Anda di halaman 1dari 48

I.

Memahami dan Menjelaskan Perubahan-Perubahan Setelah Mati


1.1 Definisi
Ilmu kedokteran Forensik yang mempelajari kematian dan perubahan yang
terjadi setelah kematian serta faktor yang mempengaruhi disebut Tanatologi.
Tanatologi ini berguna dalam:
Menentukan apakah korban sudah mati atau belum
Menentukan lama korban telah mati, dan
Menentukan apakah korban tersebut mati wajar atau tidak.
Kematian manusia berdasarkan dua dimensi yaitu kematian seluler (seluler
death) akibat ketiadaan oksigen dan kematian manusia sebagai individu (somatic
death). Kematian individu dapat didefinisikan secara sederhana sebagai terhentinya
kehidupan secara permanen (permanent cessation of life) atau dapat diperjelas lagi
menjadi berhentinya secara permanen fungsi berbagai organ vital yaitu paru-paru,
jantung dan otak sebagai kesatuan yang utuh yang ditandai oleh berhentinya
konsumsi oksigen. Sebagai akibat berhentinya konsumsi oksigen ke seluruh jaringan
tubuh maka sel-sel sebagai elemen terkecil pembentuk manusia akan mengalami
kematian, dimulai dari sel-sel paling rendah daya tahannya terhadap ketiadaan
oksigen.
Mati suri adalah penurunan fungsi organ vital sampai taraf minimal untuk
mempertahankan kehidupan, sehingga tanda-tanda kliniknya seperti sudah mati
yang sifatnya reversibel. Sedangkan mati somatik adalah keadaan dimana ketika
fungsi ketiga organ vital sistem saraf pusat, sistem kardiovaskuler, dan sistem
pernafasan berhenti secara menetap.
Mati serebral adalah kerusakan kedua hemisfer otak yang irreversible kecuali
batang otak dan serebelum, kedua sistem lain masih berfungsi dengan bantuan alat.
Sedangkan mati batang otak adalah kerusakan seluruh isi neuronal intrakranial yang
ireversibel, termasuk batang otak dan serebelum.
Kriteria diagnostik penentuan kematian:
1. Hilangnya semua respon terhadap sekitarnya (respon terhadap komando atau
perintah, dan sebagainya)
2. Tidak ada gerakan otot serta postur, dengan catatan pasien tidak sedang berada
dibawah pengaruh obat-obatan curare.
3. Tidak ada reflek pupil
4. Tidak ada reflek kornea
5. Tidak ada respon motorik dari saraf kranial terhadap rangsangan
6. Tidak ada reflek menelan atau batuk ketika tuba endotracheal didorong ke dalam
7. Tidak ada reflek vestibulo-okularis terhadap rangsangan air es yang dimasukkan
ke dalam lubang telinga
8. Tidak ada napas spontan ketika respirator dilepas untuk waktu yang cukup lama
walaupun pCO2 sudah melampaui wilayah ambang rangsangan napas (50 torr)

Tes klinik ini baru boleh dilakukan paling cepat 6 jam setelah onset koma serta
apneu dan harus diulangi lagi paling cepat sesudah 2 jam dari tes yang pertama.
Sedangkan tes konfirmasi dengan EEG dan angiografi hanya dilakukan jika tes klinik
memberikan hasil yang meragukan atau jika ada kekhawatiran akan adanya tuntutan
di kemudian hari.
1.2 Tanda dan Patofisiologi

Tanda kematian tidak pasti

1. Berhentinya sistem pernafasan dan sistem sirkulasi.


Secara teoritis, diagnosis kematian sudah dapat ditegakkan jika jantung
dan paru berhenti selama 10 menit, namun dalam prakteknya seringkali
terjadi kesalahan diagnosis sehingga perlu dilakukan pemeriksaan dengan
cara mengamati selama waktu tertentu. Pemeriksaan dapat dilakukan
dengan mendengarkannya melalui stetoscope pada daerah precordial dan
larynx dimana denyut jantung dan suara nafas dapat dengan mudah
terdengar.
Kadang-kadang jantung tidak segera berhenti berdenyut setelah nafas
terhenti, selain disebabkan ketahanan hidup sel tanpa oksigen yang
berbeda-beda dapat juga disebabkan depresi pusat sirkulasi darah yang
tidak adekwat, denyut nadi yang menghilang merupakan indikasi bahwa
pada otak terjadi hipoksia. Sebagai contoh pada kasus judicial hanging
dimana jantung masih berdenyut selama 15 menit walaupun korban sudah
diturunkan dari tiang gantungan.
2. Kulit yang pucat
Kulit muka menjadi pucat ,ini terjadi sebagai akibat berhentinya sirkulasi
darah sehingga darah yang berada di kapiler dan venula dibawah kulit
muka akan mengalir ke bagian yang lebih rendah sehingga warna kulit
muka tampak menjadi lebih pucat. Akan tetapi ini bukan merupakan tanda
yang dapat dipercaya. Kadang-kadang kematian dihubungkan dengan
spasme agonal sehingga wajah tampak kebiruan. Pada mayat yang mati
akibat kekurangan oksigen atau keracunan zat-zat tertentu (misalnya
karbon monoksida) warna semula dari raut muka akan bertahan lama dan
tidak cepat menjadi pucat.
3. Relaksasi otot

Pada saat kematian sampai beberapa saat sesudah kematian , otot-otot


polos akan mengalami relaksasi sebagai akibat dari hilangnya tonus.
Relaksasi pada stadium ini disebut relaksasi primer. Akibatnya rahang
turun kebawah yang menyebabkan mulut terbuka, dada menjadi kolap dan
bila tidak ada penyangga anggota gerakpun akan jatuh kebawah. Relaksasi
dari otot-otot wajah menyebabkan kulit menimbul sehingga orang mati
tampak lebih muda dari umur sebenarnya, sedangkan relaksasi pada otot
polos akan mengakibatkan iris dan sfincter ani akan mengalami dilatasi.
Oleh karena itu bila menemukan anus yang mengalami dilatasi harus hatihati menyimpulkan sebagai akibat hubungan seksual perani/anus corong.

4. Perubahan pada mata


Perubahan pada mata meliputi hilangnya reflek kornea dan reflek cahaya
yang menyebabkan kornea menjadi tidak sensitif dan reaksi pupil yang
negatif.
Knight mengatakan hilangnya reflek cahaya pada kornea ini disebabkan
karena

kegagalan

kelenjar

lakrimal

untuk

membasahi

bola

mata.

Kekeruhan pada kornea akan timbul beberapa jam setelah kematian


tergantung dari posisi kelopak mata.

Akan tetapi Marshall mengatakan

kornea akan tetap menjadi keruh tanpa dipengaruhi apakah kelopak mata
terbuka atau tertutup. Walaupun sering ditemui kelopak mata tertutup
secara tidak komplit, ini terjadi oleh karena kekakuan otot-otot kelopak
mata. Kekeruhan pada lapisan dalam kornea ini tidak dapat dihilangkan
atau diubah kembali walaupun digunakan air untuk membasahinya.
Bila kelopak mata tetap terbuka sclera yang ada disekitar kornea akan
mengalami kekeringan dan berubah menjadi kuning dalam beberapa jam
yang kemudian berubah menjadi coklat kehitaman. Area yang berubah
warna ini berbentuk trianguler dengan basis pada perifer kornea dan
puncaknya di epikantus. Area ini disebuttaches noires de la sclerotiques
yang pertama kali digambarkan oleh Somner pada tahun 1833.
Knight mengatakan iris masih bereaksi dengan stimulasi kimia sampai 4
jam sesudah kematian somatik, tetapi reflek cahaya segera hilang
bersamaan dengan iskemik pada batang otak. Pupil biasanya pada posisi
mid midriasis yang disebabkan oleh karena relaksasi dari muskulus
pupilaris walaupun ada sebagian ahli yang menganggap ini sebagai proses

rigor mortis. Diameter pupil sering dihubungkan dengan sebab kematian


seperti lesi di otak atau intoksikasi obat seperti keracunan morphin dimana
sewaktu hidup pupil menunjukan kontraksi. Akan tetapi Price (1963)
memeriksa mata dari 1000 mayat dan menyimpulkan bahwa keadaan pupil
tidak berhubungan dengan sebab kematian, dan kematian menyebabkan
pupil menjadi dilatasi atau cadaveric position .
Setelah kematian tekanan intra okuler akan turun, tekanan intra okuler
yang turun ini mudah menyebabkan kelainan bentuk pupil sehingga pupil
kehilangan bentuk sirkuler setelah mati dan ukurannya pun menjadi tidak
sama ,pupil dapat berkontraksi dengan diameter 2 mm atau berdilatasi
sampai 9 mm dengan rata-rata 4-5 mm oleh karena pupil mempunyai sifat
tidak tergantung dengan pupil lainnya maka sering terdapat perbedaan
sampai 3 mm.
Nicati (1894) telah melakukan pengukuran terhadap tekanan bola mata
posmortem dimana tekanan normal pada bola mata pada waktu hidup
adalah 14g -25g akan tetapi begitu sirkulasi terhenti maka penurunan
tekanan bola mata menjadi sangat rendah (tidak sampai mencapai 12g)
dan dalam waktu 30 menit akan berkurang menjadi 3g yang kemudian
menjadi nol setelah 2 jam kematian. Penurunan tekanan bola mata ini
pernah dicoba untuk menentukan perkiraan saat kematian.
Kervokian (1961) berusaha menerangkan perubahan-perubahan yang
terjadi pada retina 15 jam pertama setelah kematian dimana kornea dapat
dipertahankan dalam keadaan baik dengan menggunakan air atau larutan
garam

fisiologis

yang

kemudian

dilakukan

pemeriksaan

dengan

optalmoskop. Pemeriksaan ini tidaklah mudah, ternyata pemeriksaan


retina pada mayat jauh lebih sulit bila dibandingkan dengan orang hidup.
Dan perubahan warna yang terjadi pada retina dicoba dihubungkan
dengan perkiraan saat kematian. Dengan berhentinya aliran darah maka
pembuluh

darah

retina

akan

mengalami

perubahan

yang

disebut

segmentasi atau trucking dan ini terjadi dalam 15 menit pertama setelah
kematian. Pada pemeriksaan dalam 2 jam pertama setelah kematian,
dapat dilihat retina tampak pucat dan daerah sekitar fundus tampak
kuning, demikian pula daerah sekitar makula. Sekitar 6 jam batas fundus
menjadi tidak jelas, dan tampak gambaran segmentasi pada pembuluh
darah,

dengan

latar

belakang

yang

berwarna

kelabu

kekuningan.

Gambaran ini mencapai seluruh perifer retina sekitar 7-10 jam. Setelah 12
jam diskus hanya dapat dilihat sebagai titik yang terlokalisasi dengan sisa-

sisa pembuluh darah yang bersegmentasi hingga pada akhirnya diskus dan
pembuluh darah retina menghilang yang ada hanya makula yang berwarna
coklat

gelap.

Beberapa

pengamat

menggambarkan

perubahan

dini

posmortem yang terjadi pada retina mempunyai arti yang kecil untuk
dihubungkan dengan perkiraan saat mati. Sedangkan Tomlin ( 1967)
beranggapan bahwa segmentasi pada retina lebih berindikasi pada
kematian serebral daripada penghentian sirkulasi.
Wroblewski dan Ellis (1970) mempelajari perubahan mata pada 300 mayat
dimana tidak hanya

perubahan yang terjadi pada retina tetapi juga

perubahan yang terjadi pada kornea juga dicatat. Mereka telah memeriksa
204 fundus dari subjek dan 115 diantaranya terdapat segmentasi atau
trucking pada satu atau kedua mata setelah satu jam posmortem dan
negatif pada 89 lainnya. Bagian yang paling sulit pada pemeriksaan ini
adalah kekeruhan kornea yang terjadi dalam 75% pasien dalam 2 jam
setelah kematian. Akhirnya mereka menyimpulkan bahwa segmentasi
merupakan

perubahan

posmortem

yang

alami

daripada

menghubungkannya dengan perkiraan saat kematian.

Tanda Kematian Pasti

1. LEBAM MAYAT
Lebam Mayat disebut juga Post Mortem Lividity, Post Mortem Suggilation,
Hypostasis, Livor Mortis, Stainning. Lebam mayat terbentuk bila terjadi kegagalan
sirkulasi darah dalam mempertahankan tekanan hidrostatik yang menggerakan
darah mencapai capillary bed dimana pembuluhpembuluh darah kecil afferent
dan efferent saling berhubungan. Maka secara bertahap darah yang mengalami
stagnasi di dalam pembuluh vena besar dan cabang-cabangnya akan dipengaruhi
gravitasi dan mengalir ke bawah, ke tempattempat yang terendah yang dapat
dicapai. Dikatakan bahwa gravitasi lebih banyak mempengaruhi sel darah merah
tetapi plasma akhirnya juga mengalir ke bagian terendah yang memberikan
kontribusi pada pembentukan gelembunggelembung di kulit pada awal proses
pembusukan.
Adanya eritrosit di daerah yang lebih rendah akan terlihat di kulit sebagai
perubahan warna biru kemerahan. Oleh karena pengumpulan darah terjadi secara
pasif maka tempattempat di mana mendapat tekanan lokal akan menyebabkan
tertekannya pembuluh darah di daerah tersebut sehingga meniadakan terjadinya
lebam mayat yang mengakibatkan kulit di daerah tersebut berwarna lebih pucat.
Lebam mayat ini biasanya timbul setengah jam sampai dua jam setelah
kematian, Dimana setelah terbentuk hypostasis yang menetap dalam waktu 10
12 jam ternyata akan memberikan lebam mayat pada sisi yang berlawanan

setelah

dilakukan

reposisi

pada

tubuh

dari

pronasi

ke

supinasi

(interpostmorchange).
Lebam mayat ini biasanya berkembang secara bertahap dan dimulai
dengan timbulnya bercak-bercak yang berwarna keunguan dalam waktu kurang
dari setengah jam sesudah kematian dimana bercak-bercak ini intensitasnya
menjadi meningkat dan kemudian bergabung menjadi satu dalam beberapa jam
kemudian, dimana fenomena ini menjadi komplet dalam waktu kurang lebih 812
jam, pada waktu ini dapat dikatakan lebam mayat terjadi secara menetap.
Menetapnya lebam mayat ini disebabkan oleh karena terjadinya perembesan
darah

kedalam

jaringan

sekitar

akibat

rusaknya

pembuluh

darah

akibat

tertimbunnya selsel darah dalam jumlah yang banyak, adanya proses hemolisa
sel-sel darah dan kekakuan otot-otot dinding pembuluh darah. Dengan demikian
penekanan pada daerah lebam yang dilakukan setelah 8-12 jam tidak akan
menghilang. Hilangnya lebam pada penekanan dengan ibu jari dapat memberi
indikasi bahwa suatu lebam belum terfiksasi secara sempurna. Setelah empat
jam, kapiler-kapiler akan mengalami kerusakan dan butir-butir darah merah juga
akan rusak. Pigmen-pigmen dari pecahan darah merah akan keluar dari kapiler
yang rusak dan mewarnai jaringan di sekitarnya sehingga menyebabkan warna
lebam mayat akan menetap serta tidak hilang jika ditekan dengan ujung jari atau
jika posisi mayat dibalik. Jika pembalikan posisi dilakukan setelah 12 jam dari
kematiannya maka lebam mayat baru tidak akan timbul pada posisi terendah,
karena darah sudah mengalami koagulasi.
Fenomena lebam mayat yang menetap ini sifatnya lebih bersifat relatif.
Perubahan lebam ini lebih mudah terjadi pada 6 jam pertama sesudah kematian,
bila telah terbentuk lebam primer kemudian dilakukan perubahan posisi maka
akan terjadi lebam sekunder pada posisi yang berlawanan. Distribusi dari lebam
mayat yang ganda ini adalah penting untuk menunjukan telah terjadi manipulasi
posisi pada tubuh. Akan tetapi waktu yang pasti untuk terjadinya pergeseran
lebam ini adalah tidak pasti, Polson mengatakan untuk menunjukan tubuh sudah
diubah dalam waktu 8 sampai 12 jam, sedangkan Camps memberi patokan
kurang lebih 10 jam.
Akan tetapi pada kematian wajarpun darah dapat menjadi permanent
incoagulable oleh karena adanya aktifitas fibrinolisin yang dilepas kedalam aliran
darah selama proses kematian. Sumber dari fibrinolisin ini tidak diketahui tetapi
kemungkinan berasal dari endothelium pembuluh darah, dan permukaan serosa
dari pleura. Aktifitas fibrinolisin ini nyata sekali pada kapiler-kapiler yang berisi
darah. Darah selalu ditemukan cair dalam venule dan kapiler, dan ini yang
bertanggung jawab terhadap lebam mayat.
Akumulasi darah pada daerah yang tidak tertekan akan menyebabkan
pengendapan darah pada pembuluh darah kecil yang dapat mengakibatkan

pecahnya pembuluh darah kecil tersebut dan berkembang menjadi petechie


(tardieu`s spot)
mempunyai

dan purpura yang kadang-kadang berwarna gelap yang

diameter

dari

satu

sampai

beberapa

milimeter,

biasanya

memerlukan waktu 18 sampai 24 jam untuk terbentuknya dan sering diartikan


bahwa pembusukan sudah mulai terjadi. Fenomena ini sering terjadi pada
asphyxia atau kematian yang terjadinya lambat.
Lebam mayat menyerupai luka memar, maka harus dibedakan. Perbedaannya adalah:
Sifat

Lebam mayat
Epidermal,
karena
pembuluh darah

Memar
pelebaran

Ruptur pembuluh darah yang


letaknya bisa superfisial atau
lebih dalam

Letak

yang tampak sampai ke permukaan


kulit

Kutikula

Tidak rusak

Kulit ari rusak

Lokasi

Terdapat pada daerah yang luas,


terutama luka pada bagian tubuh
yang letaknya rendah.

Terdapat
di
sekitar
bisa
tampak di mana di mana saja
pada bagian tubuh dan tidak
meluas

Gambaran

Pada lebam mayat tidak ada evalasi


dari kulit

Biasanya membengkak

Pinggiran

Jelas

Tidak jelas

Warnyanya sama

Memar yang lama warnanya


bervariasi. Memar yang baru
berwarna lebih tegas daripada
warna
lebam
mayat
disekitarnya

Warna
.

Pada
pemotong
an

Dampak
setelah
penekana
n

Pada pemotongan, darah tampak


dalam
pembuluh, dan mudah dibersihkan.
Jaringan subkutan tampak pucat.

Akan hilang walaupun hanya diberi


penekanan yang ringan. Maksimal 8
jam lebam mayat tidak hilang
dalam penekanan

Darah ke jaringan sekitar,


susah dibersihkan jaringan
sekitar, susah dibersihkan jika
hanya dengan air mengalir.
Jaringan subkutan berwarna
merah kehitaman.

Warnanya berubah sedikit saja


jika
diberi penekanan.

2. KAKU MAYAT (RIGOR MORTIS)


Kaku mayat atau rigor mortis adalah kekakuan yang terjadi pada otot yang
kadang-kadang disertai dengan sedikit pemendekan serabut otot, yang terjadi
setelah periode pelemasan/ relaksasi primer. Hal ini disebabkan karena terjadinya
perubahan kimiawi pada protein yang terdapat pada serabut-serabut otot.
Menurut Szen-Gyorgyi di dalam pembentukan kaku mayat peranan ATP adalah
sangat penting. Seperti diketahui bahwa serabut otot dibentuk oleh dua jenis
protein, yaitu aktin dan myosin, dimana kedua jenis protein ini bersama dengan
ATP membentuk suatu masa yang lentur dan dapat berkontraksi (gambar II.3).
Bila kadar ATP menurun, maka akan terjadi pada perubahan pada akto-miosin,
diamana sifat lentur dan kemampuan untuk berkontraksi menghilang sehingga
otot yang bersangkutan akan menjadi kaku dan tidak dapat berkontraksi.

Gambar II.3. Kontraksi otot


Oleh karena kadar glikogen yang terdapat pada setiap otot itu berbedabeda, sehingga sewaktu terjadinya pemecahan glikogen menjadi asam laktat dan
energi pada saat terjadinya kematian somatic, dimana energi tersebut digunakan
untuk resintesa ATP, akan menyebabkan adanya perbedaan kadar ATP dalam
setiap otot. Keadaan tersebut dapat menerangkan mengapa kaku mayat akan

mulai nampak pada jaringan otot yang jumlah serabut ototnya sedikit. Atas dasar
itulah mengapa pada kematian karena infeksi, konvulsi kelelahan fisik serta
keadaan suhu keliling yang tinggi akan dapat mempercepat terbentuknya kaku
mayat, demikian pula pada mereka yang keadaan gizinya jelek akan lebih cepat
terjadi kaku mayat bila dibandingkan dengan korban yang mempunyai tubuh
yang baik.
Secara biokimiawi saat relaksasi primer, pH protoplasma sel otot masih
alkalis. Perubahan alkalis menjadi asam terjadi 2-6 jam kemudian karena adanya
perubahan biokimia, yaitu glikogen menjadi asam sarkolaktik / fosfor. Perubahan
protoplasma menjadi asam menyebabkan otot menjadi kaku (rigor). Relaksasi
sekunder terjadi setelah ada perubahan biokimia, yaitu asam berubah menjadi
alkalis kembali saat terjadi pembusukan.
Kaku mayat akan terjadi pada seluruh otot (gambar II.4), baik otot lurik
maupun otot polos. Dan bila terjadi pada otot rangka, maka akan didapatkan
suatu kekakuan yang mirip atau menyerupai papan sehingga dibutuhkan cukup
tenaga untuk dapat melawan kekakuan tersebut , bila hal ini terjadi otot dapat
putus sehingga daerah tersebut tidak mungkin lagi terjadi kaku mayat.

Gambar II.4. Kaku mayat pada lengan dan leher


Kaku mayat mulai terdapat sekitar 2 jam post mortem dan mencapai
puncaknya setelah 10-12 jam pos mortem, keadaan ini akan menetap selama 24
jam dan setelah 24 jam kaku mayat mulai menghilang

sesuai dengan urutan

terjadinya, yaitu dimulai dari otot-otot wajah, leher, lengan, dada, perut, dan
tungkai.
Adanya kejanggalan dari postur pada mayat dimana kaku mayat telah
terbentuk dengan posisi sewaktu mayat ditemukan, dapat menjadi petunjuk
bahwa pada tubuh korban telah dipindahkan setelah mati. Ini mungkin
dimaksudkan untuk menutupi sebab kematian atau cara kematian yang
sebenarnya.

Faktor-Faktor yang mempengaruhi kaku mayat :


a. Kondisi otot
-

Persediaan glikogen
Cepat lambat kaku mayat tergantung persediaan glikogen otot. Pada
kondisi tubuh sehat sebelum meninggal, kaku mayat akan lambat dan
lama, juga pada orang yang sebelum mati banyak makan karbohidrat,
maka kaku mayat akan lambat.

Gizi
Pada mayat dengan kondisi gizi jelek saat mati, kaku mayat akan cepat
terjadi.

Kegiatan Otot
Pada orang yang melakukan kegiatan otot sebelum meninggal maka kaku
mayat akan terjadi lebih cepat.

b. Usia
-

Pada orang tua dan anak-anak lebih cepat dan tidak berlangsung lama.

Pada bayi premature tidak terjadi kaku mayat, kaku mayat terjadi pada
bayi cukup bulan.

c. Keadaan Lingkungan
-

Keadaan kering lebih lambat dari pada panas dan lembab

Pada mayat dalam air dingin, kaku mayat akan cepat terjadi dan
berlangsung lama.

Pada udara suhu tinggi, kaku mayat terjadi lebih cepat dan singkat, tetapi
pada suhu rendah kaku mayat lebih lambat dan lama.

Kaku mayat tidak terjadi pada suhu dibawah 10 oC, kekakuan yang terjadi
pembekuan atau cold stiffening.

d. Cara Kematian
-

Pada mayat dengan penyakit kronis dan kurus, kuku mayat lebih cepat
terjadi dan berlangsung tidak lama.

Pada mati mendadak, kaku mayat terjadi lebih lambat dan berlangsung
lebih lama.

Waktu terjadinya rigor mortis (kaku mayat)

Kurang dari 3 4 jam post mortem : belum terjadi rigor mortis

Lebih dari 3 4 jam post mortem : mulai terjadi rigor mortis

Rigor mortis maksimal terjadi 12 jam setelah kematian

Rigor mortis dipertahankan selama 12 jam

Rigor mortis menghilang 24 36 jam post mortem

Terdapat kekakuan pada pada mayat yang menyerupai kaku mayat :


-

Cadaveric spasme (instantaneous rigor), adalah bentuk kekakuan otot


yang terjadi pada saat kematian dan menetap. Cadaveric spasme

sesungguhnya merupakan kaku mayat yang timbul dengan intensitas


sangat kuat tanpa didahului oleh relaksasi primer. Penyebabnya adalah
akibat habisnya cadangan glikogen dan ATP yang bersifat setempat pada
saat mati klinis karena kelelahan atau emosi yang hebat sesaat sebelum
meninggal.
Kepentingan medikolegalnya adalah menunjukkan sikap terakhir masa
hidupnya. Misalnya, tangan yang menggenggam erat benda yang diraihnya
pada kasus tenggelam, tangan yang menggenggam pada kasus bunuh diri.
-

Heat stiffening, yaitu kekakuan otot akibat koagulasi protein otot oleh
panas. Otot-otot berwarna merah muda, kaku, tepi rapuh (mudah robek).
Keadaan ini dapat dijumpai pada korban mati terbakar. Pada saat stiffening
serabut-serabut ototnya memendek sehingga menimbulkan fleksi leher,
siku, paha, dan lutut, membentuk sikap petinju (pugilistic attitude).
Perubahan sikap ini tidak memberikan arti tertentu bagi sikap semasa
hidup, intravitalitas, penyebab atau cara kematian.

Cold stiffening, yaitu kekakuan tubuh akibat lingkungan dingin (dibawah


3,5oC atau 40oF), sehingga terjadi pembekuan cairan tubuh, termasuk
cairan sendi, pemadatan jaringan lemak subkutan dan otot, bila cairan
sendi yang membeku menyebabkan sendi tidak dapat digerakan. Bila
sendi di bengkokkan secara paksa maka akan terdengar suara es pecah.
Dan mayat yang kaku ini akan menjadi lemas kembali bila diletakkan
ditempat yang hangat, kemudian rigor mortis akan terjadi dalam waktu
yang sangat singkat.

Perbedaan antara Kaku Mayat dengan Spasme Kadaver

Sifat

Kaku Mayat

Spasme Kadaver

Mulai timbul

1-2 jam setelah meninggal

Segera setelah meninggal

Faktor

Kematian mendadak,aktivitas
berlebih, ketakutan, terlalu
lelah, perasaan tegang, dll.

Otot yang

Semua otot, termasuk otot

Biasanya terbatas pada satu

terkena

volunter dan involunter

kelompok otot volunter

Kaku otot

Tidak jelas, dapat dilawan

Sangat jelas, perlu tenaga


yang kuat untuk melawan

predisposisi

dengan sedikit tenaga.

kekakuannya.

Untuk perkiraan saat kematian

Menunjukkan cara kematian


yaitu bunuh diri,pembunuhan
atau kecelakaan

Suhu mayat

Dingin

Hangat

Kematian sel

Ada

Tidak ada

Rangsangan
listrik

Tidak ada respon otot

Ada respon otot

Kepentingan
dari segi
Medikolegal

3. Pembusukan Atau Decompositio


Pembusukan mayat

nama

lainnya

dekomposisi

dan

putrefection.

Pembusukan adalah proses degradasi jaringan pada tubuh mayat yang terjadi
sebagai akibat proses autolisis dan aktivitas mikroorganisme, terutama
Clostridium welchii.
Autolisis adalah perlunakan dan pencairan jaringan yang terjadi dalam
keadaan steril melalui proses kimia yang disebabkan oleh enzim-enzim
intraseluler, sehingga organ-organ yang kaya dengan enzim-enzim akan
mengalami proses autolisis lebih cepat daripada organ-organ yang tidak
memiliki enzim, dengan demikian pankreas akan mengalami autolisis lebih
cepat

dari

pada

jantung.

Proses

autolisis

ini

tidak

dipengaruhi

oleh

mikroorganisme oleh karena itu pada mayat yang steril misalnya mayat bayi
dalam kandungan proses autolisis ini tetap terjadi. Proses auotolisis terjadi
sebagai akibat dari pengaruh enzim yang dilepaskan pasca mati. Mula-mula
yang terkena adalah nukleoprotein yang terdapat pada kromatin dan sesudah
itu sitoplasmanya, kemudian dinding sel akan mengalami kehancuran sebagai
akibatnya jaringan akan menjadi lunak dan mencair.
Pada mayat yang dibekukan pelepasan enzim akan terhambat oleh
pengaruh suhu yang rendah maka proses autolisis ini akan dihambat demikian
juga pada suhu tinggi enzim-enzim yang terdapat pada sel akan mengalami
kerusakan sehingga proses ini akan terhambat.
Setelah seseorang meninggal, maka semua sistem pertahanan tubuh
akan hilang, bakteri yang secara normal dihambat oleh jaringan tubuh akan
segera masuk ke jaringan tubuh melalui pembuluh darah, dimana darah
merupakan media yang terbaik bagi bakteri untuk berkembang biak. Bakteri ini

menyebabkan hemolisa, pencairan bekuan darah yang terjadi sebelum dan


sesudah mati, pencairan trombus atau emboli, perusakan jaringan-jaringan dan
pembentukan gas pembusukan. Bakteri yang sering menyebabkan destruktif
ini sebagian besar berasal dari usus dan yang paling utama adalah Cl. welchii.
Bakteri ini berkembang biak dengan cepat sekali menuju ke jaringan ikat
dinding perut yang menyebabkan perubahan warna. Perubahan warna ini
terjadi oleh karena reaksi antara H2S (gas pembusukan yang terjadi dalam
usus besar) dengan Hb menjadi Sulf-Meth-Hb. Tanda pertama pembusukan
baru dapat dilihat kira-kira 24 jam - 48 jam pasca mati berupa warna kehijauan
pada dinding abdomen bagian bawah, lebih sering pada fosa iliaka kanan
dimana

isinya lebih cair, mengandung lebih banyak bakteri dan letaknya

yang lebih superfisial. Perubahan warna ini secara bertahap akan meluas
keseluruh dinding abdomen sampai ke dada dan bau busukpun mulai tercium.
Perubahan warna ini juga dapat dilihat pada permukaan organ dalam seperti
hepar, dimana hepar merupakan organ yang langsung kontak dengan kolon
transversum. Pada saat Cl.welchii mulai tumbuh pada satu organ parenchim,
maka sitoplasma dari organ sel itu akan mengalami disintegrasi dan
nukleusnya akan dirusak sehingga sel menjadi lisis atau rhexis. Kemudian selsel menjadi lepas sehingga jaringan kehilangan strukturnya.
Bakteri ini kemudian masuk kedalam pembuluh darah dan berkembang
biak didalamnya yang menyebabkan hemolisa yang kemudian mewarnai
dinding pembuluh darah dan jaringan sekitarnya. Bakteri ini memproduksi gasgas pembusukan yang mengisi pembuluh darah yang menyebabkan pelebaran
pembuluh darah superfisial tanpa merusak dinding pembuluh darahnya
sehingga pembuluh darah beserta cabang-cabangnya tampak lebih jelas
seperti pohon gundul (arborescent pattern atau arborescent mark) yang sering
disebut marbling. Bakteri pembusukan ini banyak terdapat dalam intestinal dan
paru, maka gambaran marbling ini jelas terlihat pada bahu,dada bagian atas,
abdomen bagian bawah dan paha.
Secara mikroskopis bakteri dapat dilihat menggumpal pada ronggarongga jaringan dimana bakteri tersebut banyak memproduksi gelembung gas.
Ukuran gelembung gas yang tadinya kecil dapat cepat membesar menyerupai
honey combed appearance. Lesi ini dapat dilihat pertama kali pada hati .
Kemudian permukaan lapisan atas epidermis dapat dengan mudah dilepaskan
dengan jaringan yang ada dibawahnya dan ini disebut skin slippage. Skin
slippage ini menyebabkan identifikasi melalui sidik jari sulit dilakukan.
Pembentukan gas yang terjadi antara epidermis dan dermis mengakibatkan
timbulnya bula-bula yang bening, fragil, yang dapat berisi cairan coklat
kemerahan yang berbau busuk. Cairan ini kadang-kadang tidak mengisi secara
penuh di dalam bula. Bula dapat menjadi sedemikian besarnya menyerupai

pendulum yang berukuran 5 7,5 cm dan bila pecah meninggalkan daerah


yang berminyak, berkilat dan berwarna kemerahan, ini disebabkan oleh karena
pecahnya sel-sel lemak subkutan sehingga cairan lemak keluar ke lapisan
dermis oleh karena tekanan gas pembusukan dari dalam. Selain itu epitel kulit,
kuku, rambut kepala, aksila dan pubis mudah dicabut dan dilepaskan oleh
karena adanya desintegrasi pada akar rambut.
Selama

terjadi

pembentukan

gas-gas

pembusukan,

gelembung-

gelembung udara mengisi hampir seluruh jaringan subkutan. Gas yang


terdapat di dalam jaringan dinding tubuh akan menyebabkan terabanya
krepitasi udara. Gas ini menyebabkan pembengkakan tubuh yang menyeluruh,
dan tubuh berada dalam sikap pugilistic attitude.
Scrotum dan penis dapat membesar dan membengkak, leher dan muka
dapat menggembung, bibir menonjol seperti frog-like-fashion, Kedua bola
mata keluar, lidah terjulur diantara dua gigi, ini menyebabkan mayat sulit
dikenali kembali oleh keluarganya. Pembengkakan yang terjadi pada seluruh
tubuh mengakibatkan berat badan mayat yang tadinya 57 - 63 kg sebelum
mati menjadi 95 - 114 kg sesudah mati.
Tekanan yang meningkat didalam rongga dada oleh karena gas
pembusukan

yang

terjadi

didalam

cavum

abdominal

menyebabkan

pengeluaran udara dan cairan pembusukan yang berasal dari trakea dan
bronkus terdorong keluar, bersama-sama dengan cairan darah yang keluar
melalui mulut dan hidung. Cairan pembusukan dapat ditemukan di dalam
rongga dada, ini harus dibedakan dengan hematotorak dan biasanya cairan
pembusukan ini tidak lebih dari 200 cc.
Pengeluaran urine dan feses dapat terjadi oleh karena tekanan intra
abdominal yang meningkat. Pada wanita uterus dapat menjadi prolaps dan
fetus dapat lahir dari uterus yang pregnan. Pada anak-anak adanya gas
pembusukan dalam tengkorak dan otak menyebabkan sutura-sutura kepala
menjadi mudah terlepas.
Organ-organ dalam mempunyai kecepatan pembusukan yang berbedabeda. Jaringan intestinal,medula adrenal dan pancreas akan mengalami
autolisis dalam beberapa jam setelah kematian. Organ-organ dalam lain seperti
hati, ginjal dan limpa merupakan organ yang cepat mengalami pembusukan.
Perubahan warna pada dinding lambung terutama di fundus dapat dilihat
dalam 24 jam pertama setelah kematian. Difusi cairan dari kandung empedu
kejaringan sekitarnya menyebabkan perubahan warna pada jaringan sekitarnya
menjadi coklat kehijauan. Pada hati dapat dilihat gambaran honey combs
appearance, limpa menjadi sangat lunak dan mudah robek, dan otak menjadi
lunak.

Pembusukan lanjut dari organ dalam ini adalah pembentukan granulagranula milliary atau milliary plaques yang berukuran kecil dengan diameter
1-3 mm yang terdapat pada permukaan serosa yang terletak pada endotelial
dari tubuh seperti pleura, peritoneum, pericardium dan endocardium.
Golongan organ berdasarkan kecepatan pembusukannya, yaitu:
1. Early : Organ dalam yang cepat membusuk antara lain jaringan intestinal,
medula adrenal, pankreas, otak, lien, usus, uterus gravid, uterus post
partum, dan darah
2. Moderate : Organ dalam yang lambat membusuk antara lain paru-paru,
jantung, ginjal, diafragma, lambung, otot polos dan otot lurik.
3. Late : Uterus non gravid dan prostat merupakan organ yang lebih tahan
terhadap pembusukan karena memiliki struktur yang berbeda dengan
jaringan yang lain yaitu jaringan fibrousa.
Pada orang yang mengalami obesitas, lemak-lemak tubuh terutama
perirenal, omentum dan mesenterium dapat mencair menjadi cairan kuning
yang transluscent yang mengisi rongga badan diantara organ yang dapat
menyebabkan autopsi lebih sulit dilakukan.
Disamping bakteri pembusukan insekta juga memegang peranan
penting dalam proses pembusukan sesudah mati. Beberapa jam setelah
kematian lalat akan hinggap di badan dan meletakkan telur-telurnya pada
lubang-lubang mata, hidung, mulut dan telinga. Biasanya jarang pada daerah
genitoanal. Bila ada luka ditubuh mayat lalat lebih sering meletakkan telurtelurnya pada luka tersebut, sehingga bila ada telur atau larva lalat didaerah
genitoanal ini maka dapat dicurigai adanya kekerasan seksual sebelum
kematian. Telur-telur lalat ini akan berubah menjadi larva dalam waktu 24 jam.
Larva

ini

mengeluarkan

enzim

proteolitik

yang

dapat

mempercepat

penghancuran jaringan pada tubuh. Larva lalat dapat kita temukan pada mayat
kira-kira 36-48 jam pasca kematian. Berguna untuk memperkirakan saat
kematian dan penyebab kematian karena keracunan. Saat kematian dapat kita
perkirakan dengan cara mengukur panjang larva lalat. Penyebab kematian
karena racun dapat kita ketahui dengan cara mengidentifikasi racun dalam
larva lalat.
Insekta tidak hanya penting dalam proses pembusukan tetapi meraka
juga memberi informasi penting yang berhubungan dengan kematian. Insekta
dapat dipergunakan untuk memperkirakan saat kematian, memberi petunjuk
bahwa tubuh mayat telah dipindahkan dari satu lokasi ke lokasi lainnya,
memberi tanda pada badan bagian mana yang mengalami trauma, dan dapat
dipergunakan dalam pemeriksaan toksikologi bila
standart juga sudah mengalami pembusukan.

jaringan untuk specimen

Aktifitas pembusukan sangat optimal pada temperatur berkisar antara


70-100F (21,1-37,8C) aktifitas ini dihambat bila suhu berada dibawah
50F(10C) atau pada suhu diatas 100F (lebih dari 37,8C). Bila mayat
diletakkan pada suhu hangat dan lembab maka proses pembusukan akan
berlangsung lebih cepat. Sebaliknya bila mayat diletakkan pada suhu dingin
maka proses pembusukan akan berlangsung lebih lambat. Pada mayat yang
gemuk proses pembusukan berlangsung lebih cepat dari pada mayat yang
kurus. Pembusukan berlangsung lebih cepat karena kelebihan lemak akan
menghambat hilangnya panas tubuh dan pada mayat yang gemuk memiliki
darah

yang

lebih

banyak,

yang

merupakan

media

yang

baik

untuk

perkembangbiakkan organisme pembusukan.


Pada bayi yang baru lahir hilangnya panas tubuh yang cepat
menghambat pertumbuhan bakteri disamping pada tubuh bayi yang baru lahir
memang terdapat sedikit bakteri sehingga proses pembusukan berlangsung
lebih lambat. Proses pembusukan juga dapat dipercepat dengan adanya
septikemia yang terjadi sebelum kematian seperti peritonitis fekalis, aborsi
septik, dan infeksi paru. Disini gas pembusukan dapat terjadi walaupun kulit
masih terasa hangat.
Secara garis besar terdapat 17 tanda pembusukan pada jenazah, yaitu :
1. Wajah membengkak.
2. Bibir membengkak.
3. Mata menonjol.
4. Lidah terjulur.
5. Lubang hidung keluar darah.
6. Lubang mulut keluar darah.
7. Lubang lainnya keluar isinya seperti feses (usus), isi lambung, dan partus
(gravid).
8. Badan gembung.
9. Bulla atau kulit ari terkelupas.
10. Aborescent pattern / morbling yaitu vena superfisialis kulit berwarna
kehijauan.
11. Pembuluh darah bawah kulit melebar.
12. Dinding perut pecah.
13. Skrotum atau vulva membengkak.
14. Kuku terlepas.
15. Rambut terlepas.
16. Organ dalam membusuk.
17. Larva lalat.
Pembusukan dipengaruhi oleh beberapa faktor interinsik diatas, selain itu juga
dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik antara lain kelembaban udara dan medium di

mana mayat berada. Semakin lembab udara di sekeliling mayat maka


pembusukan lebih cepat berlangsung, sedangkan pembusukan pada medium
udara lebih cepat dibandingkan medium air dan pembusukan pada medium air
lebih cepat dibandingkan pada medium tanah.
Pada

keadaan

tertentu

tanda-tanda

pembusukan

tersebut

tidak

dijumpai, namun yang ditemui adalah modifikasi pembusukan. Jenis-jenis


modifikasi pembusukan antara lain.
a. Mumifikasi
Mumifikasi dapat terjadi karena proses dehidrasi jaringan yang cukup
cepat sehingga terjadi pengeringan jaringan yang selanjutnya dapat
menghentikan

pembusukan.

Proses

mumufikasi

terjadi

bila

keadaan

disekitar mayat kering, kelembaban rendah, suhunya tinggi dan tidak ada
kontaminasi dengan bakteri. Terjadinya beberapa bulan sesudah mati
dengan tanda-tanda sebagai berikut mayat menjadi kecil, kering, mengkerut
atau melisut, warna coklat kehitaman, kulit melekat erat dengan tulang di
bawahnya, tidak berbau, dan keadaan anatominya masih utuh.
b. Saponifikasi
Saponifikasi dapat terjadi pada mayat yang berada di dalamsuasana
hangat, lembab atau basah. Terjadi karena proses hidrolisis dari lemak
menjadi asam lemak. Selanjutnya asam lemak yang tak jenuh akan
mengalami dehidrogenisasi menjadi asam lemak jenuh dan kemudian
bereaksi dengan alkali menjadi sabun yang tak larut. Terbentuk pertama kali
pada lemak superfisial bentuk bercak, di pipi, di payudara, bokong bagian
tubuh atau ekstremitas. Terjadinya saponikasi memerlukan waktu beberapa
bulan dan dapat terjadi pada setiap jaringan tubuh yang berlemak dengan
tanda-tanda berwarna keputihan dan berbau tengik seperti minyak kelapa.
4. Penurunan suhu tubuh mayat/algor mortis
Pada saat sel masih hidup ia akan selalu menghasilkan kalor dan energi.
Kalor dan energi ini terbentuk melalui proses pembakaran sumber energi seperti
glukosa, lemak, dan protein. Sumber energi utama yang digunakan adalah
glukosa. Satu molekul glukosa dapat menghasilkan energi sebanyak 36 ATP yang
nantinya digunakan sebagai sumber energi dalam berbagai hal seperti transport
ion, kontraksi otot dan lain-lain. Energi sebanyak 36 ATP hanya menyusun sekitar
38% dari total energi yang dihasilkan dari satu molekul glukosa (gambar II.1).
Sisanya sebesar 62% energi yang dihasilkan inilah yang dilepaskan sebagai kalor
atau panas.

Gambar II.1. Metabolisme Glukosa


Sesudah mati, metabolisme yang menghasilkan panas akan terhenti
sehingga suhu tubuh akan turun menuju suhu udara atau medium di sekitarnya.
Penurunan ini disebabkan oleh adanya proses radiasi, konduksi, dan pancaran
panas. Proses penurunan suhu pada mayat ini biasa disebut algor mortis. Algor
mortis merupakan salah satu perubahan yang dapat kita temukan pada mayat
yang sudah berada pada fase lanjut post mortem.
Pada beberapa jam pertama, penurunan suhu terjadi sangat lambat
dengan bentuk sigmoid. Hal ini disebabkan ada 2 faktor, yaitu :
1.

Masih adanya sisa metabolisme dalam tubuh mayat, yakni karena masih
adanya proses glikogenolisis dari cadangan glikogen yang disimpan di otot
dan hepar (gambar II.2).

2.

Perbedaan koefisien hantar sehingga butuh waktu mencapai tangga suhu.

Gambar II.3. Glikogenolisis


Pada jam-jam pertama penurunannya sangat lambat tetapi sesudah itu
penurunan menjadi lebih cepat dan pada akhirnya menjadi lebih lambat kembali.
Jika dirata-rata maka penurunan suhu tersebut antara 0,9 sampai 1 derajat
celcius atau sekitar 1,5 derajat Fahrenheit setiap jam, dengan catatan penurunan
suhu dimulai dari 37 derajat Celcius atau 98,4 derajat Fahrenheit sehingga
dengan dapat dirumuskan cara untuk memperkirakan berapa jam mayat telah
mati dengan rumus (98,4oF - suhu rectal oF) : 1,5oF. Pengukuran dilakukan per
rectal dengan menggunakan thermometer kimia (long chemical thermometer).
Terdapat dua hal yang mempengaruhi cepatnya penurunan suhu mayat
ini yakni:
1. Faktor internal
a. Suhu tubuh saat mati
Sebab kematian, misalnya perdarahan otak dan septikemia, mati dengan
suhu tubuh tinggi. Suhu tubuh yang tinggi pada saat mati ini akan
mengakibatkan penurunan suhu tubuh menjadi lebih cepat. Sedangkan,
pada hypothermia tingkat penurunannya menjadi sebaliknya.
b. Keadaan tubuh mayat

Konstitusi tubuh pada anak dan orang tua makin mempercepat penurunan
suhu

tubuh

mayat.

Pada

mayat

yang

tubuhnya

kurus,

tingkat

penurunannya menjadi lebih cepat.


2. Faktor Eksternal
a. Suhu medium
Semakin besar selisih suhu antara medium dengan mayat maka semakin
cepat terjadinya penurunan suhu. Hal ini dikarenakan kalor yang ada di
tubuh mayat dilepaskan lebih cepat ke medium yang lebih dingin.
b. Keadaan udara di sekitarnya
Pada udara yang lembab, tingkat penurunan suhu menjadi lebih besar. Hal
ini disebabkan karena udara yang lembab merupakan konduktor yang
baik. Selain itu, Aliran udara juga makin mempercepat penurunan suhu
tubuh mayat
c. Jenis medium
Pada medium air, tingkat penurunan suhu menjadi lebih cepat sebab air
merupakan konduktor panas yang baik sehingga mampu menyerap
banyak panas dari tubuh mayat.
d. Pakaian mayat
Semakin tipis pakaian yang dipakai maka penurunan suhu mayat semakin
cepat. Hal ini dikarenakan kontak antara tubuh mayat dengan suhu
medium atau lingkungan lebih mudah.
ENTOMOLOGI FORENSIK
Entomologi forensik merupakan salah satu cabang dari sains forensik yang
memberikan informasi mengenai serangga yang digunakan untuk menarik kesimpulan
ketika melakukan investigasi yang berhubungan dengan kasus-kasus hukum yang
berkaitan dengan dengan manusia atau satwa (Gaensslen, 2009; Gennard, 2007).
Dalam kasus entomologi forensik, Gomes et al. (2006) menyatakan bahwa lalat
merupakan invertebrata primer yang mendekomposisi komponen organik pada hewan
termasuk juga mayat manusia. Pada saat lalat mengambil materi organik yang ada di
dalam tubuh mayat, maka lalat tersebut akan memindahkan telur yang akan
berkembang menjadi larva dan pupa (Sukontason et al., 2007). Adanya berbagai
perubahan dari berbagai jenis lalat dan serangga lain akan menimbulkan suatu
komunitas dalam mayat yang secara ekologi dan evolusi akan terjadi proses kompetisi,
predasi, seleksi, penyebaran dan kepunahan lokal dalam tubuh mayat tersebut
(Hangeveld, 1989).
Amendt et al. (2004a) menyebutkan bahwa ada empat kategori secara ekologi untuk
mengidentifikasi suatu komunitas pada bangkai/mayat, antara lain:
1. Adanya spesies necrophagous yang memakan bangkai/mayat.

2. Adanya predator dan parasit pada terhadap spesies necrophagous yang memakan
serangga atau golongan Arthropoda yang lain. Terkadang juga ditemukan spesies
Schizophagous, yakni spesies yang hadir untuk memakan pada saat pertama kali,
namun akan menjadi predator pada tahap larva.
3. Adanya spesies omnivora seperti semut, lebah, dan beberapa jenis kumbang yang
memakan baik pada bangkai maupun pada koloni serangga yang ada.
4. Adanya spesies lain seperti laba-laba yang menggunakan bangkai/mayat untuk
tempat tinggalnya.
Tahapan Dekomposisi
Peristiwa dekomposisi melibatkan berbagai aspek selain faktor biotik, yakni faktor abiotik
yang meliputi parameter fisik seperti temperatur, kelembaban, dan lain-lain. Menurut
Gennard (2007) dan Goff (2003), tahapan dekomposisi terdiri dari lima tahap antara lain:
Tahap1: fresh stage, tahapan dimulai pada saat kematian dan ditandai adanya tanda
penggelembungan pada tubuh. Serangga yang pertama kali datang adalah lalat dari
famili Calliphoridae dan Sarcophagidae. Lalat betina akan meletakkan telurnya di daerah
yang terbuka seperti daerah kepala (mata, hidung, mulut, dan telinga).
Tahap 2: bloated stage, merupakan tahapan pembusukan yang sedang dimulai. Gas
yang

dihasilkan

oleh

aktivitas

metabolisme

bakteri

anaerob

menyebabkan

penggelembungan pada pada perut mayat. Selanjutnya suhu internal naik selama
tahapan ini sebagai akibat dari aktivitas bakteri pembusuk dan aktivitas metabolime dari
larva lalat. Lalat dari famili Calliphoridae sangat tertarik pada mayat selama tahapan ini.
Kemudian selama mengembang akibat adanya gas, cairan dalam tubuh terdorong keluar
dari lubang-lubang tubuh dan meresap ke dalam tanah. Cairan tersebut tersusun oleh
senyawa seperti amonia yang dihasilkan oleh aktivitas metabolisme dari larva lalat
sehingga akan menyebabkan tanah di bawah mayat itu untuk menjadi alkali (basa) dan
fauna tanah menjadi tertarik untuk menuju ke mayat.
Tahap 3: decay stage, tahapan ini ditandai adanya kerusakan kulit dan mengakibatkan
gas keluar dari tubuh. Larva lalat membentuk gerombolan yang besar pada mayat.
Meskipun beberapa serangga predator, seperti kumbang, tawon, dan semut, pada tahap
bloated stage, serangga necrophagous dan predator dapat diamati dalam jumlah besar
menjelang tahapan ini berakhir. Pada akhir tahap ini, lalat dari famili Calliphoridae dan
Sarcophagidae telah menyelesaikan perkembangan siklusnya dan meninggalkan mayat
untuk menjadi pupa. Pada akhir tahap ini, larva lalat akan menghilang dari jaringan
tubuh pada mayat.

Tahap 4: postdecay stage, pada tahap ini sisa-sisa tubuh seperti kulit, kartilago dan usus
sudah mengalami pembusukan. Selanjutnya sisa jaringan tubuh yang masih ada akan
mengering. Indikator pada tahap ini adalah hadirnya kumbang dan berkurangnya
dominansi lalat di dalam tubuh mayat.
Tahap 5: skeletal stage, pada tahap ini hanya tersisa tulang belulang dan rambut.
Tahapan ini tidak jelas serangga apa saja yang hadir. Pada kasus tertentu, kumbang dari
famili Nitidulidae terkadang ditemukan. Tubuh mayat sudah mengalami akhir dari
dekomposisi.
Estimasi Waktu Kematian
Ahli entomologi forensik sering memeriksa bukti serangga pada mayat manusia dan
menetukan berapa lama serangga tersebut berada di mayat. Periode waktu tersebut di
interpretasikan dalam postmortem interval (PMI) atau waktu sejak kematian. Analsis PMI
terbagi menjadi dua, yakni precolonization interval (pre-CI) dan postcolonization interval
(post-CI). Adapun penjelasan masing-masing interval tertera pada Gambar 4 (Tomberlin
et al., 2011).

Gambar 4. Fase entomologikal pada proses dekomposisi vertebrata (Tomberlin et al.,


2011).
Pada Gambar 4 tersebut menggambarkan periode kolonisasi dan aktivitas serangga pada
mayat. Adapun perubahan-perubahan pada mayat manusia setelah mengalami kematian
disajikan pada Tabel 1. Pola-pola peruabahan pada Tabel 1 dapat digunakan untuk
mengetahui estimasi waktu kematian pada manusia. Selain itu, untuk waktu kematian
berdasarkan perkembangan serangga disajikan pada Gambar 5. Contoh pada Gambar 5

tersebut adalah menentukan waktu kematian berdasarkan siklus hidup serangga


Protophormia terraenovae.
Tabel 1. Perubahan postmortem pada tubuh manusia (pada suhu 21C dan kelembaban
30%) (Amendt et al., 2004a).

Gambar 5. Kurva pertumbuhan Protophormia terraenovae mulai dari larva, pupa, dan
dewasa (adult) pada suhu 15, 20, 25, 30 and 35C (Amendt et al., 2004a).
Untuk mengukur waktu kematian dapat digunakan suhu yang dibutuhkan oleh serangga
untuk hidup. Serangga merupakan hewan poikilotermik atau hewan yang suhu tubuh dan
aktivitas metabolismenya dipengaruhi oleh lingkungan. Serangga menggunakan energi
panas (thermal unit) untuk pertumbuhan dan perkembangnya. Sehingga kebutuhan
energi selama masa hidupnya dapat dikalkulasi. Thermal unit disebut juga hari derajat
(degree days D ) yang mana nilai D dapat ditambahkan bersamaan yang akan

menghasilkan nilai accumulated degree days (ADD). Jika periode thermal unit pendek
maka bisa digunakan accumulated degree hours (ADH). Dari peristiwa tersebut, maka
waktu kematian dpat dihitung dengan menggunakan rumus:
ADH= Waktu(hours) (temperatur - temperatur basal)
ADD= Waktu(days) (temperatur - temperatur basal)
Waktu yang digunakan adalah waktu tahapan perkembangan serangga yang dapat
diketahui dari literatur yang sudah ada. Sementara temperatur yang digunakan adalah
temperatur lingkungan yang bisa diperoleh melalui stasium badan meteorologi.
Sementara temperatur basal adalah temperatur fisiologi terendah yang setiap serangga
memiliki nilai temperatur yang berbeda-beda (Tabel 2).

Sebagai

contoh

ditemukan larva instar III dari spesies Calliphora vicina yang periode waktunya selama 68
jam. Kemudian suhu lingkungan adalah 26,7C dan tempertur basalnya adalah 2C.
Sehingga akan diperoleh nilai:
ADH = 68 (26,7 2) = 1679,6

ADD = 1679,6/24 = 7

Dari perhitungan tersebut dapat diperkirakan waktu kematiannya adalah 7 hari


(Gennard, 2007).
II. MEMPELAJARI TENTANG VISUM ET REPERTUM (VER)
Visum et repertum disingkat VeR adalah keterangan tertulis yang dibuat oleh
dokter atas permintaan penyidik yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan medik
terhadap manusia, baik hidup atau mati ataupun bagian atau diduga bagian tubuh
manusia, berdasarkan keilmuannya dan di bawah sumpah, untuk kepentingan peradilan.
Visum et repertum adalah laporan tertulis (termasuk kesimpulan mengenai sebabsebab perlukaan/kematian) yang dibuat oleh dokter berdasarkan sumpah jabatan,
mengenai apa yang dilihat/diperiksa berdasarkan keilmuannya, atas permintaan tertulis
dari pihak berwajib untuk kepentingan peradilan.
Dasar hukum Visum et Repertum adalah sebagai berikut:
Pasal 133 KUHAP menyebutkan:
1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik
luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan

tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli


kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan
luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.
3) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah
sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap
mayat tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan
diberi cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan
mayat.
Yang berwenang meminta keterangan ahli adalah penyidik dan penyidik pembantu
sebagaimana bunyi pasal 7(1) butir h dan pasal 11 KUHAP :
Penyidik yang dimaksud di sini adalah penyidik sesuai dengan pasal 6(1) butir a,
yaitu penyidik yang pejabat Polisi Negara RI. Penyidik ini adalah penyidik tunggal bagi
pidana umum, termasuk pidana yang berkaitan dengan kesehatan dan jiwa manusia.
Oleh karena visum et repertum adalah keterangan ahli mengenai pidana yang berkaitan
dengan kesehatan jiwa manusia, maka penyidik pegawai negeri sipil tidak berwenang
meminta visum et repertum, karena mereka hanya mempunyai wewenang sesuai
dengan undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing (Pasal 7(2)
KUHAP).
Pasal 179 KUHAP
(1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau
dokter ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan
(2) Semua ketentuan tersebut diatas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang
memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan
sumpah atau janji akan memberikan keterangan yang sebaiknya dan yang
sebenarnya menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya
Sanksi hukum bila siapa saja yang menolak permintaan penyidik, dapat dikenakan
sanksi pidana :
Pasal 216 KUHP :
Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang
dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu,
atau oleh pejabat berdasar- kan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk
mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barangsiapa dengan sengaja
mencegah, menghalang-halangi atau mengga-galkan tindakan guna menjalankan
ketentuan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu
atau denda paling banyak sembilan ribu rupiah.
Pasal 222 KUHP
Barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan
pemeriksaan mayat untuk pengadilan, diancam dengan pidana penjara paling lama
sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah
Pasal 224 KUHP :

Barangsiapa dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa menurut undang-undang
dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban berdasarkan undang-undang yang harus
dipenuhinya, diancam : dalam perkara pidana, dengan penjara paling lama sembilan
bulan.
Visum et repertum adalah salah satu alat bukti yang sah sebagaimana tertulis dalam
pasal 184 KUHP:
Alat bukti yang sah adalah :
(a) Keterangan saksi, (b) Keterangan ahli, ( c ) Surat, (d) Petunjuk, (e) Keterangan
terdakwa
Visum et repertum turut berperan dalam proses pembuktian suatu perkara pidana
terhadap kesehatan dan jiwa manusia, dimana VeR menguraikan segala sesuatu tentang
hasil pemeriksaan medik yang tertuang di dalam bagian pemberitaan, yang karenanya
dapat dianggap sebagai pengganti barang bukti. Visum et repertum juga memuat
keterangan atau pendapat dokter mengenai hasil pemeriksaan medik tersebut yang
tertuang di dalam bagian kesimpulan. Dengan demikian visum et repertum secara utuh
telah menjembatani ilmu kedokteran dengan ilmu hukum sehingga dengan membaca
visum et repertum, dapat diketahui dengan jelas apa yang telah terjadi pada seseorang,
dan para praktisi hukum dapat menerapkan norma-norma hukum pada perkara pidana
yang menyangkut tubuh dan jiwa manusia. Apabila visum et repertum belum dapat
menjernihkan duduk persoalan di sidang pengadilan, maka hakim dapat meminta
keterangan ahli atau diajukannya bahan baru, seperti yang tercantum dalam KUHAP,
yang memungkinkan dilakukannya pemeriksaan atau penelitian ulang atas barang bukti,
apabila timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasehat hukumnya
terhadap suatu hasil pemeriksaan. Hal ini sesuai dengan pasal 180 KUHAP.
Bagi penyidik (Polisi/Polisi Militer) visum et repertum berguna untuk
mengungkapkan perkara. Bagi Penuntut Umum (Jaksa) keterangan itu berguna untuk
menentukan pasal yang akan didakwakan, sedangkan bagi Hakim sebagai alat bukti
formal untuk menjatuhkan pidana atau membebaskan seseorang dari tuntutan hukum.
Untuk itu perlu dibuat suatu Standar Prosedur Operasional Prosedur (SPO) pada suatu
Rumah Sakit tentang tata laksana pengadaan visum et repertum.
Macam-macam visum et repertum:
o

o
o
o
o
o
o

Visum et Repertum korban hidup :


Visum et repertum.
Visum et Repertum sementara.
Visum et Repertum lanjutan.
Visum et Repertum mayat
Harus dibuat berdasarkan hasil autopsi lengkap
Visum
Visum
Visum
Visum
Visum

et
et
et
et
et

Repertum
Repertum
Repertum
Repertum
Repertum

pemeriksaan TKP.
penggalian mayat.
mengenai umur.
Psikiatrik.
mengenai BB

Setiap visum et repertum harus dibuat memenuhi ketentuan umum sebagai berikut:
o

Diketik di atas kertas berkepala surat instansi pemeriksa

o
o
o
o
o
o
o
o
o

Bernomor dan bertanggal


Mencantumkan kata Pro Justitia di bagian atas kiri (kiri atau tengah)
Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar
Tidak menggunakan singkatan, terutama pada waktu mendeskripsikan temuan
pemeriksaan
Tidak menggunakan istilah asing
Ditandatangani dan diberi nama jelas
Berstempel instansi pemeriksa tersebut
Diperlakukan sebagai surat yang harus dirahasiakan
Hanya diberikan kepada penyidik peminta visum et repertum. Apabila ada lebih
dari satu instansi peminta, misalnya penyidik POLRI dan penyidik POM, dan
keduanya berwenang untuk itu, maka kedua instansi tersebut dapat diberi visum
et repertum masing-masing asli
Salinannya diarsipkan dengan mengikuti ketentuan arsip pada umumnya, dan
disimpan sebaiknya hingga 20 tahun

Bagian-bagian visum et repertum:


1. PRO JUSTISIA.
Kata ini dicantumkan disudut kiri atas, dan dengan demikian visum et repertum
tidak perlu bermaterai, sesuai dengan pasal 136 KUHAP.
2. PENDAHULUAN.
Bagian ini memuat antara lain :
Identitas pemohon visum et repertum.
Identitas dokter yang memeriksa /membuat visum et repertum.
Tempat dilakukannya pemeriksaan (misalnya rumah sakit X Surabaya).
Tanggal dan jam dilakukannya
Identitas korban.
Keterangan dari penyidik mengenai cara kematian, luka, dimana korban
dirawat, waktu korban meninggal.
o Keteranganmengenai orang yang menyerahkan / mengantar korban pada
dokter dan waktu saat korban diterima dirumah sakit.
3. PEMBERITAAN.
o Identitas korban menurut pemeriksaan dokter, (umur, jenis kel,TB/BB),
serta keadaan umum.
o Hasil pemeriksaan berupa kelainan yang ditemukan pada korban.
o Tindakan-tindakan / operasi yang telah dilakukan.
o Hasil pemeriksaan tambahan
o Syarat-syarat :
- Memakai bahasa Indonesia yg mudah dimengerti orang awam.
- Angka harus ditulis dengan huruf, (4cm ditulis empat sentimeter).
- Tidak dibenarkan menulis diagnosa luka, (luka bacok, luka tembak
dll).
- Luka harus dilukiskan dengan kata-kata
- Memuat hasil pemeriksaan yang objektif (sesuai apa yang dilihat
dan ditemukan).
4. KESIMPULAN.
o
o
o
o
o
o

o
o
o

Bagian ini berupa pendapat pribadi dari dokter yang memeriksa, mengenai
hasil pemeriksaan sesuai dgn pengetahuan yang sebaik-baiknya.
Seseorang melakukan pengamatan dengan kelima panca indera
(pengelihatan, pendengaran, perasa, penciuman dan perabaan).
Sifatnya subjektif.

5. PENUTUP.
Memuat kata Demikianlah visum et repertum ini
mengingat sumpah pada waktu menerima jabatan.
Diakhiri dengan tanda tangan, nama lengkap/NIP dokter.

o
o

dibuat

dengan

Maksud dan Tujuan Pembuatan VER


Maksud pembuatan VeR adalah sebagai salah satu barang bukti (corpus delicti) yang sah
di pengadilan karena barang buktinya sendiri telah berubah pada saat persidangan
berlangsung. Jadi VeR merupakan barang bukti yang sah karena termasuk surat sah
sesuai dengan KUHP pasal 184.
Ada 5 barang bukti yang sah menurut KUHP pasal 184, yaitu:
1. Keterangan saksi
2. Keterangan ahli
3. Keterangan terdakwa
4. Surat-surat
5. Petunjuk
Ada 3 tujuan pembuatan VeR, yaitu:
1. Memberikan kenyataan (barang bukti) pada hakim
2. Menyimpulkan berdasarkan hubungan sebab akibat
3. Memungkinkan hakim memanggil dokter ahli lainnya untuk membuat kesimpulan
VeR yang lebih baru
Aspek Medikolegal VeR
Visum et repertum adalah salah satu alat bukti yang sah sebagaimana tertulis
dalam pasal 184 KUHP. Visum et repertum
suatu perkara pidana

terhadap

turut berperan dalam proses pembuktian

kesehatan

dan

jiwa

manusia,

dimana

VeR

menguraikan segala sesuatu tentang hasil pemeriksaan medik yang tertuang di dalam
bagian pemberitaan, yang karenanya dapat dianggap sebagai pengganti barang bukti.
Visum
mengenai

et

repertum

juga

memuat

hasil pemeriksaan medik

tersebut

keterangan
yang

atau

tertuang

pendapat
di

dalam

dokter
bagian

kesimpulan. Dengan demikian visum et repertum secara utuh telah menjembatani


ilmu kedokteran dengan ilmu hukum sehingga dengan membaca visum et repertum,
dapat diketahui dengan jelas apa yang telah terjadi pada seseorang, dan para praktisi
hukum dapat menerapkan norma-norma hukum pada perkara pidana yang menyangkut
tubuh dan jiwa manusia.
Apabila visum et repertum belum dapat menjernihkan duduk persoalan di
sidang pengadilan, maka hakim dapat meminta keterangan ahli atau diajukannya bahan
baru, seperti yang

tercantum

dalam

KUHAP,

yang

memungkinkan

dilakukannya

pemeriksaan atau penelitian ulang atas barang bukti, apabila timbul keberatan yang

beralasan dari terdakwa atau penasehat hukumnya terhadap suatu hasil pemeriksaan.
Hal ini sesuai dengan pasal 180 KUHAP.
Bagi

penyidik

(Polisi/Polisi

Militer)

visum

et

repertum

berguna

untuk

mengungkapkan perkara. Bagi Penuntut Umum (Jaksa) keterangan itu berguna


untuk menentukan pasal yang akan didakwakan, sedangkan bagi Hakim sebagai alat
bukti formal untuk menjatuhkan pidana atau membebaskan seseorang dari tuntutan
hukum. Untuk itu perlu dibuat suatu Standar Prosedur Operasional Prosedur (SPO)
pada suatu Rumah Sakit tentang tata laksana pengadaan visum et repertum.

Penyidik dibenarkan mencabut SPVR (Instr. Kapolri No.Pol:INS/E/20/IX/75):


Bila ada keluarga korban/mayat keberatan jika diadakan visum et repertum bedah
mayat, maka adalah kewajiban dari petugas Polri cq. Pemeriksa untuk secara persuasif
memberikan penjelasan perlu dan pentingnya autopsi untuk kepentingan penyidik, kalau
perlu ditegakkannya pasal 222 KUHP.

Pada dasarnya penarikan/pencabutan kembali visum et repertum tidak dapat


dibenarkan. Bila terpaksa visum et repertum yang sudah diminta harus diadakan
pencabutan/penarikan kembali, maka hal tersebut hanya dapat diberikan oleh Komandan
Kesatuan paling rendah setingkat Komres dan untuk kota besar hanya oleh Dantabes.
Pada kesimpulan visum et repertum untuk orang/korban hidup, yaitu pada visum
et repertum lanjutan, harus dilengkapi dengan kualifikasi luka. Kualifikasi luka akan
memudahkan hakim untuk menjatuhkan pidana.
Kualifikasi luka (KUHP) terdiri dari :
o
o
o
o

Derajat 1 Luka yang tergolong luka yang tidak menimbulkan penyakit atau
halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian
penganiayaan ringan (Psl.352)
Derajat 2 Luka yg tergolong luka yg menimbulkan penyakit atau halangan utk
menjalankan pekerjaan atau pencaharian penganiayaan (Psl.351 [1]).
Derajat 3 Luka yang tergolong luka berat penganiayaan berat (Psl.351 [2]).
Luka yang menyebabkan mati Penganiayaan yang mati (ps. 351(3) KUHP),
pembunuhan (338 jo 340 KUHP)

Yang termasuk luka berat menurut pasal 90 KUHP:


o
o
o
o
o
o
o

Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama
sekali atau yang menimbulkan bahaya maut.
Tidak mampu secara terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau
pekerjaan pencaharian.
Kehilangan salah satu panca indera.
Mendapat cacat berat.
Menderita sakit lumpuh.
Terganggu daya pikirnya selama 4 minggu lebih.
Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.

Perbedaan VeR dengan Catatan Medis dan Surat Keterangan Medis Lain

Catatan medis adalah catatan tentang seluruh hasil pemeriksaan medis beserta
tindakan pengobatan/perawatannya yang merupakan milik pasien, meskipun dipegang
oleh dokter/institusi kesehatan. Catatan medis ini terikat pada rahasia pekerjaan dokter
yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No.10 tahun 1966 tentang rahasia kedokteran
dengan sanksi hukum seperti pasal 322 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Karena Visum et repertum dibuat berdasarkan undang-undang yaitu pasal 120,
179, dan 133 ayat 1 KUHAP, maka dokter tidak dapat dituntut karena membuka rahasia
pekerjaan sebagaimana diatur dalam pasal 322 KUHP, meskipun dokter membuatnya
tanpa seizin pasien
Visum et Repertum pada Kasus Perlukaan, Umumnya, korban dengan luka ringan
datang ke dokter setelah melapor ke penyidik, sehingga membawa surat permintaan
visum et repertum. Sedangkan korban dengan luka sedang/berat akan datang ke dokter
sebelum melapor ke penyidik, sehingga surat permintaan datang terlamba

Visum et Repertum Korban Kejahatan Susila, Umumnya korban kejahatan susila


yang dimintakan visum et repertumnya pada dokter adalah kasus dugaan adanya
persetubuhan yang diancam hukuman oleh KUHP (meliputi perzinahan, perkosaan,
persetubuhan dengan wanita yang tidak berdaya, persetubuhan dengan wanita yang
belum cukup umur, serta perbuatan cabul).
Visum et Repertum Jenazah, jenazah yang akan dimintakan visum et repertumnya
harus diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan,
diikatkan pada ibu jari kaki atau bagian tubuh lainnya Pada surat permintaan visum et
repertum harus jelas tertulis jenis pemeriksaan yang diminta, apakah pemeriksaan luar
(pemeriksaan jenazah) atau pemeriksaan dalam/autopsi (pemeriksaan bedah
jenazah).Pemeriksaan forensik terhadap jenazah meliputi :
1. Pemeriksaa luar jenazah yang berupa tindakan yang tidak merusak keutuhan
jaringan jenazah secara teliti dan sistematik.
2. Pemeriksaan bedah jenazah, pemeriksaan secara menyeluruh
membuka rongga tengkorak, leher, dada, perut, dan panggul.

dengan

Visum et Repertum Psikiatrik, Visum et repertum psikiatrik perlu dibuat oleh karena
adanya pasal 44 (1) KUHP yang berbunyi Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak
dapat dipertanggungjawabkan padanya disebabkan karena jiwanya cacat dalam
tumbuhnya atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana

III.

Infanticide
Definisi
Infanticide atau pembunuhan anak adalah pembunuhan yang dilakukan oleh
seorang ibu dengan atau tanpa bantuan orang lain terhadap bayinya pada saat
dilahirkan atau beberapa saat sesudah dilahirkan, oleh karena takut diketahui
orang lain bahwa ia telah melahirkan anak.
Undang-Undang Yang Berhubungan Dengan Infanticide

Pasal 341 KUHP


Seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak pada saat
anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa
anaknya, diancam karena membunuh anaknya sendiri, dengan pidana
penjara paling lama tujuh tahun.

Pasal 342 KUHP


Seorang ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut
akan ketahuan bahwa ia akan melahirkan anak, pada saat akan dilahirkan
atau tidak lama kemudian merampas nyawa anaknya, diancam karena
melakukan pembunuhan anak sendiri dengan rencana, dengan pidana
penjara paling lama sembilan tahun.

Pasal 343 KUHP

Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang, bagi orang
lain yang turut serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan
anak dengan rencana.
Dengan demikian, pada kasus pembunuhan anak terdapat tiga unsur yang
penting, yaitu:
1

Pelaku :

Pelaku haruslah ibu kandung korban.

Motif :

Motif atau alasan pembunuhan adalah karena takut ketahuan telah

melahirkan anak.
3

Waktu :

Pembunuhan dilakukan segera setelah anak dilahirkan atau tidak

beberapa lama

kemudian, yang dapat diketahui dari ada tidaknya tanda-

tanda perawatan.

Hal-Hal Yang Perlu Ditentukan


Dalam kasus infanticide, hal-hal yang harus ditentukan atau yang perlu dijelaskan
dokter dalam pemeriksaannya adalah:

Berapa umur bayi dalam kandungan, apakah sudah cukup bulan untuk
dilahirkan.

Apakah bayi lahir hidup atau sudah mati saat dilahirkan.

Bila bayi lahir hidup, berapa umur bayi sesudah lahir.

Apakah bayi sudah pernah dirawat.

Apakah penyebab kematian bayi.

Untuk menjawab kelima hal di atas, diperlukan pemeriksaan yang lengkap, yaitu
pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam (autopsi) pada tubuh bayi serta bila
perlu melakukan pemeriksaan tambahan seperti pemeriksaan mikroskopis pada
jaringan paru (patologi anatomi) dan pemeriksaan test apung paru.
a. Umur janin dalam kandungan
Untuk mengetahui apakah anak tersebut cukup bulan dalam kandungan
(matur) atau belum cukup bulan dalam kandungan (prematur), dapat
diketahui dari pemeriksaan sebagai berikut:
1) Pengukuran lingkar kepala, lingkar dada, panjang badan dan berat badan:
dimana yang mempunyai nilai tinggi adalah lingkar kepala dan tinggi atau
panjang badan. Panjang badan diukur dari tumit hingga vertex (puncak
kepala). Bayi dianggap cukup bulan jika:

Panjang badan di atas 45 cm.

Berat badan 2500 3500 gram.

Lingkar kepala lebih dari 34 cm.

Infanticide, bila umur janin 7 bulan dalam kandungan oleh karena pada
umur ini janin telah dapat hidup di luar kandungan secara alami tanpa
bantuan beralatan. Umur janin di bawah 7 bulan termasuk kasus abortus.
Untuk menentukan umur bayi dalam kandungan, ada rumus empiris yang
dikemukakan oleh De Haas, yaitu menentukan umur bayi dari panjang
badan bayi.

Untuk bayi (janin) yang berumur di bawah 5 bulan, umur sama dengan
akar pangkat dua dari panjang badan. Jadi bila dalam pemeriksaan
didapati panjang bayi 20 cm, maka taksiran umur bayi adalah 20
yaitu antara 4 sampai 5 bulan dalam kandungan atau lebih kurang 20
22 minggu kehamilan.

Untuk janin yang berumur di atas 5 bulan, umur sama dengan panjang
badan (dalam cm) dibagi 5 atau panjang badan (dalam inchi) dibagi 2.

2) Keadaan ujung-ujung jari: apakah kuku-kuku telah melewati ujung jari


seperti anak yang dilahirkan cukup bulan atau belum. Garis-garis telapak
tangan dan kaki dapat juga digunakan, karena pada bayi prematur garisgaris tersebut masih sedikit.
3) Keadaan genitalia eksterna: bila telah terjadi descencus testiculorum
maka hal ini dapat diketahui dari terabanya testis pada scrotum, demikian
pula halnya dengan keadaan labia mayora apakah telah menutupi labia
minora atau belum; testis yang telah turun serta labia mayora yang telah
menutupi labia minora terdapat pada anak yang dilahirkan cukup bulan
dalam kandungan si-ibu. Hal tersebut di atas dapat diketahui bila bayi
segar, tetapi bila bayi telah busuk, labia mayora akan terdorong keluar.
4) Pusat-pusat penulangan: khususnya pada tulang paha (os. femur),
mempunyai arti yang cukup penting di dalam membantu perkiraan
apakah anak dilahirkan dalam keadaan cukup bulan atau tidak; bagian
distal dari os. femur serta bagian proksimal dari os. tibia akan
menunjukkan pusat penulangan pada umur kehamilan 36 minggu,
demikian pula pusat penulangan pada os. cuboideum dan os. cuneiforme,
sedangkan os. talus dan os. calcaneus pusat penulangannya akan tampak
pada umur kehamilan 28 minggu.
Cara melihat pusat penulangan pada femur:
Tungkai bawah difleksikan semaksimal mungkin, lalu dibuat insisi melintang
pada lutut. Setelah patella disingkirkan, dibuat irisan transversal pada ujung
distal femur setipis mungkin ke aras proksimal femur sampai terlihat pusat
penulangan yang berwarna kemerahan.
Demikian pula cara untuk melihat pusat penulangan pada ujung proksimal
tibia. Pada tulang talus, kalkaneus dan kuboid, pusat penulangan dapat dilhat
dengan membuat insisi antara jari ke-3 dan ke-4 ke arah belakang/tumit.

Insisi akan melewati ketiga tulang ini. Lalu tulang tersebut diiris tipis-tipis
sampai terlihat pusat penulangannya. Pusat penulangan berbentuk oval,
warna merah dengan diameter + 0,5 cm.
Hubungan umur bayi dengan pusat penulangan:

b.

Kalkaneus, umur bayi 5 6 bulan.

Talus, umur bayi 7 bulan.

Kuboid, umur bayi 9 bulan.

Distal femur, umur bayi 9 bulan.

Proksimal tibia, umur bayi 9 bulan.


Apakah bayi lahir hidup atu sudah mati saat dilahirkan.

Penentuan apakah seorang anak itu dilahirkan dalam keadaan hidup atau
mati, dapat dilakukan dengan pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam.

Pemeriksaan luar
Pada bayi yang lahir hidup, pada pemeriksaan luar tampak dada bulat
seperti tong . biasanya tali pusat masih melengket ke perut, berkilat dan
licin. Kadang-kadang placenta juga masih bersatu dengan tali pusat.
Warna kulit bayi kemerahan.

Pemeriksaan dalam
Insisi pada autopsi sedikit berbeda dengan orang dewasa. Insisi pada bayi
dimulai dari perut agar terlihat letak sekat rongga dada (diaphragma).
Penentuan apakah seorang anak itu dilahirkan dalam keadaan hidup atau
mati, pada dasarnya adalah sebagai berikut:
1

Adanya udara di dalam paru-paru.

Adanya udara di dalam lambung dan usus,

Adanya udara di dalam liang telinga bagian tengah, dan

Adanya makanan di dalam lambung

Paru-paru yang sudah mengembang karena terisi udara pernafasan dapat


diketahui dari ciri-ciri seperti tersebut di bawah ini yaitu:

memenuhi

rongga

dada

sehingga

menutupi

sebagian

kandung

jantung,

berwarna merah unggu atau merah muda, dan tidak homogen,

memberikan gambaran mozaik atau seperti marmer karena adanya


berbagai tingkatan aerasi atau pengisian udara dan darah,

tepi paru-paru tumpul,

pada perabaan teraba derik udara (krepitasi), yang bila perabaan ini
dilakukan atas sepotong kecil jaringan paru yang dibenamkan dalam
air akan tampak gelembung-gelembung udara,

pada pemotongan jaringan paru, bila dipencet terlihat keluar darah


bercampur buih,

pemeriksaan mikroskopik (patologi anatomi) yang hanya dilakukan


pada keadaan tertentu saja (meragukan), akan memperlihatkan
adanya pengelembungan dari alveoli yang cukup jelas (seperti sarang
tawon).

Untuk menentukan apakah bayi pernah bernafas dapat dilakukan test


hydrostatik atau test apung paru (docimacia pulmonum hydrostatica),
akan memberikan hasil yang positif. Pemeriksaan ini berdasarkan
fakta bahwa berat jenis paru-paru yang belum bernafas berkisar
antara 1.040 1.056, sedangkan paru-paru yang sudah bernafas
0,940 akibat udara pernafasan telah memasuki alveoli. Oleh karena
itu paru-paru yang belum bernafas akan tenggelam sedangkan yang
sudah bernafas akan mengapung.
Pada bayi yang telah mengalami pembusukan lanjut, pemeriksaan ini
tidak berguna lagi. Bila masih baru mengalami pembusukan, test
apung paru ini masih bisa dipakai, karena udara pembusukan akan
keluar bila jaringan paru-paru ditekan, sedangkan udara pernafasan
dalam alveoli tetap disana, atu hanya sedikit yang keluar.

Cara melakukan test apung paru adalah sebagai berikut:


Keluarkan paru-paru dengan mengangkatnya mulai dari trachea sekalian dengan
jantung dan timus. Kesemuanya ditaruh dalam baskom berisi air. Bila terapung
artinya paru-paru telah terisi udara pernafasan.
Untuk memeriksa lebih jauh, pisahkan paru-paru dari jantung dan timus, dan
kedua belah paru juga dipisahkan. Bila masih terapung, potong masing-masing
paru-paru

menjadi

12

20

potongan-potongan

kecil.

Bagian-bagian

ini

diapungkan lagi. Bagian kecil paru ini ditekan dipencet dengan jari di bawah air.
Bila telah bernafas, gelembung udara akan terlihat dalam air. Bila masih
mengapung, bagian kecil paru-paru ditaruh di antara 2 lapis kertas dan dipijak
dengan berat badan. Bila masih mengapung, itu menunjukkan bayi telah
bernafas. Sedangkan udara pembusukan akan keluar dengan penekanan seperti
ini, jadi ia akan tenggelam.
Ada beberapa keadaan dimana test ini diragukan hasilnya.
1

Paru-paru

sudah

berkembang,

namun

dalam

pemeriksaan

ternyata

tenggelam.

Penyakit: pada edema paru atau pemadatan karena bronkopneumonia


atau lues (sifilis). Tetapi biasanya jarang melibatkan kedua bagian paru
atau seluruh jaringan paru. Sebagian tetap akan merapung. Lagi pula

pemeriksaan ini secara patologi anatomi akan menegaskan adanya


penyakit tersebut.

Atelektase paru. Biasanya jarang terjadi.

Paru-paru

yang

belum

berfungsi

(bayi

belum

bernafas),

tetapi

pada

pemeriksaan mengapung:

Telah terjadi proses pembusukan. Ini mudah dikenal karena proses


pembusukan pada daerah lain juga didapati.

Dimasukkan udara secara artifisial. Susah melakukannya, apalagi oleh


orang awam.

Adanya udara dalam lambung dan usus merupakan petunjuk bahwa si-anak
menelan

udara

setelah

ia

dilahirkan

hidup,

dengan

demikian

nilai

dari

pemeriksaan udara di dalam lambung dan usus ini sekedar memperkuat saja.
Seperti halnya pada pemeriksaan untuk menentukan adanya udara dalam paruparu, maka pemeriksaan yang serupa terhadap lambung dan usus baru dapat
dilakukan bila keadaan si-anak masih segar dan belum mengalami proses
pembusukan serta tidak mengalami manipulasi seperti pemberian pernafasan
buatan. Caranya adalah dengan mengikat bagian bawah esofagus di bawah
thyroid proksimal dari cardia dan colon, kemudian dilepaskan dari organ lainnya.
Bila yang terapung adalah lambung, hal ini tidak berarti apa-apa. Bila usus yang
terapung berarti bayi telah pernah menelan udara dan ini berarti bayi telah
pernah bernafas.
Adanya udara di dalam liang telinga bagian tengah hanya dapat terjadi bila sianak menelan udara dan udara tersebut melalui tuba eustachii masuk ke dalam
liang bagian tengah. Untuk dapat mengetahui keadaan tersebut pembukaan liang
telinga bagian tengah harus dilakukan di dalam air; tentunya baru dilakukan pada
mayat yang masih segar.
Adanya makann di dalam lambung dari seorang anak yang baru dilahirkan
tentunya baru dapat terjadi pada anak yang dilahirkan hidup dan diberi makan
oleh orang lain, dan makanan tidak mungkin akan dapat masuk ke dalam
lambung bila tidak disertai dengan aktivitas atau gerakan menelan.
Adanya udara di dalam paru-paru, lambung dan usus serta di dalam liang telinga
bagian tengah merupakan petujuk pasti bahwa si-anak yang baru dilahirkan
tersebut memang dilahirkan dalam keadaan hidup. Sedangkan adanya makanan
di dalam lambung lebih mengarahkan kepada kenyataan bahwa si-anak sudah
cukup lama dalam keadaan hidup; hal mana bila keadaannya memang demikian
maka si-ibu yang menghilangkan nyawa anak tersebut dapat dikenakan hukuman
yang lebih berat dari ancaman hukuman seperti yang tertera pada pasal 341 dan
342.
Apabila bayi dilahirkan dalam keadaan mati, ada 2 kemungkinan yang harus
diperhatikan, yaitu:

Still birth, artinya dalam kandungan masih hidup, waktu dilahirkan sudah mati.
Ini

mungkin

disebabkan

perjalanan

kelahiran

yang

lama,

atau

terjadi accidental strangulasi dimana tali pusat melilit leher bayi waktu
dilahirkan.
2

Dead born child, di sini bayi memang sudah mati dalam kandungan. Bila
kematian

dalam

kandungan

telah

lebih

dari

hari

akan

terjadi maserasi pada bayi. Ini terlihat dari tanda-tanda:

Bau mayat seperti susu asam.

Warna kulit kemerah-merahan.

Otot-otot lemas dan lembek.

Sendi-sendi lembek sehingga mudah dilakukan ekstensi dan fleksi.

Bila lebih lama didapati bulae berisi cairan serous encer dengan dasar
bullae berwarna kemerah-merahan.

Alat viseral lebih segar daripada kulit.

Paru-paru belum berkembang.

c. Bila bayi lahir hidup, berapa umur bayi sesudah lahir


Apabila bayi tersebut sudah pernah bernafas atau lahir hidup, untuk
mengetahui sudah berapa lama bayi tersebut hidup sebelum dibunuh dengan
memperhatikan kulit, kepala dan umbilicus mayat tersebut.
Pada bayi yang baru lahir, warna kulit merah terang. Adanya vernix caseosa
pada ketiak, sela paha dan leher. Vernix akan menghilang setelah dua hari
lalu kulit menjadi gelap dan menjadi normal kembali.
Setelah 1 minggu, kulit akan mengelupas, terutama di bagian abdomen kulit
akan mengelupas setelah 3 hari. Caput succedaneum akan menghilang
setelah 24 jam sampai 2 3 hari setelah dilahirkan. Setelah 2 jam kelahiran,
terdapat bekuan darah pada ujung pemotongan tali pusat. Dua belas jam
kemudian akan mengering. Setelah 36 48 jam terbentuk cincin peradangan
pada pangkal tali pusat. Tali pusat mengering setelah 2 3 hari. Enam sampai
tujuh hari tali pusat akan lepas membentuk cicatriks. Tali pusat akan sembuh
sempurna lebih kurang 15 hari.
Feses bayi juga dapat membantu menentukan sudah berapa lama bayi hidup.
Feses bayi yang baru lahir disebut meconium, biasa dikeluarkan dari usus
setelah 24 28 jam, tetapi kadang kala bisa lebih lama.
d. Apakah terdapat tanda-tanda perawatan.
Penentuan ada tidaknya tanda-tanda perawatan sangat penting artinya
dalam kasus pembunuhan anak, oleh karena dari sini dapat diduga apakah
kasus yang dihadapi memang benar kasus pembunuhan anak seperti apa
yang dimaksud oleh undang-undang, atau memang kasus lain yang
mengancam hukuman yang berbeda.

Adanya tanda-tanda perawatan menunjukkan telah ada kasih sayang dari siibu dan bila dibunuhnya tidak lagi termasuk kasus infanticide, tetapi
termasuk kasus pembunuhan biasa.
Adapun anak yang baru dilahirkan dan belum mengalami perawatan dapat
diketahui dari tanda-tanda sebagai berikut:

Tubuh masih berlumuran darah,

Ari-ari

(placenta),

masih

melekat

dengan

tali

pusat

dan

masih

berhubungan dengan pusar (umbilicus),

Bila ari-ari tidak ada, maka ujung tali pusat tampak tidak beraturan, hal
ini dapat diketahui dengan meletakkan ujung tali pusat tersebut ke
permukaan air,

Adanya lemak bayi (vernix caseosa), pada daerah dahi serta di daerah
yang mengandung lipatan-lipatan kulit, seperti daerah lipat ketiak, lipat
paha dan bagian belakang bokong.

Pada seorang

anak yang telah mendapat perawatan tentunya akan

memberikan gambaran yang jelas, dimana tubuhnya sudah dibersihkan, tali


pusat telah dipotong dan diikat, daerah-daerah lipatan kulit telah dibersihkan
dari lemak bayi dan tidak jarang si-anak telah diberi pakaian atau
pembungkus agar tubuhnya menjadi hangat.
e. Apakah penyebab kematian bayi.
Penyebab kematian bayi dapat diketahui bila dilakukan autopsi, dari autopsi
tersebut dapat ditentukan apakah bayi tersebut lahir mati, mati secara
almiah, akibat kecelakaan atau akibat pembunuhan.
Penyebab kematian alamiah antara lain:

Prematuritas.

Kelainan kongenital, misalnya: sifilis, jantung.

Perdarahan / trauma lahir.

Kelainan bentuk / anatomi, misalnya: anecephalus.

Kelainan plasenta, misalnya: plasenta previa.

Erythroblastosis foetalis dan lain-lain.

Penyebab kematian akibat kecelakaan dapat terjadi di waktu lahir atau


sesudah lahir. Pada waktu proses kelahiran, kematian dapat terjadi karena
partus yang lama, prolaps tali pusat, terlilitnya tali pusat. Beberapa saat
sebelum dilahirkan, misalnya: trauma pada perut ibu hamil akibat tersepak,
jatuh dari tempat yang tinggi, dan lain-lain.
Kematian yang diakibatkan oleh tindakan kriminal atau pembunuhan,
dilakukan dengan mempergunakan kekerasan atau memberi racun terhadap
bayi tersebut. Cara yang digunakan untuk membunuh anak antara lain:

Pembekapan, menutup hidung dan mulut dengan telapak tangan,


menekan dengan bantal, selimut dan lain-lain.

Penekanan dada, sehingga mengganggu pergerakan pernafasan.

Dengan menjerat leher bayi (strangulasi). Kadang-kadang dengan


memakai tali pusat.

Dengan menenggelamkan bayi.

Menusuk fontanella, epicanthus mata, ubun-ubun besar, ubun-ubun


kecil, jantung, sumsum tulang dengan menggunakan jarum atau peniti.

Memukul kepala bayi atau melintir kepala bayi.

Memberi obat-obatan, seperti: opium, arsen dan lain-lain misalnya


dengan mengoleskan opium di sekitar putting susu, lalu diisap oleh bayi
tersebut.

Begitu bayi lahir, dibungkus dan dimasukkan ke dalam kotak kemudian


dibuang.

Cara atau metode yang banyak dijumpai untuk melakukan tindakan


pembunuhan anak adalah cara atau metode yang menimbulkan mati lemas
(asfiksia)

seperti:

penjeratan,

pencekikan

dan

pembekapan

serta

pembenaman ke dalam air. Adapun cara atau metode yang lain seperti
menusuk atau memotong serta melakukan kekerasan dengan benda tumpul
relatif lebih jarang dijumpai.
Dengan demikian pada kasus yang diduga merupakan kasus pembunuhan
anak, yang harus diperhatikan adalah:
-

Adanya tanda-tanda mati lemas: sianosis pada bibir dan ujung-ujung jari,
bintik-bintik perdarahan pada selaput biji mata dan selaput kelopak mata
serta jaringan longgar lainnya, lebam mayat yang lebih gelap dan luas,
busa halus berwarna putih atau putih kemerahan yang keluar dari lubang
hidung dan atau mulut serta tanda-tanda bendungan pada alat-alat
dalam.

Keadaan mulut dan sekitarnya: adanya luka lecet tekan dibibir atau
sekitarnya yang tidak jarang berbentuk bulan sabit, memar pada bibir
bagian dalam yang berhadapan dengan gusi, serta adanya benda-benda
asing seperti gumpalan kertas koran atau kain yang mengisi rongga
mulut.

Keadaan di daerah leher dan sekitarnya: adanya luka lecet tekan yang
melingkari sebagian atau seluruh bagian leher yang merupakan jejas jerat
sebagai akibat tekanan yang ditimbulkan oleh alat penjerat yang
dipergunakan, adanya luka-luka lecet kecil-kecil yang seringkali berbentuk
bulan sabit yang diakibatkan oleh tekanan dari ujung kuku si-pencekik,

adanya luka-luka lecet dan memar yang tidak beraturan yang dapat
terjadi akibat tekanan yang ditimbulkan oleh ujung-ujung jari si-pencekik.
-

Adanya luka-luka tusuk atau luka sayat pada daerah leher, mulut atau
bagian tubuh lainnya, dimana menurut literatur ada satu metode yang
dapat dikatakan khas yaitu tusukan benda tajam pada langit-langit
sampai

menembus

ke

rongga

tengkorak

yang

dikenal

dengan

nama tusukan bidadari.


-

Adanya tanda-tanda terendam seperti: tubuh yang basah dan berlumpur,


telapak tangan dan telapak kaki yang pucat dan keriput (washer
woman`s hand), kulit yang berbintil-bintil (cutis anserina) seperti kulit
angsa, serta adanya benda-benda asing terutama di dalam saluran
pernafasan (trakhea), yang dapat berbentuk pasir, lumpur, tumbuhan air
atau binatang air.

Differensial Diagnosa
a

AbortusAbortus adalah keguguran atau berakhirnya kehamilan sebelum bayi


dapat hidup sendiri di luar kandungan. Batasan umur kandungan adalah 28
minggu dan berat badan bayi yang keluar kurang dari 1000 gram. Tandatanda bayi yang aviable atau tidak sanggup hidup di luar kandungan adalah:
(1) umur kehamilan kurang dari 28 minggu, (2) panjang badan bayi kurang
dari 35 cm, (3) berat badan bayi kurang dari 1000 gram, (4) lingkar kepala
kurang dari 32 cm.

Partus presipitatus
Partus presipitatus adalah persalinan deras atau kebrojolan. Pada waktu
partus presipitatus dapat terjadi: (1) inversio uteri, (2) robekan tali pusat, (3)
luka-luka pada kepala bayi, (4) perdarahan di bawah kulit kepala, perdarahan
di dalam tengkorak. Partus presipitatus ini dapat terjadi dimana-mana, di
dalam rumah atau di luar lumah, di WC, sedang berjalan, dan sebagainya.
Pembuktian

partus

presipitatus

terkadang

sukar

untuk

dilakukan

dan

memerlukan pemeriksaan setempat.


IV.

Investigasi Kasus Pemerkosaan


Definisi
Investigasi Perkosaan adalah prosedur untuk mengumpulkan fakta-fakta tentang
dugaan pemerkosaan ,

termasuk identifikasi

forensik dari

pelaku, jenis

perkosaan dan rincian lainnya. Sebagian besar perkosaan dilakukan oleh orangorang yang dikenal korban:. Hanya dua persen dari serangan yang dilakukan oleh
orang asing menurut satu survei
dilaporkan bukti
vagina sel

[1]

. Oleh karena itu, identitas pelaku sering

biologis seperti air

epitel dapat

diidentifikasi

mani , darah , sekresi


dan

genetik

diketik

vagina , air

liur ,

oleh laboratorium

kriminal .Informasi yang berasal dari analisis sering dapat membantu menentukan
apakah terjadi kontak seksual, memberikan informasi mengenai keadaan dari
insiden tersebut, dan dibandingkan dengan sampel referensi yang dikumpulkan
dari pasien dan tersangka. Personil medis di Amerika Serikat mengumpulkan
bukti untuk potensi kasus pemerkosaan dengan menggunakan kit perkosaan.
Identifikasi pelaku
DNA profiling
Informasi lebih lanjut: profil DNA
Profil DNA digunakan oleh laboratorium kriminal untuk pengujian bukti biologis,
paling sering dengan menggunakan reaksi berantai polimerase (PCR), yang
memungkinkan analisis sampel kualitas dan kuantitas yang terbatas dengan
membuat jutaan kopi. Sebuah bentuk lanjutan dari tes PCR disebut mengulangi
tandem pendek (STR) menghasilkan profil DNA yang dapat dibandingkan dengan
DNA dari tersangka atau TKP. Darah, bukal (pipi bagian dalam) swabbings atau air
liur juga harus dikumpulkan dari para korban untuk membedakan DNA mereka
dari yang dari tersangka. Penjahat mungkin tanaman sampel DNA palsu di
TKP. Dalam satu kasus Dr John Schneeberger , yang memperkosa salah satu
pasien dibius dan air mani yang tersisa di celana dalamnya, pembedahan
memasukkan Penrose mengalir ke lengannya dan mengisinya dengan darah asing
dan antikoagulan . Polisi menggambar apa yang mereka yakini sebagai darah dan
DNA Schneeberger dibandingkan pada tiga kesempatan tanpa pertandingan.

Keadaan dan jenis pemerkosaan


Lecet, memar dan lecet pada bantuan korban menjelaskan bagaimana perkosaan
dilakukan. 8-45 persen dari korban menunjukkan bukti dari trauma eksternal,
paling sering di mulut, tenggorokan, pergelangan tangan, lengan, payudara dan
paha: trauma pada situs ini terdiri dari sekitar dua pertiga dari cedera, sementara
trauma pada vagina dan perineum rekening untuk sekitar 20 persen.
Coitus

terakhir

dapat

ditentukan

dengan

melakukan basah-mount

vagina pemeriksaan mikroskop (atau oral / anal jika diindikasikan) untuk deteksi
sperma motil, yang terlihat pada slide jika kurang dari tiga jam telah berlalu sejak
ejakulasi. Namun hanya sepertiga hasil serangan seksual dalam ejakulasi ke
dalam

lubang

tubuh.

[3]

Selanjutnya,

penyerang

diduga

mungkin

memiliki

vasektomi atau telah mengalami disfungsi seksual (sekitar 50 persen dari


penyerang menderita impotensi atau disfungsi ejakulasi)

[3]

. Selain itu, asam

fosfatase tingkatan dalam konsentrasi tinggi adalah indikator yang baik dari
coitus terakhir. Asam fosfatase ditemukan dalam sekresi prostat dan mengurangi
aktivitas dengan waktu dan biasanya tidak ada setelah 24 jam.

[3]

antigen khusus

prostat ( PSA )

dapat

dideteksi

dalam

waktu

48-jam. Cairan

mani

pria

vasectomized juga mengandung tingkat PSA signifikan. Nonmotile sperma dapat


dideteksi bahkan di luar 72 jam setelah hubungan seksual tergantung pada teknik
pewarnaan.
Langkah-langkah pemeriksaan
Prosedur ketika akan melakukan pemeriksaan pada korban akibat pemerkosaan.
Izin pemeriksaan adalah hal pertama yang harus didapatkan dari wanita atau jika
anak kecil, dari orang tuanya atau yang menemaninya. Pemeriksaan seharusnya
dilakukan pada ruangan tertutup Almarhum W. H. Grace merekomendasikan agar
korban diberikan tempat duduk yang paling nyaman, jika dia tidak merasa
gelisah, maka keaslian dari segala keluhannya patut dicurigai.
Waktu dan tanggal ketika dilakukan pemeriksaan haruslah dicatat, karena interval
antara pemeriksaan dan peristiwa kejadian akan dijadikan bahan. Interval
seterusnya akan memerlukan penjelasan, dan yang paling penting adalah dokter,
akan mengeluarkan surat izin pemeriksaan yang menjelaskan jika ada tandatanda

pemerkosaan.

Hasil

negatif

pada

orang

dewasa

didapatkan

jika

pemeriksaan dilakukan setelah lewat beberapa hari, wanita yang telah menikah
atau jika dia sudah terbiasa melakukan hubungan seksual.
Dokter akan mengambil kesempatan untuk memperhatikan gaya berjalan korban
ketika memasuki ruangan pemeriksaan atau dengan tes spesifik. Dokter akan
memperhatikan gerak-gerik secara umum dan kebiasaan tubuh. Apakah ketika
berjalan akan terasa sakit yang disebabkan oleh luka pada alat kelamin? Apakah
korban merasa gembira, menderita, atau jika merasa terganggu, sebagai
konsekwensi dari keadaan setelah baru saja diperkosa? Apakah dia adalah wanita
lemah atau sehat fisiknya, dan perlawanan macam apa yang bisa dia lakukan?

Riwayat Penyakit Pasien


Ketika korban ditemani oleh orang tua atau kawan, dokter seharusnya pertama
kali mendapatkan informasi dari sebelumnya, terpisah dari sang korban,
selanjutnya dokter mendengarkan penjelasan dan cerita dari sang korban dan
kedua penjelasan tersebut seharusnya direkam secara detail.
Pertanyaan yang lebih spesifik akan diberikan kepada kedua sumber tersebut,
sehingga akan memberikan data personal dari sang korban, seperti nama, umur
dan status, tanggal dan jam terjadinya insiden, rincian kejadian sepanjang
kejadian, posisi dari semua orang dalam lokasi kejadian, langkah yang diambil
korban untuk menolak penyerangan, dan apakah dia kehilangan kesadaran saat

kejadian. Adalah sangat penting untuk mengetahui apakah pada saat kejadian
sang korban sedang mengalami masa haid.
Pengujian

Pakaian
Ketika sang korban dalam keadaan tanpa busana, pakaian yang dikenakan
juga harus diuji. Harus dapat dipastikan apakah pakaian yang terpakai
tersebut juga dipakai pada saat kejadian. Jika iya, apakah telah terkotori oleh
tanah atau rumput? Apakah terkena noda darah atau yang lainnya, apakah
telah rusak, dan apakah salah satu kancingnya telah hilang? Kondisi dari
sepatunya juga bisa menjadi bukti dari kebohongan cerita korban. Ketika
seorang gadis bernama nannie kembali ke tempat kerjanya pada suatu
malam, dia mengaku bahwa dia telah diperkosa dan pergi dengan berjalan
bermil-mil. Petugas kepolisian kemudian menguji sepatunya, dan tidak ada
tanda-tanda telah terpakai. Ahli bedah dari kepolisian kemudian tidak
menemukan tanda-tanda pemerkosaan, dia sedang mengalami menstruasi
pada sat itu. Kemudian, dari beberapa pemeriksaan yang lain dapat
diindikasikan bahwa dia adalah seorang yang pembohong dan pencuri.

Orang
Secara fisik, jika dalam kasus yang melibatkan anak kecil, ketika dalam masa
berkembang, terutama pada payudara dan alat kelamin, akan sangat terlihat.
Apakah sang korban menawarkan pembalasan? Apakah anak tersebut terlihat
lebih tua dari seharusnya, dan terlihat seperti anak berusia 16 tahun? Sangat
relevan saat ini untuk memperhatikan apakah sudah memakai kosmetik atau
dari cara berpakaian. Anak kecil berusia 14 atau seumurnya kadang-kadang,
atau sepertinya, sudah berpakaian dan menggunakan make-up dengan cara
yang seharusnya dia belum ketahui.

Luka : Pertimbangan Umum


Seluruh bagian dari luar tubuh korban harus diperiksa apabila terdapat luka,
khususnya lecet dan memar. Detail dari setiap luka harus dicatat dan berapa
kemungkinan dari umur memarnya. Apakah luka tersebut terlihat seperti
terkena saat kejadian atau usaha secara paksa pada saat berhubungan?
Apakah

bersamaan

umurnya

dengan

tanggal

terjadinya

penyerangan?

Perhatian yang lebih mendalam akan diberikan kepada tangan, muka, leher,
dan aspek dalam pada selangkangan. Pemerkosaan pada anak muda yang
dibawah 13 tahun akan dengan mudah terpenuhi tanpa adanya luka pada
bagian luar karena korbannya tidak dapat melakukan perlawanan pada saat
diserang. Beberapa bahkan bersedia untuk berhubungan bahkan dia lah yang
mengundangnya. Kunjungan ketempat kejadian juga sangatlah diperlukan.

Alat Kelamin dan Payudara


Payudara
Satu atau kedua payudara akan mengalami memar apabila diperlakukan
secara kasar. Mungkin digigit dan cetakan gigi dari si pelaku terlihat jelas,
seperti pada kasus Gorringe, putingnya mungkin terlihat seperti bekas digigit
Genitalia
Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan secara menyeluruh yang
biasa

dilakukan,

tetapi

padda

bagian

vulva

dan

hymen

diperlukan

pemeriksaan yang lebih lanjut dan teliti.


Rambut kemaluan
Sampel diperlukan dan harus diambil pada saat pemeriksaan lanjut karena
rambut harus didapat tanpa pemotongan langsung pada daerah yang
dicurigai. Perlengketan dari rambut dapat disebabkan oleh cairan semen yang
mengering. Sampel rambut diperlukan untuk pembuktian akan hal ini dan juga
untuk perbandingan dengan rambut yang ditemukan pada baju tersangka
Vulva
Cedera/trauma pada vulva dapat dilihat dengan adanya sakit pada perabaan,
pembengkakan, kemerahan (perubahan warna dengan sekitar), memar, dan
lecet
Selaput dara
Pemeriksaan selaput darah terutama pada anak, yang sulit dilakukan atau
sulit dinilai / dijangkau difasilitasi dengan penggunaan pemeriksaan tertentu.
Robekan (luka) selaput dara yang masih baru dapat dilihat dengan adanya
perdarahan pembengkakan dan proses inflamasi, tetapi jika sudah terjadi
proses penyembuhan luka, perlu diperhatikan dengan seksama antara
robekan selaput dara dengan bentuk bentuk yang tidak biasa dari selaput
darah yang masih utuh
Liang senggama (Vagina)
Pelebaran dari

liang senggama (vagina ) dapat menunjukkan akan adanya

persetubuhan, tapi hal tersebut juga dapat disebabkan oleh masuknya benda
asing (seperti tampon). Memar, lecet atau terkikisnya kulit dapat terjadi
karena adanya paksaan dalam persetubuhan dan tidak menyatakan bahwa hal
tersebut sebagai tindakan perkosaan.
Terdapat kasus-kasus menarik tentang robeknya liang senggama yang tidak
disebabkan olen perkosaan. Seperti yang diilustrasikan pada kasus robeknya
liang senggama (vagina) dikarenakan koitus yang biasa, yang dilaporkan oleh
Victor Boney (1912). Seorang wanita dilarikan ke rumah sakit setelah
dilaporkan menderita perdarahan dan peritonitis. Robekan pada fornix
posterior

sampai

peritoneum.

Dia

sempat

disangka

melakukan

aborsi

kriminalis dengan menggunakan alat bantu (dia adalah seorang wanita yang

telah memiliki banyak anak sebelumnya). Pada kenyataannya perdarahan


tersebut terjadi dikarenakan melakukan koitus dengan posisi berdiri pada saat
mabuk. Adapula kasus perforasi vagina yang disebabkan karena kelemahnya
tekstur
Cairan vagina
Cairan vagina dikumpulkan ( swab & fresh smear) terutama untuk menunjang
pemeriksaan. Dapat untuk mendeteksi penyakit sexual yang ditularkan,
menemukan sperma, dan cairan semen untuk mengarahkan akan telah
terjadinya persetubuhan
Pemeriksaan Terhadap Tersangka
Ijin untuk pemeriksaan terhadap tersangka tidak merupakan patokan utama,
seharusnya didapat oleh dokter serta ditulis dan melalui kesaksian pada
pemeriksaan.
Pemeriksa akan menulis tentang usia, ukuran fisik dan bentuk fisik yang
terdapat pada tersangka. Pemeriksaan juga harus menjelaskan jika terdapat
luka-luka ( bekas cakaran kuku/luka lecet, luka memar, dan tanda-tanda yang
mengarah kepala perlawanan)
Pemeriksaan cairan semen, bercak sperma pada pakaian diharapkan dapat
memberikan penjelasan. Juga diperlukan pemeriksaan lanjut seperti ukuran
penis, apakah pria tersebut potent/impotent. Akumulasi dari smegma kurang
dapat menentukan tetapi robekan pada frenum mengarahkan atas terjadi
hubungan sex. Pemeriksaan bakteriologis juga dapat dilakukan (penularan
penyakit sexual yang terjadi akibat persetubuhan), pemeriksaan sampel darah
juga dapat dilakukan (terutama pada kasus-kasus grouping ). Pemeriksaan
terhadap baju tersangka perlu dilakukan terutama untuk menemukan adanya
rambut, darah, bercak. Jika didapatkan bercak darah maka harus ditentukan
milik siapa
ANALISA LABORATORIUM
a

IDENTIFIKASI SPERMATOZOA

Vaginal dan cervic swab


Merupakan

cara

yang

terbaik

untuk

mendapatkan

bukti

telah

terjadinya persetubuhan yang masih baru.Akan tetapi, terkadang pada


beberapa kasus sperma bias tidak diketemukan, misalnya pada orang
yang sudah vasektomi atau cairan maninya sendiri tidak mengandung
sperma.

Oral / anal swab

Swab pada bagian rectum rectum/bukal/palatum dengan lidi yang


dililiti kapas lalu diolesi ke kaca objek untuk diperiksa apakah sperma
+/b

PEMERIKSAAN ASAM FOSFATASE (KWANTITATIF)


Pemeriksaan ini sangat penting untuk menilai adanya asam fosfatase
prostatic. Pada pemeriksaan ini dapat mengidentifikasikan cairan mani
bahkan jika di dalamnya tidak mengandung sperma. Dengan swab vagina
atau pencucian vagina dapat ditentukan juga kadar asam fosfatase secara
kualitatif. Pada pemeriksaan asam fosfatase secara kuantitatif dapat
dipakai sebagai petunjuk waktu antara saat terjadinya persetubuhan dan
pengumpulan bahan specimen.

PEMERIKSAAN DNA

Rambut pubis dan kerokan kulit kepala


Harus didapatkan specimen rambut pubis pada korban yaitu bias
dengan cara memotong rambut pada permukaan kulit atau jika
perlu dilakukan pencabutan sampai didapatkan akar rambutnya untuk
dilakukan pemeriksaan dan perbandingan apakah rambut tersebut
diduga milik korban atau si pelaku.

Jaringan epidermis dan darah (bila ada) dari bawah kuku korban.
Terkadang bisa ditemukan adanya epitel jaringan kulit di bawah kuku si
korban atau bercak darah untuk mekanisme pertahanan.

Jika korban telah menikah,dengan dilakukannya pemeriksaan DNA ini


dapat diketahui sperma tersebut berasal dari suami atau pelaku

V.

Hukum

dan

Sanksi

Hukum

terhadap

pelaku

pemerkosaan

dan

pembunuhan dalam Islam


Pembunuhan adalah kegiatan/perbuatan menghilangkan nyawa seseorang baik
sengaja maupun tidak sengaja dengan menggunakan alat mematikan maupun
tidak. Membunuh merupakan perbutan yang dilarang ajaran islam. Karena
manusia mempunyai hak hidup yang harus dilindungi dan dihormati, oleh karena
itu membunuh dalam ajaran islam dosa besar, seperti firman Allah SWT :
"Dan janganlah kamu membunuh terhadap jiwa yang diharamkan oleh Allah
melainkan dengan suatu alasan yang benar". ( Qs. al-Isra : 33).
Pembunuhan ada beberaa macam, yaitu :
1

Pembunuhan sengaja
Pembunuh dapat dikatagorikan sebagai pembunuhan sengaja jika memenuhi
syaratnya, yaitu : ada aktivitas membunuh dan ada niat membunuh. Contoh

pembunuhan sengaja : membunuh direncanakan, dll.


Pembunuhan seperti sengaja

Syarat pembunuhan ini adalah ada aktivitas membunuh tapi tidak ada niat
membunuh, contoh : A dan B berkelahi di lantai 50, si B mendorong A sampai
3

dia jatuh dari lantai 50.


Pembunuhan tidak disengaja
Syaratnya adalah tidak ada aktivitas membunuh (manusia) dan tidak ada pula
niat membunuh, contoh : saat kita berburu kita sudah dapatkan sasarannya,
saat kita menembak ternyata senjata yang kita tembakan meleset sehingga
mengenai orang yang ada di sebelahnya.

Hukuman untuk tiga jenis pembunuhan ini tentu ada dan semuanya sudah diatur
oleh islam. Sanksi-sanksi itu adalah qisos, diyat mugholadoh, diyat mukhofafah
dan tentunya dalam tigs jenis ini berbeda hukumannya.
a Qisos (dengan cara dibunuh kembali) diberikan kepada pembunuh sengaja
tapi jika keluarga korban memaafkan diganti dengan diyat mugholadoh
b

(denda berat), terdapat dalam surat QS. Al-Baqarah :179


Diyat mugholadoh untuk pembunuh seperti sengaja dan pembunuh sengaja
(jika dimaafkan keluarga korban) jumlah diyat mugholadoh yang kita bayarkan
sudah diatur oleh Islam dan bisa diangsur selama tiga bulan ,tedapat dalam
dalil yang berbunyi :
"Dan dalam melaksanakan hukum tersalah dan seperti sengaja kalau dengan
cambuk dan tongkat ialah seratus ekor unta, empat puluh diantaranya yang
sedang buntung" (dikeluarkan oleh Abu Daud, an-Nasai dan Ibnu majah)

rincianya seperti berikut :


- 30 ekor unta betina berumur 3-4 tahun (hiqqah)
- 30 ekor unta betina berunur 4-5 tahun (jadz'ah)
- 40 ekor unta betina yang sedang mengandung (khilfah)
c Diyat mukhofafah (denda ringan) untuk pembunuh tidak sengaja sama
seperti diyat mugholadoh yang sudah diatur jumlah dendanya, yaitu 100 ekor
-

unta tapi berbeda pada jenisnya, berikut rinciannya :


20 ekor unta hiqqah
20 ekor unta jadz'ah
20ekor anak unta betina
20ekor anak unta jantan,dan
20ekor unta jantan berumur 2-3 tahaun

Diyat bagi orang yang membuat kerusakan atau memotong anggota tubuh
orang lain mendapatkan sanksi berupa diyat mukhofafah, lihat rinciannya :
-

Wajib membayar diyat penuh jika yang dia potong anggota tubuh
berpasangan, seperti : dua tangan, dua kaki, dll.

Wajib membayar setengah diyat jika yang dia potong salah satu dari
pasangan anggota tubuh, seperti satu tangan, satu kaki, dll.

Islam melarang umatnya membunuh seseorang manusia atau seekor binatang


sekalipun, kalau itu tidak berdasarkan kebenaran hukumnya. Dalam Islam
orang-orang yang halal darah atau boleh dibunuh karena perintah hukum
dengan prosedurnya adalah orang-orang murtad, yaitu orang-orang Islam

yang berpindah agama dari Islam ke agama lainnya, sesuai dengan hadis
Rasulullah saw: Man baddala diynuhu faqtuluwhu (barangsiapa yang menukar
agamanya maka bunuhlah dia). Ketentuan ini dilakukan setelah orang murtad
itu diajak kembali ke agama Islam selama batas waktu tiga hari, kalau selama
itu dia tidak juga sadar baru dihadapkan ke pengadilan.
Yang halal darah juga adalah pembunuh, bagi dia berlaku hukum qishash yakni
diberlakukan

hukuman

balik

oleh

yang

berhak

atau

negara

melalui

petugasnya.
Penzina muhshan (yang sudah kawin) adalah satu pihak yang halal darah juga
dalam Islam melalui eksekusi rajam, mengingat jelek dan bahayanya
perbuatan dia yang sudah kawin tetapi masih berzina juga. Semua pihak yang
halal darah tersebut harus dieksekusi mengikut prosedur yang telah ada dan
tidak boleh dilakukan oleh seseorang yang tidak punya otaritas baginya.
Selain dari tiga pihak tersebut dengan ketentuan dan prosedurnya masingmasing tidak boleh dibunuh, sebagaimana firman Allah swt: ...wala taqtulun
nafsal latiy harramallahu illa bilhaq... (...jangan membunuh nyawa yang
diharamkan Allah kecuali dengan kebenaran...) (QS. al-Anam: 151). Larangan
ini berlaku umum untuk semua nyawa baik manusia maupun hewan, kecuali
yang dihalalkan Allah sebagaimana terhadap tiga model manusia di atas tadi
atau hewan nakal yang mengganggu manusia dan hewan yang disembelih
dengan nama Allah.
Allah

memberi

perumpamaan

terhadap

seorang

pembunuh

adalah:

...barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu


(membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka
bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan
barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah
dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya... (QS. Al-Maidah: 32).

Anda mungkin juga menyukai