barulah metabolism sel akan berhenti secara bertahap.1,2
Segala hal yang berhubungan dan mempengaruhi proses kematian itu sendiri,
sangatlah penting untuk diketahui dan dimengerti. Yang kesemuanya itu dapat dipelajari
di dalam salah satu cabang ilmu pengetahuan kedokteran forensik yaitu Tanatologi.1,2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI TANATOLOGI

1
Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang
berupa tanda kematian, yaitu perubahan yang terjadi pada tubuh mayat. Perubahan
tersebut dapat timbul beberapa saat setelah seseorang benar telah meninggal. Untuk
menentukan lamanya kematian seseorang dapat dikaji dari segi cabang ilmu forensik
yang berhubungan dengan tanatologi.1
Tanatologi berasal dari thanatology, thanatos berarti kematian dan logy, logos
berarti ilmu, jadi tanatologi adalah ilmu tentang kematian, ini meliputi pembahasan
mengenai pengertian mati, cara menetapkan telah terjadi kematian, dan perubahan post-
mortem.1
Untuk Tanatologi terdapat beberapa istilah tentang kematian yaitu : kematian
somatis (mati klinis) dan kematian seluler (mati molekuler)
1 Kematian somatis (mati klinis) :
Kematian yang terjadi akibat terhentinya fungsi ketiga system penunjang
kehidupan, yaitu sistem sirkulasi, respirasi dan innervasi. Secara klinis tidak
ditemukan lagi refleks-refleks tubuh, nadi tidak teraba (palpasi), denyut jantung
tidak terdengar (auskultasi), tidak ada gerak pernapasan (inspeksi),dan suara
nafas tidak terdengar juga (auskultasi), sel-sel tubuh masih hidup, otot-otot
masih dapat dirangsang dan masih memberikan reaksi terhadap rangsangan
listrik, peristaltik usus kadang-kadang masih terdengar, dilatasi pupil masih
terjadi pada pemberian midriatikum seperti atropin dan miosis pupil pada
pemberian midriatikum seperti fisostigmin.1,2
Tanda-tanda kematian somatis :1
1. Berhenti sirkulasi

Untuk menyatakan bahwa sirkulasi darah absolute berhenti harus diperiksa


dengan inspeksi, palpasi dan auskultasi yang teliti terus menerus selama 5 menit.
Hati-hati pada orang gemuk karena bisa suara-suara jantung yang lemah atau
ritme jantung yang rendah sehingga tidak terdengar dan teraba. Pada masa kini
bila terjadi di rumah sakit bisa dilakukan pemeriksaan EGC.
Beberapa test tambahan (subsidiary test) dapat dilakukan walau dari segi
pemeriksaan medis kurang begitu berguna untuk dilakukan.
a. Test magnus, dengan mengikat salah satu ujung jari tangan/kaki, yang
menjadi bengkak dan sianose pada orang hidup

2
b. Test ujung jari, dengan menekan ujung kuku sehingga timbul warna
pucat dan akan kembali menjadi warna semula bila dilepas.

c. Test diaphanous (transilumination), dengan menyenter telapak tangan


akan terlihat warna merah muda di pinggir telapak tangan.

d. Bila dipotong arteri, maka darah masih memancar pada orang hidup,
sementara pada orang mati mengalir pasif.

2. Berhenti respirasi

Pada pemeriksaan dengan stetoskop selama 5 menit dapat memastikan respirasi


telah berhenti, tidak terlihat gerakan pernafasan.
Test tambahan untuk henti pernafasan:
a. Test bulu ayam, dengan meletakkan bulu ayam atau kapas ditaruh di
muka lobang hidung akan bergerak secara ritmis sesuai ekspirasi dan
inspirasi

b. Test cermin, dengan melihat uap rernafasan di cermin yang diletakkan


dimuka lobang hidung

c. Test winslow, dengan melihat pergerakan air di permukaan mangkok


yang penuh berisi air akibat gerakan pernafasan yang lemah sekalipun.

3. Berhentinya inervasi

Fungsi motorik dan sensorik berhenti. Dapat dilihat dari hilangnya semua reflex,
tidak ada rasa sakit, tidak ada tonus otot dan tidak ada reflex cahaya pada pupil
mata dan pupil mata melebar, kecuali pada keracunan morfin menjadi sangat
kecil (pint point).
2 Kematian seluler (mati molekuler):
Kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul beberapa saat setelah kematian
somatis. Daya tahan hidup masing-masing organ atau jaringan berbeda-beda
dalam merespon ketiadaan oksigen, sehingga terjadinya kematian seluler pada
tiap organ atau jaringan tidak bersamaan. Sel-sel otak paling cepat mati karena
kekurangan O2. Dalam waktu 4-5 menit jaringan otak tidak mendapat O 2 ia akan
mati dan tidak dapat diperbaiki lagi (irreversibe), otot masih dapat dirangsang

3
dengan listrik di bawah 3 jam, sementara kornea masih dapat ditransplantasikan
dibawah 6 jam kematian. Pengetahuan ini penting dalam transplantasiorgan.1,2,3

Perlu diketahui ada beberapa jenis kematian lainnya, seperti :


1 Mati suri (suspended animation, apparent death)
Terhentinya ketiga sistem kehidupan di atas, yang ditentukan dengan alat
kedokteran sederhana. Tetapi dengan peralatan kedokteran canggih masih dapat
dibuktikan bahwa ketiga sistem tersebut masih berfungsi pada batas basal
metabolik. Mati suri sering ditemukan pada kasus keracunan obat tidur, koma
karena morfin dan barbiturat, tersengat aliran listrik dan tenggelam.1,2,3

2 Mati serebral
Kerusakan kedua hemisfer otak yang irreversible, kecuali batang otak dan
serebelum, sedangkan kedua system lainnya yaitu system pernapasan dan
kardiovaskular masih berfungsi dengan bantuan alat. 1,2,3

3 Mati otak (mati batang otak)


Bila telah terjadi kerusakan seluruh isi neuronal intrakranial yang irreversible,
termasuk batang otak dan serebelum. Dengan diketahuinya mati otak (mati
batang otak) maka dapat dikatakan seseorang secara keseluruhan tidak dapat
dinyatakan hidup lagi, sehingga alat bantu dapat dihentikan.2,3

Agar dapat menentukan dengan pasti bahwa korban telah mati, perlu diketahui
perihal tanda-tanda kehidupan dan tentunya perihal tanda-tanda kematian serta
perubahan lanjut yang terjadi pasca kematian.
Tanda-tanda kematian yang penting adalah :2,5
1 Kerja jantung dan peredaran darah berhenti
2 Pernapasan berhenti
3 Refleks cahaya dan refleks kornea mata hilang
4 Kulit pucat
5 Relaksasi otot tubuh
6 Terhentinya aktifitas otak serta perubahan-perubahan yang timbul beberapa
waktu kemudian setelah mati (post mortem), yang dapat menjelaskan
kemungkinan diagnosis kematian dengan lebih pasti.

4
Dalam kepustakaan ilmu kedokteran forensik dikenal suatu metode untuk
menentukan suatu kematian saat kematian dalam kasus kejahatan yang disebut metode
tri klasik atau The Clasic Triad yang meliputi tiga metode sebagai berikut :2
1 Livor Mortis (Lebam Mayat)
2 Rigor Mortis (Kaku Mayat)
3
Algor Mortis (Suhu Mayat).

2.2. PERUBAHAN PASCA KEMATIAN


Perubahan-perubahan tubuh yang terjadi setelah mati (post mortem), dapat dibagi
menjadi perubahan dini/segera dan perubahan lanjut. Dalam perubahan dini, dapat
diklasifikasikan atas :
2.2.1. Perubahan Segera Pasca Kematian
1. Perubahan temperatur tubuh (algor mortis).
Penurunan suhu tubuh terjadi karena proses pemindahan panas dari suatu
benda kebenda yang lebih dingin, melalui cara radiasi, konduksi, evaporasi, dan
konveksi.
Grafik penurunan suhu tubuh ini hamper berbentuk kurva sigmoid atau
seperti huruf S. Penurunan suhu tubuh akan lebih cepat pada suhu keliling yang
rendah, lingkungan berangin dengan kelembaban rendah, tubuh yang kurus,
posisi terlentang, tidak berpakaian atau berpakaian tipis, dan pada umumnya
orang tua serta anak kecil.3,4

Grafik 1 : Proses Lengkap pada Mayat Postmortem

Ada beberapa teori dalam menentukan lamanya kematian berdasarkan


penurunan temperatur tubuh mayat, yaitu :

5
a. Bahwa dalam keadaan biasa tubuh yang tertutup pakaian mengalami penurunan
temperatur 2,50F atau 1,50C (Modis teks book) setiap jam pada enam jam
pertama dan 1,6-20F atau 0,9-1,20C (Modis teks book) pada enam jam
berikutnya, sehingga dalam 12 jam suhu tubuh akan sama dengan suhu
sekitarnya. Sympson keith (Inggris).1,2,3
b. Jasing P Modi (India) menyatakan hubungan penurunan suhu tubuh dengan
lama kematian adalah sebagai berikut :
1. Dua jam pertama suhu tubuh turun setengah dari perbedaan antara suhu
tubuh dan suhu sekitarnya.
2. Dua jam berikutnya, penurunan suhu tubuh setengah dari nilai pertama
(dua jam pertama).
3. Dua jam selanjutnya, penurunan suhu tubuh setengah dari nilai terakhir
(dua jam ke dua), atau 1/8 dari perbedaan suhu initial tadi.1,2,3
c. Dengan membuat tabel nomogram Henssege, lamanya waktu kematian tubuh
mayat di lingkungan subtropis (< 230C) berbeda dengan di lingkungan tropis (>
230C). Henssege (1995).1
d. Penurunan suhu tubuh mayat dalam keadaan telanjang dengan suhu lingkungan
15,50C yaitu 0,550C tiap jam pada 3 jam pertama. Dan 1,10C pada 6 jam
berikutnya serta0,80C tiap jam periode selanjutnya.Marshall dan
Hoare(1962).2,3

Biasanya dalam 12 jam suhu tubuh mayat akan sama dengan suhu lingkungan.
Penentuan lama kematian dapat ditentukan melalui rumus :1,2

Lama kematian (jam) = suhu tubuh (370C) suhu rektal (saat diperiksa) + 3

Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam penentuan lama


kematian, antara lain :1,2
a. Suhu sekitar
b. Umur
c. Jenis kelamin
d. Gizi
e. Penutup tubuh
f. Ruangan
g. Penyakit
Penurunan suhu tubuh mayat, juga dipengaruhi media lingkungan.
Media air : udara : tanah adalah 4 : 2 : 1
Artinya : Di media air (tenggelam) penurunan suhu tubuh mayat lebih cepat 4 kali
dibanding di dalam tanah (kubur).2

6
Aspek medicolegalnya :2
1. Menetukan kematian yang pasti.
2. Memperkirakan lamanya kematian.
3. Memperkirakan keadaan lingkungan/lokasi korban saat kematian
4. Mengarahkan penyebab kematian.

2. Lebam mayat (Livor mortis, post mortem lividity, post mortem sugillation, post
mortem hypostasis, post mortem staining, vibices)
Lebam mayat adalah suatu keadaan dimana tubuh mayat mengalami
perubahan warna akibat terkumpulnya darah dalam pembuluh-pembuluh darah
kecil kapiler dan venule pada jaringan kulit dan subkutan yang disebabkan
karena daya gravitasi yang tampak berupa bercak. Keadaan ini memberi
gambaran berupa warna ungu kemerahan (reddisk blue).2

Gambar 1 : Lebam pada Mayat

Setelah seseorang yang meninggal, mayatnya menjadi suatu benda mati,


sirkulasi darah akan berhenti, sehingga darah akan berkumpul sesuai dengan
(hukum gravitasi) di daerah yang letaknya paling rendah dari tubuh. Aliran darah
akan terus mengalir pada daerah tersebut, sehingga pembuluh-pembuluh kapiler
akan mengalami penekanan oleh aliran darah tersebut, dan menyebabkan sel-sel
darah ke luar dari kapiler menuju sel-sel serta jaringan sekitar dan memberi
kesan warna ungu kemerahan. Kemudian dalam waktu sekitar 6 jam, lebam
mayat ini semakin meluas dan menetap (setelah darah masuk ke jaringan), yang
pada akhirnya akan membuat warna kulit menjadi gelap (livid).2
Lebam mayat biasanya mulai tampak 20-30 menit pasca mati, makin lama
intensitasnya bertambah dan menjadi lengkap dan menetap dalam 8-12 jam.5
Pada periode darah masih dalam sistem pembuluh darah, penekanan
didaerah lebam mayat membuat warnanya memucat dan akan kembali seperti

7
semula, tetapi pada periode dimana zat warna darah telah masuk ke jaringanm,
maka pada penekanan tidak terjadi perubahan warna lagi atau lebam mayat telah
menetap. Kedua periode tersebut dipisahkan oleh waktu lebih kurang 6 jam.
Oleh karena itu, bila posisi mayat dirubah sebelum 6 jam, maka lebam mayat
akan didapati pada posisi baru.1

Aspek mediko-legal :1,2


1 Merupakan tanda pasti dari kematian.
2 Dapat memperkirakan lamanya kematian tersebut. Bila kematian di jumpai
dengan lebam mayat yang warnanya masih dapat menghilang karena
penekanan, maka kematian tersebut masih di bawah 6 jam.
3 Bisa membantu dalam menentukan posisi dari mayat saat kematian. Jika
mayat terletak pada posisi punggung dibawah, maka lebam mayat pertama
sekali terlihat pada bagian leher dan bahu, baru kemudian menyebar ke
punggung. Pada mayat dengan posisi tergantung, lebam mayat tampak pada
bagian tungkai dan lengan.
4 Dapat mengetahui apakah posisi mayat telah dirubah sesudah mati
5 Dapat memperkirakan penyebab kematian. Pada beberapa kasus, warna dari
lebam mayat ini bisa lain dari pada umumnya, misalnya :
a Kematian karena keracunan karbon monoksida (CO), lebam mayat
berwarna merah cerah/terang (bright red).
b Pada keracunan asam hidrosianida, lebam mayat berwarna merah terang
atau merah jambu (cherry red).
c Pada keracunan potasium klorat, lebam mayat berwarna coklat (light
brown).
d Pada keracunan fosfor, lebam mayat berwarna kebiruan lebih gelap.

3. Kaku mayat (Rigor mortis, post mortem rigidity)


Kaku mayat adalah suatu keadaan dimana tubuh mayat mengalami
perubahan, berupa kekakuan oleh karena proses biokimiawi. Kaku mayat
dimulai sekitar 1-2 jam setelah kematian (berhentinya 3 sistem dalam tubuh).
Dan setelah 12 jam kaku mayat menjadi lengkap diseluruh tubuh, dan pada 12
jam berikutnya akan berangsur menghilang (setelah 24-36 jam).1,2

8
Gambar 2 : Kaku pada Mayat

Proses kaku mayat dibagi dalam 3 tahap : 2


1. Periode relaksasi primer (flaksiditas primer)
2. Kaku mayat (rigor mortis)
3. Periode relaksasi sekunder

1 Relaksasi primer (flaksiditas primer)


Hal ini terjadi segera setelah kematian dan berlangsung selama 2-3 jam.
Seluruh otot tubuh mengalami relaksasi, dan bisa digerakkan ke segala arah.
Iritabilitas otot masih ada tetapi tonus otot menghilang. Pada kasus di mana
mayat letaknya berbaring rahang bawah akan jatuh dan kelopak mata juga
akan turun dan lemas.1,2

2 Kaku mayat (rigor mortis)


Kaku mayat akan terjadi setelah sekitar 2-3 jam, setelah kematian atau
setelah fase relaksasi primer. Keadaan ini berlangsung setelah terjadinya
kematian tingkat sel, dimana aktivitas listrik otot tidak ada lagi. 1,2

Mekanisme terjadinya kaku mayat :


Berkaitan dengan adanya filament / serabut actin dan myosin yang
mempunyai sifat menyimpan glikogen, untuk menghasilkan energi. Energi ini
digunakan untuk mengubah ADP (adenosinediphosphatase) menjadi ATP
(adenosinetriphosphatase), selama masih ada ATP serabut actin dan miosin tetap
lentur dan masih dapat berkontraksi dan relaksasi. Reaksi ini dapat terjadi bila
tubuh cukup oksigen. Bila cadangan glikogen habis, maka energi tidak dapat
terbentuk lagi, akan terjadi penimbunan ADP (tidak dapat dirubah jadi ATP) dan

9
penimbunan asam laktat, akibatnya actin dan myosin menjadi masa seperti jelli
yang kaku (stiffgel) dan akhirnya muncul keadaan rigiditas.1,2
Reaksi biokimia terjadi serentak di seluruh otot tubuh, yang mulai kaku
otot kecil (mempunyai kandungan glikogen relatif sedikit). Akibat kaku mayat
ini seluruh tubuh menjadi kaku, otot memendek dan persendian pada mayat akan
terlihat dalam posisi sedikit fleksi. Keadaan ini berlangsung selama 24-48 jam
pada musim dingin dan 18-36 jam pada musim panas. Disebabkan oleh karena
otot tetap dalam keadaan hidrasi oleh karena adanya ATP. Jika tidak ada
oksigen, maka ATP akan terurai dan akhirnya habis, sehingga menyebabkan
penumpukan asam laktat dan penggabungan aktinomiosin (protein otot).1,2

Gambar 3: Mekanisme Kontraksi Otot

Faktor-faktor yang mempengaruhi kaku mayat :


1 Keadaan Lingkungan.
Pada keadaan yang kering dan dingin, kaku mayat lebih lambat terjadi
dan berlangsung lebih lama dibandingkan pada lingkungan yang panas dan
lembab. Pada kasus di mana mayat dimasukkan ke dalam air dingin, kaku
mayat akan cepat terjadi dan berlangsung lebih lama.
2 Usia.
Pada anak-anak dan orang tua, kaku mayat lebih cepat terjadi dan
berlangsung tidak lama. Pada bayi prematur biasanya tidak ada kaku mayat.
Kaku mayat baru tampak pada bayi yang lahir mati tetapi cukup usia (tidak
prematur).
3 Cara kematian.

10
Pada pasien dengan penyakit kronis, dan sangat kurus, kaku mayat cepat
terjadi dan berlangsung tidak lama. Pada pasien yang mati mendadak, kaku
mayat lambat terjadi dan berlangsung lebih lama.
4 Kondisi otot.
Terjadi kaku mayat lebih lambat dan berlangsung lebih lama pada kasus
di mana otot dalam keadaan sehat sebelum meninggal, dibandingkan jika
sebelum meninggal keadaan otot sudah lemah.2
3 Periode relaksasi sekunder
Otot menjadi relaks (lemas) dan mudah digerakkan. Hal ini terjadi karena
pemecahan protein, dan tidak mengalami reaksi secara fisik maupun kimia.
Proses pembusukan juga mulai terjadi. Pada beberapa kasus, kaku mayat
sangat cepat berlangsung sehingga sulit membedakan antara relaksasi primer
dengan relaksasi sekunder.2
Aspek Mediko Legal :2
1 Membuktikan tanda kematian yang pasti
2 Menentukan lamanya waktu kematian
3 Memperkirakan cara/penyebab kematian

Keadaan yang mirip dengan rigor mortis :1,5


1 Kaku karena panas ( Heat stiffening)
2 Kaku karena dingin (Cold stiffening)
3 Kejang mayat (Cadaveric Spasme)

2.2.2. Perubahan Lanjutan Pasca Kematian


1 Pembusukan (Decomposition, Putrefaction)
Pembusukan adalah perubahan terakhir yang terjadi (late post-mortem
periode) pada tubuh mayat setelah kematian, dimana terjadi pemecahan protein
komplek menjadi protein yang lebih sederhana disertai timbulnya gas-gas
pembusukan yang bau dan terjadinya perubahan warna.1,2

Gambar 4 : Pembusukan pada mayat

11
Pembusukan dimulai di usus, manifestasinya terlihat di perut kanan bawah
daerah caecum yang isinya lebih cair, penuh dengan bakteri, dan dekat dinding
perut. Terlihat bewarna kehijauan kemudian menyebar ke seluruh tubuh melalui
pembuluh darah dan penyebaran ke jaringan tetangga (continuitatum). Dalam 2 hari
akan terlihat tanda-tanda pembusukan berupa :
1. Garis-garis pembusukan di seluruh aliran darah.
2. Warna hitam kehijauan di sepanjang aliran darah disebabkan cairan dan butir
darah yang mengalami pembusukan.
3. Darah keluar dari pembuluh darah memasuki jaringan di sekitar pembuluh
darah.
4. Menghasilkan gas pembusukan, menyebabkan perut gembung, kantong pelir
gembung (membesar), prolaps uterus, prolaps anus dan akhirnya seluruh tubuh
gembung (kulit, otot, organ)
5 Kulit mudah terkelupas dan mudah dilepaskan dengan sedikit tekanan saja.
6 Mayat menjadi besar karena gas pembusukan memasuki jaringan, apalagi perut
yang banyak mengandung kuman pembusukan menjadi sangat besar, mulut
terbuka karena bibir atas dan bawah menjadi bengkak.
7 Gas pembusukan juga terjadi di dalam sendi-sendi sehingga jika tekanan cukup
tinggi dapat membuat persendian menjadi bengkok, sendi utama adalah lutut,
siku, dan pangkal paha sehingga terjadi posisi seperti petinju.1,2

Untuk kepentingan identifikasi, pada mayat yang sudah mengalami proses


pembusukan sidik jari masih dapat diperiksa yaitu dengan menyuntik jari yang
terkeluoas dengan cairan. Dalam 3-5 hari perut mengecil kembali karena gas
pembusukan akan keluar melalui jaringan yang rusak karena proses pembusukan.
Proses pembusukan berlangsung terus sehingga jaringan lunak menjadi hancur. 1,2
Karena proses pembusukan dapat terjadi di dalam berbagai media, dapat
diperkirakan perbandingan proses pembusukan kira-kira :
Media air : udara terbuka : tanah = 1 : 2 : 8 1,2

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan pembusukan :2


1. Temperatur
4 Udara
5 Ruangan dan pakaian
6 Umur
7 Keadaan tubuh
8 Penyakit

12
Gambar 5 : Proses Pembusukan didalam Air

Kecepatan pengapungan oleh karena pembusukan mayat tergantung dari :2


1. Usia.Mayat anak-anak dan orang tua lebih lambat terapung.
2. Bentuk tubuh. Orang yang gemuk dan kuat, mayatnya cepat terapung.
Mayat yang kurus lebih lambat terapung.
3. Keadaan air. Pada air yang jernih, pengapungan mayat lebih lambat terjadi
dibandingkan pada air kotor.
4. Cuaca.Pada musin panas, pengapungan mayat 3 kali lebih cepat
dibandingkan pada musim dingin.

Gambar 6 : Pembusukan pada Mayat

Selain perubahan post mortem diatas, ada 2 modifikasi pembusukan yang


juga penting yaitu, adiposere dan mummifikasi.1

1. Adiposere
Adiposere adalah fenomena yang terjadi pada mayat yang tidak mengalami
proses pembusukan yang biasa. Melainkan mengalami pembentukan adiposere.
Adiposere merupakan subtansi yang mirip seperti lilin yang lunak, licin dan
warnanya bervariasi mulai dari putih keruh sampai coklat tua.2

13
Gambar 7 : Fenomena Adiposere pada Mayat

Adiposere mengandung asam lemak bebas, yang dibentuk melalui proses


hidrolisa dan hidrogenasi setelah kematian disebut saponifikasi. Adanya enzim
bakteri dan air sangat penting untuk berlangsungnya proses tersebut. Dengan
demikian, maka adiposere biasanya terbentuk pada mayat yang terbenam dalam
air atau rawa-rawa. Lama pembentukan adiposere ini juga bervariasi, mulai dari
1 minggu sampai 10 minggu. Jangka waktu yang terkecil untuk pembentukan
adiposere di daerah tropis dimulai sesudah 1-3 minggu.2
Untuk perubahan seluruhnya pada orang dewasa diperlukan 3-6 bulan
bahkan sampai 12 bulan, tergantung tempat, kelembaban, dan suhu sekitar.1,2
Warna keputihan dan bau tengik seprti bau minyak kelapa. Dapat digunakan
sebagai kepentingan identifikasi ataupun pemeriksaan luka-luka, oleh karena
proses pengawetan alami, meskipun kematian telah lama.2
2. Mummifikasi
Mummifikasi adalah mayat yang mengalami pengawetan akibat proses
pengeringan dan penyusutan bagian-bagian tubuh. Kulit menjadi kering, keras,
dan menempel pada tulang kerangka. Mayat menjadi lebih tahan dari
pembusukan sehingga masih jelas menunjukkan ciri-ciri seseorang. Fenomena
ini terjadi pada daerah yang panas dan lembab, di mana mayat dikuburkan tidak
begitu dalam dan angin yang panas selalu bertiup sehingga mempercepat
penguapan cairan tubuh.2 Jangka waktu yang diperlukan sehingga terjadi
mumifikasi biasanya lama, bisa dalam waktu 3 bulan atau lebih, mayat relatif
masih utuh, maka identifikasi lebih mudah dilakukan. Begitu pula luka-luka
pada tubuh korban kadang masih dapat dikenal.1,2

14
Gambar 8 : Mummifikasi Pada Mayat

Tanda-tanda mummifikasi :1,2


1. Mayat jadi mengecil.
2. Kering, mengkerut, atau melisut.
3. Warna coklat kehitaman.
4. Kulit melekat erat dengan tulangnya.
5. Tidak berbau.
6. Keadaan anatominya masih utuh.

2. Penulangan
Keadaan hancurnya jaringan mayat akibat pembusukan sehingga mayat
hanya tinggal tulang. Setelah proses pembusukan,mayat akan tinggal tulang dan
sisa-sisa ligamen yang terlekat padanya. Biasanya penulangan mulai terjadi
sekitar 4 minggu. Pada waktu ini, tulang masih menunjukkan sisa-sisa ligamen
yang terlekat padanya disamping bau tulang yang masih busuk. Setelah 3 bulan,
tulang kelihatan berwarna kuning. Setelah 6 bulan, tulang tidak lagi memberi
kesan ligamen dan berwarna kuning keputihan, serta tidak lagi mempunyai bau
busuk pada mayat.2

Gambar 9 : Penulangan Pada Mayat


Aspek Medikolegal :2

15
1Memperkirakan lamanya kematian
2Memastikan adanya kematian
3Mengarahkan penyebab kematian
4
Membantu dalam identifikasi bila telah terjadi proses pengawetan tubuh mayat
secara alami (adiposere dan mummifikasi)

2.3. PENENTUAN WAKTU KEMATIAN


Dalam kasus tertentu, terutama yang berkaitan dengan pembunuhan dimana tidak
ada saksi diperlukan penentuan saat kematian korban untuk mencari siapa yang
mungkin terlibat dalam peristiwa tersebut. Peneilitian berbasis perubahn fisik, kimia,
biokimia, histologi dan perubahan enzim telah banyak dilakukan tetapi belum ada cara
atau metode yang handal untuk menentukan lama kematian. Ini disebabkan faktor yang
mempengaruhi sangat banyak, baik dari pengaruh luar tubuh (iklim, suhu, kelembapan,
ruang terbuka atau tertutup, aliran udara) maupun dari tubuh korban (jenis kelamin,
umur, perawakan, gizi, penyakit, sebab kematian, dll).
Penentuan lama kematian secara kasar dengan menggunakan perubahan
temperatur dan kaku mayat dapat dipedomani tabel berikut.2
Temperatur Tubuh Kaku Mayat Lama Kematian
Hangat Tidak kaku Di bawah 3 jam
Hangat Kaku 3-8 jam
Dingin Kaku 8-24 jam
Dingin Tidak Kaku Lebih 24 jam

PENENTUAN WAKTU KEMATIAN YANG TERKINI


2.3.1. Entomologi Forensik
Entomologi forensik adalah ilmu yang mempelajari tentang serangga yang
dijumpai pada mayat. Ilmu ini sangat penting apabila mayat yang ditemui sudah
busuk, sehingga penurunan suhu, lebam mayat dan kaku mayat tidak dapat
digunakan lagi. 2
Entomologi forensik menggunakan serangga yang berperan dalam proses
pembusukan untuk membantu proses peradilan. Medikolegal entomologi
berkaitan dengan penentuan waktu (postmortem interval) dan tempat kematian.
Pengetahuan tentang biologi dan distribusi geografi serangga (terutama blow fly)
dapat digunakan untuk menentukan perkiraan yang akurat tentang rentang waktu

16
tubuh terpapar dengan aktivitas serangga. Hal ini disebabkan karena pembusukan
akan menarik serangga untuk datang dan bertelur pada mayat.6,7,8,9
Serangga yang terdapat pada hewan atau manusia ialah keluarga lalat atau
diptera, khususnya lalat biru (calliphora erytrocephala), lalat hijau (lucilia caecar)
dan lalat rumah (musca domestica). Serangga yang hidup setelah lalat dari jenis
kumbang (coleoptera), selanjutnya serangga omnivorus seperti semut, penyengat
dan sebagainya. Serangga yang paling sering dijumpai pada mayat yang
membusuk adalah lalat, dalam bentuk telur, larva atau lalat dewasa. 1,2,3,4

1 Klasifikasi
Lalat termasuk kelas Insecta dan ordo Diptera. Ordo Diptera dibagi menjadi 3

subordo yaitu Nematocera, Brachycera, dan Cyclorrapha. Lalat merupakan

serangga yang tersebar di seluruh dunia dan memiliki banyak peran dalam

ekologi, salah satunya dalam pembusukan bahan organik. Beberapa jenis larva

lalat yang ditemukan pada mayat sangat berguna untuk kepentingan forensik. Tiga

jenis lalat yang penting dalam pemeriksaan forensik yaitu blow flies famili

Calliphoridae, flesh flies famili Sarcophagidae dan muscid flies famili Muscidae.

Ketiganya merupakan famili dari subordo Cyclorrapha. Jenis lalat tersebut tertarik

pada mayat yang mulai membusuk dan menggunakannya sebagai media tempat

berkembang biak.7,8,9,10
a. Blow flies (famili Calliphoridae) merupakan lalat dengan ukuran sedang

yang tersebar di seluruh dunia. Lalat ini tertarik pada bangkai dan kotoran

hewan. Lalat dewasa dari famili ini rata-rata panjangnya 6-14 mm, dengan

mayoritas memiliki warna yang metalik mulai dari hijau, biru, perunggu atau

hitam. Larva matur blow flies memiliki panjang 8-23 mm, berwarna putih

atau coklat muda. Blow flies merupakan salah satu serangga yang pertama

kali menemukan dan membentuk koloni pada mayat. Beberapa menit setelah

pajanan, lalat ini akan datang pada mayat. Lalat betina akan bertelur dalam

17
jumlah banyak, biasanya pada hidung atau mulut, atau lubang-lubang pada

mayat, juga pada luka-luka terbuka. Oleh karena itu, kumpulan larva dapat

digunakan sebagai indikasi trauma premortem atau perimortem. 7

Gambar 10 : (a) Lalat Chrysomya megacephala, (b)


Larva matur C.megacephala
b.
Flesh flies (Famili Sarcophagidae) merupakan lalat yang tersebar di seluruh

dunia, terutama di daerah tropis atau daerah dengan temperatur yang hangat.

Lalat ini tertarik pada mayat atau daging, juga menyebabkan miasis dan

berperan dalam penyebaran penyakit. Lalat dewasa memiliki panjang 2-14

mm, dengan warna belang abu-abu hitam pada thorax. Beberapa spesies

memiliki warna mata merah terang. Flesh flies tertarik pada mayat hampir di

semua situasi, terpapar ataupun terlindung dari matahari, lingkungan basah

ataupun kering, di dalam ataupun luar ruangan. Mereka muncul pada mayat

beberapa saat setelah blowflies muncul. Lalat betina tidak meletakkan telur,

melainkan larva stadium satu pada mayat. 7

(a) (b)
(c)

Gambar 11: (a) Lalat Sarcophaga bullata, (b) Larva matur S.bullata, (c)
Spirakel posterior Sarcohaga sp

18
c.
Muscid flies (Famili Muscidae) merupakan lalat yang tersebar di seluruh

dunia dan sering berhubungan dengan manusia, termasuk diantaranya lalat

rumah, lalat kandang, dan lalat tse-tse (penyebab sleeping sickness). Lalat

dewasa berukuran 3-10 mm dengan warna abu-abu tua. Larva yang matur

berukuran 5-12 mm dan berwarna putih, kuning atau coklat muda.

Permukaan larva biasanya halus (smooth maggot). Lalat ini datang pada

mayat setelah flesh flies dan blow flies. Lalat ini bertelur pada lubang-lubang

pada mayat, luka terbuka dan kain yang basah.7

Gambar 12: (a) Musca domestica, (b)Larva matur


M.domestica
2 Siklus Hidup
Lalat mengalami metamorfosis lengkap dengan stadium-stadiumnya yang terdiri
dari telur larva pupa - dewasa. Metamorfosis pada lalat (homometabolous)
terdapat perubahan bentuk yang sama sekali berbeda dari stadium larva sampai
stadium dewasa. Lalat betina akan meletakkan telur-telurnya pada tempat tertentu
sesuai habitat lalat. Dalam waktu tertentu, telur akan menetas dan menjadi larva.
Larva akan mengalami pengelupasan kulit sebanyak tiga kali. Kemudian mereka
akan bermigrasi mencari tempat yang sesuai, biasanya di tanah yang kering dan
menjadi pupa. Di alam bebas, pupa kemudian masuk ke dalam tanah untuk
tumbuh menjadi lalat dewasa. Dalam waktu tertentu, pupa akan berubah menjadi
lalat dewasa. Larva lalat sebelum menjadi dewasa dapat hidup dalam tubuh
manusia atau sebagai ektoparasit pada mayat.7,12

19
Dalam perkembangannya sebelum menjadi pupa. Larva dapat di identifikasi untuk
di ketahui nama spesiesnya, dan juga mengenai umur larva sesuai siklus hidup
lalat, yaitu perkembangan dari telur sampai menjadi dewasa.12

Gambar 13: Siklus Hidup Lalat

1. Telur

Telur lalat bervariasi bentuk dan ukurannya. Lalat biasanya meletakkan telurnya

secara berkelompok yang dapat mencapai 300 telur sekali bertelur. Telur lalat

akan menetas menjadi larva kira-kira setelah 1 hari.10, 14

2. Larva

Larva lalat tidak memiliki kaki (legless larva / apodous). Larva akan mengalami

pengelupasan kulit sebanyak tiga kali sebelum akhirnya bermigrasi untuk

menjadi pupa. Terdapat tiga perkembangan larva lalat yang dapat dibedakan

dengan morfologi spirakel posterior.10,14

- 1st instar

Larva ini akan mendapat nutrisi dari eksudat pada mayat dan akan

bermigrasi menuju bagian tubuh yang lembab dan terlindung. Membutuhkan

1 hari sejak telur menetas menjadi larva 1st instar.

- 2nd instar

20
Pada stadium ini, larva akan berkumpul yang disebut maggot mass. Dari

larva 1st instar menjadi 2nd instar membutuhkan waktu kira-kira 1 hari.

- 3 rd instar

Pertambahan ukuran pada larva stadium ini akan cepat sekali. Membutuhkan

waktu kira-kira 2 hari untuk menjadi prepupa.10

Gambar 14 : Smooth Maggot (kiri) dan Hairy Maggot

3. Pupa

Sebelum menjadi pupa (stadium prepupa), larva akan bermigrasi menuju tempat

yang sesuai, biasanya di tanah dan mulai berubah menjadi pupa. Perubahan

tersebut membutuhkan waktu kira-kira 4 hari dan tidak membutuhkan makanan.

Di dalam puparium, akan terjadi transformasi dari larva menjadi bentuk lalat

dewasa, yang membutuhkan waktu kira-kira 10 hari.10

4. Dewasa

Larva yang sudah berubah menjadi bentuk lalat dewasa akan keluar dari pupa

dan dapat memulai siklus hidupnya lagi dengan bertelur.10

Jangka waktu kisaran hidup lalat

21
Fase Waktu
Lalat bertelur pada mayat 18-36 jam setelah mati
Menetas menjadi larva 24 jam kemudian
Larva menjadi pupa (kepompong) 4-5 hari kemudian
Pupa menjadi lalat dewasa 4-5 hari kemudian
Jumlah waktu telur menjadi lalat 11 hari
dewasa
Kumpulan telur lalat telah dapat ditemukan beberapa jam pasca mati, di alis mata,
sudut mata, lubang hidung dan diantara bibir. Dengan identifikasi spesies lalat dan
mengukur panjang larva, maka dapat diketahui usia larva tersebut, yang dapat
dipergunakan untuk memperkirakan saat mati, dengan asumsi bahwa lalat biasanya
secepatnya meletakkan telur setelah seorang meninggal (dan tidak lagi dapat mengusir
lalat yang hinggap).5

3
Peranan Entomologi Forensik
Ketertarikan insekta terhadap tubuh mayat dapat dimanfaatkan untuk :

1. Memperkirakan waktu kematian

Perkiraan waktu kematian tidak bisa dipisahkan dengan parameter fisik maupun

biokimiawi, entomologi memberikan bantuan seandainya kedua parameter

tersebut tidak lagi mudah untuk dilakukan. Dalam memperkirakan waktu

kematian sangat tergantung pada spesies insekta yang kita amati. Beberapa hal

yang dapat dipakai antara lain :

a. Metode statistik

b. Rumus C = B A, dimana A misalnya, adalah waktu telur menetas menjadi

larva instar 1 dikurangi waktu ditemukannya telur, B adalah waktu insekta

betina meletakkan telur pada sepotong daging sampai berubah menjadi larva

instar 1 dan sehingga diperoleh C yang merupakan waktu antara terjadinya

pembusukan dengan peletakan telur insekta betina sehingga didapatkan

perkiraan waktu terjadinya kematian.

22
c. Mengukur panjang spesimen yang didapat, tergantung spesimen yang kita

dapatkan berada pada tahap mana dari siklus hidupnya. Tahapan siklus hidup

famili calliphorid sebelum menjadi calliphorid dewasa :

Telur : kurang lebih 2 mm selama 8 jam sejak oviposit

Larva : larva instar 1 : kurang lebih 5 mm setelah hampir 2 hari

larva instar 2 : kurang lebih 10 mm setelah hampir 3 hari

larva instar 3 : kurang lebih 17 mm setelah 4 sampai 5 hari

Prepupa : kurang lebih 12 mm setelah 8 sampai 12 hari

Pupa : kurang lebih 9 mm setelah 24 hari

Untuk mendapatkan perkiraan waktu kematian yang akurat hendaknya

pembiakan dalam laboratorium dikondisikan sesuai dengan TKP terutama dalam

hal temperatur dan kelembaban.

2. Memperkirakan sebab kematian


Dalam hal ini pada kasus kematian akibat keracunan. Racun dapat ditemukan

dalam darah, urin, lambung, rambut, kuku dan ternyata, pada belatung atau

kepompong insekta. Oleh karena itu apabila kita kesulitan mencari racun dalam

tubuh mayat, kita dapat mencarinya pada belatung atau kepompong. Bahan-bahan

triazolam, oxazepam, alimemazin, chloripriamin, phenobarbital, malathion,

merkuri, amitriptin, nortriptilin, kokain, phenycyclidine dan heroin dilaporkan

pernah ditemukan pada belatung atau kepompong.


Selain itu, infestasi insekta pada tempat di luar kebiasaannya juga dapat

memberikan petunjuk lokasi terjadinya kekerasan. Calliphorid umumnya

berinfestasi pada wajah dan luka-luka terbuka, sangat jarang pada genito-anal,

apabila terjadi kekerasan pada regio genito-anal, yang menyebabkan perdarahan,

23
calliphorid berinfestasi paada regio tersebut, ini dapat mengarahkan kita bahwa

telah terjadi tindak kekerasan seksual.


3. Memperkirakan tempat kematian
Dengan dikumpulkannya spesimen di sekitar TKP dan di tubuh mayat, kita dapat :

a. Membandingkan habitat spesimen

Sebagai contoh, Calliphora vomitoria Linnaeus (Holartic Blue Bottle Fly)

menyukai tempat yang teduh sedangkan Lucillia illustris Meigen (Green Bottle

Fly) menyukai tempat yang terkena sinar matahari. Membandingkan perkiraan

waktu kematian, tentunya pada spesies yang sama. Apabila terdapat perbedaan,

perlu dipikirkan bahwa tubuh mayat tidak berasal dari TKP, dengan kata lain,

telah dipindahkan.
4
Peran Lalat dalam Forensik Entomologi
Lalat merupakan serangga yang tersebar di seluruh dunia dan memiliki banyak

peran dalam ekologi, salah satunya dalam pembusukan bahan organik. Beberapa

jenis larva lalat yang ditemukan pada mayat sangat berguna untuk kepentingan

forensik. Dengan mengetahui stadium perkembangannya, larva dapat digunakan

untuk memberikan indikasi waktu minimal kematian telah berlangsung. Selain itu

jenis larva dapat digunakan untuk memperkirakan tempat kematian organisme

tersebut.
Jenis lalat yang banyak ditemukan pada mayat di musim panas yaitu famili dari

subordo Cyclorrapha : Calliphoridae, Muscidae dan Sarcophagidae. Ketiga jenis

lalat tersebut penting dalam forensik entomologi. Umur larva lalat dapat

ditentukan berdasarkan pengukuran panjang larva dan dengan mengetahui umur

larva, maka dapat diperkirakan saat kematian dengan mempertimbangkan bahwa

waktu yang diperlukan perubahan dari telur menjadi larva adalah sekitar kurang

dari 16 jam.
5
Cara menentukan saat kematian

24
Dalam upaya untuk membantu menentukan saat kematian secara entomologik

digunakan dua cara.

Cara pertama, adalah berdasarkan adanya fauna serangga yang ditemukan pada

mayat, karena kehidupan beberapa spesies serangga ada yang berhubungan

dengan derajat pembusukan mayat.

Fauna serangga yang ditemukan menurut hasil penelitian Erzinclioglu (1983) di

Inggris adalah sebagai berikut:

a. Fauna serangga pada mayat di musim panas

1. Pada mayat segar

Diptera :

1. Calliphoridae terutama Calliphora spp, Lucillia spp, Phormia spp dan

Cynomia spp

2. Sarcophagidae terutama Sarcophaga spp

3. Muscidae

2. Mayat yang telah berumur beberapa hari dan mulai berbau

Diptera:

1. Calliphoridae (Lucillia spp)

2. Sarcophagidae ( lebih banyak ditemukan pada mayat segar)

3. Muscidae

3. Mayat yang telah berumur 3 6 bulan

1.Diptera: Sphaeroceridae

2.Coleopera: Dermestes spp

3.Lepidoptera: Aglosa spp

4. Mayat yang telah berumur 1 tahun

25
1. Diptera : Piophilidae, Drosophilidae, Sepsidae, Sphaeroceridae,

Syrphidae, Ephydridae

2. Coleoptera : Corynetes spp

5. Mayat yang telah mengalami fermentasi amoniak

1. Diptera: Sphaerocidae, Muscidae, Phoridae, Thyreophoridae

2. Coleoptera: Necrophorus spp, Sipha spp, Hister spp, Saprinus spp

6. Mayat yang telah mengalami pengeringan

1. Diptera : Sphaeroceridae, Phoridae

2. Acari (mites)

7. Mayat telah mengering sempurna

1. Coleoptera : Dermestidae

2. Lepidoptera : Tineidae

8. Mayat yang telah berumur lebih dari 3 tahun

Coleoptera : Ptinidae, Tenebrionidae

b. Fauna serangga pada mayat di musim dingin

Selama musim dingin sangat sedikit serangga yang muncul tetapi beberapa

spesies yang berhubungan dengan pembusukan tetap aktif di sepanjang tahun.

Serangga pertama yang muncul pada mayat di musim dingin adalah serangga

yang termasuk dalam Ordo Collembola. Serangga ini makan tanaman atau

hewan yang telah membusuk di tanah dan hanya keluar dari tanah bila

kelembapan tinggi. Dengan adanya mayat di permukaan tanah, terdapat medium

pertumbuhan yang merupakan habitat ideal untuk serangga tersebut.

Cara kedua adalah cara yang telah dilakukan pada tahun-tahun terakhir yaitu

dengan menerapkan pengetahuan tentang siklus hidup serangga yang

26
menggunakan mayat sebagai tempat berkembang biak dan faktor-faktor yang

mempengaruhinya seperti ketinggian daerah, kelembapan dan sebagainya.

Dengan diketahuinya siklus hidup lalat, khususnya pertumbuhan dari telur

sampai menjadi larva, sangat mungkin menentukan umur larva serangga yang

menginvestasi mayat.

2.3.2. Perkiraan saat kematian dengan cara lain


Beberapa petunjuk lain dapat juga dipergunakan untuk membantu penentuan
lama kematian seperti: mata, isi saluran cerna, kandung kemih, arloji tangan dan
pakaian korban.
a. Mata
Kilatan kornea tidak ada lagi. Kornea menjadi keruh dan akhirnya berwarna
putih (dalam waktu 10-12 jam setelah kematian), pupilmengalami dilatasi dan
tidak bereaksi, walaupun diberikan tetesan atropin atau eserin. Tekanan bola
mata menurun. Refleks kornea dan konjungtiva tidak ada. 1,2
b. Isi saluran cerna
Makanan masuk kedalam saluran pencernaan akan mengalami proses
pencernaan hingga akhienya akan dikeluarkan oleh tubuh.
c. Isi lambung
Dalam 1 jam pertama separuh dari makanan yag masuk ke lambung sudah
dicernakan dan masuk ke pylorus. Sisa Setengahnya akan masuk ke pylorus
pada jam kedua. Sisa seengahnya lagi akan selesai dicerna dan keluar dari
lambung pada jam yang ketiga. Dan selesai seluruhnya kira-kira 4 jam. 1,2

d. Usus
Makanan yang sudah dicerna sampai di daerah ileo-caecal dalam waktu 6-8
jam, di kolon transversum dalam waktu 9-10 jam. Kolon pelvis 12-14 jam,
dikeluarkan dalam waktu 24-28 jam. Penentuan lama kematian dari isi
pencernaan ini dinilai dari suatu korban makan dan tidak ada hubungan langsung
dengan waktu pemeriksaan dilakukan. 1,2
e. Kandung kemih
Kandung kemih biasanya dikosongkan sebelum tidur, dan dalam waktu tidur
isi kandung kemih akan bertambah. Bila didapati mayat pada pagi hari dengan

27
kandung kemih kosong kemungkinan ia menunggal menjelang pagi haridan bila
masih penuh tentu meninggalnya lebih awal.
f. Pakaian
Pakaian dapat menentukan lama kematian karena orang yang mempunyai
kebiasaan menggunakan pakaian sesuai dengan waktu pakaian kantor, sekolah,
pakaian tidur, pakaian renang, olah raga dll, kadang- kadang dapat dipakai
sebagai petunjuk. Bila korban terbunuh sedang memakai pakaian tidur tentu
diperkirakan waktu kematian adalah malam atau sebelum bangun pagi.1,2
g. Jam tangan
Bila korban memakai jam tangan pada waktu mengalami cedera maka saat
kematian dapat ditunjukkan secara tepat dari jarum jam berhenti, misalnya:
dalam peristiwa kebakaran.1,2

2.3.3. Aplikasi Penentuan Lama Kematian


Bila saat kematian korban tidak diketahui, maka beberapa petunjuk di bawah
ini dapat dipakai:
1 Jam pertama setelah kematian, tubuh masih hangat (dengan termometer panjang
didapati suhu 370C), otot-otot masih lemas seluruhnya (periode relaksasi primer),
kornea mata bening, belum tampak atau belum jelas adanya lebam mayat.
2 4-6 jam, telah mulai dingin (suhu rektal 34-350C), kaku mayat di rahang telah ada,
begitu juga di beberapa persendian, lebam mayat masih hilang pada penekanan. 1,2,3
3 10-12 jam, mayat mulai dingin (suhu sekitar 29-30 0C), kaku mayat lengkap di
seluruh tubuh seperti papan, bila diangkat kaki, panggul dan punggung juga
terangkat, lebam mayat sangat jelas dan tidak hilang pada penekanan.1,2,3
4 16-18 jam, mayat dingin (sama dengan suhu ruangan 28-290C), kaku mayat di
beberapa persendian telah hilang, mulai tampak tanda-tanda pembusukan terutama
di daerah perut bagian kanan bawah tampak biru kehijauan, lebam mayat meluas di
seluruh bagian terendah dari tubuh.1,2,3
5 20-24 jam, dingin, kaku mayat sudah menghilang (relaksasi sekunder), tanda
pembusukan makin jelas, perut mulai tegang, bau pembusukan, darah pembusukan
keluar dari hidung dan mulut.1,2,3
6 30-36 jam, mayat menggembung, muka bengkak, mata tertutup, bibir menebal, gas
dan air pembusukan keluar dari hidung dan mulut, tampak garis pembuluh darah di
permukaan tubuh (marble appearance).1,2,3

28
7 40-48 jam, gelembung pembusukan di seluruh tubuh, skrotum bengkak, lidah
bengkak dan menonjol keluar. Sebagian gelembung pecah, kulit mudah
terkelupas.1,2,3
8 3 hari, pembusukan lanjut, uterus bisa prolaps. Demikian anus, mata menonjol
keluar, muka sangat bengkak kehitaman. Rambut dan kuku mudah dicabut.
9 4-5 hari, perut mengempes kembali karena gas keluar dari celah jaringan yang
rusak/hancur, sutura kepala merenggang, otak mengalami perlunakan menjadi
seperti bubur.1,2,3
10 6-10 hari,jaringan lunak tubuh melembek dan lama-lama menjadi hancur, rongga
dada dan perut bisa terlihat karena sebagian otot sudah hancur dan seterusnya
hingga akhirnya tinggal tulang belulang.1,2,3

Aplikasi penentuan saat kematian akan lebih bernilai bila dilakukan di Tempat
Pejadian Perkara (TKP). Penilaian saat kematian yang dilakukan dirumah sakit kurang
akurat karena faktor lingkugan yang sudah berbeda, perlakuan terhadap mayat dalam
perjalanan (ditutup dengan kain, dihembus angin, dalam kantong mayat, perubahan
posisi, kaku mayat mungkin telah diganggu ,dll) serta jauhnya korban dibawa dari TKP
ke Rumah Sakit.

BAB III
KESIMPULAN

Kematian hanya dapat dialami oleh organisme hidup. Secara medis, kematian
merupakan suatu proses dimana fungsi dan metaboliseme sel organ-organ internal tubuh
terhenti. Dikenal beberapa istilah kematian, yaitu: mati somatis, mati celluler, mati
cerebral, dan mati batang otak.
Bila seseorang meninggal dunia maka siklus oksigen akan terhenti, tubuh akan
mengalami berbagai perubahan jaringan yang disebut perubahan awal kematian atau
tanda kematian tidak pasti dimana susunan saraf pusat akan mengalami kemunduran
dengan cepat ini akan menyebabkan perubahan pada tubuh menjadi insensible, reflek
cahaya dan reflek kornea hilang, aliran darah, gerakan nafas berhenti, kulit pucat dan
otot mengalami relaksasi.

29
Setelah beberapa waktu akan timbul tanda-tanda berupa lebam mayat, kaku mayat,
penurunan suhu tubuh, pembusukan, mumifikasi dan adiposere, yang dapat membantu
dalam penentuan waktu kematian.
Selain itu,terdapat juga metode penentuan cara kematian terkini yaitu, berdasarkan
entomologi forensik,pengosongan isi lambung dan penelitian tulang. Namun, walaupun
dimanfaatkan semua sarana yang ada, penentuan saat kematian yang tepat adalah tidak
mungkin hanya untuk memperkirakan saat kematian yang mendekati ketepatan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Amir A. Ilmu Kedokteran Forensik. 2011. Ramadhan. Hal 45-71.


2. Singh S. Ilmu Kedokteran Forensik. 2014. Hal: 46-82.
3. Singh A. Ilmu Kedokteran Kehakiman. 2010. Diktat. Hal: 12- 22.
4. Mistar. Penentuan Lama Kematian Dilihat Dari Keadaan Tulang. Hal: 1-6.
5. Bagian Kedokteran Forensik FK UI. Ilmu Kedokteran Forensik. 1997. FK- UI.

Hal: 25-36

30

Anda mungkin juga menyukai