PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Kematian adalah berhentinya kehidupan secara permanen fungsi dari organ vital paru,
jantung dan otak sebagai kesatuan yang utuh yang ditandai oleh berhentinya konsumsi
oksigen. Penentuan kematian dahulu didasarkan pada criteria tradisional namun hanya
berlaku pada kasus biasa, jika pada kasus luar biasa perlu dilakukan penentuan kematian yang
lebih modern. Dalam penentuan kematian, tidak hanya menetukan sebab, cara maupun proses
kematian, namun juga menentukan waktu terjadinya kematian. Dewasa ini penentuan
kematian tidak hanya melakukan pemeriksaan makroskopis, namun juga melakukan
pemeriksaan lainnya yang dapat mendukung diagnosis kematian, diantaranya adalah
pemeriksaan mikroskopis dan pemeriksaan entomologi. Hal ini sangat penting diketahui oleh
tenaga terutama para profesional yang berkecimpung dalam dunia kedokteran kehakiman.
Maka kami mengangkat topik Penentuan waktu Perkiraan Kematian sebagai topik referat
kelompok kami.
Dapat membantu penyidik dalam memperkirakan waktu kematian korban di tempat kejadian
perkara.
1.4.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I.
Definisi Kematian
Kematian hanya dapat dialami oleh organisme hidup. Secara medis, kematian
merupakan suatu proses dimana fungsi dan metabolisme sel organ internal tubuh
terhenti. Dikenal beberapa istilah yaitu mati somatis, mati seluler mati serebral dan
mati batang otak.
Jenis kematian ada 3 yaitu :
a. Mati klinis / somatis
- Proses kematian yang hanya dapat dilihat secara mikroskopis karena terjadi
gangguan pada sistem pernafasan, kardiovaskuler, dan persarafan yang bersifat
-
menetap.
Ditandai dengan tidak adanya gerakan, refleks-refleks, EEG mendatar selama
seluler didalamnya
Waktu kematian tiap jaringan / organ berbeda. Otak merupakan organ yang
paling sensitif yaitu sekitar 3-5 menit. Jaringan otot akan mengalami mati
seluler setelah 4 jam dan kornea masih dapat diambil dalam jangka waktu 6
Yaitu proses kematian yang ditandai dengan tidak berfungsinya otak dan
susunan saraf pusat. Definisi ini adalah definisi yang diakui oleh WHO.
Kerusakan batang otak : pernafasan berhenti namun masih bisa dipertahankan
dengan ventilator.
d. Mati batang otak
mati batang otak dapat dikatakan seseorang secara keseluruhan dikatakan tidak dapat
hidup kembali
Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenali secara klinis pada seseorang
melalui tanda kematian yaitu perubahan yang terjadi pada mayat. Ini sangat penting
utnuk investigasi suatu kasus kematian dimana perubahan postmortem banyak
memberikan informasi baik mengenai waktu kematian, penyebab maupun mekanisme
kematian1,2
Berikut adalah alur pemeriksaan jenazah forensik, dimana jenazah yang akan
diperiksa akan dilakukan pemeriksaan luar, pemerikdaan dalam serta laboratorium
dan pemeriksaan penunjang untuk mengetahui indormasi mengenai kematiannya.
Stetoskop.
c. Tes Saraf
1. Memeriksa reflex : reflex kornea
2. EEG
2.1.2 Perubahan-perubahan yang Terjadi Setelah Kematian
Ada 2 fase perubahan post mortem yaitu fase cepat (early) dan fase lambat (late).
Perubahan cepat (early) :
- Tidak adanya gerakan.
- Jantung tidak berdenyut (henti jantung).
- Paru-paru tidak bergerak (henti nafas).
- Kulit dingin dan turgornya menurun.
- Mata tidak ada reflek pupil dan tidak bergerak.
- Suhu tubuh sama dengan suhu lingkungan lebam mayat (post mortal lividity).
- Lebam mayat.
Perubahan lambat (late) ;
- Kaku mayat (post mortal rigidity).
- Pembusukan (decomposition).
- Penyabunan (adipocere).
- Mummifikasi.
2.1.2.1 Perubahan Mata
Perubahan mata setelah kematian dapat berupa :
- Hilangnya refleks kornea, refleks konjungtiva, dan refleks cahaya.
- Kornea menjadi pucat / opaque / keruh.
- Kelopak mata biasanya tertutup setelah kematian karena kekakuan primer dari otot
tetapi kekakuan otot biasanya sukar untuk membuat mata menutup menjadi lengkap
sehingga akan tampak sklera, sel debris, mukus dan debu dalam beberapa jam
kematian, menjadi merah kecoklatan dan kemudian menjadi hitam (Taches Noire De
La Sclerotique). Kecepatan kekeruhan dipengaruhi oleh :
Waktu kematian keadaan matanya menutup atau membuka (bila menutup maka
kekeruhan lambat terjadi, tapi bila membuka, maka kekeruhan akan cepat terjadi
terjadi).
Faktor faktor penyebab kematian lainnya seperti :
Apoplaxia (perdarahan karena hipertensi) akan tampak kornea terang
karena terjadi perdarahan retina.
Keracunan sianida dan CO maka kekeruhan akan cepat terjadi.
Kematian kurang dari 1 jam, otot otot mata masih hidup sehingga bisa
Luka pada intravital akan berbekas dengan ukuran lebih kecil daripada ukuran
senjata, dermis berwarna merah, antara epidermis dan dermis masih ada
perekatnya.
Luka post mortem membekas dengan ukuran lebih besar daripada ukuran
lalu.
Jari tangan yang sudah terlepas digunakan untuk sidik jari.
2.1.2.3 Penurunan Suhu Tubuh (Algor Mortis / Post Mortem Cooling)
Penurunan suhu mayat atau algor mortis akan terjadi setelah kematian dan berlanjut
sampai tercapai keadaan dimana suhu mayat sama dengan suhu lingkungan. Berdasarkan
penelitian, kurva penurunan suhu mayat akan berbentuk kurva sigmoid, dimana pada jam
jam penurunan suhu akan berlangsung lambat, demikian pula bila suhu tubuh mayat
telah mendekati suhu tubuh lingkungan.
Bila telah dicapai suatu keadaan yang dikenal sebagai temperatur gradient, yaitu suatu
keadaan dimana telah terdapat perbedaan suhu yang bertahap di antara lapisan lapisan
yang menyusun tubuh, maka penyaluran panas dari bagian dalam tubuh ke permukaan
dapat berjalan dengan lancar.
Kini penentuan suhu rektal kerap kali sangat berguna dalam investigasi kematian yang
mencurigakan, kecuali dimana tampak luar mengindikasikan bahwa tubuh sudah
didinginkan oleh suhu sekitarnya.
Hal ini juga harus dititikberatkan bahwa kegunaan dari perkiraan temperatur ini
menetap pada iklim dengan suhu dingin dan menengah dimana tubuh kehilangan
panasnya secara lama sebagaimana halnya keseimbangan pada temperatur lingkungan,
sedangkan pada daerah tropis, penurunan suhu tubuh post mortem dapat minimal atau
bahkan tidak ada pada iklim yang sangat panas sekali, mayat mungkin dapat menghangat
setelah mati.
Saat mati, setelah waktu yang tidak lama, tubuh mulai kehilangan panasnya.
Temperatur lazim pada tubuh dewasa sehat adalah antara 98,4 derajat Fahrenheit, atau
saat dipastikan melalui mulut adalah sekitar 99 derajat Fahrenheit, dan pada axilla sekitar
97 derajat fahrenheit. Temperatur juga dapat menunjukkan variasi waktu yang berbeda
selama tiap harinya. Temperatur akan lebih rendah pada pagi hari dan akan lebih tinggi
pada sore hari. Latihan akan meningkatkan temperatur tubuh namun ini akan menurun
menjadi normal dalam setengah jam kemudian.
-
sampah atau comberan, suhunya akan lebih cepat turun sedikit dibanding dibiarkan di
udara terbuka. Flora normal atau belatung dapat meningkatkan temperatur tubuh.
-
Ukuran tubuh.
Anak anak dan orang dewasa dengan badan kecil akan mengalami pendinginan yang
lebih cepat daripada orang dewasa yang berukuran lebih besar. Jumlah dari lemak
subkutan dan lemak preperitoneal berperan dalam menentukan cepat lambatnya
proses pendinginan. Tubuh seorang yang kurus akan lebih cepat mendingin karena
luas permukaan tubuhnya yang kecil dan kurangnya lemak.
Rumus perkiraan saat kematian berdasarkan penurunan suhu mayat pada suhu
lingkungan sebesar 70 derajat Fahrenheit (21 derajat celcius), adalah sebagai berikut :
Saat Kematian = 98,6 o F Suhu Rektal
1,5
Secara umum 1,5 o F / 1 o C per jam, teori lain : 0,8 o F per jam. 1,5 o F / 1 o C per jam
6 jam pertama, 1 o F jam 6 kedua, 0,6 o F per jam 6 jam ketiga, setelah 12 jam mencapai
suhu sama dengan suhu lingkungan (untuk kulit). Sedangkan untuk organ organ
dalam : 24 jam baru bias sama dengan suhu lingkungan. Bila tenggelam / dalam air : 6
jam sudah mencapai suhu lingkungan.
2.1.2.4 Lebam Mayat (Livor Mortis / Post Mortem Hypostasis)
Lebam mayat atau livor mortis adalah salah satu tanda postmortem yang cukup jelas.
Biasanya disebut juga post mortem hypostasis, post mortem lividity, post mortem
staining, sugillations, vibices, dan lain lain. Kata hypostasis itu sendiri mengandung
arti kongesti pasif dari sebuah organ atau bagian tubuh.
Lebam terjadi sebagai akibat pengumpulan darah dalam pembuluh pembuluh darah
kecil, kapiler, dan venula, pada bagian tubuh yang terendah. Dengan adanya penghentian
dari sirkulasi darah saat kematian, darah mengikuti hukum gravitasi. Kumpulan darah ini
bertahan sesuai pada area terendah pada tubuh, memberi perubahan warna keunguan atau
merah keunguan terhadap area tersebut. Darah tetap cair karena adanya aktivitas
fibrinolisin yang berasal endotel pembuluh darah.
Timbulnya livor mortis mulai terlihat dalam 30 menit setelah kematian somatis atau
segera setelah kematian yang timbul sebagai bercak keunguan. Bercak kecil ini akan
semakin bertambah intens dan secara berangsur angsur akan bergabung selama
beberapa jam kedepan untuk membentuk area yang lebih besar dengan perubahan warna
merah keunguan. Kejadian ini akan lengkap dalam 6 -12 jam. Sehingga setelah melewati
waktu tersebut, tidak akan memberikan hilangnya lebam mayat pada penekanan.
Sebaliknya, pembentukan livor mortis ini akan menjadi lambat jika terdapat anemia,
kehilangan darah akut, dan lain lain.
Besarnya lebam mayat bergantung pada jumlah dan keenceran dari darah. Darah akan
mengalami koagulasi spontan pada semua kasus sudden death dimana otopsi dilakukan
antara 1 jam. Koagulasi spontan ini mungkin akan hilang paling cepat 1,5 jam setelah
mati. Tidak adanya fibrinogen pada darah post mortem akan menyebabkan tidak
terjadinya koagulasi spontan. Fibrinolisin didapatkan dari darah post mortem hanya
bertindak pada fibrin, bukan pada fibrinogen. Fibrinolisin bertindak dengan mengikatkan
dirinya pada bekuan yang baru dibentuk dan kemudian akan lepas menjadi cairan
bersama bekuan yang hancur. Fibrinolisin dibentuk oleh sel endotel dalam pembuluh
darah.
Distribusi lebam mayat bergantung pada posisi mayat setelah kematian. Dengan posisi
berbaring terlentang, maka lebam akan jelas pada bagian posterior bergantung pada
areanya seperti daerah lumbal, posterior abdomen, bagian belakang leher, permukaan
ekstensor dari anggota tubuh atas, dan permukaan fleksor dari anggota tubuh bawah.
Area area ini disebut juga areas of contact flattening. Dalam kasus gantung diri, lebam
akan terjadi pada daerah tungkai bawah, genitalia, bagian distal tangan dan lengan. Jika
penggantungan ini lama, akumulasi dari darah akan membentuk tekanan yang cukup
untuk menyebabkan ruptur kapiler subkutan dan membentuk perdarahan petekiae pada
kulit. Dalam kasus tenggelam, lebam biasa ditemukan pada wajah, bagian atas dada,
tangan, lengan bawah, kaki dan tungkai bawah karena pada saat tubuh mengambang,
bagian perut lebih ringan karena akumulasi gas yang cukup banyak kuat dibanding
melawan kepala atau bahu yang lebih berat. Ekstremitas badan akan menggantung secara
pasif. Jika tubuh mengalami perubahan posisi karena adanya perubahan aliran air, maka
lebam tidak akan terbentuk.
Lebam mayat lama kelamaan akan terfiksasi oleh karena adanya kaku mayat. Pertama
tama karena ketidakmampuan darah untuk mengalir pada pembuluh darah menyebabkan
darah berada dalam posisi tubuh terendah dalam beberapa jam setelah kematian.
Kemudian saat darah sudah mulai terkumpul pada bagian bagian tubuh, seiring terjadi
kaku mayat. Sehingga hal ini menghambat darah kembali atau melalui pembuluh
darahnya karena terfiksasi akibat adanya kontraksi otot yang menekan pembuluh darah.
Selain itu dikarenakan bertimbunnya sel sel darah dalam jumlah cukupbanyak sehingga
sulit berpindah lagi.
Biasanya lebam mayat berwarna merah keunguan. Warna ini bergantung pada tingkat
oksigenisasi sekitar beberapa saat setelah kematian. Perubahan warna lainnya dapat
mencakup:
- Cherry pink atau merah bata (cherry red) terdapat pada keracunan oleh
-
Tubuh mayat yang sudah didinginkan atau tenggelam maka lebam akan berada
didekat tempat yang bersuhu rendah, akan menunjukkan bercak pink muda
Lebam Mayat
Bagian tubuh terbawah
Tidak menimbul
Tegas
Kebiru biruan atau merah
Lokasi
Permukaan
Batas
Warna
keunguan,
warna
Memar
Dimana saja
Bisa menimbul
Tidak tegas
Diawali dengan merah yang
spesifik lama
kelamaan
berubah
Penyebab
Efek penekanan
Bila dipotong
terjebak
antara
pembuluh jaringan
dengan
adanya
Unsur
ruptur
ditemukan Unsur darah ditemukan diluar
Enzimatik
Kepentingan medicolegal
Memperkirakan
bukti peradangan
Perubahan level dari enzim
Lokasi
Lebam mayat
Kongesti
Hanya pada organ organ Bisa seluruh atau beberapa
tertentu
Penyebab
penyakitnya
Tidak ada
Dapat bermakna
Darah mengalir pelan pelan Keluar cairan,
Hollow viscus
akan
dengan
tampak direntangkan
perubahan perubahan
tercampur
usus
saat
akan
tampak
warna
yang
kaku. Faktor faktor yang mempercepat terjadinya kaku mayat adalah aktifitas fisik
sebelum mati, suhu tubuh yang tinggi, bentuk tubuh yang kurus dengan otot otot kecil
dan suhu lingkungan yang tinggi. Kaku mayat dibuktikan dengan memeriksa persendian.
Kaku mayat mulai tampak kira kira 2 jam setelah mati klinis, dimulai dari bagian luar
tubuh (otot otot kecil) ke arah dalam (sentripetal). Teori lama menyebutkan bahwa
kaku mayat ini menjalar kraniokaudal. Setelah mati klinis 12 jam, kaku mayat menjadi
lengkap, dipertahankan selama 12 jam dan kemudian menghilang dalam urutan yang
sama. Kaku mayat umumnya tidak disertai pemendekan serabut otot, tetapi jika sebelum
terjadi kaku mayat otot berada dalam posisi teregang, maka saat kaku mayat terbentuk
akan terjadi pemendekan otot.
Proses terjadinya kaku mayat dapat melalui beberapa fase :
- Fase pertama
Sesudah kematian somatik, otot masih dalam bentuk yang normal. Tubuh yang mati
akan mampu menggunakan ATP yang sudah tersedia dan ATP tersebut diresintesa dari
cadangan glikogen. Terbentuknya kaku mayat yang cepat adalah saat dimana
cadangan glikogen dihabiskan oleh latihan yang kuat sebelum mati, seperti mati saat
terjadi serangan epilepsi atau spasme akibat tetanus, tersengat listrik, atau keracunan
strychnine.
- Fase kedua
Saat ATP dalam otot berada dibawah ambang normal, kaku akan dibentuk saat
konsentrasi ATP turun menjadi 85%, dan kaku mayat akan lengkap jika berada
dibawah 15%.
- Fase ketiga
Kekakuan menjadi lengkap dan irreversible.
- Fase keempat
Disebut juga fase resolusi. Saat dimana kekakuan hilang dan otot menjadi lemas.
Salah satu pendapat terjadinya hal ini dikarenakan proses denaturasi dari enzim pada
otot.
Metode yang sering digunakan untuk mengetahui ada tidaknya rigor mortis adalah
dengan melakukan fleksi atau ekstensi pada persendian tersebut. Beberapa subyek,
biasanya bayi, orang sakit, atau orang tua, dapat memberikan kekakuan yang kurang
dapat dinilai, kebanyakan dikarenakan lemahnya otot mereka.
Kaku menyebar ke seluruh otot dalam beberapa kondisi dapat mencapai nilai maksimum
antara 6 12 jam. Kondisi ini tidak berubah sampai massa otot mulai menjalani autolisis,
dimana akan melemas berangsur angsur kembali seperti periode perubahan awal post
mortem. Kekakuan mayat lengkap dapat terjadi antara 18 36 jam.
jumlah ATP yang tersisa, aktin dan miosin berikatan, mengakibatkan otot menjadi kaku
sebagai akibat timbulnya kekakuan pada otot (Bate Smith and Bendall, 1947)
Resintesis ATP bergantung pada ketersediaan glikogen, dimana akan dikurangi dengan
adanya aktifitas berat sebelum mati. Secara normal, hal ini muncul pada periode awal
setelah kematian dimana tingkat ATP dipertahankan atau bahkan meningkat sebagai hasil
dari pembebasan fosfat oleh proses glikogenolisis.
Kekakuan dimulai saat konsentrasi ATP turun menjadi 85% dari normal, dan kekakuan
otot akan maksimal saat kadar turun menjadi 15%.
Saat sudah sempurna, kekakuan dipatahkan dengan gerakan memaksa dari anggota
badan atau leher, lalu jika tidak kembali, maka hal ini memudahkan dilakukannya
pekerjaan dalam kamar mayat atau memasukkan ke dalam peti mati. Namun jika
kekakuan tetap terbentuk, maka kekakuan tersebut akan berlanjut pada posisi yang baru
sesuai gerakan terakhir.
Kadang, kekakuan dapat membantu memperlihatkan bahwa tubuh telah dipindahkan
antara saat mati dan saat ditemukan.
Faktor yang mempengaruhi kecepatan terjadinya rigor mortis
Sebagai suatu proses kimia, kecepatan dan durasi dari kekakuan dipengaruhi oleh
temperatur. Semakin tinggi suhu lingkungan, akan memperlambat proses ini. Mayat yang
terdapat pada daerah dingin / salju tidak akan mengalami kekakuan bahkan sampai 1
minggu setelah kematian, namun saat mayat tersebut dipindahkan ke tempat yang
hangat, maka dengan cepat akan mengalami kekakuan. Sebaliknya, cuaca panas atau
tropis dapat mempercepat, sehingga kekakuan akan terjadi dalam beberapa jam atau
bahkan kurang. Kekakuan total terbentuk cepat, kemudian akan hilang semenjak hari
pertama terjadinya pembusukan.
Faktor lainnya adalah aktifitas fisik sebelum mati. Ketersediaan glikogen dan ATP dalam
otot adalah elemen terpenting dalam terbentuknya kekakuan. Kerja otot mempengaruhi
interaksi dari substansi tersebut dan dapat mempercepat onset terjadinya kekakuan.
Cadaveric spasme, merupakan bentuk variasi dari kekakuan yang dipercepat.
Kondisi rata rata yang sering dialami pada rigor mortis :
- Jika tubuh mayat terasa hangat dan tidak kaku, maka orang itu sudah mati tidak
-
sampai 3 jam.
Jika tubuh mayat terasa hangat dan kaku, maka orang itu sudah mati 3 8 jam
lamanya.
Jika tubuh mayat terasa dingin dan kaku, maka orang itu sudah mati 8 36 jam
lamanya.
Jika tubuh mayat terasa dingin dan tidak kaku, maka orang itu sudah mati lebih dari
36 jam.
Umur
Kaku biasanya tidak terjadi pada janin yang tidak lebih dari 7 bulan, tapi masih bisa
ditemukan pada bayi yang cukup bulan. Kaku bisa timbul dan menghilang dengan
sangat dini.
Bila orang mati di kutub -> kematian terjadi karena kedinginan. Dingin
membuat suhu tubuhnya menjadi kaku, belum terjadi rigor mortis / kaku
mayat. Sehingga apabila nanti dihangatkan, tubuh mayat akan lemas dan
kemudian terjadi rigor mortis (kaku mayat).
Bila orang yang mati duluan, kemudian dibuang ditempat yang dingin ->
tubuh mayat yang dibuang akan tetap kaku karena udara dingin, tetapi setelah
dihangatkan tubuh mayat akan tetap lemas. Tidak akan terjadi rigor mortis.
c. Cadaveric Spasm
Cadaveric spasm terjadi pada kematian yang disebabkan jika seseorang berada
ditengah aktifitas fisik atau emosi yang kuat, yang kemudian menuntun pada
kekakuan post mortem instan yang sedikit kurang dapat dipahami. Hal ini harus
diawali dengan aktifitas saraf motorik, tetapi beberapa alasan mengatakan terdapat
kegagalan relaksasi normal. Fenomena biasanya terjadi hanya pada 1 daerah otot,
contohnya otot fleksor tangan, dibanding seluruh tubuh. sesungguhnya merupakan
kaku mayat yang timbul dengan intensitas sangat kuat tanpa didahului oleh relaksasi
primer. Penyebabnya adakah akibat habisnya cadangan glikogen dan ATP yang
bersifat setempat pada saat mati klinis karena kelelahan atau emosi yang hebat sesaat
sebelum meninggal.
Keuntungannya, kebanyakan penyidik dapat mengetahui saat seseorang diduga mati
dibunuh atau bunuh diri saat melihat tangannya yang menggenggam senjata. Jika
menemukan korban yang tenggelam, atau jatuh dari ketinggian, hal ini memiliki
nilai yang memastikan bahwa orang tersebut masih hidup saat dia jatuh, dengan
demikian hal ini membedakan pada korban post mortem yang dibuang.
Onset
Rigor Mortis
Dikarenakan perubahan otot
Cadaveric Spasm
Keadaan lanjut dari kontraksi
flaccidity
Semua otot dalam tubuh
Moderate
12 24 jam
Faktor predisposisi
rigor mortis
Rangsangan, ketakutan,
kelelahan
Mekanisme pembentukan
Tidak diketahui
Hubungan medikolegal
kritis
Mengetahui waktu kematian
proses
dominan
pada
proses
pembusukan
dengan
adanya
Aktifitas pembusukan berlangsung optimal pada suhu antara 70 sampai 100 derajat
Fahrenheit dan berkurang pada suhu dibawah 70 derajat Fahrenheit. Oleh sebab itu,
penyebaran awal pembusukan ditentukan oleh dua faktor yaitu sebab kematian dan
lama waktu saat suhu tubuh berada dibawah 70 derajat Fahrenheit.
c. Perubahan Warna.
Pembusukan diikuti dengan hilangnya kaku mayat, tetapi pada suhu yang sangat
tinggi dan kelembapan tinggi, maka pembusukan terjadi sebelum kaku mayat hilang.
Tanda awal pembusukan adalah tampak adanya warna hijau pada kulit dan dinding
perut depan, biasanya terletak pada sebelah kanan fossa iliaca, dimana daerah
tersebut merupakan daerah colon yang mengandung banyak bakteri dan cairan.
Warna ini terbentuk karena perubahan hemoglobin menjadi sulpmethaemoglobin
karena masuknya H2S dari usus ke jaringan. Warna ini biasanya muncul antara 12
18 jam pada keadaan panas dan 1 2 hari pada keadaan dingin dan lebih tampak
pada kulit cerah.
Warna hijau ini akan menyebar ke seluruh dinding perut dan alat kelamin luar,
menyebar ke dada, leher, wajah, lengan, dan kaki. Rangkaian ini disebabkan karena
luasnya distribusi cairan atau darah pada berbagai organ tubuh.
Pada saat yang sama, bakteri yang sebagian besar berasal dari usus, masuk ke
pembuluh darah. Darah didalam pembuluh akan dihemolisis sehingga akan mewarna
pembuluh darah dan jaringan penujang, memberikan gambaran marbled appearence.
Warna ini akan tetap ada sekitar 36 48 jam setelah kematian dan tampak jelas pada
vena superficial perut, bahu dan leher.
d. Pembentukan Gas Pembusukan.
Pada saat perubahan warna pada perut, tubuh mulai membentuk gas yang terdiri dari
campuran gas tergantung dari waktu kematian dan lingkungan. Gas ini akan
terkumpul pada usus dalam 12 24 jam setelah kematian dan mengakibatkan perut
membengkak. Dari 24 48 jam setelah kematian, gas terkumpul dalam jaringan,
cavitas sehingga tampak mengubah bentuk dan membengkak. Jaringan subkutan
menjadi emphysematous, dada, skrotum, dan penis, menjadi teregang. Mata dapat
keluar dari kantungnya, lidah terjulur diantara gigi dan bibir menjadi bengkak.
Cairan berbusa atau mukus berwarna kemerahan dapat keluar dari mulut dan hidung.
Perut menjadi sangat teregang dan isi perut dapat keluar dari mulut. Sphincter
relaksasi dan urine serta feses dapat keluar. Anus dan uterus prolaps setelah 2 3
hari.
Gas terkumpul diantara dermis dan epidermis membentuk lepuh. Lepuh tersebuh
dapat mengandung cairan berwarna merah, keluar dari pembuluh darah karena
tekanan dari gas. Biasanya lepuh terbentuk lebih dahulu dibawah permukaan,
dimana jaringan mengandung banyak cairan karena oedema hipostatik. Epidermis
menjadi longgar menghasilkan kantong berisi cairan bening atau merah muda
disebut skin slippage yang terlihat pada hari 2 3.
Antara 3 7 hari setelah kematian, peningkatan tekanan gas pembusukan
dihubungkan dengan perubahan pada jaringan lunak yang akan membuat perut
menjadi lunak. Gigi dapat dicabut dengan mudah atau keropos. Kulit pada tangan
dan kaki dapat menjadi glove and stocking. Rambut dan kuku menjadi longgar dan
mudah dicabut.
5 10 hari setelah kematian, pembusukan bersifat tetap. Jaringan lunak menjadi
masa semisolid berwarna hitam yang tebal yang dapat dipisahkan dari tulang dan
terlepas. Kartilogi dan ligament menjadi lunak.
e. Skeletonisasi.
Skeletonisasi berlangsung tergantung faktor intrinsik dan ekstrinsik dan lingkungan
dari mayat tersebut, apakah terdapat di udara, air, atau terkubur. Pada umumnya
tubuh yang terkena udara mengalami skeletonisasi sekitar 2 4 minggu tetapi dapat
berlangsung lebih cepat bila terdapat binatang seperti semut dan lalat, dapat pula
lebih lama bila tubuh terlindungi contohnya terlindung daun dan disimpan dalam
semak.
Dekomposisi berbeda pada setiap tubuh, lingkungan dan dari bagian tubuh yang satu
dengan yang lain. Terkadang, satu bagian tubuh telah mengalami mumifikasi
sedangkan bagian tubuh lainnya menunjukkan pembusukan. Adanya binatang akan
menghancurkan jaringan luna dalam waktu yang singkat dan dalam waktu 24 jam
akan terjadi skeletonisasi.
f. Pembusukan Organ Dalam.
Perubahan warna muncul pada jaringan dan organ dalam tubuh walaupun prosesnya
lebih lama dari yang dipermukaan. Jika organ lebih lunak dan banyak vascular maka
akan membusuk lebih cepat. Warna merah kecoklatan pada bagian dalam aorta dan
pembuluh darah lain muncul pada perubahan awal. Adanya hemolisis dan difusi
darah akan mewarnai sekeliling jaringan atau organ dan merubah warna organ
tersebut menjadi hitam. Organ menjadi lunak ,berminyak, empuk dan kemudian
menjadi masa semiliquid.
Awal
Akhir
Laring dan trakhea
Paru paru
Lambung dan usus
Jantung
Limpa
Ginjal
Omentum dan mesenterium
Oesofagus dan diafragma
Hati
Kandung kencing
Otak
Pembuluh darah
Uterus gravid
Prostat dan uterus
Tabel 4. Susunan perubahan pembusukan pada organ dalam
Keadaan yang mempengaruhi onset dan lama pembusukan :
a. Faktor Eksogen
1. Temperatur atmosfer.
Temperatur atmosfer lingkungan yang tinggi akan mempercepat pembusukan.
Pada umumnya, proses pembusukan berlangsung optimal pada suhu 70 sampai
100 derajat Fahrenheit dan bila temperatur dibawah 70 derajat Fahrenheit, proses
menjadi lebih lambat, walaupun enzim yang diproduksi bakteri terus berlangsung.
Tubuh yang sudah mati dapat diawetkan selama waktu tertentu dalam lemari
pendingin, salju, dan sebagainya. Pada beberapa kondisi (khususnya pada bulan
musim hujan), warna hijau ditemukan pada mayat setelah 6 12 jam post
mortem.
2. Adanya udara dan cahaya.
Udara sangat mempengaruhi temperatur dan kelembapan yang mengakibatkan
seperti hal diatas. Secara tidak langsung, lalat dan serangga biasanya menghindari
bagian tubuh yang terekspos sinar, cenderung meletakan telurnya pada kelopak
mata, lubang hidung, dan sebagainya.
3. Terbenam dalam air.
Beberapa faktor dapat mempengaruhi proses dekomposisi. Air yang diam atau
mengalir, air laut atau air berpolusi, suhu air, kedalaman air dan lainnya dapat
mempengaruhi pembusukan.
Pembusukan berlangsung lebih lambat di air dibandingkan di udara. Rumus Casper
menyatakan bahwa waktu pembusukan di udara diberi nilai 1, jika di air bernilai 2,
dan pada mayat yang terkubur bernilai 8.
4. Mengapung diatas air.
Biasanya tergantung dari produksi dan akumulasi gas di jaringan dan rongga
tubuh. Gaya gravitasi cadaver lebih besar dari air maka tubuh akan cenderung
tenggelam sampai adanya cukup gas sehingga membuat tubuh mengapung. Maka
dari itu, pembentukan gas akan membantu tubuh untuk naik ke permukaan air.
Beberapa faktor seperti umur, jenis kelamin, pakaian, kondisi tubuh, musim,
keadaan air dapat mempengaruhi waktu mengapung yang berperan dalam proses
pembusukan dan pembentukan gas.
Penampakan warna dekomposisi pada permukaan tubuh menjadi kacau dimana
tubuh yang terendam dalam air memiliki postur tertentu yaitu kepala dan wajah
terletak lebih rendah dari bagian tubuh lainnya karena kepala lebih berat dan
padat. Bagian batang tubuh berada paling atas dan anggota gerak tergantung
secara pasif pada posisi yang lebih rendah. Posisi ini menyebabkan darah banyak
menuju kepala dan mempercepat pembusukan.
Dekomposisi dalam air
Dekomposisi pada udara
Wajah dan leher
Perut
Dada
Dada
Bahu
Wajah
Lengan
Tungkai
Perut
Bahu
Tungkai
Lengan
Tabel 5. Perbedaan pembusukan dalam air dan pada udara
5. Terkubur dalam tanah.
Pada umumnya tubuh yang terkubur dalam tanah yang dalam akan membusuk
lebih lama daripada tubuh yang terkubur dalam tanah yang dangkal. Pada tubuh
yang terkubur pada tempat yang basah, daerah rawa, tanah liat, maka
pembusukan akan lebih cepat. Pembusukan akan berlangsung lebih lama jika
dikubur di tanah kering, tanah kuburan pada dataran tinggi, atau kuburan yang
dalam. Adanya zat kimia disekitar tubuh, khususnya lemon, akan memperlambat
pembusukan.
Tubuh yang terkubur tanpa pakaian atau kafan pada tanah berpori yang kaya
bahan organik, akan menunjukkan pembusukan yang lebih lama.
Waktu antara saat kematian dengan saat dikuburkan dan lingkungan sekitar tubuh
pada waktu ini akan mempengaruhi proses pembusukan. Semakin lama tubuh
berada di tanah sebelum dikuburkan, maka akan mempercepat pembusukan
khususnya bila tubuh diletakkan pada udara yang hangat.
b. Faktor Endogen
1. Sebab kematian.
Jika seseorang meninggal karena kecelakaan, pembusukan akan berlangsung
lebih lama daripada orang yang meninggal karena sakit. Kematian karena gas
gangren, sumbatan usus, bakteriemia / septikemia, aborsi akan menunjukkan
proses pembusukan yang lebih cepat. Racun yang dapat memperlambat
pembusukan yaitu potassium sianida, barbiturat, fosfor, dhatura, strychnine, dan
sebagainya. Pada kasus strychnine, terjadi kejang yang lama dan berulang, proses
pembusukan akan dipercepat, dimana terjadi kejang dengan sedikit kelelahan
otot, pembusukan akan menjadi lebih lama. Keracunan kronis oleh logam akan
memperlambat pembusukan karena memperlambat efek jaringan. Alkoholik
kronik umumnya akan mempercepat pembusukan.
Jika tubuh terurai saat kematian, anggota gerak akan menunjukkan pembusukan
yang lambat, batang tubuh akan membusuk seperti biasa.
2. Kondisi tubuh.
Kelembapan pada tubuh akan menunjang pembusukan. Cairan pada tubuh
manusia kira kira dua per tiga dari berat badan. Maka dari itu pada tubuh yang
mengandung sedikit cairan seperti rambut, gigi, tulang akan memperlambat
pembusukan. Pada kasus dehidrasi akan memperlambat pembusukan. Tubuh yang
sangat kurus akan lebih lambat membusuk dibandingkan dengan tubuh yang
gemuk karena jumlah cairan pada orang yang kurus lebih sedikit.
3. Pakaian pada tubuh.
Pada tubuh yang terpapar udara, pakaian dapat mempercepat pembusukan dengan
menjaga suhu tubuh tetap hangat. Pakaian yang ketat dapat memperlambat
pembusukan karena menekan bagian tubuh sehingga darah sedikit yang
terkumpul pada daerah yang tertekan.
4. Umur dan jenis kelamin.
Tubuh bayi yang baru lahir akan membusuk lebih lambat karena masih steril. Jika
bayi baru lahir tersebut mengalami trauma selama atau setelah lahir atau sudah
mendapat makanan setelah lahir, maka akan membusuk lebih awal. Tubuh anak
anak membusuk lebih cepat daripada orang tua, dimana pada orang tua akan
membusuk lebih lama karena mengandung cairan lebih sedikit.
Jenis kelamin tidak terlalu berpengaruh. Tubuh wanita memiliki lemak yang lebih
banyak yang akan mempertahankan panas lebih lama, yang akan mempercepat
proses pembusukan.
2.1.2.7 Penyabunan (Saponifikasi)
Dikenal juga sebagai grave wax atau adiposera. Adiposera berasal dari bahasa latin,
adipo untuk lemak dan cera untuk lilin) berwarna utih kelabu setelah meninggal
dikarenakan dekomposisi lemak yang dikarenakan hidrolisis dan hidrogenasi dan lemak
(sel lemak) yang terkumpul di jaringan subkutan yang menyebabkan terbentuknya
lechitinase, suatu enzim yang dihasilkan oleh Clostridium welchii, yang berpengaruh
terhadap jaringan lemak. Dengan demikian akan terbentuk asam asam lemak bebas
(asam palmitat, stearat, oleat), ph tubuh menjadi rendah dan ini akan menghambat
bakteri untuk pembusukan dengan demikian proses pembusukan oleh bakteri akan
terhenti. Tubuh yang mengalami adiposera akan tampak berwarna putih kelabu,
perabaan licin dengan bau yang khas, yaitu campuran bau tanah, keju, amoniak, manis,
tengik, mudah mencair, larut dalam alkohol, panas, eter, dan tidak mudah terbakar, bila
terbakar mengeluarkan nyala kuning dan meleleh pada suhu 200 derajat Fahrenheit.
Faktor faktor yang mempermudah terbentuknya adiposera adalah :
-
Kelembapan.
Lemak tubuh.
Tubuh korban akan mudah dikenali dan tetap bertahan untuk waktu yang sangat
lama sekali sampai ratusan tahun.
Dapat pula untuk mengetahui sebab sebab kematian jangka waktu dekat seperti
Lemak tubuh pada waktu meninggal mengandung hanya sekitar 0,5% dari asam lemak
bebas namun sekitar empat minggu setelah kematian dapat meningkat sampai 20% dan
setelah 12 minggu dapat meningkat menjadi 70% bahkan lebih. Pada saat ini adiposera
dapat terlihat dengan jelas berwarna putih keabuan menggantikan jaringan lunak. Pada
awal saponifikasi, dimana belum terlalu jelas terlihat pemeriksaan dapat dengan
menggunakan analisa asam palmitat.
Adiposera dapat diketemukan bercampur dengan dekomposisi yang lain tergantung dari
letak tubuh dan lingkungan yang bervarias, maka salah satu tubuh dapat menjadi
saponifikasi di bagian tubuh yang lain dapat menjadi mumifikasi atau pembusukan.
2.1.2.8 Mumifikasi
Mumifikasi adalah proses yang menginhibisi proses pembusukan alami yang memiliki
karakteristik dimana jaringan yang mengalami dehidrasi menjadi kering, berwarna gelap,
dan mengerut. Pengeringan akan menyebabkan tubuh lebih kecil dan ringan. Dilihat dari
sudut forensik, mumifikasi memberikan keuntungan dalam bertahannya bentuk tubuh,
terutama kulit dan beberapa organ dalam, bentuk wajah secara kasar masih dapat
diindentifikasi secara visual. Mumifikasi juga dapat mempreservasi bukti terjadinya jejas
yang menunjukkan kemungkinan sebab kematian. Elliot Smith (1912) menemukan mumi
yang telah berumur kurang lebih 2000 tahun dan masih mampu menunjukkan bahwa
sebab kematian orang itu adalah akibat kekerasan. Luka luka yang ada cocok dengan
luka akibat bacokan kapak atau pedang, tusukan tombak dan pukulan dari pegangan
tombak. Foto kepala menunjukkan korban diserang saat tidur yang disimpulkan Elliot
dari luka pada puncak kepala yang menurutnya tidak mungkin atau sulit dilakukan saat
korban berdiri. Tidak adanya luka pada daerah lain membuat Elliot menyimpulkan
bahwa tidak ada tanda perlawanan.
Karena sifat dari jaringan tubuh yang termumifikasi cenderung keras dan rapuh, maka
untuk dapat memeriksanya potongan kecil jaringan direndam dalam sodium karbonat
atau campuran alkohol, formalin dan sodium carbonate. Pada proses mumifikasi tubuh
yang lebih lengkap, maka untuk dapat melakukan pemeriksaan dalam, mayat harus
direndam dalam glycerin 15% selama beberapa saat.
Kepentingan forensik yang tak kalah penting pada mumifikasi adalah identifikasi. Walau
terjadi pengerutan namun struktur wajah, rambut, dan beberapa kekhususan pada tubuh
seperti tato dapat bertahan sampai bertahun tahun. Terperliharanya sebagian dari
anatomi dan topografi jenasah pada proses mumifikasi memungkinkan pemeriksaan
radiologi yang lebih teliti. Dengan pemeriksaan radiologi, jejas- jejas yang mungkin
terlewatkan dalam pemeriksaan mayat dan bedah mayat dapat ditunjukkan dengan jelas
dan dieksplorasi kembali lewat pemeriksaan bedah jenasah. Pemeriksaan CT scan pada
mumi juga dapat mengungkapkan jejas pada lokasi yang sulit dijangkau, bahkan dengan
pemeriksaan bedah mayat.
Proses mumifikasi juga memungkinkan dilakukannya pemeriksaan DNA, baha pada
jenasah yang berusia ratusan atau ribuan tahun. Laposan kulit luar yang miskin akan inti
sel mungkin tidak cukup baik diambil sebagai sampel, namun tulang, akar rambut, organ
dalam dan sisa cairan tubuh yang mengering pada mumi dapat digunakan untuk
pemeriksaan DNA. Yang harus diingat dalam pemanfaatan mumi untuk kepentingan
forensik bahwa pada mumifikasi terjadi pengerutan kulit yang dapat menimbulkan
artefak pada kulit yang menyerupai luka / jejas terutama pada daerah pubis, daerah
disekiter leber, dan axilla.
2. Penentuan Waktu Kematian Berdasarkan Pemeriksaan entomologi
2.3
2.3.1 Definisi
Entomologi forensik atau medikolegal adalah ilmu yang mempelajari serangga yang
berhubungan dengan jasad tubuh. Pada lingkungan yang sesuai serangga akan membentuk
koloni
pada
jasad
tubuh
beberapa saat
seiring dengan waktu dapat digunakan untuk menentukan waktu kematian dengan tepat.1
2.3.2
Karakteristik serangga
Serangga adalah anggota dari kelas insekta hewan tidak bertulang belakang filum
artropoda. Serangga dapat berupa lalat, nyamuk, jengkrik, kecoa, rayap, kumbang, kupukupu, ngengat, semut, tawon dan lebah. Serangga dewasa biasanya dapat dibedakan dari
binatang lainnya
ditutupi permukaan luar yang keras disebut exoskeleton, yang terbagi atas kepala, dada,
perut, 3 pasang kaki yang menempel pada dada, 1 pasang antena di kepala, mata yang besar
dan 1 atau 2 pasang sayap.
Serangga dewasa akan menetaskan telur dan serangga yang imatur akan keluar dari
telur dan beberapa kelompok terlihat sangat mirip dengan induknya, kecuali bila berukuran
lebih kecil dan tidak punya sayap. Serangga yang imatur ini disebut nimfa, secara periodik
melepaskan kulitnya dan bertambah besar. Nimfa
menunjukkan semua karakteristik dewasa. Jangkrik, kecoa dan turunan dari beberapa
serangga yang dikenal, tumbuh perlahan-lahan seperti siklus di atas. Tetapi, beberapa
serangga melewati 3 stadium yang berbeda dalam perkembangannya yaitu telur. larva, dan
pupa. Tidak satupun dari stadium ini yang menyerupai bentuk induknya. Larva yang menetas
dari telurnya, umumnya memiliki tubuh yang
Dalam pertumbuhannya, larva melepaskan kulitnya dan bertambah besar. Pada dasarnya,
larva akan menyelubungi permukaan luar kulitnya menjadi
menjalani stadium perkembangan sebelum dewasa.
kepompong,
yang akan
bentuk dewasa nantinya akan keluar dari pupa tersebut. Kupu-kupu, rayap, lalat, kumbang,
dan beberapa serangga lain berkembang dengan cara ini. Banyak dari spesies serangga yang
penting dalam forensik melewati tahap perkembangan yang terakhir ini.2
2.3.3
dalam membuat perkiraan saat kematian adalah pengukuran penurunan suhu tubuh (algor
mortis), interpretasi lebam (livor mortis) dan kaku mayat (rigor mortis), interpretasi proses
dekomposisi,
pengukuran
perubahan
kimia
variabel
lain,
yang sampai
sering
dipengaruhi
oleh
parameter medis tersebut dinilai sedikit atau bahkan tidak dapat dipergunakan sama sekali
bila lama kematian sudah lebih dari 72 jam. Setelah melewati waktu lebih dari 72 jam, bukti
entomologis merupakan bukti yang paling akurat dan merupakan satu satunya metode yang
tersedia untuk menentukan lama waktu kematian. Walaupun
parameter
medis
sering
digunakan untuk memperkirakan lama kematian yang baru terjadi dalam beberapa
jam, dalam keadaan normal serangga selalu tertarik dengan jasad tubuh segera
setelah kematian, sehingga serangga juga dapat digunakan dalam memperkirakan waktu awal
setelah kematian.3
Aplikasi yang paling sering dilakukan pada entomologi adalah menentukan
waktu kematian, petunjuk adanya manipulasi pergerakan terhadap tubuh
korban,
letak
obat
obatan
toksikologi
dan
atau
diracun.
sumber
Serangga
juga
dapat digunakan
untuk
analisis
bagi beberapa organisme seperti bakteri, jamur, hewan pemakan bangkai. Dalam hal ini
serangga merupakan yang paling dominan. Serangga yang terdapat pada mayat biasanya
menunjukkan spesies tertentu yang hidup pada daerah tertentu. Sebagai contoh, di Hawaii,
terdapat satu spesies yang hanya ada di daerah tersebut, begitu juga di daerah tropis. Namun
dengan perkembangan zaman, perpindahan spesies dapat terjadi dengan mudah. Sehingga
spesies yang awalnya ditemukan di satu daerah, dapat ditemukan juga di daerah lain.
Serangga yang tertarik pada mayat, secara umum dapat dikategorikan menjadi empat
kelompok :
2.3.4.1
Spesies Necrofagus
Ini merupakan spesies yang biasanya memakan jaringan tubuh mayat. Yang termasuk
dalam spesies ini Diptera (Caliiphoridae dan Sarcophagidae) dan Coleoptera (Silphidae dan
Dermestidae). Spesies dalam kelompok ini adalah yang paling
signifikan
untuk
Spesies lainnya
Kategori ini termasuk spesies yang menggunakan mayat sebagai habitat mereka, seperti
pada kasus Collembola, laba-laba dan kelabang. Kategori ini meliputi Acari pada famili
Acaridae, Lardoglyphidae,Winterschmidtiida, yang memakan jamur yang tumbuh pada
mayat. Dan juga berhubungan dengan Gamasida dan Actinedida, termasuk Macrochelidae,
Parasitidae, Parholaspidae, Cheyletidae dan Raphignathidae yang memakan kelompok
AcarinedanNematoda.2
2.4 Menentukan Lama Kematian
Dalam ilmu kedokteran, memperkiraan saat
kematian
tidak
dapat dilakukan
dengan 1 metode saja, gabungan dari 2 atau lebih metode akan memberikan hasil perkiraan
yang lebih akurat dengan rentang bias yang lebih kecil. Metode
memperkirakan pertumbuhan
dari
yang
pertama
dengan
flies). Tehnik ini dimulai sejak dari ditaruhnya telur lalat hingga lalat yang pertama
muncul
dari
pupa
dan meninggalkan
jasad,
sehingga
sangat berguna
dalam
hitungan jam hingga berminggu minggu setelah kematian. Metode yang kedua
adalah
serangga.Hal ini dapat digunakan sejak beberapa minggu setelah kematian hingga yang
tersisa hanya tulang tulang. Metode ini tergantung pada umur dari sisa jasad dan jenis
serangga yang ada.3
2.5
tahun
1958,
ditemukan
13
spesies
dari
Calliphoridae dan Sarcophagidae yang ditemukan pada mayat di Washington. Penelitian ini
menjadi dasar yang digunakan untuk memperkirakan usia belatung yang didapat pada
mayat. Belakangan ini, para peneliti mulai mengulang dan memperbaiki penelitian tentang
siklus perkembangan dan ukuran belatung yang dipengaruhi oleh suhu. Data yang paling
banyak ditemukan dalam forensik adalah
berdarah dingin, sehingga
temperatur tubuhnya
dipengaruhi
oleh
suhu
sekitar
sedangkan
ketika
suhu lingkungan
menurun,
laju
pertumbuhan
serangga
terdapat
pada
jasad,
disertai
dengan
pengetahuan
mengenai
kondisi
meteorologis dapat digunakan untuk menentukan berapa lama serangga berkoloni di jasad,
sehingga dapat menentukan lama kematian.2
Pada penelitian tentang penguraian, aktivitas lalat biasanya dimulai 10 menit segera
setelah kematian, tapi hal ini tidak selalu sama pada beberapa kasus seperti
tenggelam
dan
mayat
dibungkus,
aktivitas
lalat
bisa
pada
kasus
seperti cuaca yang berawan, turun hujan, dapat menghambat atau menghentikan aktivitas
lalat dewasa. Lalat jantan dan betina memerlukan makanan protein sebelum ovari dan testis
berkembang dan oogenesis dan spermatogenesis terjadi. Blow flies berkembang dimulai dari
telur melalui instar stages 1, instar stages 2, instar stages 3, pupa dan dewasa.
Lalat yang terbang akan hinggap pada mayat dan menetaskan sampai 300 telur dan
sampai 3000 untuk sepanjang hidupnya. Stadium pertama larva akan ditetaskan dari telur.
Pada stadium ini larva sangat rentan dan mudah mengalami kekeringan. Larva tidak dapat
keluar dari kulit yang membungkusnya, sehingga mereka bergantung pada cairan protein
sebagai asupan makanan, karena itu lalat betina akan menaruh telur pada tempat yang
memudahkan akses makanan bagi telur. Luka merupakan sumber protein yang sangat baik,
terutama darah, sehingga luka luka merupakan tempat bertelur yang paling pertama.
Apabila pada jasad tidak ada luka, lalat betina akan menaruh telur di dekat orificium atau
pada lapisan mukosa dikarenakan jaringan tersebut lembab dan lebih mudah dipenetrasi bila
dibandingkan dengan epidermis normal. Daerah wajah umumnya dikolonisasi lebih
dahulu, kemudian daerah genital, hal ini disebabkan karena daerah genital hampir selalu
ditutupi oleh pakaian. Pada kasus kasus pemerkosaan benda benda seperti darah dan
semen akan menarik perhatian lalat dengan cepat.3
Setelah melewati waktu waktu tertentu, dipengaruhi oleh suhu dan jenis spesies,
larva stadium 1 akan melepas kutikula dan mulutnya, dan memasuki instar stage 2
atau larva stadium 2. Larva stadium 2 berukuran lebih besar, lebih bisa bertahan hidup dan
dapat mempenetrasi kulit dengan mengeluarkan enzim proteolitik dan menggunakan
mulutnya yang lebih kuat. Stadium ini adalah waktu bagi larva untuk makan kemudian
berkembang memasuki instar stages 3, meninggalkan kutikula dan mulut yang dipakai
selama stadium 2. Larva stadium tiga memiliki siklus hidup yang lebih panjang dari larva
stadium satu dan dua dan akan bertumbuh menjadi 7-8 kali ukuran awal. Pada instar stage 3
larva menjadi banyak makan dan berkumpul sebagai satu masa yang besar sehingga dapat
menghasilkan panas yang signifikan. Kumpulan larva ini dapat menghabiskan banyak
jaringan dalam waktu yang singkat. Pada stadium ini bagian penyimpanan makanan yang
terletak di
foregut
dapat terlihat dengan warna hitam dan bentuk oval pada jaringan
stadium nonfeeding stage atau wandering stage. Pada stadium ini tidak ditemukan perubahan
fisik, walaupun terjadi perubahan fisiologis pada organ internal, tetapi dapat
ditemukan
perubahan sikap yang signifikan. Ketika larva memasuki nonfeeding stage, larva akan
menjauh dari sumber makanan dan mencari tempat yang sesuai untuk menjadi pupa. Tempat
itu antara lain adalah tanah disekitar, karpet, rambut atau baju dari jasad. Larva mungkin akan
mengubur diri beberapa sentimeter didalam tanah atau merangkak bermeter meter untuk
mendapatkan tempat yang cocok untuk menjadi pupa. Pada stadium ini disebut
dengan prepupa.Pada
akhir
stadium
ini
larva
akan
memendek
dan
menjadi
translusen. Pupasi akan dimulai sejak belatung prepupa mulai berkontraksi. Belatung tidak
akan
mengelupaskan
kutikula
tersebut
kutikula
akan
yang
tumbuh
pada instar
menghilang
sedikit
demi
stage
sedikit
dan
3,
akan
tetapi
serangga
akan
mensekresikan sejumlah substansi kedalam kutikula yang akan membuat warna pupa
menjadi
keras
dan
berwarna
hitam
untuk
membentuk
puparium.
Bagian yang
disebut dengan pupa adalah serangga yang hidup, dengan bagian kantung pupa yang
mengalami pengerasan atau puparium yang berguna sebagai struktur nonvital
membungkus
yang
serangga. Akan tetapi pada umumnya yang dianggap sebagai pupa adalah
bagian puparium dan serangga yang hidup dalamnya, sedangkan kantung pupa yang
ditinggalkan setelah lalat terbang disebut sebagai kantung pupa.3
Didalam
kantung
pupa
yang
mengalami
pengerasan,
serangga
bermetamorfosis atau berubah menjadi lalat dewasa. Pada masa ini, jaringan jaringan
imatur
akan
rusak
dan
akan
digantikan dengan
jaringan
yang
matur. Setelah
selesai lalat dewasa akan merobek ujung kantung pupa dengan memperbesar dan
mengkontraksikan ptilinum (kantung yang berisi darah yang terdapat pada kepala). Bagian
ujung dari kantung pupa atau operkulum akan robek dan membelah menjadi dua bagian.
Lalat dewasa yang baru akan meninggalkan kantung pupa dan robekan operkulum sebagai
bukti bahwa sudah melewati siklus dengan sempurna. Lalat yang baru keluar dari pupa tidak
memiliki warna biru metalik atau kehijauan seperti pada lalat dewasa. Sayap dari lalat baru
keluar terlipat lipat, dengan kaki yang tinggi, kurus, dan lemah, badan berwarna abu abu
dan bagian kepala belum terbentuk sempurna karena adanya ptilinum yang belum mengalami
retraksi. Pada stadium ini lalat sangat mudah dimangsa dan walaupun tidak dapat terbang
lalat tersebut dapat berlari dengan cepat dan akan bersembunyi hingga sayapnya kering dan
dapat terbang. Setelah itu tubuh lalat akan terlihat berwarna hijau metalik. Lalat
yang
terbang
merupakan
tanda
forensik
yang
dewasa
bahwa siklus dari lalat blow flies telah lengkap terjadi pada jasad. Lalat yang dapat terbang
tidak dapat digunakan sebagai identifikasi karena tidak bisa dibedakan antara lalat yang baru
datang atau sudah berkembang, tetapi lalat yang baru saja keluar dari pupa dan
belum
dapat
terbang
dapat digunakan
untuk
memperkirakan
waktu
kematian.
Ditemukannya pupa yang kosong juga mengindikasikan bahwa siklus dari lalat pada jasad
telah lengkap.Seluruh
siklus
hidup
dari
lalat
dapat
diprediksi.
Siklus
tersebut
sangat dipengaruhi oleh temperatur lingkungan, spesies, nutrisi, kelembapan dan lain lain.
Akan tetapi dari semua faktor diatas yang paling berpengaruh adalah temperatur.
Ketika menggunakan perkembangan lalat untuk menentukan waktu kematian perlu
mengetahui beberapa hal antara lain:
2.5.1 Stadium tertua dari blow flies yang berhubungan dengan jasad
Sangatlah penting untuk mengetahui sampai sejauh mana siklus hidup dari lalat yang
sudah terjadi. Seperti halnya temperatur yang mempengaruhi perkembangan serangga,
serangga yang mengalami perkembangan paling depan adalah serangga yang pertama
kali mencapai jasad. Tidak ada gunanya menentukan larva yang berada pada instar
stage 2 bila dapat ditemukan pupa kosong. Pupa yang kosong mengindikasikan bahwa ada
serangga
yang
sudah
menyelesaikan
siklus
hidupnya. Apabila
pada pemeriksaan
didapatkan larva pada stadium instar stage 3 pemeriksa harus memeriksa daerah baju, rambut
dan sekitarnya untuk menentukan apakah sudah ada larva yang memasuki nonfeeding
stage. Apabila ditemukan larva pada nonfeeding stage pemeriksa harus mencari apakah
ada pupa atau tidak. Bila tidak ditemukan pupa maka pemeriksa dapat mengambil
kesimpulan bahwa stadium terdepan yang dialami lalat adalah nonfeeding stage atau
prepupal third instar stage.2
2.5.2 Spesies serangga
Entomologis harus dapat mengidentifikasi spesies dari blow flies. Setiap spesies
memiliki perkembangan siklus yang berbeda beda, akibatnya setiap
dapat
dikenali.
Lalat
dewasa
memiliki
spesies
harus
dibedakan dengan antara yang satu dengan yang lain, sedangkan larva harus dibedakan dari
bagian mulut dan bentuk morfologis lainnya. Pemeriksaan DNA juga dapat digunakan untuk
menentukan spesies serangga terutama pada keadaan seperti larva pada instar stage 1 yang
sulit untuk dibedakan dan bila spesimen mengalami kerusakan.2
2.5.3 Data temperatur
Serangga sangat bergantung pada temperatur, karena itu sangat penting untuk
mengetahui temperatur dilokasi. Biasanya temperatur ditentukan dengan mengambil
data dari Badan Meteorologi Geofisika. Sering terjadi kesalahan dalam menentukan
temperatur di tempat kejadian karena data temperatur yang digunakan terkadang diambil
bukan
dari
lokasi
jasad, sehingga
data
temperatur
yang
diperkirakan
tidak
mencerminkan temperatur yang dialami serangga. Untuk mengatasi hal ini biasanya
digunakan alat perekam temperatur di lokasi yang akan mencatat temperatur selama
2 hingga 3 minggu.2
2.5.4 Data perkembangan
Untuk dapat menentukan umur serangga yang paling tua, entomologi harus
mengetahui kecepatan perkembangan siklus dari spesies serangga yang
berkoloni.
Informasi ini dapat diambil dari literatur yang menerangkan perkembangan siklus
setiap spesies disertai dengan pengaruh temperatur pada perkembangan serangga.
Setelah mendapatkan ke 4 informasi diatas kita dapat menjawab pertanyaan
Dalam kondisi seperti ini, berapa lama waktu yang dibutuhkan spesies ini untuk
mencapai stadium ini. Waktu kematian merupakan salah satu hal yang menjadi pertanyaan
yang biasanya diajukan pada kasus pembunuhan, tetapi sangat sulit untuk dipecahkan.
Entomologi dapat memberikan titik terang untuk permasalahan ini.2
2.6
Penguraian
Banyak penelitian tentang penguraian yang dilakukan di seluruh negara dan kondisi
lingkungan yang berbeda. Mayoritas dari penelitian dilakukan pada daerah tropis dan
subtropis.Penelitian tersebut membagi proses penguraian ke dalam lima stadium. :
2.6.1
Calliphoridae
dan
Sarcophagidae. Betina dewasa akan mencari mayat, kemudian memakan dan menetaskan
telur disekitar mayat,umumnya
dimulai dari
bagian
merupakan tempat kedua yang menarik bagi spesies daerah tropis di Hawaii, tetapi juga dapat
menjadi tempat utama.3
2.6.2
menyebabkan
sedikit
pengembangan dari abdomen dan pada akhirnya mayat akan tampak seperti balon.
Temperatur
tubuh
pembusukan
yang meningkat
selama
stadium
ini
mengakibatkan
proses
sangat menyukai mayat pada stadium ini. Saat mayat membengkak, cairan dipaksa keluar
dari rongga-rongga tubuh dan meresap ke dalam tanah. Cairan ini berkombinasi dengan
produksi amoniak yang berasal dari aktivitas metabolik larva diptera, menyebabkan
tanah
di
bawah
mayat tersebut menjadi alkalin dan binatang yang tinggal pada tanah
tersebut menjauh.3
2.6.3
gas dan mayat mulai mengempis. Pada akhir dari stadium ini, larva
menghabiskan
hampir
Sarcophagidae pada
seluruh daging
akhir
mayat. Sedangkan
stadium penghancuran,
telah
pada
Diptera
telah
Calliphoridae
dan
menyelesaikan
stadium
perkembangan mereka dan telah meninggalkan mayat untuk kemudian masuk dalam stadium
pupa.3
2.6.4
bangkai dan mulai kembalinya binatang yang tinggal pada tanah di bawah mayat tersebut.
Tidak ada ketentuan lamanya stadium ini, stadium ini dapat ditentukan lamanya dari variasi
binatang normal pada tanah serta kondisi lokal di mana mayat ditemukan.Pada dasarnya,
perkiraan usia dari belatung yang ditemukan pada mayat dapat menunjukan waktu minimal
sejak kematian. Misalnya jika usia belatung diperkirakan lima hari maka kesimpulannya
kematian
seharusnya
telah
Dasar ilmu forensik entomologi adalah mengukur lama serangga berkoloni pada
jasad, bukan menentukan waktu terjadinya kematian. Telur lalat dapat diletakkan
pada jasad dalam hitungan menit atau 1 hari kemudian jika jasad dalam keadaan terkubur,
terbungkus atau berada pada lokasi dengan temperatur yang rendah sehingga menghambat
kolonisasi
serangga.
Bila
kondisi
kolonisasi segera setelah kematian, terdapat hal hal lain yang dapat mempengaruhi proses
kolonisasi, contohnya pada satu kasus dimana seseorang dibunuh dimusim panas, ketika
siang hari dan ditinggal dalam keadaan berlumuran darah, maka dapat diperkirakan bahwa
serangga akan segera berkoloni dalam hitungan menit pada jasad. Akan tetapi hal itu belum
tentu benar.
Pada kasus kasus tertentu serangga memang menaruh telur pada jasad dalam
hitungan
menit,
dimakan
oleh
memakan
tetapi mayoritas
predator Vespa
semua
telur
yang
sp. Dalam
diletakkan
jumlah
pada
yang
hari
kali
diletakkan akan
besar Vespa
pertama,
sp. dapat
sehingga
saat
pemeriksaan yang dilakukan pada beberapa hari kemudian hanya akan didapatkan spesimen
dalam usia yang muda. Selain itu terdapat kemungkinan penyimpangan waktu
hari dalam menentukan waktu maksimum setelah kematian ditentukan
sebesar
berdasarkan
serangga yang ditemukan pada jasad. Hal ini dapat menyebabkan kesalahan yang
signifikan.
Sebagai
contoh
pada
satu
dalam keadaan meninggal, artinya waktu lama minimal kematian yang diperkirakan oleh
entomologisnya adalah 2 hari, hal itu
tepat. Karena
itu
adalah
benar walaupun
tidak
benar benar
entomologis.
Hal hal yang biasa digunakan sebagai acuan oleh entomologis adalah waktu
minimal kematian dan perkembangan siklus serangga. Beberapa serangga mungkin akan
berkembang lebih lama dari perkiraan karena itu menggunakan waktu minimal kematian
dapat meningkatkan keakuratan.Perkiraan waktu kematian sangat penting untuk kepentingan
investigasi dalam mendukung atau menolak kesaksian. Sebagai contoh pada kasus
ditemukannya
jasad
yang
sudah
mengalami
dekomposisi,
kemudian
seseorang
datang dengan kesaksian bahwa dia baru saja melihat kejadian pembunuhan yang terjadi
pada jasad tersebut; dapat dipastikan bahwa kesaksiannya tidak dapat digunakan.
Pada kasus lain dapat ditemukan dua kesaksian yang subjektif dan sangat bertolak belakang,
dengan menggunakan bukti bukti entomologi yang bersifat objektif maka akan dapat
diketahui kesaksian mana yang benar.2
dari
suatu
hewan
atau
manusia
merupakan
sumber
nutrisi
yang
memfasilitasi perubahan ekosistem yang cepat. Dalam hitungan menit atau bahkan
detik
setelah
membentuk koloni. Seiring dengan proses dekomposisi, jasad semakin tidak menarik
bagi
koloni
yang pertama dan menarik serangga lainnya. Perubahan biologis, kimia dan
fisik akan menarik serangga lain dan mengubah komposisi koloni yang akan terus terjadi
hingga tidak ada nutrisi yang dapat digunakan dari jasad. Jenis serangga yang akan
membentuk koloni pada jasad dipengaruhi oleh keadaan
nutrisi
pada
jasad,
keadaan
bahwa
serangga
yang
ditemukan
pada
tubuh
akan
berganti
seiring
berjalannya waktu dan terjadinya proses pembusukan. Tidak hanya jenis serangga pada tubuh
mayat saja yang dapat digunakan untuk menentukan waktu kematian, jika tubuh mayat
terbaring pada tanah untuk beberapa periode waktu, serangga dan hewan tidak bertulang
belakang lainnya yang ada pada tanah di bawah mayat tersebut juga akan berganti. Jumlah
spesies akan berkurang setelah komunitas baru
Pengetahuan
tentang
kejadian
ini
dari
spesies
dapat memungkinkan
para
lain
berkembang.
entomologis
untuk
memperkirakan seberapa lama tubuh terbaring pada lokasi ditemukannya. Benda benda
lain yang dapat digunakan untuk kepentingan entomologis antara lain adalah kulit larva, feses
dan membrana peritropik yang berasal dari Coleoptera : Dermestidae. Membran peritropik
memberi garis pada bagian perut dari serangga dan terbuang bersamaan ketika serangga
tersebut defekasi pada kasus kasus terkadang dapat ditemukan dilokasi sekitar jasad hingga
bertahun tahun.1
2.8 Menentukan Apakah Jasad di Pindahkan
Pada keadaan tertentu, serangga dapat digunakan untuk menentukan hal hal selain
waktu kematian minimal. Salah satunya adalah untuk menentukan apakah setelah
kematian
jasad
dipindahkan
atau
tidak. Tempat
dimana
tidak selalu menunjukkan tempat dia mati, seringnya tubuh dipindahkan dari tempat awal
dari kejadian kriminal.
jasadnya dipindahkan
ke tempat
suatu
tempat,
kemudian
setelah kematian, serangga yang berada di tempat itu akan hinggap di luka luka atau di
orifisium yang ada pada jasad dan berkoloni. Ketika jasad tersebut dibawa ke tempat baru
maka serangga serangga dari tempat lokasi pembunuhan terbawa ke tempat baru.
Serangga dan spesies hewan tidak bertulang belakang yang memakan tubuh
korban yang berada di dalam tanah berbeda dengan yang di lingkungan terbuka. Perbedaan
binatang ini juga menjadi dasar untuk menentukkan apakah korban telah dikuburkan sejak
awal kematian atau berada di lingkungan terbuka sebelum dikuburkan.3
2.9 Posisi Luka
Cara kematian berbeda dengan penyebab kematian. Sebagai contoh cara kematian
dengan tikaman atau bacokan, sedangkan penyebab kematian karena kehilangan
darah.
menjadi
penyebab
luka.
Dalam
hal
ini
ahli
kali
hinggap
ke
jasad
dan
flies adalah
serangga
yang
pertama
menaruh telurnya didekat luka supaya larva pada instar stage 1 mendapatkan nutrisi
yang cukup. Sesudah tubuh mengalami dekomposisi lebih lanjut akan lebih sulit untuk
menentukan ada atau tidaknya luka. Jika luka tersebut tidak mengenai jaringan keras seperti
tulang dan kartilago akan sangat mudah tidak terdeteksi, akan tetapi serangga dapat
mendeteksi adanya luka yang sangat kecil. Lalat betina dapat mendeteksi adanya luka dalam
ukuran yang kecil untuk dapat menaruh telur telurnya, lalat bahkan dapat mendeteksi
adanya
bekas
punksi
vena
tahap
untuk
dekomposisi
lebih
lanjut,
memperkirakan
posisi
luka,
kolonisasi
akan
dari serangga
tetapi yang
berhak
dapat
untuk
menyatakan posisi lukaluka adalah forensik patologis, sedangkan entomologis berhak untuk
menyatakan bahwa ada pola kolonisasi serangga yang tidak umum yang mungkin
mengindikasikan adanya luka. Sebagai contoh, pada suatu kasus ditemukan
seorang
wanita
yang
jasadnya
ditemukan
adanya
Didapatkan pola kolonisasi yang tidak umum berupa lebih banyak kolonisasi pada daerah
dada
dan
pemeriksaan
tangan
lebih
dibandingkan
lanjut dan
dengan kepala.
dilakukan
daerah
genital dianggap sebagai kasus pemerkosaan. Apabila pada pemeriksaan lebih lanjut
ditemukan bahwa serangga yang berkoloni di daerah genitalia adalah yang paling tertua, hal
ini mengindikasikan adanya pemerkosaan (luka atau semen pada daerah genital
mengakibatkan serangga tertarik), tetapi bila pada pemeriksaan lebih lanjut ditemukan bahwa
kolonisasi pada daerah genitalia dan daerah lainnya sama atau bahkan lebih lambat hal itu
menunjukan bahwa kolonisasi yang terjadi adalah normal, tidak mengindikasikan
pemerkosaan.3
2.10 Menghubungkan Tersangka dengan Kejadian
Sebagai contoh, terjadi suatu pemerkosaan pada pertengahan musim panas.
Korban wanita mengaku bahwa pelaku menggunakan topeng ski. Seorang suspek
teridentifikasi
dan
dalam
proses
penggeledahan
rumahnya
lebih
berupa
lanjut
ditemukan
lekukan dan
pada
didalam
topeng
lekukan
tersebut didapatkan
panas.
Setelah
menunjukan bukti
Pada
sedikit
lalu.
digunakan
pada
tersebut.3
2.11Obat
Serangga yang berkolonisasi pada jasad memakan jaringan jasad sehingga secara
tidak langsung mengkonsumsi substansi yang terdapat pada jasad. Zat zat tersebut dapat
berupa alkohol, racun dan obat. Alkohol adalah produk normal yang
proses
dekomposisi, sehingga
serangga
umumnya
dihasilkan
dari
baik dalam
serangga.
Pada kasus pembunuhan dan keracunan jaringan tubuh hampir seluruhnya dimakan
oleh belatung. Belatung mempunyai kemampuan untuk menyimpan jaringan berupa
cairan toksik sehingga dapat digunakan untuk analisa toksikologi. Walaupun tidak seluruh
mayat dimakan oleh belatung, tetapi masih lebih baik melakukan tes pada belatung daripada
pada sisa pembusukan manusia, karena jaringan hidup akan lebih mudah untuk di analisa
toksikologinya daripada tubuh yang sudah membusuk. Analisis serangga untuk menentukan
racun atau obat dapat dilakukan pada larva dan diptera dan coleoptera dewasa dan coleoptera
exuviae. Obat dapat mempengaruhi perkembangan dari serangga, yaitu mempercepat
atau memperlambat perkembangan, karena itu entomologis harus memperhatikan pernyataan
dari ahli toksikologi.2
2.12 Kelalaian Manusia
Pada kasus kasus ditemukan bahwa larva hanya memakan bagian jaringan
sudah
nekrotik,
ganggren dan
jaringan-jaringan
yang
yang
pengadilan entomologis dapat memberi pernyataan bahwa popok seorang bayi tidak diganti
selama 5 hari karena dalam 4 5 hari pada pemeriksaan didapatkan belatung yang memakan
jaringan jaringan yang sudah rusak.
2.13
entomologis
bukti
karena
seorang
bukti
entomologis
entomologis
sudah
dikumpulkan
terlatih
oleh seorang
untuk
ahli
mengidentifikasi,
mengumpulkan serangga dan dapat mengetahui mana yang penting dan mana yang tidak
penting.
2.14 Pengumpulan bukti entomologis pada lokasi kejadian
Bukti bukti entomologis yang diambil harus berasal dari lokasi kejadian. Pada suatu
kasus yang besar, setiap sentimeter dari lantai harus diperiksa dengan teliti dan setiap bukti
potensial harus difoto, dibuat sketsanya dan dikumpulkan. Sebelum bukti entomologis
diambil dari lokasi, lingkungan di sekitar lokasi harus diamati dan difoto terlebih dahulu.
Deskripsi hasil juga meliputi:
1. Daerah geografi: kota, desa, alamat jika ada, dsb
2.Tipe Habitat: gurun, hutan, di dalam apartmen, daerah kumuh, padang
rumput dsb.
3. Area : berbatu, pegunungan, atau dataran rendah
4. Tipe vegetasi: tanaman yang ada., jika spesifik dikirim ke botanis
5. Tipe tanah: berpasir, berkerikil, berlumpur, atau artificial (semen, batu-
batuan dsb)
Deskripsi tentang mayat termasuk:
1.Jenis kelamin, berat badan, tinggi badan
2. Ada atau tidaknya pakaian dan deskripsi tentang pakaian.
3. Postur mayat: duduk, berbaring, tengkurap dsb
4. Benda benda di sekitar mayat: terbungkus, tertutup dengan tanaman.
5. Kerusakan fisik: luka terbuka, memar dan daerah kerusakan.
6. Penyebab kematian
7. Stadium pembusukan
8. Serangga yang ditemukan,jika memungkinkan termasuk fotografi lengkap.
Dicatat juga data tentang iklim yang lengkap tiap jam. perkembangan serangga
berupa aktivitas dewasa, termasuk penetasan telur dan perkembangan imatur. Juga
dicatat hal-hal yang aneh ditemukan pada TKP. Jika terdapat konsentrasi belatung,
temperatur
pada
setiap
konsentrasi harus
dihitung
dengan
cara
meletakkan
termometer secara perlahan diatas konsentrasi belatung, kemudian tekan dengan lembut
pada permukaan. Hal ini akan mengakibatkan belatung belatung bergerak disekitar
termometer sehingga mengurangi kemungkinan kerusakan pada jasad.3
Pengumpulan bukti blow flies
Perkembangan blow flies adalah bukti entomologis yang paling penting untuk
menentukan waktu kematian pada hari pertama dan seminggu setelahkematian.
Setiap stadium sangat penting. Berikut adalah ringkasan teknik mengumpulkan bukti
entomologis blow flies.
Telur
Lokasi
Koleksi hidup : Simpan setengah dari sampel untuk keperluan identifikasi nanti letak dalam
vial diatas potongan hati sapi dan tutup menggunakan 2 lapis handuk dan ikat menggunakan
karet pengikat. Tulis pada vial tempat dan waktu pengambilan sampel.
Koleksi cadangan
atau isopropil alkohol 50% dengan segera setelah pengambilan sampel. Tulis pada
vial tempat dan waktu pengambilan sampel.
Catatan
area observasi dan catat waktu menetasnya telur. Telur menjadi bukti yang tidak penting
jika sudah didapatkan belatung.
Feeding larvae
: Pada tubuh, luka atau orifisium
dapat
:Sama seperti telur, jika memungkinkan, taruh larva pada air panas
tempat berbeda dan simpan terpisah, ambil menggunakan forcep tumpul, kuas kecil atau
spatula. Jangan menaruh larva berlebihan pada 1 vial.
Prepupal nonfeeding larvae
Lokasi
Koleksi hidup
Koleksi cadangan
Catatan
Pupae
Lokasi
mencegah
pada
vial
dengan
sedikit
potongan
handuk
yang lembab
sangat
kecil
dari
milimeter
hingga
sentimeter.
Puparia atau kantung pupa
Lokasi
Koleksi hidup
Koleksi cadangan
sebagai bantal untuk puparia dalam vial, tutup menggunakan tutup vial.
1,5
kering dan biarkan mongering, beri tanda sebagai lalat yang baru menetas.
Catatan
memerlukan udara.
Koleksi imatur: Simpan dan jaga agar tetap hidup dalam vial dengan potongan handuk
basah. Simpan sebagian dalam alkohol. Semua pupa sebaiknya disimpan dalam keadaan
hidup.
: Serangga yang dewasa dan imatur sangat penting
alkohol.
Koleksi imatur: Simpan
dalam
keadaan
hidup
dengan
individu karena beetles punya sifat kanibalisme. Simpan sebagian dalam alkohol. Setiap
pupa sebaiknya disimpan dalam keadaan hidup.
: Serangga dewasa dan imatur sangatlah penting, kedua duanya bergerak dengan
cepat. Kulit larva dan kantung pupa sebaiknya juga disimpan.
Sampel tanah
Serangga tanah dan hewan tidak bertulang belakang sebaiknya tidak usah
disingkirkan. Sample tanah dikumpulkan dan dibawa ke laboratotium.
Ambil sebanyak kurang lebih 4 gelas. Taruh pada kaleng yang ukurannya 2 kali dari sampel.
Sampel tanah biasanya diperiksa entomologis di laboratorium.
label,
bagaimana
cara
mengumpulkan,
siapa
yang
dikumpulkan
harus
dilabel
berdasarkan
tempat ditemukannya.
Serangga diambil menggunakan forcep atau tangan. Harus menggunakan sarung tangan
setiap waktu. Serangga yang ditangkap ada 2 jenis: serangga dengan badan yang keras,
seperti kumbang
dan
serangga
dengan
badan
lunak.
Tindakan
terhadap serangga
yang berbadan keras dilakukan sama halnya dengan serangga yang terbang. Untuk
yang berbadan lunak perlu perlakuan khusus, karena lebih susah diidentifikasi. Mereka
terdiri dari dewasa dan belum matur. Serangga yang belum matur lebih susah
diidentifikasi, sehingga biasanya mereka dibiarkan terlebih dahulu.
dibagi
menjadi
dua
entomologi, sedangkan
untuk
Serangga ini
yang
kedua
dibiarkan
hidup
untuk identifikasi
spesies. Serangga yang belum matur umumnya berupa belatung, dibunuh dan dimasukkan
kedalam solusi KAA selama 5-10 menit tergantung ukuran belatung kemudian dipindahkan
ke etil alkohol 70% atau isopropyl alkohol yang ditambah air dengan perbandingan
1:1. Solusi KAA digunakan untuk melepaskan bagian luar permukaan serangga
atau kutikula. . Jika tidak dilakukan, alkohol akan masuk ke dalam tubuh dan
membuat tubuh serangga menjadi hitam dan busuk. Solusi KAA terdiri atas 1 bagian asam
asetat, 1 bagian minyak tanah, 30 bagian etil alkohol 95%. Jika KAA tidak ada, dapat
digunakan air panas76,7 oC selama 2-3 menit dan ditransfer ke etil alkohol 70% untuk
penyimpanan.1
3. Pemberian Label
a. Tanggal pengumpulan
b. Waktu pengumpulan
c. Lokasi ditemukan pada tubuh, sespesifik mungkin.
d. Tempat ditemukan tubuh: di dalam rumah, di semak-semak, di pegunungan
e.Daerah tubuh dimana spesimen ditemukan, jangan bercampur dengan specimen dari daerah
tubuh lain.
f.Nama, alamat, dan nomor telepon dari kolektor.
Myasis
Myasis adalah
suatu
penyakit
yang
disebabkan
masuknya
belatung
ke
jaringan hidup. Beberapa spesies lalat termasuk yang umum ditemukan pada orang
atau binatang hidup. Salah satu manifestasi yang ditemukan sheep-strike. Dimana lalat
meletakkan telurnya pada kulit yang tidak terluka, binatang menjadi lemah dan kematian
pun mulai terjadi. Kemungkinan orang-orang yang menderita myasis akan meninggal
dengan cepat dengan tanda-tanda adanya larva pada tubuh.
2.16 Halangan untuk Forensik Entomologi
2.17.1Temperatur
Seperti yang sudah
disebutkan
sebelumnya
bahwa
temperatur
sangat
statistik
yang
lengkap
untuk memprediksi
temperatur yang ada di lokasi dengan memperbandingkan data dari stasiun cuaca dan data
dari lokasi.
2.17.2 Musim
Perkembangan serangga dipengaruhi oleh musim. Pada musim musim tertentu
dimana temperaturnya sangat rendah akan menghambat perkembangan.
2.17.3 Eksklusi Serangga
Serangga dapat pergi dari jasad dengan beberapa alasan. Jasad mungkin mengalami
pembekuan sehingga serangga yang sudah berkoloni akan pergi. Pembekuan juga
dapat
mempengaruhi
dekomposisi,
sehingga
akan
mempengaruhi
kolonisasi
dan
jenis
tanah
sangat
mempengaruhi.
Pembungkus
tubuh dapat
untuk
mencapai jasad yang dibungkus sehingga akan menambah perkiraan waktu kematian,
tetapi perkembangan pada jasad tetap sama sehingga waktu kematian minimal tetap dapat
diprediksi.
2.17.4 Pelaporan
Laporan entomologis akan sangat berguna untuk kepentingan penyelidikan dan juga
dapat digunakan sebagai bukti di pengadilan. Laporan yang digunakan untuk
pengadilan
harus dipisahkan dari laporan lainnya agar pembaca dapat memahami dasar-dasar
ilmu mengenai dari entomologi sehingga mereka dapat mengambil kesimpulan tanpa perlu
mencari literatur lebih lanjut. Laporan sebaiknya dimulai dengan deskripsi singkat mengenai
kejadian, tempat kejadian, korban dan kumpulan sampel yang ditemukan yang berkaitan
dengan entomologi. Pada laporan harus dijelaskan mengenai bagaimana, kapan dan siapa
yang menghubungi ahli entomologi serta bagaimana bukti entomologi tersebut diterima oleh
ahli entomologi. Harus dijelaskan pula mengenai prosedur yang digunakan, data yang
digunakan dan hasil identifikasi dari serangga. Selain itu, di dalam laporan juga harus
terdapat mengenai latar belakang ilmu forensik ilmu entomologi dan harus dapat
menyimpulkan mengenai spesies mana yang terlibat dan bagaimana perkembangan spesies
tersebut sesuai dengan literatur.2
2. Penentuan Waktu Kematian Berdasarkan Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan penunjang diperlukan untuk membantu membuat jelasnya suatu perkasra
kasus dalam menentukan identitad, saat kematian, sebab kematiab. Pemlihina pemeriksaan
penunjang sesuai indikasi kasus dapat dilakukan satu macam pemeriksaan penunjang atau
lebih. Pengambilan sampel, pengiriman dan pemeriksaan barang bukti medis adalah spesifik
untuk masing masing pemeriksaan penunjang.
Laboratorium Forensik mempunyai tugas mendukung suatu komponen penyelidikan
perkara, mengidentifikasikan komponen penyelidikan perkara, diketahui namanya atau
benda, sebab-sebab kematian, diketahui sifat dan tanda-tanda untuk kepentingan pembuktian
menjawab pertanyaan
pertanyaan
diatas,
harus
dilakukan
digunakan reagen yang dibuat dari Fenolftalein 2g + 100 ml NaOH 20% dan
dipanaskan dengan biji biji zinc sehingga terbentuk fenolftalein yang tidak
berwarna. (1)
Hasil positif menyatakan bahwa bercak tersebut mungkin darah sehingga perlu
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Sedangkan hasil negative pada kedua
reaksi tersebut memastikan bahwa bercak tersebut bukan darah. (2)
c. Pemeriksaan Meyakinkan/Test Konfirmasi Pada Darah (1), (2)
Setelah didapatkan hasil bahwa suatu bercak merah tersebut adalah
darah maka dapat dilakukan pemeriksaan selanjutnya yaitu pemeriksaan
meyakinkan darah berdasarkan terdapatnya pigmen atau kristal hematin
(hemin) dan hemokhromogen.
Terdapat empat jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk
memastikan bercak darah tersebut benar berasal dari manusia, yaitu :
1. Cara kimiawi
Terdapat dua macam tes yang dapat dilakukan untuk memastikan bahwa
yang diperiksa itu bercak darah, atas dasar pembentukan kristal-kristal
hemoglobin yang dapat dilihat dengan mata telanjang atau dengan
mikroskopik. Tes tersebut antara lain tes Teichmann dan tes Takayama.
2. Cara serologik
Pemeriksaan serologik berguna untuk menentukan spesies dan
golongan darah. Untuk itu dibutuhkan antisera terhadap protein manusia
(anti human globulin) serta terhadap protein hewan dan juga antisera
terhadap golongan darah tertentu.
Prinsip pemeriksaan adalah suatu reaksi antara antigen (bercak darah)
dengan antibody (antiserum) yang dapat merupakan reaksi presipitasi atau
reaksi aglutinasi.
3. Pemeriksaan Mikroskopik (4)
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat morfologi sel darah merah.
Cara pemeriksaan :
Darah yang masih basah atau baru mengering ditaruh pada kaca obyek
kemudian ditambahkan 1 tetes larutan garam faal, dan ditutup dengan kaca
penutup, lihat dibawah mikroskop.
Cara lain, dengan membuat sediaan apus dengan pewarnaan Wright atau
Giemsa.
Hasil :
Pemeriksaan mikroskopik kedua sediaan tersebut hanya dapat menentukan
kelas dan bukan spesies darah tersebut.
Kelas mamalia mempunyai sel darah merah berbentuk cakram dan tidak
berinti, sedangkan kelas lainnya berbentuk oval atau elips dan tidak berinti
Bila terlihat adanya drum stick dalam jumlah lebih dari 0,05%, dapat
dipastikan bahwa darah tersebut berasal dari seorang wanita.
Kelebihan:
Dapat terlihatnya sel sel leukosit berinti banyak. Dapat terlihat
adanya drum stick pada pemeriksaan darah seorang wanita.
Pemeriksaan lanjutan yang dapat dilakukan setelah suatu bercak merah benar bercak
darah dan benar bercak darah manusia, meliputi :
Penentuan Golongan Darah (1), (4)
American Association of Blood Banks mendefinisikan golongan darah sebagai
kumpulan antigen yang diproduksi oleh alel gen. Bagaimanapun, golongan darah
secara genetic dikontrol dan merupakan karakteristik yang seumur hidup dapat
diperiksa karena berbeda pada tiap individual. Darah yang telah mengering dapat
berada dalam pelbagai tahap kesegaran.
Bercak dengan sel darah merah masih utuh.
Bercak dengan sel darah merah sudah rusak tetapi dengan aglutinin dan antigen
yang masih dapat di deteksi;
Sel darah merah sudah rusak dengan jenis antigen yang masih dapat dideteksi
namun sudah terjadi kerusakan aglutinin.
Sel darah merah sudah rusak dengan antigen dan agglutinin yang juga sudah
tidak dapat dideteksi.
Bila didapatkan sel darah merah dalam keadaan utuh
Penentuan golongan darah dapat dilakukan secara langsung seperti pada penentuan
golongan darah orang hidup, yaitu dengan meneteskan 1 tetes antiserum ke atas 1
tetes darah dan dilihat terjadinya aglutinasi. Aglutinasi yang terjadi pada suatu
antiserum merupakan golongan darah bercak yang diperiksa, contoh bila terjadi
aglutinasi pada antiserum A maka golongan darah bercak darah tersebut adalah A.
Bayi II
Pria
AB
Wanita
Jelas bayi II adalah anak dari pasangan I, sedangkan bayi I anak anak pasangan II.
Table. Kasus bayi tertukar. Penentuan berdasarkan golongan darah ABO.
Bayi I
Bayi II
AB
Pria
AB
Wanita
Jelas bayi I adalah anak pasangan I, tidak mungkin sebagai anak pasangan II,
sedangkan bayi II adalah anak dari pasangan II, walaupun pasangan I mungkin saja
mempunyai anak bergolongan darah A.
Ragu ayah (disputed paternity).
Dalam kasus ini siapa saja ayah yang sebenarnya dari seorang anak masih diragukan.
Table. Kasus ragu ayah. Penentuan berdasarkan golongan darah ABO.
Golongan darah
Bayi
B MNS Rhesus +
Ibu
A MNS Rhesus +
Pria I
AB MNS Rhesus +
Pria II
O MS Rhesus +
Pria III
A MNS Rhesus +
Pria I tidak dapat disingkirkan kemungkinan menjadi ayah si anak, sedangkan Pria II
dan III pasti bukan ayah anak tersebut.
Ayah yang curiga si anak bukanlah anaknya yang sejati.
Table. Kasus ragu ayah. Curiga bukan anak yang sejati.
Golongan Darah
Anak
O MNS Rhesus +
Ibu
A MS Rhesus +
Ayah
B MS Rhesus +
Pengambilan
bahan
untuk
pemeriksaan
laboratorium
untuk
pemeriksaan cairan mani dan sel mani dalam lendir vagina, yaitu dengan mengambil
lendir vagina menggunakan pipet pasteur atau diambil dengan ose batang gelas, atau
swab. Bahan diambil dari forniks posterior, bila mungkin dengan spekulum. Pada
anak-anak atau bila selaput darah masih utuh, pengambilan bahan sebaiknya dibatasi
dari vestibulum saja.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan meliputi :
1. Penentuan spermatozoa (mikroskopis)
Tujuan : Menentukan adanya sperma
Bahan pemeriksaan : cairan vagina
Metode pemeriksaan :
Tanpa pewarnaan
Untuk melihat motilitas spermatozoa. Pemeriksaan ini paling bermakna
untuk memperkirakan saat terjadinya persetubuhan
Cara pemeriksaan :
Letakkan satu tetes cairan vagina pada kaca objek kemudian ditutup.
Periksa dibawah mikroskop dengan pembesaran 500 kali. Perhatikan pergerakkan
spermatozoa
Hasil :
Umumnya disepakati dalam 2 3 jam setelah persetubuhan masih dapat
ditemukan spermatozoa yang bergerak dalam vagina. Haid akan memperpanjang
waktu ini sampai 3 4 jam. Berdasarkan beberapa penelitian, dapat disimpulkan
bahwa spermatozoa masih dapat ditemukan 3 hari, kadang kadang sampai 6 hari
pasca persetubuhan. Pada orang mati, spermatozoa masih dapat ditemukan hingga
2 minggu pasca persetubuhan, bahkan mungkin lebih lama lagi.
Dengan Pewarnaan
Cara pemeriksaan :
Buat sediaan apus dan fiksasi dengan melewatkan gelas sediaan apus
tersebut pada nyala api. Pulas dengan HE, biru metilen atau hijau malakit
Cara pewarnaan yang mudah dan baik untuk kepentingan forensik adalah
pulasan dengan hijau malakit dengan prosedur sebagian berikut :
Buat sediaan apus dari cairan vaginal pada gelas objek, keringkan diudara, dan
fiksasi dengan melewatkan gelas sediaan apus tersebut pada nyala api, warnai
dengan Malachite-green 1% dalam air, tunggu 10-15 menit, cuci dengan air,
warnai dengan larutan Eosin Yellowish 1 %dalam air, tunggu selama 1 menit, cuci
lagi dengan air, keringkan dan periksa dibawah mikroskop.
Hasil :
Keuntungan dengan pulasan ini adalah inti sel epitel dan leukosit tidak
terdiferensiasi, sel epitel berwarna merah muda merata dan leukosit tidak
terwarnai. Kepala spermatozoa tampak merah dan lehernya merah muda, ekornya
berwarna hijau
Bila persetubuhan tidak ditemukan, belum tentu dalam vagina tidak ada
ejakulat karena kemungkinan azoosperma atau pascavasektomi. Bila hal ini
terjadi, maka perlu dilakukan penentuan cairan mani dalam cairan vagina.
2. Penentuan Cairan Mani (kimiawi)
Untuk membuktikan terjadinya ejakulasi pada persetubuhan dari
ditemukan cairan mani dalam sekret vagina, perlu dideteksi adanya zat-zat yang
banyak terdapat dalam cairan mani, yaitu dengan pemeriksaan laboratorium :
a. Reaksi Fosfatase Asam
Merupakan tes penyaring adanya cairan mani, menentukan apakah
bercak tersebut adalah bercak mani atau bukan, sehingga harus selalu
dilakukan pada setiap sampel yang diduga cairan mani sebelum dilakukan
pemeriksaan lain. Reaksi fosfatase asam dilakukan bila pada pemeriksaan
tidak ditemukan sel spermatozoa. Tes ini tidak spesifik, hasil positif semu
dapat terjadi pada feses, air teh, kontrasepsi, sari buah dan tumbuh-tumbuhan.
Dasar reaksi (prinsip) :
Adanya enzim fosfatase asam dalam kadar tinggi yang dihasilkan oleh
kelenjar prostat. Enzim fosfatase asam menghidrolisis natrium alfa naftil
fosfat. Alfa naftol yang telah dibebaskan akan bereaksi dengan brentamin
menghasilkan zat warna azo yang berwarna biru ungu. Bahan pemeriksaan
yang digunakan adalah cairan vaginal.
Hasil :
Bercak yang tidak mengandung enzim fosfatase memberikan warna
serentak dengan intensitas tetap, sedangkan bercak yang mengandung enzim
tersebut memberikan intensitas warna secara berangsur-angsur.
Waktu reaksi 30 detik merupakan indikasi kuat adanya cairan mani.
Bila 30 65 detik, masih perlu dikuatkan dengan pemeriksaan elektroforesis.
Waktu reaksi > 65 detik, belum dapat menyatakan sepenuhnya tidak terdapat
cairan mani karena pernah ditemukan waktu reaksi > 65 detik tetapi
spermatozoa positif.
Enzim fosfatase asam yang terdapat di dalam vagina memberikan
waktu reaksi rata-rata 90 100 detik. Kehamilan, adanya bakteri-bakteri dan
jamur, dapat mempercepat waktu reaksi.
b. Reaksi Florence
Reaksi ini dilakukan bila terdapat azoospermia/tidak ditemukan
spermatozoa atau cara lain untuk menentukan semen tidak dapat dilakukan.
Bila terdapat mani, tampak kristal kolin periodida coklat berbentuk
jarum dengan ujung sering terbelah.
Test ini tidak khas untuk cairan mani karena bahan yang berasal dari
tumbuhan atau binatang akan memperlihatkan kristal yang serupa tetapi hasil
postif pada test ini dapat menentukan kemungkinan terdapat cairan mani dan
hasil negative menentukan kemungkinan lain selain cairan mani.
c. Reaksi Berberio
Reaksi ini dilakukan dan mempunyai arti bila mikroskopik tidak
ditemukan spermatozoa.
Dasar reaksi :
Menentukan adanya spermin dalam semen.
Hasil :
Hasil positif bila, didapatkan kristal spermin pikrat kekuningan
berbentuk jarum dengan ujung tumpul. Kadang-kadang terdapat garis refraksi
yang terletak longitudinal. Kristal mungkin pula berbentuk ovoid.
3. Penentuan Golongan Darah ABO Pada Cairan Mani
Pada individu yang termasuk golongan sekretor (85% dari populasi), substansi
golongan darah dapat dideteksi dalam cairan tubuhnya seperti air liur, sekret vagina,
cairan mani, dan lain-lain. Substansi golongan darah dalam cairan mani jauh lebih
banyak dari pada air liur (2 100 kali). Hanya golongan sekretor saja yang golongan
darahnya dapat ditentukan dalam semen yaitu dilakukan dengan cara absorpsi
inhibisi.
Table. Gambaran substansi golongan darah dalam bahan pemeriksaan yang berasal
dari forniks posterior vagina.
Golongan Darah Wanita
O
AB
Substans
i
sendiri
dalam
A+H
B+H
H*
H*
H*
A+H
A+B
sekret
vagina
Substansi
asing
berasal
dari
A+B
semen
Hasil :
Adanya substansi asing menunjukkan di dalam vagina wanita tersebut
terdapat cairan mani.
4. Pemeriksaan Bercak Mani Pada Pakaian
a. Secara visual
Bercak mani berbatas tegas dan warnanya lebih gelap daripada sekitarnya.
Bercak yang sudah agak tua berwarna kekuningan.
Pada bahan sutera / nilon, batas sering tidak jelas, tetapi selalu lebih gelap
daripada sekitarnya.
Pada tekstil yang tidak menyerap, bercak segar menunjukkan permukaan
mengkilat dan translusen kemudian mengering. Dalam waktu kira-kira 1 bulan
akan berwarna kuning sampai coklat.
Pada tekstil yang menyerap, bercak segar tidak berwarna atau bertepi kelabu
yang berangsur-angsur menguning sampai coklat dalam waktu 1 bulan.
Dibawah sinar ultraviolet, bercak semen menunjukkan flouresensi putih.
Bercak pada sutera buatan atau nilon mungkin tidak berflouresensi.
Flouresensi terlihat jelas pada bercak mani pada bahan yang terbuat dari
serabut katun. Bahan makanan, urin, sekret vagina, dan serbuk deterjen yang
tersisa pada pakaian sering berflouresensi juga.
b. Secara taktil (perabaan)
Bercak mani teraba kaku seperti kanji. Pada tekstil yang tidak menyerap,
bila tidak teraba kaku, masih dapat dikenali dari permukaan bercak yang teraba
kasar.
c. Skrining awal (dengan Reagen fosfatase asam)
Cara pemeriksaan :
Sehelai kertas saring yang telah dibasahi akuades ditempelkan pada bercak
yang dicurigai selama 5 10 menit. Keringkan lalu semprotkan / teteskan dengan
reagen. Bila terlihat bercak ungu, kertas saring diletakkan kembali pada pakaian
sesuai dengan letaknya semula untuk mengetahui letak bercak pada kain.
d. Uji pewarnaan Baecchi
Reagen dapat dibuat dari :
Asam fukhsin 1 % 1 ml
Biru metilen 1 % 1 ml
Asam klorida 1 % 40 ml
Cara Pemeriksaan :
Selama menunggu, tentukan titer anti A, anti B dan anti H yang digunakan.
Setelah 30 menit berlalu, pada campuran tersebut ditentukan titer anti A, anti B dan
anti H dengan cara yang sama.
SDM yang digunakan adalah suspensi 4 % yang berumur kurang dari 24 jam.
Bandingkan titer antisera yang digunakan dengan titer campuran antiserum + air liur.
Hasil positif bila titer berkurang lebih dari 2 kali.
3.
ternyata paru-paru sudah mengisi rongga dada, baik pada bayi yang lahir
hidup maupun lahir mati. Paru-paru berwarna kelabu ungu merata seperti hati,
konsistensi padat, tidak teraba derik udara dan pleura yang longgar (slack
pleura). Berat paru kira-kira 1/70x berat badan.
Uji apung paru.
Uji ini harus dilakukan dengan teknik tanpa sentuh (no touch
technique), paru-paru tidak disentuh untuk menghindari untuk timbulnya
artefak pada sediaan histopotologi jaringan paru akibat manipulasi berlebihan.
Setelah organ leaher dan dada dikeluarkan dari tubuh, lalu dimasukkan
kedalam air dan dilihat apakah mengapung atau tenggelam. Kemudian paru
kiri dan kanan dilepaskan dan dimasukkan kedalam air lagi, dan dilihat apakah
mengapung atau tenggelam. Setelah itu setiap lobus dipisahkan dan di
masukkan ke dalam air dan dilihat apakah mengapung atau tenggelam. 5
potong kecil dari bagian perifer tiap lobus dimasukkan ke dalam air, dan
diperhatikan apakah mengapung ataukah tenggelam.
Hingga tahap ini, paru bayi yang baru lahir mati masih dapat mengapung oleh
karena kemungkinan adanya gas pembusukan. Bila potongan kecil itu
mengapung, letakkan di antara dua karton dan ditekan (dengan arah tekanan
tegak lurus, jangan bergeser) untuk mengeluarkan gas pembusukan yang
terdapat pada jaringan interstisial paru, lalu masukkan kembali ke dalam air
dan di amati apakah masih mengapung atau tenggelam. Bila masih
mengapung berarti paru tersebut berisi udara residu yang tidak akan keluar.
Kadang-kadang dengan penekanan, dinding alveoli pada bayi yang telah
membusuk akan pecah dan udara residu keluar dan memperlihatkan hasil uji
apung paru negatif.
Uji apung paru harus dilakukan menyeluruh sampai potongan kecil-kecil,
mengingat kemungkinan adanya pernafasan sebagian yang dapat bersifat
buatan (pernafasan buatan) ataupun alamiah, yaitu bayi yang sudah bernafas
walaupun kepala masih dalam vagina.
Hasil negatif belum berarti pasti lahir mati, karena adanya kemungkinan bayi
dilahirkan hidup tapi kemudian berhenti bernafas meskipun jantung masih
berdenyut, sehingga udara dalam alveoli diresopsi. Pada hasil negatif ini,
pemeriksaan histopatologi harus dilakukan untuk memastikan bayi lahir mati
atau hidup. Hasil uji apung paru positif berarti pasti lahir hidup.
Penyebab kematian. Penyebab kematian tersering pada pembunuhan
anak sendiri adalah mati lemas (asfiksia). Cara tersering dilakukan adalah
dengan cara pembekapan, penyumbatan jalan nafas, penjeratan, pencekikan
dan penenggelaman. Kadang-kadang bayi dimasukkan ke dalam lemari, kopor
dan sebagainya. (2)
Lahir hidup dapat diketahui dari perangi paru-paru secara makroskopis
maupun mikroskopis. Secara makroskopis paru-paru anak ayang dilahirkan
hidup akan tampak mengembang dan menutupi kandung jantung, tepintnya
tumpul, warnaya merah ungu dengan gambaran mozaik, lebih berat (1/35 berat
badan, pada yang lahir mati atau belum bernafas berat paru-paru sekitar1/70
berat badan), pada perabaan teraba derik udara atau krepitasi, bila dimasukkan
ke dalam air akan mengapung, bila diiris dan dipijat akan banyak
mengeluarkan darah dan busa. Sedangkan secara mikroskopik akan tamak
jelas adanya pengembangan dari kantung-kantung hawa (alveoli). (7)
Mikroskopik paru-paru.
Setelah paru-paru dikeluarkan dengan teknik tanpa sentuh, dilakukan fiksasi
dengan larutan formalin 10%. Sesudah 12 jam, dibuat irisan-irisan melintang
untuk memungkinkan cairan fiksatif meresap dengan baik ke dalam paru. Setelah
difiksasi selama 48 jam, kemudian dibuat sediaan histopatologi. Biasanya dibuat
pewarnaan HE dan bila paru telah membusuk digunakan pewarnaan Gomori atau
Ladewig.
Tanda khas untuk paru bayi belum pernah bernafas adalah adanya tonjolan
(projection), yang berbentuk seperti bantal (cushion-like) yang kemudian akan
bertambah tinggi dengan dasar menipis sehingga tampak seperti gada (club-like).
Pada permukaan ujung bebas projection tampak kapiler yang berisi banyak darah.
Tanda khas untuk paru bayi yang belum bernafas yang sudah membusuk,
dengan pewarnaan Gomori atau Ladewig, tampak serabut-serabut retikuler pada
permukaan dinding alveoli berkelok-kelok seperti rambut keriting, sedangkan
pada projection berjalan dibawah kapiler sejajar dengan permukaan projection dan
membentuk gelung-gelung terbuka (open loops). Pada paru bayi baru lahir mati
mungkin juga ditemukan tanda inhalasi cairan amnion yang luas karena asfiksi
intrauterin.
Lahir hidup adalah keluar atau dikeluarkannya hasil konsepsi yang lengkap,
yang setelah pemisahan bernafas atau menunjukkan tanda kehidupan lain, tanpa
mempersoalkan usia gestasi, sudah atau belum tali pusat dipotong dan uri
dilahirkan.
Pada pemeriksaan ditemukan dada sudah mengembang dan diafragma sudah
turun sampai selaiga 4-5, terutama pada bayi yang telah lama hidup.
pemeriksaan paru lainnya adalah : (2)
a. Pemeriksaan diatom :
Alga (ganggang) bersel satu dengan dinding terdiri dari silikat (SiO2)
yang tahan panas dan asam kuat. Diatom ini dapat dijumpai dalam air tawar,
air laut, sungai, air sumur dan udara.
Bila seseorang mati karena tenggelam, maka cairan bersama diatom akan
masuk ke dalam saluran pernapasan atau pencernaan, kemudian diatom akan
masuk ke dalam aliran darah melalui kerusakan dinding kapiler pada waktu
korban masih hidup dan tersebar ke seluruh jaringan.
Pemeriksaan diatom dilakukan pada jaringan paru segar. Bila mayat
telah membusuk, pemeriksaan diatom dilakukan dari jaringan ginjal, otot
skelet atau sumsum tulang paha. Pemeriksaan diatom pada hati dan limpa
kurang bermakna sebab berasal dari penyerapan abnormal dari saluran
pencernaan terhadap air minum atau makanan.
b. Pemeriksaan Destruksi (Digesti Asam) Pada Paru
Ambil jaringan paru sebanyak 100 gram, masukkan ke dalam labu
Kjeldahl dan tambahkan asam sulfat pekat sampai jaringan paru terendam,
diamkan kurang lebih setengah hari agar jaringan hancur. Kemudian
dipanaskan dalam lemari asam sambil diteteskan asam nitrat pekat samapi
terbentuk dan cairan dipusing dalam centrifuge.
Pengujian tersebut hanya dapat dilakukan terhadap benda bukti yang masih berupa
preparat murni atau pada tempat suntikan bila ternyata di tempat tersebut masih
terkumpul narkotika yang belum diserap dan tidak dapat dilakukan terhadap bahan
biologis seperti urin, darah, cairan empedu dan lain-lain.
o Pemeriksaan patologi anatomi, sampel yang diambil diperiksa : jaringan yang
mengalami kelainan dan atau jaringan di sekitar luka. Sampel diawtkan dengan
formaslin 10% kemudaian buat preparat PA untuk selanjutnya diperiksa secara
mikroskopis. Hadil yang didapatka apabila pada sampel akibat trauma ditemukan
sel radang berarti trauma terjadi pasa saat kroabn masih hidup, tetapi apabila
tidak ditemukan sel radang maka trauma terjadi setelah korban meningga.
Pemeriksaan lainnya selain yang dijelaskan diatas dapat dilihat pada gambar
dibawah :
BAB III
3.1.
KESIMPULAN
Kematian hanya dapat dialami oleh organisme hidup. Secara medis, kematian
merupakan suatu proses dimana fungsi dan metabolisme sel organ internal tubuh
terhenti. Dikenal beberapa istilah yaitu mati somatis, mati seluler mati serebral dan
mati batang otak. Seseorang dikatakan tida dapat hidup kembali jika telah mengalami
mati batang otak. Dalam hal ini, ilmu kedokteran forensik dapat berperan dalam
menentukan diagnostik pasti kematian, selain itu juga dapat menentukan sebab
kematian, cara kematian, proses kematian dan waktu terjadinya kematian.
Waktu terjadinya kematian dapat ditentukan dengan menggunakan beberapa
sebaiknya dokter lebih teliti dalam memeriksa tanda-tanda pada jenazah serta
mempertimbangkan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi tanda-tanda
penentuan saat kematian korban sehingga range perkiraan saat kematian korban lebih
tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Munim Idries. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi pertama. Binarupa
Aksara. Hal. 54-77