c. Mati cerebral
- Yaitu proses kematian yang ditandai dengan tidak berfungsinya otak dan susunan
saraf pusat. (WHO)
- Kerusakan batang otak : pernafasan berhenti namun masih bisa dipertahankan
dengan ventilator.
2.4 Perubahan-perubahan yang Terjadi Setelah Kematian dan faktor – faktor yang
mempengaruhi
Semakin tipis pakaian yang dipakai maka penurunan suhu mayat semakin cepat. Hal ini
dikarenakan kontak antara tubuh mayat dengan suhu medium atau lingkungan lebih
mudah.
Ada 2 fase perubahan post mortem yaitu fase cepat (early) dan fase lambat (late).
Perubahan cepat (early) :
- Tidak adanya gerakan.
- Jantung tidak berdenyut (henti jantung).
- Paru-paru tidak bergerak (henti nafas).
- Kulit dingin dan turgornya menurun.
- Mata tidak ada reflek pupil dan tidak bergerak.
- Suhu tubuh sama dengan suhu lingkungan lebam mayat (post mortal lividity).
- Lebam mayat.
Perubahan lambat (late) ;
- Kaku mayat (post mortal rigidity).
- Pembusukan (decomposition).
- Penyabunan (sapponifikasi).
- Pengeringan (mummifikasi)
kulit muka. Perubahan kulit muka terjadi akibat berhentinya sirkulasi darah maka darah
yang berada pada kapiler dan venula di bawah kulit muka akan mengalir ke bagian yang
lebih rendah sehingga warna raut muka nampak menjadi lebih pucat. Pada mayat dari
orang yang mati akibat kekurangan oksigen atau keracunan zat-zat tertentu (misalnya
keracunan karbon monoksida) warna semula dari raut muka akan bertahan lama dan
a. Relaksasi primer
Pada saat mati sampai beberapa saat sesudahnya, otot-otot polos akan mengalami
relaksasi sebagai akibat dari hilangnya tonus. Relaksasi pada stadium itu disebut relaksasi
primer.1 Relaksasi perimortal didapatkan 2 – 3 jam setelah kematian. Sel-sel jaringan otot
masih hidup. Peristaltik usus positif atau masih bergerak. Leukosit darah masih bergerak.
Pupil masih bereaksi. Pada fase ini otot sudah tidak memiliki rangsangan dari sistem
saraf pusat. Akibat tidak adanya impuls listrik dari sistem saraf pusat maka tidak ada lagi
koordinasi otot-otot tubuh yang selalu berusaha menjaga keseimbangan dalam segala
posisi tubuh. Jutaan sel serabut otot yang selalu berada dalam keadaan siaga dengan
selalu menjaga posisi kontraksi dan relaksasi yang serasi sehingga kestabilan tubuh selalu
terjaga dalam segala posisi tersebut hilang dengan tidak berfungsinya sistem saraf. Akibat
dari peristiwa ini adalah terjadi relaksasi pada seluruh otot tubuh yang tampak sebagai
relaksasi primer.2 Sehingga tampak rahang bawah akan melorot menyebabkan mulut
terbuka, dada kolap dan bila tidak ada yang menyangga anggota tubuh akan jatuh ke
bawah. Relaksasi yang terjadi pada otot-otot muka akan mengesankan lebih muda dari
umur yang sebenarnya, sedang relaksasi pada otot polos akan mengakibatkan iris dan
spingter ani mengalami dilatasi. Oleh sebab itu jika ditemukan dilatasi pada anus, harus
hati-hati untuk menyimpulkan sebagai akibat hubungan seksual per ani. Pada fase ini
kematian sel belum terjadi sempurna. Korban masih dalam pengertian mati somatik. 1
b. Relaksasi sekunder
sekunder ini terjadi karena mulai terjadi lisis dari sel-sel otot akibat proses pembusukan.
Hancurnya sel otot, jaringan otot membuat tulang-tulang tidak lagi dipertahankan
posisinya, kecuali akan dijatuhkann posisinya karena adanya gaya berat otot dan tulang
Perubahan pada mata yaitu kurangnya daya lihat atau adanya dominasi pada
insensitivie cornea dan tetap sifatnya. Refleksi daya liat ini akan berkurang dengan
segera seperti brainstem nucle sehingga menimbulkan kerusakan ischaemic. Biji atau
manik mata tidak reaktif. Biji mata biasanya berefleksi terhadap posisi netral dari otot biji
mata, kemudian akan berubah sebagai hasil dari kekakuan pada mayat, maka hal ini tidak
secara signifikan sebagai simbol diagnostik dari luka pada otak atau intoksisasi obat-
obatan atau narkotika. Selaput pelangi merespon stimulasi kimia selama beberapa jam
setelah kematian. Dalam penambahannya terhadap ukuran tetap, biji mata akan mengecil
dan membentuk lingkaran setelah kematian sebagai suatu hasil dari relaksasi. Dan ini
biasanya mudah untuk membedakan dari ketidakteraturan yang disebabkan oleh ante
mortem abnormality dari biji mata atau kelopak mata. Ketegangan pada mata menurun
secara cepat seperti tekanan arterial. Kelopak mata biasanya tertutup tetapi secara umum
tidak sempurna, kegagalan otot akan menghasilkan oklusi penuh dan ini akan terjadi
penyingkapan.
Bila mata terbuka pada atmosfer yang kering, sklera di kiri-kanan kornea akan
berwarna kecoklatan dalam beberapa jam berbentuk segitiga dengan dasar di tepi kornea
(taches noires sclerotiques). Kekeruhan kornea terjadi pada lapisan terluar dapat
dihilangkan dengan meneteskan air, tetapi kekeruhan yang telah mencapai lapisan lebih
dalam tidak dapat dihilangkan dengan tetesan air. Kekeruhan yang menetap ini terjadi
Baik dalam keadaan mata tertutup maupun terbuka, kornea menjadi keruh kira-
kira 10-12 jam pasca mati dan dalam beberapa jam saja fundus tidak tampak jelas.
Setelah kematian tekanan bola mata menurun, memungkinkan distorsi pupil pada
penekanan bola mata. Tidak ada hubungan antara diameter pupil dengan lamanya mati.
Perubahan pada retina dapat menunjukkan saat kematian hingga 15 jam pasca mati.
Hingga 30 menit pasca mati tampak kekeruhan makula dan mulai memucatnya diskus
optikus. Kemudian hingga 1 jam pasca mati, makula lebih pucat dan tepinya tidak tajam
lagi.
Selama dua jam pertama pasca mati, retina pucat dan daerah sekitar diskus
menjadi kuning. Warna kuning juga tampak disekitar makula yang menjadi leih gelap.
Pada saat itu pola vaskular koroid yang tampak sebagai bercak-bercak dengan latar
belakang merah dengan pola segmentasi yang jelas, tetapi pada kira-kira 3 jam pasca mati
menjadi kabur dan setelah 5 jam menjadi homogen dan lebih pucat.2
Pada kira-kira 6 jam pasca mati, batas diskus kabur dan pembuluh pembuluh
besar yang mengalami segmentasi dapat dilihat dengan latar belakang kuning-kelabu.
Dalam waktu 7-10 jam pasca mati akan mencapai tepi retina dan batas diskus akan sangat
kabur. Pada 12 jam pasca mati diskus hanya dapat dikenali dengan adanya konvergensi
beberapa segmen pembluh darah yang tersisa. Pada 15 jam pasca mati tidak ditemukan
lagi gambaran pembuluh darah retina dan diskus, hanya makula saja yang tampak
Pada saat sel masih hidup ia akan selalu menghasilkan kalor dan energy. Kalor
dan energy ini terbentuk melalui proses pembakaran sumber energy seperti glukosa,
lemak, dan protein. Sumber energi utama yang digunakan adalah glukosa. Satu molekul
glukosa dapat menghasilkan energy sebanyak 36 ATP yang nantinya digunakan sebagai
sumber energy dalam berbagai hal seperti transport ion, kontraksi otot dan lain-lain.
Energy sebanyak 36 ATP hanya menyusun sekitar 38% dari total energy yang dihasilkan
dari satu molekul glukosa (gambar II.1). Sisanya sebesar 62% energy yang dihasilkan
suhu tubuh akan turun menuju suhu udara atau medium di sekitarnya. Penurunan ini
disebabkan oleh adanya proses radiasi, konduksi, dan pancaran panas. Proses penurunan
suhu pada mayat ini biasa disebut algor mortis. Algor mortis merupakan salah satu
perubahan yang dapat kita temukan pada mayat yang sudah berada pada fase lanjut post
mortem 1,6.
Pada beberapa jam pertama, penurunan suhu terjadi sangat lambat dengan bentuk
proses glikogenolisis dari cadangan glikogen yang disimpan di otot dan hepar
(gambar II.2).
Pada jam-jam pertama penurunannya sangat lambat tetapi sesudah itu penurunan
menjadi lebih cepat dan pada akhirnya menjadi lebih lambat kembali. Jika dirata-rata
maka penurunan suhu tersebut antara 0,9 sampai 1 derajat celcius atau sekitar 1,5 derajat
Fahrenheit setiap jam, dengan catatan penurunan suhu dimulai dari 37 derajat Celcius
atau 98,4 derajat Fahrenheit sehingga dengan dapat dirumuskan cara untuk
memperkirakan berapa jam mayat telah mati dengan rumus (98,4oF - suhu rectal oF) :
1,5oF. Pengukuran dilakukan per rectal dengan menggunakan thermometer kimia (long
Terdapat dua hal yang mempengaruhi cepatnya penurunan suhu mayat ini yakni:
1,6
1. Faktor internal
Sebab kematian, misalnya perdarahan otak dan septikemia, mati dengan suhu
tubuh tinggi. Suhu tubuh yang tinggi pada saat mati ini akan mengakibatkan
penurunan suhu tubuh menjadi lebih cepat. Sedangkan, pada hypothermia tingkat
Konstitusi tubuh pada anak dan orang tua makin mempercepat penurunan suhu
tubuh mayat. Pada mayat yang tubuhnya kurus, tingkat penurunannya menjadi
lebih cepat.
a. Suhu medium
Semakin besar selisih suhu antara medium dengan mayat maka semakin cepat
terjadinya penurunan suhu. Hal ini dikarenakan kalor yang ada di tubuh mayat
Pada udara yang lembab, tingkat penurunan suhu menjadi lebih besar. Hal ini
disebabkan karena udara yang lembab merupakan konduktor yang baik. Selain
itu, Aliran udara juga makin mempercepat penurunan suhu tubuh mayat
c. Jenis medium
Pada medium air, tingkat penurunan suhu menjadi lebih cepat sebab air
merupakan konduktor panas yang baik sehingga mampu menyerap banyak panas
d. Pakaian mayat
V. Lebam Mayat
Lebam Mayat disebut juga Post Mortem Lividity, Post Mortem Suggilation,
Hypostasis, Livor Mortis, Stainning. Lebam mayat terbentuk bila terjadi kegagalan
mencapai capillary bed dimana pembuluh–pembuluh darah kecil afferent dan efferent
saling berhubungan. Maka secara bertahap darah yang mengalami stagnasi di dalam
pembuluh vena besar dan cabang-cabangnya akan dipengaruhi gravitasi dan mengalir ke
bawah, ke tempat–tempat yang terendah yang dapat dicapai. Dikatakan bahwa gravitasi
lebih banyak mempengaruhi sel darah merah tetapi plasma akhirnya juga mengalir ke
Adanya eritrosit di daerah yang lebih rendah akan terlihat di kulit sebagai
perubahan warna biru kemerahan. Oleh karena pengumpulan darah terjadi secara pasif
pembuluh darah di daerah tersebut sehingga meniadakan terjadinya lebam mayat yang
Lebam mayat ini biasanya timbul setengah jam sampai dua jam setelah kematian,
Dimana setelah terbentuk hypostasis yang menetap dalam waktu 10–12 jam ternyata akan
memberikan lebam mayat pada sisi yang berlawanan setelah dilakukan reposisi pada
Lebam mayat ini biasanya berkembang secara bertahap dan dimulai dengan
timbulnya bercak-bercak yang berwarna keunguan dalam waktu kurang dari setengah jam
kemudian bergabung menjadi satu dalam beberapa jam kemudian, dimana fenomena ini
menjadi komplet dalam waktu kurang lebih 8–12 jam, pada waktu ini dapat dikatakan
lebam mayat terjadi secara menetap. Menetapnya lebam mayat ini disebabkan oleh
karena terjadinya perembesan darah kedalam jaringan sekitar akibat rusaknya pembuluh
darah akibat tertimbunnya sel–sel darah dalam jumlah yang banyak, adanya proses
hemolisa sel-sel darah dan kekakuan otot-otot dinding pembuluh darah. Dengan demikian
penekanan pada daerah lebam yang dilakukan setelah 8-12 jam tidak akan menghilang.
Hilangnya lebam pada penekanan dengan ibu jari dapat memberi indikasi bahwa suatu
mengalami kerusakan dan butir-butir darah merah juga akan rusak. Pigmen-pigmen dari
pecahan darah merah akan keluar dari kapiler yang rusak dan mewarnai jaringan di
sekitarnya sehingga menyebabkan warna lebam mayat akan menetap serta tidak hilang
jika ditekan dengan ujung jari atau jika posisi mayat dibalik. Jika pembalikan posisi
dilakukan setelah 12 jam dari kematiannya maka lebam mayat baru tidak akan timbul
Fenomena lebam mayat yang menetap ini sifatnya lebih bersifat relatif. Perubahan
lebam ini lebih mudah terjadi pada 6 jam pertama sesudah kematian, bila telah terbentuk
lebam primer kemudian dilakukan perubahan posisi maka akan terjadi lebam sekunder
pada posisi yang berlawanan. Distribusi dari lebam mayat yang ganda ini adalah penting
untuk menunjukan telah terjadi manipulasi posisi pada tubuh. Akan tetapi waktu yang
pasti untuk terjadinya pergeseran lebam ini adalah tidak pasti, Polson mengatakan “
untuk menunjukan tubuh sudah diubah dalam waktu 8 sampai 12 jam”, sedangkan Camps
Akan tetapi pada kematian wajarpun darah dapat menjadi permanent incoagulable
oleh karena adanya aktifitas fibrinolisin yang dilepas kedalam aliran darah selama proses
kematian. Sumber dari fibrinolisin ini tidak diketahui tetapi kemungkinan berasal dari
endothelium pembuluh darah, dan permukaan serosa dari pleura. Aktifitas fibrinolisin ini
nyata sekali pada kapiler-kapiler yang berisi darah. Darah selalu ditemukan cair dalam
venule dan kapiler, dan ini yang bertanggung jawab terhadap lebam mayat.6
pengendapan darah pada pembuluh darah kecil yang dapat mengakibatkan pecahnya
pembuluh darah kecil tersebut dan berkembang menjadi petechie (tardieu`s spot) dan
purpura yang kadang-kadang berwarna gelap yang mempunyai diameter dari satu sampai
dan sering diartikan bahwa pembusukan sudah mulai terjadi. Fenomena ini sering terjadi
Kaku mayat atau rigor mortis adalah kekakuan yang terjadi pada otot yang
kadang-kadang disertai dengan sedikit pemendekan serabut otot, yang terjadi setelah
periode pelemasan/ relaksasi primer. Hal ini disebabkan karena terjadinya perubahan
kimiawi pada protein yang terdapat pada serabut-serabut otot. Menurut Szen-Gyorgyi di
dalam pembentukan kaku mayat peranan ATP adalah sangat penting. Seperti diketahui
bahwa serabut otot dibentuk oleh dua jenis protein, yaitu aktin dan myosin, dimana kedua
jenis protein ini bersama dengan ATP membentuk suatu masa yang lentur dan dapat
berkontraksi (gambar II.3). Bila kadar ATP menurun, maka akan terjadi pada perubahan
pada akto-miosin, diamana sifat lentur dan kemampuan untuk berkontraksi menghilang
sehingga otot yang bersangkutan akan menjadi kaku dan tidak dapat berkontraksi.7,8
Oleh karena kadar glikogen yang terdapat pada setiap otot itu berbeda-beda,
sehingga sewaktu terjadinya pemecahan glikogen menjadi asam laktat dan energi pada
saat terjadinya kematian somatic, dimana energy tersebut digunakan untuk resintesa ATP,
akan menyebabkan adanya perbedaan kadar ATP dalam setiap otot. Keadaan tersebut
dapat menerangkan mengapa kaku mayat akan mulai nampak pada jaringan otot yang
jumlah serabut ototnya sedikit. Atas dasar itulah mengapa pada kematian karena infeksi,
konvulsi kelelahan fisik serta keadaan suhu keliling yang tinggi akan dapat mempercepat
terbentuknya kaku mayat, demikian pula pada mereka yang keadaan gizinya jelek akan
lebih cepat terjadi kaku mayat bila dibandingkan dengan korban yang mempunyai tubuh
yang baik.7
Secara biokimiawi saat relaksasi primer, pH protoplasma sel otot masih alkalis.
Perubahan alkalis menjadi asam terjadi 2-6 jam kemudian karena adanya perubahan
menjadi asam menyebabkan otot menjadi kaku (rigor). Relaksasi sekunder terjadi setelah
ada perubahan biokimia, yaitu asam berubah menjadi alkalis kembali saat terjadi
pembusukan.6
Kaku mayat akan terjadi pada seluruh otot (gambar II.4), baik otot lurik maupun
otot polos. Dan bila terjadi pada otot rangka, maka akan didapatkan suatu kekakuan yang
mirip atau menyerupai papan sehingga dibutuhkan cukup tenaga untuk dapat melawan
kekakuan tersebut , bila hal ini terjadi otot dapat putus sehingga daerah tersebut tidak
setelah 10-12 jam pos mortem, keadaan ini akan menetap selama 24 jam dan setelah 24
jam kaku mayat mulai menghilang sesuai denga n urutan terjadinya, yaitu dimulai dari
Adanya kejanggalan dari postur pada mayat dimana kaku mayat telah terbentuk
dengan posisi sewaktu mayat ditemukan, dapat menjadi petunjuk bahwa pada tubuh
korban telah dipindahkan setelah mati. Ini mungkin dimaksudkan untuk menutupi sebab
a. Kondisi otot
- Persediaan glikogen
Cepat lambat kaku mayat tergantung persediaan glikogen otot. Pada kondisi tubuh
sehat sebelum meninggal, kaku mayat akan lambat dan lama, juga pada orang
yang sebelum mati banyak makan karbohidrat, maka kaku mayat akan lambat.1
- Gizi
Pada mayat dengan kondisi gizi jelek saat mati, kaku mayat akan cepat terjadi.
- Kegiatan Otot
Pada orang yang melakukan kegiatan otot sebelum meninggal maka kaku mayat
b. Usia
- Pada orang tua dan anak-anak lebih cepat dan tidak berlangsung lama.
- Pada bayi premature tidak terjadi kaku mayat, kaku mayat terjadi pada bayi cukup
bulan.11
c. Keadaan Lingkungan
- Pada mayat dalam air dingin, kaku mayat akan cepat terjadi dan berlangsung
lama.
- Pada udara suhu tinggi, kaku mayat terjadi lebih cepat dan singkat, tetapi pada
- Kaku mayat tidak terjadi pada suhu dibawah 10oC, kekakuan yang terjadi
d. Cara Kematian
- Pada mayat dengan penyakit kronis dan kurus, kuku mayat lebih cepat terjadi dan
- Pada mati mendadak, kaku mayat terjadi lebih lambat dan berlangsung lebih
lama.
merupakan kaku mayat yang timbul dengan intensitas sangat kuat tanpa didahului
dan ATP yang bersifat setempat pada saat mati klinis karena kelelahan atau emosi
Misalnya, tangan yang menggenggam erat benda yang diraihnya pada kasus
Otot-otot berwarna merah muda, kaku, tepi rapuh (mudah robek). Keadaan ini
dapat dijumpai pada korban mati terbakar. Pada saat stiffening serabut-serabut
ototnya memendek sehingga menimbulkan fleksi leher, siku, paha, dan lutut,
memberikan arti tertentu bagi sikap semasa hidup, intravitalitas, penyebab atau
cara kematian.6,11
- Cold stiffening, yaitu kekakuan tubuh akibat lingkungan dingin (dibawah 3,5oC
atau 40oF), sehingga terjadi pembekuan cairan tubuh, termasuk cairan sendi,
pemadatan jaringan lemak subkutan dan otot, bila cairan sendi yang membeku
menyebabkan sendi tidak dapat digerakan. Bila sendi di bengkokkan secara paksa
maka akan terdengar suara es pecah. Dan mayat yang kaku ini akan menjadi
lemas kembali bila diletakkan ditempat yang hangat, kemudian rigor mortis akan
adalah proses degradasi jaringan pada tubuh mayat yang terjadi sebagai akibat proses
Autolisis adalah perlunakan dan pencairan jaringan yang terjadi dalam keadaan
steril melalui proses kimia yang disebabkan oleh enzim-enzim intraseluler, sehingga
organ-organ yang kaya dengan enzim-enzim akan mengalami proses autilisis lebih
cepat daripada organ-organ yang tidak memiliki enzim, dengan demikian pankreas
akan mengalami autolisis lebih cepat dari pada jantung. Proses autolisis ini tidak
dipengaruhi oleh mikroorganisme oleh karena itu pada mayat yang steril misalnya
mayat bayi dalam kandungan proses autolisis ini tetap terjadi. Proses auotolisis terjadi
sebagai akibat dari pengaruh enzim yang dilepaskan pasca mati. Mula-mula yang
terkena adalah nukleoprotein yang terdapat pada kromatin dan sesudah itu
Pada mayat yang dibekukan pelepasan enzim akan terhambat oleh pengaruh
suhu yang rendah maka proses autolisis ini akan dihambat demikian juga pada suhu
tinggi enzim-enzim yang terdapat pada sel akan mengalami kerusakan sehingga proses
hilang, bakteri yang secara normal dihambat oleh jaringan tubuh akan segera masuk ke
jaringan tubuh melalui pembuluh darah, dimana darah merupakan media yang terbaik
bagi bakteri untuk berkembang biak. Bakteri ini menyebabkan hemolisa, pencairan
bekuan darah yang terjadi sebelum dan sesudah mati, pencairan trombus atau emboli,
perusakan jaringan-jaringan dan pembentukan gas pembusukan. Bakteri yang sering
menyebabkan destruktif ini sebagian besar berasal dari usus dan yang paling utama
adalah Cl. welchii. Bakteri ini berkembang biak dengan cepat sekali menuju ke
jaringan ikat dinding perut yang menyebabkan perubahan warna. Perubahan warna ini
terjadi oleh karena reaksi antara H2S (gas pembusukan yang terjadi dalam usus besar)
kira-kira 24 jam - 48 jam pasca mati berupa warna kehijauan pada dinding abdomen
bagian bawah, lebih sering pada fosa iliaka kanan dimana isinya lebih cair,
mengandung lebih banyak bakteri dan letaknya yang lebih superfisial. Perubahan
warna ini secara bertahap akan meluas keseluruh dinding abdomen sampai ke dada
dan bau busukpun mulai tercium. Perubahan warna ini juga dapat dilihat pada
permukaan organ dalam seperti hepar, dimana hepar merupakan organ yang langsung
kontak dengan kolon transversum. Pada saat Cl.welchii mulai tumbuh pada satu organ
parenchim, maka sitoplasma dari organ sel itu akan mengalami disintegrasi dan
nukleusnya akan dirusak sehingga sel menjadi lisis atau rhexis. Kemudian sel-sel
Bakteri ini kemudian masuk kedalam pembuluh darah dan berkembang biak
darah dan jaringan sekitarnya. Bakteri ini memproduksi gas-gas pembusukan yang
tanpa merusak dinding pembuluh darahnya sehingga pembuluh darah beserta cabang-
cabangnya tampak lebih jelas seperti pohon gundul (arborescent pattern atau
arborescent mark) yang sering disebut marbling. Bakteri pembusukan ini banyak
terdapat dalam intestinal dan paru, maka gambaran marbling ini jelas terlihat pada
gelembung gas yang tadinya kecil dapat cepat membesar menyerupai honey combed
appearance. Lesi ini dapat dilihat pertama kali pada hati . Kemudian permukaan
lapisan atas epidermis dapat dengan mudah dilepaskan dengan jaringan yang
ada dibawahnya dan ini disebut ‘skin slippage’. Skin slippage ini menyebabkan
identifikasi melalui sidik jari sulit dilakukan. Pembentukan gas yang terjadi antara
epidermis dan dermis mengakibatkan timbulnya bula-bula yang bening, fragil, yang
dapat berisi cairan coklat kemerahan yang berbau busuk. Cairan ini kadang-kadang
tidak mengisi secara penuh di dalam bula. Bula dapat menjadi sedemikian besarnya
menyerupai pendulum yang berukuran 5 – 7,5 cm dan bila pecah meninggalkan daerah
yang berminyak, berkilat dan berwarna kemerahan, ini disebabkan oleh karena
pecahnya sel-sel lemak subkutan sehingga cairan lemak keluar ke lapisan dermis oleh
karena tekanan gas pembusukan dari dalam. Selain itu epitel kulit, kuku, rambut
kepala, aksila dan pubis mudah dicabut dan dilepaskan oleh karena adanya
udara mengisi hampir seluruh jaringan subkutan. Gas yang terdapat di dalam jaringan
dinding tubuh akan menyebabkan terabanya krepitasi udara. Gas ini menyebabkan
pembengkakan tubuh yang menyeluruh, dan tubuh berada dalam sikap pugilistic
attitude12.
Scrotum dan penis dapat membesar dan membengkak, leher dan muka dapat
lidah terjulur diantara dua gigi, ini menyebabkan mayat sulit dikenali kembali oleh
mati12.
Tekanan yang meningkat didalam rongga dada oleh karena gas pembusukan
yang terjadi didalam cavum abdominal menyebabkan pengeluaran udara dan cairan
pembusukan yang berasal dari trakea dan bronkus terdorong keluar, bersama-sama
dengan cairan darah yang keluar melalui mulut dan hidung. Cairan pembusukan dapat
ditemukan di dalam rongga dada, ini harus dibedakan dengan hematotorak dan
Pengeluaran urine dan feses dapat terjadi oleh karena tekanan intra abdominal
yang meningkat. Pada wanita uterus dapat menjadi prolaps dan fetus dapat lahir dari
uterus yang pregnan. Pada anak-anak adanya gas pembusukan dalam tengkorak dan
beberapa jam setelah kematian. Organ-organ dalam lain seperti hati, ginjal dan limpa
merupakan organ yang cepat mengalami pembusukan. Perubahan warna pada dinding
lambung terutama di fundus dapat dilihat dalam 24 jam pertama setelah kematian.
warna pada jaringan sekitarnya menjadi coklat kehijauan. Pada hati dapat dilihat
gambaran honey combs appearance, limpa menjadi sangat lunak dan mudah robek,
milliary atau ‘milliary plaques’ yang berukuran kecil dengan diameter 1-3 mm yang
terdapat pada permukaan serosa yang terletak pada endotelial dari tubuh seperti pleura,
1. Early : Organ dalam yang cepat membusuk antara lain jaringan intestinal, medula
adrenal, pankreas, otak, lien, usus, uterus gravid, uterus post partum, dan darah
2. Moderate : Organ dalam yang lambat membusuk antara lain paru-paru, jantung,
3. Late : Uterus non gravid dan prostat merupakan organ yang lebih tahan terhadap
pembusukan karena memiliki struktur yang berbeda dengan jaringan yang lain
omentum dan mesenterium dapat mencair menjadi cairan kuning yang transluscent
yang mengisi rongga badan diantara organ yang dapat menyebabkan autopsi lebih sulit
dilakukan12.
proses pembusukan sesudah mati. Beberapa jam setelah kematian lalat akan hinggap
di badan dan meletakkan telur-telurnya pada lubang-lubang mata, hidung, mulut dan
telinga. Biasanya jarang pada daerah genitoanal. Bila ada luka ditubuh mayat lalat
lebih sering meletakkan telur-telurnya pada luka tersebut, sehingga bila ada telur atau
larva lalat didaerah genitoanal ini maka dapat dicurigai adanya kekerasan seksual
sebelum kematian. Telur-telur lalat ini akan berubah menjadi larva dalam waktu 24
jam. Larva ini mengeluarkan enzim proteolitik yang dapat mempercepat penghancuran
jaringan pada tubuh. Larva lalat dapat kita temukan pada mayat kira-kira 36-48 jam
pasca kematian. Berguna untuk memperkirakan saat kematian dan penyebab kematian
karena keracunan. Saat kematian dapat kita perkirakan dengan cara mengukur panjang
larva lalat. Penyebab kematian karena racun dapat kita ketahui dengan cara
Insekta tidak hanya penting dalam proses pembusukan tetapi meraka juga
mayat telah dipindahkan dari satu lokasi ke lokasi lainnya, memberi tanda pada badan
bagian mana yang mengalami trauma, dan dapat dipergunakan dalam pemeriksaan
pembusukan12.
100°F (21,1-37,8°C) aktifitas ini dihambat bila suhu berada dibawah 50°F(10°C) atau
pada suhu diatas 100°F (lebih dari 37,8°C). Bila mayat diletakkan pada suhu hangat
dan lembab maka proses pembusukan akan berlangsung lebih cepat. Sebaliknya bila
mayat diletakkan pada suhu dingin maka proses pembusukan akan berlangsung lebih
lambat. Pada mayat yang gemuk proses pembusukan berlangsung lebih cepat dari pada
mayat yang kurus. Pembusukan berlangsung lebih cepat karena kelebihan lemak akan
menghambat hilangnya panas tubuh dan pada mayat yang gemuk memiliki darah yang
lebih banyak, yang merupakan media yang baik untuk perkembangbiakkan organisme
pembusukan12.
Pada bayi yang baru lahir hilangnya panas tubuh yang cepat menghambat
pertumbuhan bakteri disamping pada tubuh bayi yang baru lahir memang terdapat
pembusukan juga dapat dipercepat dengan adanya septikemia yang terjadi sebelum
kematian seperti peritonitis fekalis, aborsi septik, dan infeksi paru. Disini gas
1. Wajah membengkak.
2. Bibir membengkak.
3. Mata menonjol.
4. Lidah terjulur.
7. Lubang lainnya keluar isinya seperti feses (usus), isi lambung, dan partus (gravid).
8. Badan gembung.
10. Aborescent pattern / morbling yaitu vena superfisialis kulit berwarna kehijauan.
Pembusukan dipengaruhi oleh beberapa faktor interinsik diatas, selain itu juga
dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik antara lain kelembaban udara dan medium di mana
mayat berada. Semakin lembab udara di sekeliling mayat maka pembusukan lebih
dibandingkan medium air dan pembusukan pada medium air lebih cepat dibandingkan
antara lain14.
a. Mumifikasi
Mumifikasi dapat terjadi karena proses dehidrasi jaringan yang cukup cepat
kelembaban rendah, suhunya tinggi dan tidak ada kontaminasi dengan bakteri.
Terjadinya beberapa bulan sesudah mati dengan tanda-tanda sebagai berikut mayat
menjadi kecil, kering, mengkerut atau melisut, warna coklat kehitaman, kulit
melekat erat dengan tulang di bawahnya, tidak berbau, dan keadaan anatominya
b. Saponifikasi
Saponifikasi dapat terjadi pada mayat yang berada di dalamsuasana hangat,
lembab atau basah. Terjadi karena proses hidrolisis dari lemak menjadi asam lemak.
Selanjutnya asam lemak yang tak jenuh akan mengalami dehidrogenisasi menjadi
asam lemak jenuh dan kemudian bereaksi dengan alkali menjadi sabun yang tak
larut. Terbentuk pertama kali pada lemak superfisial bentuk bercak, di pipi, di
memerlukan waktu beberapa bulan dan dapat terjadi pada setiap jaringan tubuh
yang berlemak dengan tanda-tanda berwarna keputihan dan berbau tengik seperti
minyak kelapa14,10.
darah pasca mati tidak memberikan gambaran konsentrasi zat-zat tersebut semasa
hidupnya. Perubahan tersebut diakibatkan oleh aktivitas enzim dan bakteri, serta
gangguan permeabilitas dari sel yang telah mati. Selain itu gangguan fungsi tubuh
selama proses kematian dapat menimbulkan perubahan dalam darah bahkan sebelum
kematian itu terjadi. Hingga saat ini belum ditemkan perubahan dalam darah yang
Kadar nitrogen asam amino kurang dari 14% menunjukkan kematian belum
lewat 10 jam, kadar nitrogen non-protein kurang dari 80 mg% menunjukkan kematian
belum 24 jam, kadar protein kurang dari 5 mg% dan 10mg% masing-masing
digunakan untuk memberikan petunjuk pasti waktu antara makan terakhir dan saat
mati. Namun, keadaan lambung dan isinya mungkin membantu dalam membuat
Pada saat terjadi kematian, di dalam tubuh masih terdapat sel dan jaringan yang
masih sempat melanjutkan beberapa aktivitas, misalnya sel yang sedang bermitosis
terjadi pada sel dan jaringan akan terhenti sama sekali. Pengetahuan ini penting dalam
transplantasi organ, dengan adanya kemajuan dibidang transplantasi organ tubuh, maka
muncullah definisi mati seluler (mati molekuler) yaitu kematian organ atau jaringan
kematian seluler pada tiap organ atau jaringan terjadi secara tidak bersamaan. Sebagai
contoh:
c) Dilatasi pupil masih dapat terjadi pada pemberian adrenalin 0,1% atau penyuntikan
sulfas atropin 1 % atau fisostigmin 0,5% akan mengakibatkan miosis hingga 20 jam
pasca mati.
d) Kulit masih dapat berkeringat sampai lebih dari 8 jam pasca mati dengan cara
g) Darah masih dapat dipakai untuk transfusi sampai 6 jam pasca mati.
gambaran intravital disebut reaksi peri mortal dan pertamakali didiskusikan pada tahun
lokomotorik berjalan terus. Terdapatnya Oksigen juga akan memperbaiki kerusakan sel
yang disebabkan oleh organisme dan invasi bakteri pembusukan dapat dihambat. Bila
seseorang meninggal dunia maka siklus oksigen akan terhenti , tubuh akan mengalami
berbagai perubahan jaringan yang disebut perubahan awal kematian atau tanda
kematian tidak pasti. Susunan saraf pusat akan mengalami kemunduran dengan cepat
yang akan menyebabkan perubahan pada tubuh menjadi insensibel, reflek cahaya dan
reflek kornea hilang, aliran darah, gerakan nafas berhenti, kulit pucat dan otot
mengalami relaksasi. Setelah beberapa waktu akan timbul perubahan pasca mati yang
memungkinkan diagnosis kematian lebih pasti. Tanda-tanda tersebut dikenal sebagai
tanda pasti kematian berupa lebam mayat, kaku mayat, penurunan suhu tubuh
Yang dimaksud dengan reaksi peri mortal yaitu reaksi jaringan tubuh sesaat
pasca mati klinis yang masih sama seperti reaksi jaringan tubuh pada seseorang yang
hidup. Beberapa uji dapat dilakukan terhadap mayat yang masih segar, misalnya
rangsang listrik masih dapat menimbulkan kontraksi otot mayat hingga 90 – 120 menit
pasca mati dan mengakibatkan sekresi kelenjar keringat sampai 60 – 90 menit pasca
mati, sedangkan trauma masih dapat menimbulkan perdarahan bawah kulit sampai 1
dalam membuat perkiraan kapan saat cukur terakhir. Sejak rambut berhenti
pertumbuhannya pada saat kematian maka panjang dari jenggot mayat mungkin dapat
menjadi pemikiran tentang lamanya waktu antara kematian dan cukur terakhir.
Gonzales dkk, pada tahun 1954 mengatakan rata-rata pertumbuhan rambut adalah
0,4mm/ hari, sedangkan Balthazard seperti yang kutip oleh Derobert dan Le breton
tahun 1951 mengatakan rata-rata pertumbuhan rambut adalah 0,5 mm / hari, dan
menurut Glaister pada tahun 1973 adalah 1–3 mm / minggu, akan tetapi pada tiap-tiap
individu mempunyai perbedaan dalam rata-rata pertumbuhan dalam area yang sama,
juga variasi rata-rata dari satu tempat ke tempat lain di muka dan juga berbeda dari
satu individu ke individu yang lain. Selain itu variasi musim atau iklim mempengaruhi
metabolisme dari tubuh itu sendiri. Pada pria rata-rata pertumbuhan rambut pipi adalah
0,25 mm/ hari dalam bulan agustus–oktober di antartica, akan tetapi pada temperatur
meletakkannya diantara slide dan gelas objek yang kemudian diukur dibawah
mikroskop. 80 persent dari rambut-rambut ini akan menunjukkan panjang yang sama.
harus dilakukan dalam 24 jam pertama sesudah kematian karena sesudah ini kulit
akan mengkerut dan ini akan menyebabkan rambut akan lebih menonjol diatas
permukaan dalam 48 jam setelah kematian, fenomena ini yang sering dikira bahwa
untuk memperkirakan saat kematian bia dapat diketahui saat terakhir yang
jaringan, sel, dan molekuler tubuh, sehingga terjadi kematian organ atau jaringan
berkaitan dengan adanya pengeluaran enzim lisosomal proteolitik dari sel tersebut.
Proses ini terjadi secara langsung setelah kematian dan biasanya diikuti dengan
kematian jaringan ataupun organ yang disebut dengan proses autolisis. Autolisis
adalah perlunakan dan pencairan jaringan yang terjadi dalam keadaan steril melalui
yang kaya dengan enzim-enzim akan mengalami proses autilisis lebih cepat daripada
organ-organ yang tidak memiliki enzim, dengan demikian pankreas akan mengalami
autolisis lebih cepat dari pada jantung. Proses autolisis ini tidak dipengaruhi oleh
mikroorganisme oleh karena itu pada mayat yang steril misalnya mayat bayi dalam
kandungan proses autolisis ini tetap terjadi. Proses auotolisis terjadi sebagai akibat dari
pengaruh enzim yang dilepaskan pasca mati. Mula-mula yang terkena adalah
nukleoprotein yang terdapat pada kromatin dan sesudah itu sitoplasmanya, kemudian
dinding sel akan mengalami kehancuran sebagai akibatnya jaringan akan menjadi
lunak dan mencair. Autolisis yang terjadi setelah kematian di pengaruhi oleh faktor-
faktor host, yang disertai dengan adanya faktor dari luar antara lain, bakteri.
Pada mayat yang dibekukan pelepasan enzim akan terhambat oleh pengaruh
suhu yang rendah maka proses autolisis ini akan dihambat demikian juga pada suhu
tinggi enzim-enzim yang terdapat pada sel akan mengalami kerusakan sehingga proses
terjadinya kematian seluler pada tiap organ atau jaringan tidak bersamaan, hal ini
susunan saraf pusat mengalami mati seluler dalam empat menit, otot masih dapat
dirangsang (listrik) sampai kira-kira dua jam paska mati dan mengalami mati seluler
setelah empat jam, dilatasi pupil masih terjadi pada pemberian adrenalin 0,1 persen
atau penyuntikan sulfas atropin 1 persen kedalam kamera okuli anterior, pemberian
pilokarpin 1 persen atau fisostigmin 0,5 persen akan mengakibatkan miosis hingga 20
jam setelah mati. Kulit masih dapat berkeringat sampai lebih dari 8 jam paska mati
dengan cara menyuntikkan subkutan pilokarpin 2 persen atau asetil kolin 20 persen,
spermatozoa masih dapat bertahan hidup beberapa hari dalam epididimis, kornea
masih dapat ditransplantasikan dan darah masih dapat dipakai untuk transfusi sampai