Anda di halaman 1dari 22

Kematian otak

1. Cortical brain death (cerebral brain death atau keadaan vegatatif persisten)

2. Brainstem death

3. Whole brain death

Cortical brain death (cerebral brain death atau keadaan vegatatif persisten)

◦ Pada kondisi ini, secara klinis pasien dalam keadaan koma yang irreversible dan menunjukkan
tanda dari disfungsi otak berat dengan tingkat kehilangan yang lebih tinggi dari aktivitas serebral
akibat dari:

1. Hypoxic insult

2. Traumatic insult

3. Toxic insult

◦ Pada keadaan ini, orang akan ada pada keadaan vegetative karena brain-stem utuh
mempertahankan respirasi dan aktivitas cardiac

◦ Contoh orang vegetative tidak mati tapi karena kehilangan kesadaran yang irreversible, mereka
disebut “living cadavers”

◦ Pemutusan peralatan pendukung kehidupan diperbolehkan setelah penentuan kematian batang


otak sedangkan jauh lebih bermasalah dalam kasus-kasus keadaan vegetatif yang persisten.

Brain stem death

Secara praktis, kematian batang otak dianggap sebagai kematian orang karena pusat vital yang
mengontrol pernapasan, aktivitas jantung dan ascending reticular pathways yang terbangun hilang
secara irreversible dan permanen.

Di sini otak besar mungkin utuh tetapi secara fungsional terputus dari batang otak.

• Diagnosis kematian batang otak didasarkan pada kematian batang otak penentuan. Dengan
munculnya Transplantasi Human Organs Act 1994, kematian otak diakui di India. Menurut Undang-
undang ini, kematian batang otak didefinisikan sebagai "kematian batang otak berarti tahap di mana
semua fungsi batang otak telah berhenti permanen dan irreversible dan sangat tersertifikasi ”

Whole brain death

◦ Mixed brain death

◦ Terdiri dari kombinasi kematian cortical dan brainstem

◦ Kematian otak terjadi secara bertahap dan sel mati karena anoksia. Bagian pertama otak yang
mati adalah korteks serebral diikuti midbrain dan brainstem

Refleks brainstem
1. Tida
k ada respon pupil

2. Tidak ada refleks kornea

3. Tidak ada vestibulo-ocular reflex (caloric response)

4. Tidak ada grimace

5. Tidak ada refleks batuk atau gag

6. Tidak ada respon saraf kranial terhadap stimuli nyeri

7. Tidak ada respirasi spontan

Cara kematian

Cara kematian mengacu pada “keadaan fisiologis yang tidak normal yang terkait pada saat kematian
Perubahan setelah kematian

◦ Terdapat perubahan kimiawi dan fisik yang menyebabkan disintegrasi pada tubuh
Immediate changes after death

1. Berhentinyafungsi sistem saraf  kehilangan fungsi sensorik dan motorik, kehilangan refleks
dan otot lembek (flaccid), pupil melebar dan dilatasi, tidak merespon terhadap cahaya

2. Berhentinya pernapasan

- Inspeksi : tidak ada pergerakan pernapasan

- Palpasi : tidak ada pergerakan pernapasan yang terasa

- Auskultasi : tidak ada suara napas dari kedua lapang paru

- Tes : feather test (tidak ada pergerakan bulu bila didekatkan ke hidung), mirror test (tidak
terdapat uap air dari lubang hidung atau mulut), wnslow’s test (tidak terdapat pergerakan
refleksi cahaya pada pernukaan air di dalam mangkok yang disimpan di atas dinding dada)

3. Berhentiya sirkulasi

- Palpasi : denyut radial, brachial, femmoral, carotid tidak ada

- Auskultasi : selama setidaknya 1 menit dan diulang dalam interval waktu yang pendek. Ada atau
tidak terdapatnya suara jantung

- Tes

o Diaphanous test : dalam ruangan gelap, tangan diluruskan memegang sumber cahaya. Bila
terdapat sirkulasi : pink dan translucent, bila sirkulasi berhenti : kekuningan dan opaque

o Magnus test : mengikat jari untuk oklusi vena superfisial dan bukan deep arteri, bila masih
terdapat sirkulasi : jari membengkak dan kebiruan karena obstruksi vena

o Icard’s test : injeksi 1 ml 20% alkaline dye fluorescence di dermis atau subkutan, bila masih
terdapat sirkulasi : injeksi di dermis akan menyebar secara lokal, injeksi subkutan akan
menyebar ke tempat yang lebih jauh bahkan bisa terdapay kekuningan pada konjungtiva

o Pressure test : seperti pemeriksaan CRT. Bila ada sirkulasi : ketika kuku ditekan menjadi pucat
dan kembali merah bila tekanan dilepaskan

o Heat test : pada sirkulasi yang masih ada terbentuk blister dan garis kemerahan bila kulit diberi
panas

o ECG : garis lurus : tidak ada aktivitas jantung

Early changes after death

1. Perubahan pada mata

2. Perubahan pada kulit

- Kuit menjadi pucat karena drainase darah dari pembuluh darah kulit

- Kulit kehilagan elastisitasnya, kerutan berkurang, terlihat lebih muda


- Contact flattening and pallor : pada keadan relaksasi otot primer, area yang kontak dengan
permukaan/tanah menjadi flat karena tekanan, darahdari pembuluh darah tertekan dan kulit
menjadi pucat

- Cutis anserina bisa ada

Tanda tidak pasti kematian

1. Pernapasan berhenti : dinilai selama >10 menit (inspeksi, palpasi, auskultasi)

2. Terhentinya sirkulasi : dinilai selama 15 menit, nadi karotis tidak teraba

3. Kulit pucat

4. Tonus otot menghilang dan relaksasi : relaksasi otot menyebabkan kulit menimbul (kadang
membuat oran gtampak lebih muda). Kelemasan otot sesaat setelah kematia (relaksasi primer)
menyebabkan pendataran pada daerah yang tertekan (co: belikat dan bokong pada mayat
terlentang)

5. Pembuluh darah retina mengalami segmentasi : beberapa menit setelah kematian, segementasi
bergerak ke arat tepi retina dan menetap

6. Pengeringan kornea : kekeruhan dalam 10 menit, masih dapat dihilangkan dengan meneteskan
air

Tanda pasti kematian

1. Lebam mayat (livor mortis)

2. Kaku mayat (rigor mortis)

3. Penurunan suhu (algor mortis)

4. Pembusukan (decomposition, putreffaction)

5. Adiposera (lilin mayat)

6. Mummifikasi

Penurunan suhu (algor mortis)

◦ Algor = coldness, mortis = after death

◦ Terjadi karena 2 hal : penurunan laju metabolisme tubuh (penurunan produksi panas) dan
peningkatan pengeluaran panas dari tubuh
◦ Proses pemindahan panas dari suatu benda ke benda yang lebih dingin melalui:

- Radiasi : perpindahan panas dari tubuh ke lingkungan sekitar melalui inframerah

- Konduksi : perpindahan panas dengan kontak langsung kepada sebuah benda

- Konveksi : perpindahan panas dari tubuh ke udara sekitar

- Evaporasi : perpindahan panas dengan adanya penguapan keringat

◦ Pengukuran suhu pada kadaver dilakukan pada rektum (4 cm di atas anus), sub hepatic region

◦ Faktor yang mempengaruhi:

1. Suhu atmosfer

2. Media of disposal

3. Body built

4. Usia

5. Pakaian

6. Pergerakan udara

7. Posisi dan postur tubuh

8. Penyebab kematian

Proses penurunan suhu

1. Setelah kematian, lapisan luar akan mengalami penurunan suhu secara cepat tetapi tidak untuk
yang di inti (core)

2. Kehilangan panas di inti tidak langsung terjadi karena ada insulator (kulit, lemak, subkutan)

3. Setelah beberapa jam kematian akan terjadi aliran panas yang konstan di tubuh bagian dalam,
maka akan terjadi penurunan suhu (dalam kurva digambarkan dengan kurva eksponensial)

4. Tetapi bila digabungkan penurunan suhu pada lapisan luar dengan dalam tubuh akan
didapatkan kurva signoid atau S terbalik

5. Inisial plateu : 3-4 jam, indikasi penurunan suhu pada permukaan tubuh tanpa ada penurunan
suhu pada dalam tubuh

6. Penurunan tajam selama 9-12 jam, indikasi penurunan suhu inti tubuh

7. Kecepatan penurunan akan berkurnag dan akan sama dengan lingkungan sekitar
◦ Kecepatan penurunan suhu dipengaruhi oleh :

- Suhu sekeliling : lebih cepat pada suhu rendah

- Ailran dan kelembaban udara : lebih cepat pada lingkungan berangin dan kelembaban rendah

- Bentuk tubuh : lebih cepat pada tubuh kurus

- Usia : lebih cepat pada bayi dan anak

- Posisi tubuh : lebih cepat pada posisi terlentang

- Pakaian : lebih cepat pada yang memakai pakaian tipis atau tidak memakai pakaian. Kecepatan
penurunan suhu meurun hingga 60% pada yang berpakaian
- Penyebab kematian : bila penyebab kematian karena sepsis atau infeksi, akan terdapat suhu
tubuh yang tinggi, penurunan suhu akan lebih lambat

Lebam mayat

◦ Perubahan warna menjadi ungu kebiruan atau merah kebiruan karena darah yang menetap
mengikuti gravitasi dan dilatasi dan vena yang menurun tonusnya

◦ Eritrosit menempati tempat terbawah akibat gaya gravitasi, mengisi vena dan venula,
membentuk bercak warna ungu (livide) pada bagian terbawah tubuh kecuali yang tertekan
dengan alas keras

Proses
1.
Bila tubuh dibiarkan, tidak berubah posisinya, pewarnaan (post mortem staining) akan muncul
dalam bentuk patch kecil pada bagian tertentu pada 1 jam pertama setelah kematian

2. Secara bertahap akan bertambah ukuran dan bersatu dengan bentuk yang lain membentuk area
yang terwarnai, butuh waktu 5-6 jam

3. Kemudian lebam akan terfiksasi (bila ditekan oleh ibu jari selama 30 detik tidak akan terdapat
warna putih)

4. Bila posisi tubuh tidak berubah (vide supra) akan terjadi fiksasi pada pewarnaan, bila posisi
berubah setelah fiksasi tidak akan terjadi pewarnaan ditempat baru, bila posisi tubuh berubah
sebelum fiksasi akan terjadi pewarnaan di tempat baru
◦ Postmortem lividity
adalah fenomena intravaskular

◦ Terjadi pada beberapa bagian tubuh, bil akorban dalam posisi supinasi maka terjadi di belakang

◦ Warna normal berubah dari merah menjadi ungu karena oksigen yang terdisosiasi dari sel darah
merah (menjadi deoksihemoglobin  warna ungu)

◦ Pada area yang kontak langsung dengan tanah akan menjadi pucat (contact pallor)

◦ Glove and stock lividity  bila korban dalam keadaan vertikal, contoh : hanging

◦ Postmortem lvidity tidak muncul di jaringan parut

Faktor yang mempengaruhi

1. Posisi : bila tidak berpindah/tergganggu, akan mudah dalam pembentukan lividity

2. Perdarahan : bila korban mengalami perdarahan yang sangat banyak, pembentukan lebam sulit
3. Anemia : sulit pembentukan lebam

4. Lebih terlihat pada orang dengan warna kulit terang

5. Dingin : pembentukan terjadi lebih lama, perkiraan waktu kematian akan sulit ditentukan

Perubahan pada otot

1. Relaksasi primer atau primary flaccidity otot: keadaan ini dari otot mulai dengan kematian
somatic dan pada fase ini kematian molecular belum terjadi, stage ini selama 1-2 jam, seluruh
otot volunteer dan involunter relaksasi setelah mati. Dalam stage ini, reaksi otot adalah alkaline
dan aktivitas anaerobic dalam sel dapat berlanjut.

2. Rigor mortis: keadaan otot dari tubuh yang mati dimana mereka menjadi kaku dengan
beberapa derajat dari pemendekan yang mengikuti periode primary flaccidity

3. Secondary relaxation / secondary flaccidity otot

Faktor yg mempengaruhi:

a. Usia
b. Fisik orang tersebut

c. Musim

d. Penyebab kematian

e. Kondisi otot sebelum mati

Dekomposisi

◦ Definisi: disintegrasi jaringan tubuh setelah mati

◦ Kategori dan stage dekomposisi:

- Early decomposition

- Advanced decomposition

- Partial skeletonization

- Skeletonization

Mekanisme:
Putrefaction:

◦ Putrefaction:

- Perubahan warna: karena hemolisis RBC

- Liberasi gas: Selama proses dekomposisi, protein dan karbohidrat dipecah menjadi senyawa
yang lebih sederhana, sehinga beberapa gas dilepaskan (vide supra)

- Liquefaction jaringan: pada dekomposisi, organ dikonversi menjadi thick semi-fluid matter
◦ Skeletenisasi
Skeletonisasi: removal jaringan dari skeleton atau tulang

◦ Complete: semua jaringan lunak hilang

◦ Partial: Haanya bagian tulang yang terekspos

◦ Kulit, otot, jaringan lunak dan organ internal dapat hilang sebelum tulang menjadi disarticulated

◦ Biasanya dar kepala ke bagian bawah (c/ mandible terpisah dari skull, skull terpisah dari cervical
spine)

◦ Tulang dapat dikonversi menjadi fossil atau dapat laru dissolute dengan waktu

◦ Terdapat dekalsifikasi dan disolusi


Adipocere

◦ Definisi: bentuk modifikasi dari dekomposisi yang ditandai dengan pembentukan material lunak
dan seperti lilin (waxy) pada tubuh yang mati

Faktor:

- Kondisi atmosfer

- Suhu

- Kelembapan

- Pergerakan udara

- Tempat dan media disposal

- Iklim yang lemap

- Tanah

- Pakaian

- Coffin

- Air
Mummification

◦ Definisi: Bentuk modifikasi dari dekomposisi yang ditandai dengan desikasi yang kering dari
jaringan di bawah kondisi suhu lingkungan yang tinggi, kelembapan rendah dan ventilasi yang
baik diama jaringan tubuh menjadi gelap, keras dan shriveled.

Faktor:

1. Ukuran tubuh

2. Kondisi atmosfer

3. Pergerakan udara

4. Tempat disposal

Anda mungkin juga menyukai