Anda di halaman 1dari 21

TANDA KEMATIAN DAN THANATOLOGI

A. Latar Belakang
Thanatologi berasal dari dua buah kata, yaitu thanatos yang berarti mati
dan logos yang berarti ilmu. Tanatologi adalah ilmu yang mempelajari tanda
tanda kematian dan perubahan yang terjadi setelah seseorang mati serta faktor
yang mempengaruhinya. Tanatologi merupakan ilmu paling dasar dan paling
penting dalam ilmu kedokteran kehakiman terutama dalam hal pemeriksaan
jenazah (visum et repertum).
Pada tanatologi dipelajari perubahan-perubahan pada manusia setelah
meninggal dunia. Perubahan perubahan yang terjadi setelah kematian dibedakan
menjadi dua yaitu perubahan yang terjadi secara cepat (early) dan perubahan yang
terjadi secara lambat (late). Perubahan yang terjadi secara cepat antara lain henti
jantung, henti nafas, perubahan pada mata, suhu dan kulit. Sedangkan perubahan
yang terjadi secara lanjut antara lain kaku mayat, pembusukan, penyabunan dan
mummifikasi.
Kepentingan mempelajari tanatologi adalah untuk menentukan apakah
seseorang benar benar sudah meninggal atau belum, menetapkan waktu
kematian, sebab kematian, cara kematian, dan mengangkat atau mengambil organ
untuk kepentingan donor atau transplantasi dan untuk membedakan perubahan-
perubahan yang terjadi post mortal dengan kelainan-kelainan yang terjadi pada
waktu korban masih hidup.

B. Definisi
Tanatologi adalah ilmu yang mempelajari tanda tanda kematian dan
perubahan yang terjadi setelah seseorang mati serta faktor yang
mempengaruhinya. Tanatologi merupakan ilmu paling dasar dan paling
penting dalam ilmu kedokteran kehakiman terutama dalam hal pemeriksaan
jenazah (visum et repertum).


1
C. Jenis-Jenis Kematian
Kematian manusia dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu kematian manusia
sebagai individu dan sebagai kumpulan bebagai macam sel.
a. Mati klinis / somatis
Proses kematian yang hanya dapat dilihat secara mikroskopis karena
terjadi gangguan pada sistem pernafasan, kardiovaskuler, dan persarafan
yang bersifat menetap.
Ditandai dengan tidak adanya gerakan, refleks-refleks, EEG mendatar
selama 5 menit, nadi tidak teraba, denyut jantung tidak terdengar, tidak
ada gerakan pernapasan, dan suara napas tidak terdengar pada auskultasi.
b. Mati suri
Suatu keadaan dimana proses vital turun ke tingkat paling minimal untuk
mempertahankan kehidupan, sehingga tanda-tanda klinisnya tampak
seperti sudah mati. Dengan peralatan sederhana tanda kehidupan tak
terdeteksi.
c. Mati seluler (molekuler)
Kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul beberapa saat setelah
kematian somatis.
d. Mati cerebral
Kerusakan kedua hemisfer otak yang ireversibel kecuali batang otak dan
serebelum, sedangkan kedua system lainnya (system pernapasan dan
kardiovaskuler) masih berfungsi dangan bantuan alat.
e. Mati otak (mati batang otak)
Bila terjadi kerusakan seluruh isi neuronal intracranial yang ireversibel,
termasuk batang otak dan serebelum.

D. Penentuan Kematian
Untuk dapat menentukan kematian seseorang sebagai individu, diperlukan
criteria diagnostic yang benar berdasarkan konsep diagnostic yang dapat
dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Kriteria yang paling banyak
digunakan oleh para dokter adalah kriteria diagnostic seperti dibawah ini :


2
a. Hilangnya semua respon terhadap sekitarnya (respon terhadap komando
/ perintah, taktil, dan sebagainya).
b. Tidak ada gerakan otot serta postur, dengan catatan pasien tidak sedang
berada dibawah pengaruh obat-obatan curare
c. Tidak ada reflex pupil
d. Tidak ada reflex kornea
e. Tidak ada respon motorik dari saraf kranial terhadap rangsangan
f. Tidak ada reflex menelan atau batuk ketika tuba endotrakheal di dorong
ke dalam
g. Tidak ada reflex vestibulo-okularis terhadap rangsangan air es yang
dimasukkan ke dalam lubang telinga.
h. Tidak ada napas spontan ketika respirator dilepas untuk waktu yang
cukup lama walaupun pCO
2
sudah melampaui nilai ambang rangsangan
napas (50 torr)
Tes klinik tersebut diatas baru boleh dilakukan paling cepat 6 jam setelah
onset koma serta apneu dan harus di ulangi lagi paling cepat sesudah 2 jam dari
tes yang pertama. Sedangkan tes konfirmasi dengan EEG atau angiografo
hanyalah dilakukan kalau tes klinik memberikan hasil yang meragukan atau jika
ada kekhawatiran akan adanya tuntutan di kemudian hari.
Untuk menentukan apakah paru-paru sudah berhenti bernapas perlu
dilakukan pemeriksaan :
1. Auskultasi
Tes ini diperlukan secara hari-hati dan lama. Kalau perlu dilakukan juga
auskultasi pada daerah laring
2. Tes Winslow
Yaitu dengan meletakkan gelas berisi air di atas perut atau dadanya. Bila
permukaan air bergoyang berarti masih ada gerakan nafas.




3
3. Tes Cermin
Yaitu dengan meletakkan kaca cermin di depan mulut dan hidung. Bila
basah berarti masih bernapas.
4. Tes bulu burung
Yaitu dengan meletakkan bulu burung di depan hidung. Bila bergetar
berarti bernapas.
Untuk menentukan jantung masih berfungsi perlu dilakukan pemeriksaan
sebagai berikut :
1. Auskultasi
Auskultasi dilakukan di daerah prekardial selama 10 menit terus
menerus.
2. Tes Magnus
Yaitu dengan mengikat jari tangan sedemikian rupa sehingga hanyalah
aliran darah vena saja yang terhenti. Biala terjadi bendungan berwarna
sianotik berarti masih ada sirkulasi.
3. Tes Icard
Yaitu dengan cara menyuntikkan larutan dalam campuran 1 gram zat
fluorescein dan 1 gram natrium bikarbonas didalam 8 ml air secara
subkutan. Bila terjadi perubahan warna kuning kehijauan berarti masih
ada sirkulasi darah.
4. Incise arteri radialis
Bila terpaksa dapat dilakukan pengirisan pada arteri radialis. Bila keluar
darah secara pulsasif berarti masih ada sirkulasi darah.

E. Perubahan- Perubahan Sesudah Mati
Jika seseorang telah meninggal dunia maka pada tubuhnya akan mengalami
berbagai perubahan, antara lain :
1. Perubahan Kulit Mata
Akibat terhentinya sirkulasi darah maka darah yang berada pada kapiler
dan venula dibawah kulit muka akan mengalir ke bagian yang lebih


4
rendah sehingga warna raut muka nampak menjadi lebih pucat. Pada
mayat dari orang yang mati akibat kekurangan oksigen atau keracunan
zat-zat tertentu (misalnya karbon monoksida), warna semula dari raut
muka akan bertahan lama dan tidak cepta menjadi pucat.

2. Relaksasi otot
Pada saat mati sampai beberapa saat sesudahnya, otot-otot polos
akan mengalami relaksasi sebagai akibat dari hilangnya tonus. Relaksasi
pada stadium itu disebut relaksasi primer. Akibat rahang bawah akan
melorot menyebabkan mulut terbuka, dada kolaps dan bila tidak ada
yang menyangga anggota tubuh akan jatuh ke bawah. Relaksasi yang
terjadi pada otot-otot muka akan mengesankan lebih muda dari umur
yang sebenarnya, sedang relaksasi pada otot polos akan mengakibatkan
iris dan spingter ani mengalami dilatsi. Oleh sebab itu jika ditemukan
delatasi pada anus, harus hati-hati untuk menyimpulkan sebagai akibat
hubungan seksual per ani.
Sesudah relaksasi primer akan terjadi kaku mayat dan selanjutnya
akan terjadi relaksasi lagi. Relaksasi yang terakhir disebut relaksasi
sekunder.

3. Perubahan pada Mata
Pada orang yang sudah mati pandangan mata terlihat kosong,
reflex cahaya dan reflex kornea menjadi negative. Vena-vena pada retina
akan akan mengalami kerusakan dalam waktu 10 detik sesudah mati.
Jika sesudah mati keadaan mata tetap terbuka maka lapisan kornea yang
paling luar akan mengalami kekeringan. Dalam waktu sampai 10-12 jam
sesudah mati kelopak mata, baik terbuka maupun tetutup, akan berubah
menjadi putih dan keruh. Perubahan lainnya adalah penurunan tekanan
bola mata dan naiknya kadar potassium pada cairan mata.




5
4. Penurunan Suhu Tubuh (Algor Mortis)
Sedudah mati, metabolism yang menghasilkan panas akan terhenti
sehingga subuh tubuh akan menuju suhu udara atau medium
disekitarnya. Penurunan ini disebabkan oelh adanya proses radiasi,
konduksi, dan pancaran panas.
Pada jam-jam pertama penurunannya sangat lambat karena masih
adanya produksi panas dari proses glikogenolisis, tetapi sesudah itu
penurunan menjadi lebih cepat dan pada akhirnya menjadi lebih lambat
kembali. Kalu proses penurunan tersebut digambarkan dalam bentuk
grafik, maka gambarannya akan seperti sigmid atau huruf S terbalik.
Rumus perkiraan saat kematian berdasarkan penurunan suhu mayat pada
suhu lingkungan sebesar 70 derajat Fahrenheit (21 derajat celcius), adalah
sebagai berikut :
Saat Kematian = 98,6
o
F Suhu Rektal
1,5
Secara umum 1,5
o
F / 1
o
C per jam, teori lain : 0,8
o
F per jam. 1,5
o
F / 1
o
C
per jam 6 jam pertama, 1
o
F jam 6 kedua, 0,6
o
F per jam 6 jam ketiga, setelah
12 jam mencapai suhu sama dengan suhu lingkungan (untuk kulit).
Sedangkan untuk organ organ dalam : 24 jam baru bias sama dengan suhu
lingkungan. Bila tenggelam / dalam air : 6 jam sudah mencapai suhu
lingkungan.
Penurunan suhu dapat dipengaruhi oleh berbagai factor, antara lain :
a. Suhu tubuh pada saat mati
Suhu tubuh yang tinggi pada saat mati, seperti misalnya pada penderita
infeksi atau perdarahan otak, akan mengakibatkan tingkat penurunan suhu
menjadi lebih cepat. Sedang pada penderita dengan hipotermia tingkat
penurunannya menjadi sebaliknya.




6
b. Suhu medium
Semakin rendah suhu medium tempat tubuh mayat berada akan semikin
cepat tingkat penurunannya.
c. Keadaan udara sekitarnya
Pada udara yang lembab, tingkat penurunan suhu menjadi lebih besar. Ini
disebabkan karena udara yang lembab merupakan konduktor yang baik.
Pada udara yang behembus (angin), tingkat penurunannya semakin cepat.
d. Jenis medium
Pada medium air, tingkat penurunan suhu menjadi lebih cepat sebab air
merupakan konduktor yang baik.
e. Keadaan tybuh mayat
Pada mayat bayi, tingkat penurunan suhu lebih cepat dibandingkan mayat
orang dewasa. Ini disebabkan karena pada bayi, luka permukaan tubunya
relative lebih besar. Pada mayat yang tubuhnya kurus, tingkat
penurunannya juga lebih cepat dibandingkan dengan mayat yang tubunya
gemuk.
f. Pakaian mayat
Semakin tipis pakaian yang dipakai, semakin cepat tingkat penurunannya.
Perlu diketahui bahwa estimasi saat kematian dengan memanfaatkan
penurunan suhu mayat hanya bisa dilakukan pada kematian kurang dari 12
jam.

5. Lebam Mayat (Livor Mortis)
Nama lain dari lebam mayat ialah livor mortis, post mortum lividity,
post mortum suggillation, post mortum hypostasis atau vibices.
Terjadinya karena danya gaya gravitasi yang menyebabkan darah
mengumpul pada bagian-bagian tubuh terendah. Mula-mula darah
mengumpul pada vena-vena besar dan kemudian pada cabang-cabangnya
sehingga mengakibatkan perubahan warna kulit menjadi merah kebiruan.
Pada awalnya warna tersebut hanya berupa bercak setempat-setempat yang
kemudian menjadi lebih lebar dan merata pada bagian tubuh yang


7
terendah. Kadang-kadang cabang dari vena pecah sehingga terlihat bintik-
bintik perdarahan yang disebut Tardieu Spot.
Lebam mayat biasanya mulai tampak 20-30 menit pasca mati, makin
lama intensitasnya bertambah dan menjadi lengkap dan menetap setelah 8-
12 jam. Sebelum waktu ini, lebam mayat masih hilang (memucat) pada
penekanan dan dapat berpindah jika posisi mayat diubah. Pada orang yang
menderita anemia atau perdarahan timbulnya lebam mayat menjadi lebih
lama, sedang pada orang yang mati akibat sakit lama timbulnya lebam
mayat menjadi lebih cepat.
Warna lebam mayat biasanya merah kebiruan. Pada keracunan
karbon monoksida (CO) lebam mayat berwarna merah cerah (cherry red),
pada keracunan Potassium Cholorate berwarna coklat dan pada kematian
karena asfiksia berwarna lebih gelap.

Perbedaan hematom (memar) dengan lebam mayat
Hematom Lebam Mayat
Intravital Post Mortem
Infiltrasi darah Intravasa
Reaksi jaringan Hanya setelah busuk heme keluar vasa
Sayat, siram dengan air : tambah merah
tua
Sayat, siram dengan air : pucat

6. Kaku Mayat (Rigor Mortis)
Kaku mayat yang sering disebut rigor mortis atau post moertum
rigidity terjadi akibat proses biokimiawi, yaitu pemecahan ATP menjadi
ADP. Selama masih ada P berenersi tinggi dari pemecahan glikogen otot
maka ADP masih dapat diresintese menjadi ATP kemabli. Jika persediaan
glikogen otot habis maka resintese tidak terjadi sehingga terjadi
penumpukan ADP yang akan menyebabkan otot menjadi kaku.


8
Kaku mayat dibuktikan dengan memeriksa persendian. Kaku mayat
mulai tampak kira-kira 2 jam setelah mati klinis, dimulai dari bagian luar
tubuh (otot-otot kecil) ke arah dalam (sentripetal).
Faktor-faktor yang mempercepat terjadinya kaku mayat adalah
aktivitas fisik sebelum mati, suhu tubuh tinggi, bentuk tubuh kurus dengan
otot-otot kecil dan suhu lingkungan tinggi.
Kekakuan pada tubuh jenazah akibat rigor mortis yang perlu
dibedakan dengan dengan kekakuan akibat proses lainnya, seperti:
a. Cadaveric spasm (instantaneous rigor), adalah bentuk kekakuan
otot yang terjadi pada saat kematian dan menetap. Cadaveric
spasm sesungguhnya merupakan kaku mayat yang timbul dengan
intensitas yang sangat kuat tanpa didahului oleh relaksasi primer.
Penyebabnya adalah akibat habisnya cadangan glikogen dan ATP
yang bersifat setempat pada saat mati klinis karena kelelahan
atau emosi yang hebat sebelum meninggal. Kepentingan
medikolegalnya adalah menunjukkan sikap terakhir masa
hidupnya. Misalnya tangan menggenggam senjata pada kasus
bunuh diri.
b. Heat stiffening, yait kekakuan otot akibat koagulasi protein otot
oleh panas. Otot-otot berwarna merah muda, kaku, tetapi rapuh
(mudah robek). Kekakuan ini dapat dijumpai pada korban mati
terbakar. Pada haet stiffening serabut-serabut ototnya memendek
sehingga menimbulkan fleksi leher, siku, paha lutut, memberikan
sikap petinju (pugilistic attitude). Perubahan sikap ini tidak
memberikan arti tertentu bagi sikap semasa hidup, intravitalis,
penyebab atau cara kematian.
c. Cold Stiffening
Yaitu kekakuan tubuh akibat lingkungan dingin, sehingga terjadi
pembekuan cairan tubuh termasuk cairan sendi, pemadatan
jaringan lemak subkutan dan otot, sehingga bila sendi ditekuk
akan terdengar bunyi pecahnya es dalam rongga sendi.


9
7. Pembusukan (decomposition, putrefaction)
Merupakan tahap akhir pemutusan jaringan tubuh mengakibatkan
hancurnya komponen tubuh organik kompleks menjadi sederhana.
Pembusukan merupakan perubahan lebih lanjut dari mati seluler. Kedua
proses ini mengakibatkan dekomposisi seperti di bawah ini :
a. Autolisis.
Merupakan proses melunaknya jaringan bahkan pada keadaan steril yang
diakibatkan oleh kerja enzim digestif yang dikeluarkan sel setelah
kematian dan dapat dihindari dengan membekukan jaringan. Perubahan
autolisis awal dapat diketahui pada organ parenkim dan kelenjar.
Pelunakan dan ruptur perut dan ujung akhir esofagus dapat terjadi karena
adanya asam lambung pada bayi baru lahir setelah kematian. Pada
dewasa juga dapat terlihat.
b. Proses Pembusukan Bakteri.
Merupakan proses dominan pada proses pembusukan dengan adanya
mikroorganisme, baik aerobik maupun anaerobik. Bakteri pada umumnya
terdapat dalam tubuh, akan memasuki jaringan setelah kematian.
Kebanyakan bakteri terdapat pada usus, terutama Clostridium welchii.
Bakteri lainnya dapat ditemukan pada saluran nafas dan luka terbuka.
Pada kasus kematian akibat penyakit infeksi, pembusukan berlangsung
lebih cepat. Karena darah merupakan media yang sangat baik untuk
perkembangan bakteri maka organ yang mendapat banyak suplai darah
dan dekat dengan sumber bakteri akan terdapat lebih banyak bakteri dan
mengalami pembusukan terlebih dahulu.
Bakteri menghasilkan berbagai macam enzim yang berperan pada
karbohidrat, protein, dan lemak, dan hancurnya jaringan. Salah satu
enzim yang paling penting adalah lecithin yang dihasilkan oleh
Clostridium welchii, yang menghidrolisis lecithin yang terdapat pada
seluruh membran sel termasuk sel darah dan berperan pada pembentukan
hemolisis pada darah post mortem. Enzim ini juga berperan dalam
hidrolisis post mortem dan hidrogenasi lemak tubuh.


10
Aktifitas pembusukan berlangsung optimal pada suhu antara 70 sampai
100 derajat Fahrenheit dan berkurang pada suhu dibawah 70 derajat
Fahrenheit. Oleh sebab itu, penyebaran awal pembusukan ditentukan
oleh dua faktor yaitu sebab kematian dan lama waktu saat suhu tubuh
berada dibawah 70 derajat Fahrenheit.
c. Perubahan Warna.
Pembusukan diikuti dengan hilangnya kaku mayat, tetapi pada
suhu yang sangat tinggi dan kelembapan tinggi, maka pembusukan
terjadi sebelum kaku mayat hilang.
Tanda awal pembusukan adalah tampak adanya warna hijau pada kulit
dan dinding perut depan, biasanya terletak pada sebelah kanan fossa
iliaca, dimana daerah tersebut merupakan daerah colon yang
mengandung banyak bakteri dan cairan. Warna ini terbentuk karena
perubahan hemoglobin menjadi sulpmethaemoglobin karena masuknya
H
2
S dari usus ke jaringan. Warna ini biasanya muncul antara 12 18 jam
pada keadaan panas dan 1 2 hari pada keadaan dingin dan lebih tampak
pada kulit cerah.
Warna hijau ini akan menyebar ke seluruh dinding perut dan alat kelamin
luar, menyebar ke dada, leher, wajah, lengan, dan kaki. Rangkaian ini
disebabkan karena luasnya distribusi cairan atau darah pada berbagai
organ tubuh.
Pada saat yang sama, bakteri yang sebagian besar berasal dari usus,
masuk ke pembuluh darah. Darah didalam pembuluh akan dihemolisis
sehingga akan mewarna pembuluh darah dan jaringan penujang,
memberikan gambaran marbled appearence. Warna ini akan tetap ada
sekitar 36 48 jam setelah kematian dan tampak jelas pada vena
superficial perut, bahu dan leher.
d. Pembentukan Gas Pembusukan.
Pada saat perubahan warna pada perut, tubuh mulai membentuk gas
yang terdiri dari campuran gas tergantung dari waktu kematian dan
lingkungan. Gas ini akan terkumpul pada usus dalam 12 24 jam setelah


11
kematian dan mengakibatkan perut membengkak. Dari 24 48 jam
setelah kematian, gas terkumpul dalam jaringan, cavitas sehingga tampak
mengubah bentuk dan membengkak. Jaringan subkutan menjadi
emphysematous, dada, skrotum, dan penis, menjadi teregang. Mata dapat
keluar dari kantungnya, lidah terjulur diantara gigi dan bibir menjadi
bengkak. Cairan berbusa atau mukus berwarna kemerahan dapat keluar
dari mulut dan hidung. Perut menjadi sangat teregang dan isi perut dapat
keluar dari mulut. Sphincter relaksasi dan urine serta feses dapat keluar.
Anus dan uterus prolaps setelah 2 3 hari.
Gas terkumpul diantara dermis dan epidermis membentuk lepuh. Lepuh
tersebuh dapat mengandung cairan berwarna merah, keluar dari
pembuluh darah karena tekanan dari gas. Biasanya lepuh terbentuk lebih
dahulu dibawah permukaan, dimana jaringan mengandung banyak cairan
karena oedema hipostatik. Epidermis menjadi longgar menghasilkan
kantong berisi cairan bening atau merah muda disebut skin slippage yang
terlihat pada hari 2 3.
Antara 3 7 hari setelah kematian, peningkatan tekanan gas pembusukan
dihubungkan dengan perubahan pada jaringan lunak yang akan membuat
perut menjadi lunak. Gigi dapat dicabut dengan mudah atau keropos.
Kulit pada tangan dan kaki dapat menjadi glove and stocking. Rambut
dan kuku menjadi longgar dan mudah dicabut.
5 10 hari setelah kematian, pembusukan bersifat tetap. Jaringan lunak
menjadi masa semisolid berwarna hitam yang tebal yang dapat
dipisahkan dari tulang dan terlepas. Kartilogi dan ligament menjadi
lunak.
Tanda-tanda yang dapat dilihat pada mayat yang mengalami
pembusukan adalah :
1. Warna kehijauan pada dinding perut sebelah kanan bawah.
Perubahan warna ini disebabkan adanya reaksi antra H2s (dari
gas pembusukan yang terjadi di dalam usus besar) dengan Hb


12
menjadi Sulf-Met-Hb. Perubahan ini tanda pembusuakan yang
paling dini.
2. Pelbaran pembuluh darah vena supervisial. Ini disebabkan oleh
desakan gas pembusukan yang ada didalamnya sehingga
pembuluh darah terebut bercabang-cabang nampak lebih jelas,
sperti bohon gundul.
3. Muka bengkak
4. Perut mengembung akibat timbunan gas pembusukan
5. Skrotum laki-laki atau vulva membangkak
6. Kulit terlihat gelembung atau melepuh
7. Cairan darah keluar dari lubang hidung dan mulut
8. Bola mata menjadi lunak
9. Lidah dan bola mata menonjol akibat desakan gas pembusukan
10. Dinding perut dan dada pecah akibat tekanan gas
11. Kuku dan rambut lepas
12. Organ-organ dalam membusuk dan kemudian hancur.

Keadaan yang mempengaruhi onset dan lama pembusukan :
a. Faktor Eksogen
1. Temperatur atmosfer.
Temperatur atmosfer lingkungan yang tinggi akan mempercepat
pembusukan. Pada umumnya, proses pembusukan berlangsung
optimal pada suhu 70 sampai 100 derajat Fahrenheit dan bila
temperatur dibawah 70 derajat Fahrenheit, proses menjadi lebih
lambat, walaupun enzim yang diproduksi bakteri terus berlangsung.
Tubuh yang sudah mati dapat diawetkan selama waktu tertentu
dalam lemari pendingin, salju, dan sebagainya. Pada beberapa
kondisi (khususnya pada bulan musim hujan), warna hijau
ditemukan pada mayat setelah 6 12 jam post mortem.




13
2. Adanya udara dan cahaya.
Udara sangat mempengaruhi temperatur dan kelembapan yang
mengakibatkan seperti hal diatas. Secara tidak langsung, lalat dan
serangga biasanya menghindari bagian tubuh yang terekspos sinar,
cenderung meletakan telurnya pada kelopak mata, lubang hidung,
dan sebagainya.
3. Terbenam dalam air.
Beberapa faktor dapat mempengaruhi proses dekomposisi. Air yang
diam atau mengalir, air laut atau air berpolusi, suhu air, kedalaman
air dan lainnya dapat mempengaruhi pembusukan.
Pembusukan berlangsung lebih lambat di air dibandingkan di udara.
Rumus Casper menyatakan bahwa waktu pembusukan di udara
diberi nilai 1, jika di air bernilai 2, dan pada mayat yang terkubur
bernilai 8.
4. Mengapung diatas air
Biasanya tergantung dari produksi dan akumulasi gas di jaringan
dan rongga tubuh. Gaya gravitasi cadaver lebih besar dari air maka
tubuh akan cenderung tenggelam sampai adanya cukup gas
sehingga membuat tubuh mengapung. Maka dari itu, pembentukan
gas akan membantu tubuh untuk naik ke permukaan air. Beberapa
faktor seperti umur, jenis kelamin, pakaian, kondisi tubuh, musim,
keadaan air dapat mempengaruhi waktu mengapung yang berperan
dalam proses pembusukan dan pembentukan gas.
Penampakan warna dekomposisi pada permukaan tubuh menjadi
kacau dimana tubuh yang terendam dalam air memiliki postur
tertentu yaitu kepala dan wajah terletak lebih rendah dari bagian
tubuh lainnya karena kepala lebih berat dan padat. Bagian batang
tubuh berada paling atas dan anggota gerak tergantung secara pasif
pada posisi yang lebih rendah. Posisi ini menyebabkan darah
banyak menuju kepala dan mempercepat pembusukan.



14
Perbedaan pembusukan di air dan di udara
Dekomposisi dalam air Dekomposisi pada udara
Wajah dan leher Perut
Dada Dada
Bahu Wajah
Lengan Tungkai
Perut Bahu
Tungkai Lengan

5. Terkubur dalam tanah.
Pada umumnya tubuh yang terkubur dalam tanah yang dalam akan
membusuk lebih lama daripada tubuh yang terkubur dalam tanah
yang dangkal. Pada tubuh yang terkubur pada tempat yang basah,
daerah rawa, tanah liat, maka pembusukan akan lebih cepat.
Pembusukan akan berlangsung lebih lama jika dikubur di tanah
kering, tanah kuburan pada dataran tinggi, atau kuburan yang
dalam. Adanya zat kimia disekitar tubuh, khususnya lemon, akan
memperlambat pembusukan.
Tubuh yang terkubur tanpa pakaian atau kafan pada tanah berpori
yang kaya bahan organik, akan menunjukkan pembusukan yang
lebih lama.
Waktu antara saat kematian dengan saat dikuburkan dan
lingkungan sekitar tubuh pada waktu ini akan mempengaruhi
proses pembusukan. Semakin lama tubuh berada di tanah sebelum
dikuburkan, maka akan mempercepat pembusukan khususnya bila
tubuh diletakkan pada udara yang hangat.

b. Faktor Endogen
1. Sebab kematian.
Jika seseorang meninggal karena kecelakaan, pembusukan akan
berlangsung lebih lama daripada orang yang meninggal karena


15
sakit. Kematian karena gas gangren, sumbatan usus, bakteriemia /
septikemia, aborsi akan menunjukkan proses pembusukan yang
lebih cepat. Racun yang dapat memperlambat pembusukan yaitu
potassium sianida, barbiturat, fosfor, dhatura, strychnine, dan
sebagainya. Pada kasus strychnine, terjadi kejang yang lama dan
berulang, proses pembusukan akan dipercepat, dimana terjadi
kejang dengan sedikit kelelahan otot, pembusukan akan menjadi
lebih lama. Keracunan kronis oleh logam akan memperlambat
pembusukan karena memperlambat efek jaringan. Alkoholik kronik
umumnya akan mempercepat pembusukan.
Jika tubuh terurai saat kematian, anggota gerak akan menunjukkan
pembusukan yang lambat, batang tubuh akan membusuk seperti
biasa.
2. Kondisi tubuh.
Kelembapan pada tubuh akan menunjang pembusukan. Cairan pada
tubuh manusia kira kira dua per tiga dari berat badan. Maka dari itu
pada tubuh yang mengandung sedikit cairan seperti rambut, gigi,
tulang akan memperlambat pembusukan. Pada kasus dehidrasi akan
memperlambat pembusukan. Tubuh yang sangat kurus akan lebih
lambat membusuk dibandingkan dengan tubuh yang gemuk karena
jumlah cairan pada orang yang kurus lebih sedikit.
3. Pakaian pada tubuh.
Pada tubuh yang terpapar udara, pakaian dapat mempercepat
pembusukan dengan menjaga suhu tubuh tetap hangat. Pakaian yang
ketat dapat memperlambat pembusukan karena menekan bagian tubuh
sehingga darah sedikit yang terkumpul pada daerah yang tertekan.
4. Umur dan jenis kelamin.
Tubuh bayi yang baru lahir akan membusuk lebih lambat karena
masih steril. Jika bayi baru lahir tersebut mengalami trauma selama
atau setelah lahir atau sudah mendapat makanan setelah lahir, maka
akan membusuk lebih awal. Tubuh anak anak membusuk lebih cepat


16
daripada orang tua, dimana pada orang tua akan membusuk lebih lama
karena mengandung cairan lebih sedikit.
Jenis kelamin tidak terlalu berpengaruh. Tubuh wanita memiliki
lemak yang lebih banyak yang akan mempertahankan panas lebih
lama, yang akan mempercepat proses pembusukan

8. Adiposera atau lilin mayat
Adiposera adalah terbentuknya bahan yang berwarna keputihan, lunak
atau berminyak, bau tengik, yang terjadi di dalam jaringan lunak tubuh
pasca amti. Dulu disebut seponifikasi.
Adiposera terutama terdiri dari asam-asam lemak tak jenuh
mengalami hidrolisis lemak dan mengalami hidrogenisasi sehingga
terbentuk asam lemak jenig pasca mati yang bercampur dan sisa otot,
jaringan ikat dan jaringan saraf yang termumifikasi dan Kristal-kristal
sferis dengan gambaran radial. Adiposera terapung di air, bila
dipanaskan mencair dan terbakar dengan nyala kuning, larut di dalam
alcohol panas dan eter.
Factor-faktor yang mempermudah terbentuknya adiposera adalah
kelembaban dan lemak tubuh yang cukup, sedangkan yang menghambat
adalah air yang mengalir yang membuang elektrolit. Udara dingin
menghambat pembentukan, sedangkan suhu yang hangat akan
mempercepat. Pembusukan akan terhambat oleh adanya adiposerakarena
deraja keasaman dan dehidrasi jaringan bertambah.

9. Mummifikasi
Mummifikasi adalah proses penguapan cairan dan dehidrasi jaringan
yang cukup cepat sehingga terjadi pengeringan jaringan yang
selanjutnya dapat menghentikan pembusukan. Jaringan berubah menjadi
keras dan kering, berwarna gelap, berkeriput dan tidak membusuk
karena kuman tidak dapat berkembang pada lingkungan yang kering.
Mummifikasi terjadi bila suhu hangat, kelembaban rendah, aliran udara


17
baik, tubuh yang dehidrasi dan waktu yang lama (12-14 minggu).
Mummifikasi jarang dijumpai pada cuaca yang normal.
Terjadi beberapa bulan sesudah mati, dengan tanda-tanda sebagi
berikut :
- Mayat menjadi kecil
- Kering
- Mengkerut atau melisut
- Warna coklat kehitaman
- Kulit melekat erat dengan tulang dibawahnya
- Tidak berbau
- Keadaan anatominya masih utuh.

F. Kegunaan Thanatologi
Kegunaan thanatologi dalam bidang forensic adalah sebagai berikut :
1. Untuk Diagnosis Kematian
Dalam penetuan kematian dapat dilakukan dengan menggunakan tanda-
tanda pasti kematian, antara lain :
- Lebam mayat
- Kaku mayat
- Pembusukan
Jika tanda-tanda kematian tidak ditemukan maka korban harus dianggap
masih dalam keadaan hidup sehingga perlu mendapatkan pertolongan
(misalnya dengan melakukan pernafasan bantuan) sampai menunjukkan
tanda-tanda kehidupan atau sampai munculnya tanda pasti kematian
yang paling awal yaitu lebam mayat.
2. Untuk Penentukan Saat Kematian
Perubahan eksternal maupun internal yang terjadi pada tubuh seseorang
sudah meninggal dunia dapat digunakan sebagai bahan kajian untuk
memperkirakan saat terjadinya kematian meskipun sebetulnya range dari
variasi terjadinya perubahan-perubahan itu sangat luas.


18
Perubahan-perubahan yang dapat dijadikan bahan jaian tesebut terdiri
atas :
a. Perubahan ekternal, antara lain :
- Penurunan suhu
- Lebam mayat
- Kaku mayat
- Pembusukan
- Timbulnya larva
b. Perubahan internal, antara lain :
- Kenaikan potassium pada cairan bola mata
- Kenaikan non protein nitrogen dalam darah
- Kenaikan ureum darah
- Penurunan kadar gula darah
- Kenaikan kadar dekstrose pada vena cava superior
3. Untuk Perkiraan Sebab Kematian
Perubahan tak lazim yang ditemukan pada tubuh mauat sering dapat
memberikan petunjuk tentang sebab kematiannya.
a. Perubahan warna lebab mayat menjadi :
- Merah cerah (cherry-red) member petunjuk keracunan carbon
monoksida (CO)
- Coklat memberi petunjuk keracunan potassium chlorate
- Lebih gelap member petunjuk kekurangan oksigen
b. Keluarnya urine, faeces atau vomitus member petunjuk ada relaksasi
sphincter akubat kerusakan otak, anoksia, atau kejang-kejang

4. Untuk Perkiraan Cara Kematian
Perubahan yang terjadi pada tubuh mayat juga dapat memberikan
petunjuk cara kematiannya. Distribusi lebam mayat misalnya, dapat
memberi petunjuk apakah yang bersangkutan mati karena bunuh diri /
pembunuhan


19
Pada mayat dari orang yang mati akibat gantung diri (bunuh diri
dengan cara menggantung) biasanya didapati lebam mayat pada ujung
kaki, ujung tangan atau alat kelamin laki-laki. Jika disamping itu juga
ditemukan lebih lebam mayat ditempat lain, maka hal itu dapat dipakai
sebagai petunjuk cara kematiannya akibat pembunuhan.




























20
DAFTAR PUSTAKA

1. Kedokteran Forensik FK UI. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta : bagain
kedokteran Forensik FK UI, 1997. 159-164
2. Dahlan Sofwan. Ilmu Kedokteran Forensik Pedoman Bagi Dokter dan
Penegak Hukum. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro,
2007.135-148
3. Abdul Munim Idries. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi
pertama. Binarupa Aksara. Hal. 54-77
4. Saukko, P; Knight, B . 2004. The Pathophysiology of Death in Knights
Forensic Pathology. 3th edition. Hodder Arnold. Page 52-90
5. Shepherd, R. 2003. Changes After Death in Simpsons Forensic Medicine.
12
th
edition. Arnold. Page 37-48
6. Vij,K . 2008. Death and Its Medicolegal Aspects (Forensic Thanatology) in
Textbook of Forensic Medicine and Toxicology Principles and Practice. 4
th

editon. Elsivier. Page 101-133
7. Vass AA. Decomposition. Microbiology Today 2001 Nov (28):190-2.
Available from
: http://www.socgenmicrobiol.org.uk/pubs/micro_today/pdf/110108.pdf.

Anda mungkin juga menyukai