Anda di halaman 1dari 24

BAB 7

THANATOLOGI)

Tujuan Instruksi Umum (TIU)


1. Mampu memahami tanda-tanda kematian

Tujuan Instruksi Khusus (TIK)


1. Mampu menjelaskan definisi Thanatologi
2. Mampu menjelaskan jenis kamatian
3. Mampu menjelaskan tanda tidak pasti kematian.
4. Mampu menjelaskan tanda pasti kematian
5. Mampu menjelaskan factor-faktor yang mempengaruhi tanda
pasti kematian

1
BAB 7
THANATOLOGI)

7.1 Pendahuluan

Kematian adalah suatu misteri yang tidak kita ketahui kapan dan bagaimana
seseorang itu menjalaninya hingga sampai pada suatu kondisi yang namanya mati,
sebagian orang mati oleh karena upaya bunuh diri, sebagian mati oleh karena
kecelakaan dan sebagian oleh karena dibunuh orang lain. Untuk mengetahui apa
yang dimaksud dengan mati, berapa lama kematian, maka thanantologi akan
membahasnya.

7.2 Definisi

Definisi : thanatology terdiri dari kata thanatav berarti kematian dan logy
berarti ilmu, jadi tanatologi adalah bagian dari ilmu kedokteran forensic, yang
mempelajari tentang kematian, serta factor-faktor yang mempengaruhi perubahan
–perubahan tersebut. Tanatologi meliputi pembahasan mengenai pengertian mati,
menetapkan telah terjadi kematian dan perubahan post modem yang sangat
penting dalam aspek medikolegal. Dalam aspek medikolegal, tanatologi dapat
membantu dalam hal apakah korban telah pasti meninggal, telah berapa lama
korban meninggal, posisi korban meninggal, apakah posisinya telah berubah dan
bisa menentukan sebab dan cara kematian baik wajar atau tidak wajar. Perubahan
post mortem didasari karena adanya proses biologis pada tubuh manusia setelah
kematian dan berbagai faktor luar yang mempengaruhi proses tersebut.

7.3 Klasifikasi Kematian

Ada 2 jenis kematian, yaitu :

a. Kematian Somatik (sistemik)

2
Adalah kematian yang dinilai dari terhentinya sistem sirkulasi, respirasi
dan inervasi. Pada kematian somatik, sel-sel tubuh masih hidup. Otot-
otot masih dapat dirangsang dan masih memberi reaksi terhadap
rangsang listrik, peristaltik usus kadang-kadang masih terdengar, pupil
mata masih bereaksi terhadap penetesan midriatikum atau miotikum.
Sel-sel sperma masih hidup dalam testikel. Pada masa ini bila
diperlukan organ atau sel tubuh korban masih bisa ditransplantasikan
kepada orang yang memerlukan.

Ada 3 tanda kematian somatik, yaitu :

 Berhenti sirkulasi, untuk menyatakan bahwa sirkulasi telah berhenti


secara permanen harus diperiksa dengan inspeksi, palpasi dan
auskultasi pada daerah ictus selama 5 menit. Dirumah sakit dapat
dilakukan dengan pemeriksaan EKG. Ada beberapa tes tambahan:
o Test magnus, dengan mengikat cukup kuat pada pangkal jari
tangan/kaki untuk menghambat aliran darah vena tetapi tidak
sampai menghambat sirkulasi arteri, warna jari tersebut akan
berwarna biru/sianose dan menjadi bengkak pada orang hidup.
o Test ujung jari (test nail), dengan menekan ujung kuku, pada
orang yang masih hidup akan timbul warna pucat dan akan
kembali manjadi warna semula bila dilepaskan. Warna pucat
tidak berubah pada orang yang sudah mati.
o Test diaphanous (transilumination), dengan menyenter telapak
tangan, pada orang yang masih hidup, akan terlihat warna merah
muda ditelapak tangan. Warnanya akan menjadi kuning pucat
pada orang yang telah meninggal.
o Test Spointing, dengan memotong arteri, maka darah masih
memancar aktif pada orang hidup sedangkan pada orang mati
mengalir pasif.
o Test icard, dengan menginjeksikan larutan fluorescine kedalam
jaringan tubuh. Jika sirkulasi masih ada maka membrana
mukosa akan berwarna sangat kuning dan mata akan berwarna
emerald, sebaliknya jika sirkulasi telah berhenti maka tidak akan
terjadi perubahan warna.

3
 Berhenti respirasi, untuk menyatakan bahwa respirasi telah berhenti
secara permanen harus dilakukan pemeriksaan secara inspeksi,
palpasi dan auskultasi. Di!akukaan auskultasi selarna 5 menit pada
seluruh lapangan paru atau pada daerah bifurcatio trachea. Beberapa
test tambahan :
o Test bulu ayam, dengan meletakkan bulu ayam atau kapas
ditaruh di depan lobang hidung akan bergerak secara ritmis
sesuai ekspirasi dan inspirasi.
o Test cermin (test mirror), dengan melihat uap pernapasan di
cermin yang diletakkan di depan lobang hidung.
o Test winslow, dengan melihat pergerakan air di permukaan
mangkok yang penuh berisi air akibat gerakan pernapasan yang
lemah sekalipun.
 Berhenti innervasi, fungsi motorik dan sensorik berhenti, dapat
dilihat dari hilangnya semua refleks, tidak ada rasa sakit, tidak ada
tonus otot, tidak ada refleks cahaya pada pupil mata dan pupil
rnelebar, kecuali pada beberapa kasus seperti keracunan morfin
pupil menjadi sangat kecil (pint point).

b. Kematian Molekuler

Terjadi setelah kematian somatik. Jarak antara mati somatik dan mati
molekuler tidak serentak pada semua sel dan jaringan tubuh, tetapi
bergantung pada jenis sel. Sel-sel otak paling cepat mati oleh karena
kekurangan 02. dalam waktu 4-5 menit jaringan otak tidak mendapat 02,
ia akan mati dan tidak dapat diperbaiki lagi (irreversible), otot masih
dapat dirangsang dengan listrik dibawah 3 jam, sementara kornea mata
masih dapat ditransplantasikan dibawah 6 jam kematian. Sperma dapat
bertahan sampai 24 jam. Pada katak dan beberapa jenis binatang lainnya,
beda waktu ini dapat lebih lama.

7.4 Tanda-tanda Kematian

Tanda-tanda kematian:

4
1. Tidak sadar (unconsiouseness), kehilangan semua reflek, dan tidak
beraksi dengan stimulus nyeri. Mungkin terjadi aktivitas terkoordinir dari
sekelompok otot sampai 1 jam setelah kematian , hal ini dapat timbul
karena adanya sel yang masih bertahan hidup pada medulla spinalis,
namun sangat jarang terjadi.
2. Kelemahan otot timbul segera saat kegagalan fungsi otak terjadi (relaksasi
preimer). Seluruh tonus otot akan hilang, walaupun fisiologis otot tersebut
masih mampu berkontraksi selama beberapa jam. Kelemahan otot ini
akan terus terlihat sampai rigor mortis muncul. Reaaktifitas muskular
menetap untuk beberapa jam dan jika otot-otot besar seperti bisep diketuk,
mungkin masih tetap berkontaksi. Bahkan lebih terbukti dengna reaksi
yang timbul dengan stimulasi eektris yang dilakukan melalui jarum
elektroda; percobaan ini dapat menjadi metode penentuan waktu
kematian, dengan adanya penurunan respon yang timbul beberapa jam
setelah kematian, yang belakangan ini diterima sebagai momen gagal
jantung terjadi.
3. Periode tidak sadar dapat dipastikan dengan kegagalan pupil untuk
bereaksi terhadap rangsangan cahaya dan kehilangan refleks kornea.
Walaupun iris masih memiliki respon terhadap stimulus bahan-bahan
kimia beberapa jam setelah kematian somatik, refleks cahaya akan tetap
hilang bersamaan dengan terjadinya iskemik dari nukleus batang otak.
Pupil biasanya diasumsikan dalam posisi terdilatasi, dimana berhubungan
dengan terjadinya relaksasi dari otot pupil, walaupun kemudian diubah
menjadi akibat dari rigor. Mungkin terdapat perbedaan yang mencolok
dari derajat dilatasi pupil, namun hal ini tidak mempunyai nilai yang
signifikan pada diagnostik kematian karena lesi primer otak atau
kematian karena intoksikasi obat. Pada kasus intoksikasi morfin,
dimana pada saat hidup pupil berkontraksi terus-menerus, maka pada
saat mati kontraksi ini mungkin akan menetap atau terdilatasi
menjadi"cadaveric positon". Jika retina dilihat dengan bantuan
oftalmoskop, akan terlihat kolom-kolom darah dalam pembuluh darah
yang terbagi maenjadi beberapa segmen berupa patahan-patahan
(trucking). Trucking terjadi saat tubuh -kehilangan tekanan darah
sehingga memungkinkan daerah terpecahpeca. Fenomena ini

5
sebenamya timbul di seluruh tubuh mayat, namun hanya pada retina
yang mungkin dapat dilihat langsung. Bola mata secara cepat menjadi
lunak akibat kehilangan tekanan intraokular dan tentu saja reflek
kornea langsung hilang. Kilau kornea menghilang karena kelemahan
dan kegagalan pelembaban oleh lakrimal yang menyebabkan kornea
menjadi kering. Kelopak mata biasanya tertutup namun tidak komplit,
hal ini disebabkan oleh kelemahan otot sehingga gagal untuk
memproduksi oklusi penuh yang timbul pada pcnutupan voluiter.
Sklera yang terpapar dan timbul selaput segitiga berwarna kuning yang
kering akan berubah menjadi kecoklatan dan terkadang kehitaman
beberapa jam setelah kematian.
4. Terhentinya dennyut jantung dan pergerakan nafas dahulunya
merupakan tanda primer kematian sampai ditemukannya alat kontrol
mekanik kardiorespirasi. Penentuan henti jantung dapat dilakukan
selama 15 menit dengan pemeriksaan auskultasi pada dada untuk
mendengarkan ada tidaknya suara jantung dan palpasi pada arteri
carotis. Elektrokardiografi adalah alat yang tidak dapat tertandingi
untuk mengkonfirmasi henti jantung. Penentuan henti nafas lebih sulit,
khususnya pada kasus koma dalam seperti keracunan barbiturate.
5. Kulit dan mukosa bibir dan konjungtiva menjadi pucat walaupun pada
kemhtian karena hipoksia kongesti dapat menyebabkan perubahan
warnamerah atau kebiruan. 1

7. 5 Perubahan Setelah Kematian (Post Mortem)

7.5.1 Perubahan Post Mortem Dini

Perubahan Suhu Tubuh (Algor Mortis)

Pada saat hidup, suhu tubuh manusia 37°C. Saat mati, semua aktivitas
metabolik menurun dengan cepat termasuk otot dan hati yang memproduksi panas
untuk tubuh. Bagaimana pun juga, ketika sirkulasi juga berhenti, hantaran panas
dari inti tubuh ke kulit juga menurun jadi suhu inti tubuh dapat konstan pada suatu
waktu. Suhu organ dalam tubuh tidak langsung dingin sampai meningkatnya
gradien antara suhu inti tubuh dan permukaan tubuh. Hal ini disebut suhu yang

6
menetap (temperature plateu). Suhu tubuh ternyata turun tidak sama rata setiap
jam disebabkan karena suhu yang diambil untuk pengukuran adalah suhu bagian
dalam tubuh yang diambil secara rektal sedalam 10 cm dengan mempergunakan
termometer panjang berskala 0-50°C. Penurunan suhu bagian luar tubuh yang
dipengaruhi suhu udara luar tidak berlangsung lama dengan bagian dalam tubuh.
Ternyata suhu bagian dalam tubuh tetap bertahan sama untuk 3 jam, sesudah tahap
ini suhu turun secara bertahap sampai mendekati suhu sekitarnya. Oleh karena itu
kita mendapati penurunan temperatur dalam kurva sigmoid. Biasanya dalam
waktu 12 jam, suhu mayat akan sama dengan suhu sekitarnya. Sympson
mengatakan bahwa dalam keadaan biasa tubuh yang tertutup pakaian mengalami
penurunan temperatur 2,5°F setiap jam 'pada enam jam pertama dan 1,6-2°F pada
enam jam berikutnya maka dalam 12 jam suhu tubuh akan sama dengan suhu
sekitarnya.

Modi mengatakan hubungan penurunan suhu dengan lama kematian adalah


sebagai berikut :

 Dua jam pertama suhu tubuh turun setengah dari perbedaan antara suhu tubuh
dan suhu sekitarnya.

 Dua jam berikutnya penurunan suhu setengah dari nilai pertama.

 Dua jam selanjutnya suhu mayat turun setengah dari terakhir atau 1/8 dari
perbedaan suhu initial tadi.I

Dari penelitian di Medan, rata-rata penurunan suhu mayat 0,5°C per jam.

Faktor-faktor yang rnempengaruhi kurva penurunan suhu tubuh :

1. Suhu tubuh awal

Biasanya kita menggunakan suhu tubuh 37°C. Tapi ada perbedaan antara suhu
yang diukur di rektum, hati, otak, aksila, mulut, dan kulit. Jika suhu oral 37°C
maka di aksila akan lebih rendah lagi dan pada rektum akan lebih tinggi satu
derajat. Pada penyakit dengan demam karena mikroorganisme ataupun parasit,
suhu bisa meningkat 4° sampai 5°. Contohnya pada luka yang infeksi atau
sepsis karena aborsi, kejang-kejang sebelum mati (misal tetanus) dan kematian
karena renjatan panas. Hal ini disebut juga post mortem caloricity. Bisa juga

7
terjadi hyperthermia karena post mortem glycogenolysis yang menghasilkan
panas pada tubuh mayat. Perdarahan di serebral terutama pons juga akan
meyebabkan hyperthermia. Hypothermia juga dapat muncul pada musim
dingin. Contohnya para kriminal yang sakit mungkin dibiarkan begitu saja
sehingga suhu tubuh mereka bisa 10°C lebih rendah dari normal.

2. Suhu sekitar

Suhu mayat akan turun lebih cepat bila perbedaan suhu tubuh dan suhu
sekitarnya besar.

3. Umur

Anak-anak dan orang tua suhu lebih cepat turun dibandingkan dengan orang
dewasa dan remaja karena mereka mempunyai daerah permukaan tubuh yang
lebih luas dibandingkan dengan massa tubuhnya.

4. Jenis kelamin

Penurunan suhu lebih lama pada perempuan karena umumnya mengandung


lemak.
5. Gizi
orang kurus lebih cepat turun suhu tubuhnya dibandingkan orang gemuk.
6. Penutup tubuh
Tubuh yang terbungkus, lebih lambat menurun suhu tubuhnya.

7. Ruangan

Mayat dalam ruangan tertutup akan lebih lambat penurunan suhunya


dibandingkan mayat yang terletak di ruangan terbuka.

8. Media

Untuk korban yang berada dalam media air atau dalam tanah, perlu
diperhitungkan bahwa penurunan suhu akan berbeda dengan penurunan di
udara terbuka. Penurunan paling cepat pada media air dan terlama pada media
tanah. Sebagai pedoman perbedaan penurunan suhu rata-rata adalah :
Media air : udara : tanah = 4 : 2 : 1

Ada beberapa rumus untuk menentukan interval kematian :

1) Lama kematian (jam)= suhu tubuh (37°C) - suhu rektal (saat diperiksa) + 3

8
98,6 0 F  Suhu rektal (F)
2) Lama kematian =
1,5

Masalah dengan rumus ini yang menggunakan suhu tubuh adalah rumus ini
berdasarkan suhu tubuh saat mati yang dikatakan normal. Padahal beberapa orang
dapat mempunyai suhu tubuh yang rendah ataupun lebih tinggi tergantung dari
penyakit yang dimilikinya.

Lebam Mayat (Livor Mortis)

Lebam mayat dapat disebut juga sebagai livor mortis, post mortem hypostasis,
lividity staining, atau suggilation. Lebam mayat muncul ketika sirkulasi berhenti,
maka cairan tubuh terutama darah akan dipengaruhi gravitasi bumi dan akan
mencari tempat terendah dari tubuh. Sel darah merah dan plasma akan berada di
tempat terendah tubuh. Pada awalnya darah masih terkumpul dalam sistem
pembuluh darah, kemudian zat warna darah yang timbul karena hemolisis dapat
menembus dinding pembuluh darah masuk ke jaringan.

Ketika eritrosit telah berada di bagian terbawah tubuh, maka akan


menimbulkan area merah keunguan. Penyebaran dari lebam mayat tergantung dari
posisi mayat setelah mati. Ketika badan mayat dengan posisi telungkup maka
lebam mayat akan berada di wajah dan badan serta bagian terendah tubuh yang
lain. Pada mayat yang tergantung, maka lebam mayat lebih terlihat pada kaki dan
tangan. Pada mayat yang bagian terbawahnya mendapat tekanan dari benda yang
padat, maka lebam mayat tidak terlihat. Yang akan terlihat adalah warna pucat
dibandingkan lebam mayat di dekatnya, disebabkan benda tersebut menekan
pembuluh darah di area tersebut.

Warna lebam mayat biasanya merah kebiruan tapi variasinya sangat luas.
Hal ini tergantung dari derajat oksigenasi. Pada kondisi hipoksia kongesti, lebam
mayat dapat berwarna ungu gelap atau biru. Pada keracunan karbon monoksida,
akan menimbulkan warna "cherry-pink” . Pada keracunan sianida, lebam mayat
akan berwarna "dark blue-pink" yang menandakan adanya kongesti dan sianosis
beserta adanya bau sianida. Lebam mayat yang berwarna cokelat dapat terlihat
pada methaemoglobinemia. Lebam mayat berwarna merah tua disebabkan sepsis

9
oleh Clostridium perfringens biasanya pada sepsis aborsi. Pada hypothermia,
lebam mayat dapat berwarna merah muda yang cerah karena kurangnya disosiasi
dari oxyhemoglobin. Hal ini lebih terlihat pada sendi yang besar.

Lebam mayat dapat digunakan sebagai indikator lamanya kematian. Lebam


mayat dapat muncul pada waktu yang bervariasi. Lebam mayat bisa tidak timbul
pada orang tua, infant,maupun orang anemia. Onset munculnya lebam sangat
bervariasi. Menurut Dimaio, lebam mayat dapat muncul dalam 30 menit sampai 2
jam setelah kematian. Menurut Bernard Knight, lebam mayat dapat muncul dalam
30 menit. Sympson mengatakan, munculnya lebam mayat dalam waktu 2 jam
sampai 3 jam setelah kematian. Lebam mayat akan mencapai pewarnaan
maksimal pada 8-12 jam setelah kematian. Pada saat darah masih dalam
pembuluh darah, lebam mayat yang muncul akan hilang dengan penekanan. Bila
aliran darah tidak ada lagi atau ketika darah telah keluar dari pembuluh darah dan
berada di jaringan, maka lebam mayat tidak akan hilang dengan penekanan.

Menurut Dimaio, lebam mayat akan menetap pada 8-12 jam atau 24-36 jam
jika terjadi pada suhu yang dingin. Variasi waktu menetapnya lebam mayat sangat
luas sehingga sulit menentukan interval kematian.

Lebam mayat dapat dijadikan indikator posisi kematian dan posisi mayat
yang telah diubah setelah kematian. Jika mayat dipindahkan pada posisi yang
berbeda, lebam mayat primer akan menetap atau akan pindah seluruhnya ke area
yang lain atau sebagian menetap dan sebagian akan pindah. Jadi, jika mayat
ditemukan dengan lebam mayat yang tidak sesuai dengan posisinya saat
ditemukan, maka posisi awal telah diubah.

Dengan demikian dari lebam mayat dapat diperoleh manfaat dari kepentingan
medikolegal :

1. Tanda pasti kematian.

2. Lama kematian.

3. Posisi mayat telah diubah setelah kematian.

4. Sebab kematian (seperti pada keracunan CO, sianida).

10
Lebam mayat kadang-kadang dinilai sebagai memar. Pada tabel berikut akan
diperlihatkan secara singkat perbedaan antara lebam mayat dan memar.

No. LEBAM MAY AT MEMAR


1. Tidak ada perubahan warna yang tiba- Ada perubahan warnya yang
tiba tiba-tiba
2. Pinggiran reguler (teratur) Pinggiran irregular (tidak teratur)
3. Terdapat pada bagian terbawah tubuh Dapat terjadi di mana saja
4. Dapat meliputi daerah yang luas Biasanya daerah yang terkena
tidak luas (lokal)
5. Jika ada penekanan post mortem pada Tidak dipengaruhi penekanan
daerah lebam mayat maka akan postmortem
terdapat daerah yang pucat
6. Berada di superficial dermis Berada di intradermal
7. Pada insisi ditemukan darah berada di Pada insisi ditemukan darah
vascular berada di jaringan lunak

Kaku Mayat

Perubahan lain yang didapati pada mayat adalah terjadinya kekakuan pada
otot-otot tubuh. lni disebut sebagai kaku mayat, rigor mortis atau cadaveric
rigidity. Pada awal kematian seluruh otot-otot tubuh dalam keadaan lemas. Ini
disebut masa relaksasi primer, pelan-pelan secara bertahap otot-otot tubuh baik
otot volunter maupun otot involunter akan menjadi kaku, keadaan ini bertahan
untuk beberapa jam. Setelah periode ini kekakuan menghilang kembali memasuki
periode relaksasi sekunder. Bersamaan dengan periode relaksasi sekunder tubuh
akan mengalami pembusukan.

Kebanyakan mayat menjadi kaku dengan onset yang berbeda-beda pada tiap
individu, hal ini kemudian menghilang saat timbulnya relaksasi sekunder.
Cakupan waktu saat rigor mortis timbul dapat disimpulkan seperti :

1. Periode relaksasi primer bervariasi, namun biasanya timbul sekitar 3-6 jam
sebelum rigor mortis terlihat pertama kali, bergantung pada suhu
lingkungan dan faktor-faktor lain. Rigor pertama kali muncul pada

11
kelompak otot yang kecil, bukan karena pertama kali muncul di sana,
namun karena otot kecil lebih mudah untuk mengalami immobilisasi.
Urutan penyebaran rigor juga sangat beragam. Teori lama menyebutkan
bahwa rigor mortis menjalar kranio-kaudal, namun teori sekarang
menyimpulkan bahwa rigor mortis dimulai dari bagian luar tubuh (otot-
otot kecil) ke arah dalam (sentripetal). Pada awalnya rigor mortis terlihat
pada rahang, otot wajah, sebelum akhirnya ditemukan di pergelangan
tangan dan kaki, lalu lutut, bahu, dan pinggul.
2. Rigor menyebar melibatkan seluruh massa otot, lagi-lagi dengan periode
yang bervariasi namun biasanya mencapai puncaknya pada 6-12 jam.
Keadaan ini akan menetap sampai massa otot mulai mengalami autolisis.

Faktor-faktor yang mempengaruhi waktu terjadinya rigor mortis :

1. Suhu Tubuh dan Lingkungan

Sebagai proses kimia, onset dan durasi rigor sangat bergantung dengan suhu.
Semakin tinggi suhu tubuh atau lingkungan maka semakin cepat proses rigor
mortis terjadi dan menetap.

2. Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik sebelum kematian mempercepat onset dan durasi dari rigor
mortis. Hal ini berhubungan dengan cadangan glikogen dan ATP yang
berkurang -karena aktivitas fisik yang dilakukan.

3. Bentuk Tubuh

Tubuh yang kurus dengan otot-otot yang kecil mempermudah timbulnya rigor.

4. Usia dan Keadaan Gizi

Usia muda (anak-anak) dan keadaan gizi yang jelek mempercepat terjadinya
rigor.

Rigor merupakan indeks kasar untuk menentukan waktu kematian, jika


ditemukan mayat:

 Hangat dan lemas -> kematian kurang dari 3 jam


 Hangat dan kaku -> kematian 3-8 jam

12
 Dingin dan kaku ->kematian 8-36 jam
 Dingin danlemas -> kematian lebih dari 36 jam

Namun estimasi kasar ini tidak digunakan sebagai kesimpulan pasti untuk proses
legal, hanya sebagai petunjuk "on the spot" atau jembatan keledai.

Aspek Biokimia Rigor Mortis

Walaupun relevansinya sangat kecil terhadap bidang forensik, aspek biokimia otot
dalam fenomena rigor mortis telah dipelajari secara detail.

Szent-Gyorgi menemukan substansia penting untuk kontraktilitas otot yaitu


2 protein aktin dan miosin, tersusun dalam rangkaian filamen. Mereka membentuk
kombinasi fisiko-kemikal longgar yang disebut "aktomiosin", di mana secara fisik
lebih pendek daripada 2 substansia yang tidak bersatu (Hanson dan Husky).

Jika diberikan energi pada aktomiosin, maka otot akan berkontraksi. Energi
yang dimaksud didapatkan dari proses emisahanu us fosfat dari adenosin trifosfat
(ATP) sehingga berubah menjadi adenosin difosfat (ADP). Gugus fosfat yang
bebas lalu terlibat pada reaksi fosforilasi yang akan mengubah glikogen menjadi
asam laktat,energi yang cukup besar mengalami pelepasan pada proses ini.
Beberapa digunakan untuk resintesaATP dari ADP, dengan donasi gnus fosfat dari
kreatinin fosfat; sisanya akan mengaktifkan reaksi aktin-miosin.

Dalam hal pemberian energi tambahan, ATP bertanggung jawab terhadap


elastisitas dan kekenyalan otot. Asam laktat akan dilepaskan kembali ke peredaran
darah dan kembali ke hepar untuk direkonversi menjadi glikogen. Seluruh reaksi
ini merupakan proses anaerobik dan dapat terus berlangsung setelah kamatian,
sekalipun hanya dalam bentuk terdistorsi.

Pada saat hidup konsentrasi ATP pada jaringan otot berada dalam keadaan
konstan, adanya keseimbangan dinamik antara utilisasi dan resintesis. Pada
kematian, reaksi ADP menjadi ATP akan terhenti dan trifosfat secara progresif
menurun, dengan penumpukan asam laktat. Setelah periode tertentu, tergantung
dari suhu dan jumlah sisa ATP, aktin dan miosin berubah menjadi ikatan yang
kaku, produk seperti jeli yang menggumpal, dengan konsekuensi kekakuan otot.

13
Resistensi ATP bergantung kepada suplai glikogen, yang akan segera habis
dengan aktivitas bertenaga sebelum kematian, hal ini menjelaskan cepatnya onset
rigor pada kasus seperti ini. Normalnya akan muncul periode inisial segera setelah
kematian jika kadar ATP terjaga atau bahkan meningkat sebagai hasil dari
pembebasan fosfat dari glikogenolisis.

Lebih spesifik, apa yang terjadi adalah membran sel otot menjadi lebih
permeabel terhadap ion-ion kalsium. Sei otot hidup menggunakan energi untuk
transportasi kalsium keluar sel. Ion kalsium yang mengalir ke sel otot membangun
jembatan.silang antara aktin dan miosin, 2 jenis serabut yang bekerja sama dalam
kontraksi otot. Serabut ototmemendek dan bergerak seperti roda gigi hingga
mereka berkontraksi penuh atau sepanjang neurotransmiter asetilkolin dan
molekul energi ATP tersedia. Namun bagaimanapun, otot membutuhkan ATP
sehubungan untuk melepaskan diri dari fase kontraksi (digunakan untuk
memompa kalsiurn keluar sel sehingga serabut aktin-miosin terlepas sate sama
lain). Cadangan ATP sangat cepat lelah pada kontraksi otot dan proses set
tainrfka.. Hal ini berarti ikatan aktin-miosin akan terus berlanjut sampai otot
tersebut mulai terurai dengan sendirinya.

Rigor akan diaktifkan saat konsentrasi ATP turun 85% dari, normal, dan
kekakuan otot akan maksimal saat level tersebut turun sampai 15%.

Efek dari Rigor Mortis

Terdapat banyak kontroversi antara pernyataan rigor hanyalah kekakuan otot atau
sebenarnya terdapat pemendekan dari serabut otot tersebut. Sommer (1833),
menyatakan bahwa otot akan berkontraksi setelah kematian dan perubahan
inidikenal dengan "Pergerakan Sommer". Bate-Smith dan Bendal (1949)
memutuskan bahwa pemendekan hanya muncul saat teijadi penghabisan yang
bermakna dari glikogen karena aktivitas sebelum kematian, namun Forster (1964)
mempunyai opini, saat otot di bawah suatu ketegangan. Eksperimennya
menunjukkan jika otot kosong tidak akan terjadi perubahan panjang otot saat rigor
terjadi. Selanjutnya Forster menunjukkan suhu lingkungan yang tinggi dan

14
keracunan (parathion) meningkatkan tonus otot, menyebabkan pemendekan otot
saat rigor.

Teori sekarang mengatakan bahwa rigor mortis umumnya tidak disertai


pemendekan serabut otot, tetapi jika sebelum terjadi rigor mortis otot berada
dalam posisi teregang, maka saat rigor .mortis terbentuk akan terjadi pemendekan
otot. Rigor mortis dapat dipergunakan untuk menunjukkan tanda pasti kematian
dan memperkirakan saat kematian.

Onset rigor mortis berada dalam cakupan 10 menit sampai beberapa jam,
tergantung dari beberapa faktor yang dapat mempengaruhinya. Kekakuan
maksimal tercapai sekitar 12-24 jam post-mortem. Efek pertama kali dapat terlihat
pada otot wajah, lalu menyebar ke bagian tubuh lainnya. Sendi menjadi kaku
selama 1-3 hari, namun setelah ini jaringan akan membusuk dan terjadi kebocoran
enzim pencernaan intraselular (lisosom) yang akan menyebabkan otot relaksasi.
Sangat menarik untuk dicatat bahwa daging umunya dipertimbangkan lebih
lembut jika dimakan setelah fase rigor mortis telah berlalu.

Terdapat kekakuan pada mayat yang menyerupai rigor mortis :

1. Cadaveric Spasm (Instaneous rigor)


Cadaveric spasm merupakan bentuk kekakuan otot yang terjadi pada saat
kematian dan bersifat menetap. Cadaveric spasm sesungguhnya merupakan
rigor mortis yang timbul dengan intensitas sangat kuat tanpa didahului fase
relaksasi primer. Penyebabnya adalah habisnya cadangan glikogen dan ATP
yang bersifatsetempat pada scat mati klinis karena kelelahan atau emosi yang
hebat sesaat sebelum kematian.
Cadaveric spasm merupakan fenomena yang jararig ditemui, di mana selalu
dipaparkan oleh textbook sebagai rigor mortis yang muncul langsung setelah
kematian. Beberapa ahli bahkan menyangkal adanya keadaan cadaveric spasm
dan terkecuali mayat ditemukan dalam waktu yang benar-benar singkat setelah
kematiannya, sangat sulit untuk membedakan rigor mortis normal pada onset
yang lebih cepat dengan cadaveric spasm.
Mekanisme pasti tcrjadinya cadaveric spasm belum diketahui secara pasti
namun mungkin sebagian berasal dari neurogenik, di mana ditemukan pada
banyak kasus merupakan orang yang dengan tingkat aktivitas dan emosional

15
yang tinggi segera sebelum kematian. Hal ini paling sering terjadi dalam masa
perang, namun dewasa ini ditemui pada kasus bunuh diri atau tenggelam.

2. Heat Stiffening
Suhu yang ekstrim dapat menyebabkan otot mengalami rigor yang salah
(falserigor). Heat stiffening merupakan kekakuan otot akibat koagulasi protein
ototoleh papas. Otot-otot berwarna merah kecokelatan "cooked meat", kaku,
tetapi
rapuh (mudah robek). Keadaan ini dapat dijumpai pada korban mati terbakar.
3. Pada heat stiffening serabut-serabut otot memendek, disebabkan oleh
bergabungnya otot-otot fleksor dan ekstensor, sehingga menimbulkan fleksi
leher, siku, paha, lutut dan tulang belakang dalam posisi opistotonus,
membentuk sikap petinju (pugilistic attitude). Perubahan sikap ini tidak
memberikan arti tertentu bagi sikap saat hidup, intravitalitas, penyebab atau
cara kematian. Perubahan ini murni terjadi post mortem dan bukan merupakan
indikasi terbakar atau dibakar saai hidup, di mana kejadian yang sama akan
terjadi pada saat kremasi.
4. Cold Stiffening
Cold stiffening adalah kekakuan tubuh akibat lingkungan dingin. Pada suhu
yang sangat rendah dengan temperatur di balivah not (<-5°C), sesaat papas
tubuh hilang maka otot akan mengeras karena terjadi pembekuan cairan tubuh,
termasuk cairan sendi, pemadatan jaringan lemak subkutan dan otot, sehingga
bila sendi ditekuk akan terdengar bunyi pecahan es dalam rongga sendi.

7.5.2 Perubahan Post Mortem Lanjut

Pembusukan

1. Definisi

Pembusukan adalah degradasi bakterial dari jaringan lunak. Setelah


meninggal, homeostasis berhenti, bakteri anaerobik (terutama Clostridium dan
Proteus sp ) bermigrasi dari usus ke pembuluh darah dan ke jaringan ikat dimana
mereka memperbanyak diri dan menyebar ke seluruh tubuh.2

16
2. Mekanisme

Proses pembusukan adalah katalisasi dengan autolisis yang menginduksi


penghancuran protein, karbohidrat, dan lemak yang menjadi sumber energi bagi
bakteri.

Hidrogen sulfida adalah produk utama dari reduksi katalisis odari bakteri
endogen. Campuran hidrogen sulfida dengan hemoglobin membentuk
sulthemoglobin, yang berperan pada discoloration kehijauan pada kulit dan
jaringan manusia yang membusuk.

Marbling pada vena, penguraian pembuluh darah epidermis superfisial,


adalah hasil dari kombinasi autolisis eritrosit dan multiplikasi dan pertumbuhan
bakteri intestinal yang menggunakan pembuluh darah sebagai jalur lewat untuk
menyebar ke seluruh tubuh. Marbling vena akan bewarna kehijauan atau coklat
Lumpur tergantung dare jumlah pembul yang terlibat.

Karakteristik bengkak dari tubuh yang busuk tampak pada pembengkakan


wajah, skrotal, distensi abdomen, sebagai hasil pembentukan gas. Pada palpasi,
dapat dijumpai krepitasi. Gas pembusukan memiliki bau yang khas dan
menyengat dan merupakan produk akhir yang menguap dari katalisis reduktif
bakteri. Biasanya gas terdiri dari metana, hidrogen sulfida, karbondioksida,
amonia, merkaptana, dan amin primer. Pengeluaran cairan pembusukan dari mulut
dan rongga hidung serta eversi dan protusi dari bibir dan lidah juga merupakan
hasil dari pembentukan gas yang juga disertai peningkatan tekanan intratoraka1.2

3. Morfologi

Urutan kronologis pasti dari munculnya perubahan pada pembusukan sangat


bervariasi dan tergantung pada varietas luas individual dan kondisi lingkungan.
Bagaimanapun, pembusukan tubuh biasanya mengikuti urutan tertentu.

Tanda awal dari pembusukan adalah kulit kehijauan di abdomen, biasanya


terlihat pertama kali di kuadran kanan bawah abdomen . Ketika warna ini menjadi
lebih jelas dan menyebar ke seluruh tubuh, kulit menjadi mudah terkelupas
dengan pengelupasan mirip sarung tangan dari lapisan tanduk di tangan,
pembentukan gas ataucairan busuk yang mengisi blister di kulit, pembentukan

17
marbling , pcngeluaran cairan dari mulut dan lubang hidung , pembengkakan
wajah dengan penonjolan mata, eversi bibir dan penonjolan lidah diantara gigi dan
bibir , pembengkakan abdomen akibat tekanan dan pembengkakan skrotal.
Rambut dan kuku menjadi mudah lepas dan mudah dicabut. Pada stadium yang
lebih berat, akan muncul tampilan coklat kehitaman.

Perubahan organ dalam sebagai hasil proses pembusukan adalah dilatasi


pelvis ginjal, vestibula dan ventrikel jantung akibat pembentukan gas. Cairan
busuk bewarna coklat kehitaman ditemukan di pleura dan rongga peritoneal.
Putrefaction crystal atau partikel kekuningan yang terdiri dari campuran tirosin
dan leusin ditemukan di permukaan organ dalam, terutama di permukaan dan
bagian bawah hati. Hati juga dapat menunjukkan tampilan dengan konsistensi
berspons dengan pemotongan histologis akan dijumpai tampilan seperti keju
Swis . Pada usus akan terjadi distensi akibat pembentukan gas. Pada miokardium
tampak warna coklat kehitaman sehingga sulit dibedakan dengan infark. Pada otak
akan tampak hilangnya struktur korteks dengan konsistensi lunak hingga mencair,
warna keabuan gelap hingga hijau pada kortex, nukleus kaudatus dan putamen.
Pembentukan gelembung gas dapat terlihat pada organ dalam.2

Pada stadium lanjut pembusukan, volume gas bakterial yang diproduksi


biasanya cukup untuk mengapungkan organ padat seperti hati, ginjal,atau limpa
ketika dipindahkan ke mangkok berisi air pada saat autopsi.

4. Faktor yang mempengaruhi onset dari pembusukan :

1. Suhu lingkungan
Pembusukan tedadi lebih cepat pada kondisi suhu lingkungan yang hangat
dan panas dibandingkan suhu lingkungan yang dingin.
2. Infeksi sistemik
Seseorang yang meninggal dengan infeksi sistemik seperti gangren yang
bergas dan sepsis akan mempercepat terjadinya pembusukan karena darah
dan organ telah lebih dulu diinfeksi oleh bakteri sebelum meninggal.
3. Pemberian antibiotik
Pemberian antibiotik sebelum kematian akan memperlambat proses
pembusukan.
4. Luka terbuka

18
Luka terbuka merupakan tempat masuk mikroorganisme dari lingkungan
luar, sehingga seseorang yang meninggal dengan luka yang terbuka luas
dan meluas ke dalam melewati jaringan subkutis menunjukkan percepatan
onset pembusukan.
5. Obesitas
Obesitas juga mempercepat proses pembusukan.
6. Kehilangan darah
7. Kehilangan darah akan memperlambat proses pembusukan karena protein
dari hemoglobin dan sel darah lainnya adalah sumber energi dari bakteri
yang terlibat dalam proses pembusukan.

Adipocere

1. Definisi

Adipocere adalah produk dekomposisi dari jaringan lemak yang dibentuk akibat
hidrolisis trigliserida menjadi gliserin dan asam lemak bebas. Adipocere bewarna
putih keabuan, awalnya massa berminyak yang akhimya menjadi padat ketika
asam lemak mengkristal, menyebabkan pemadatan bagian tubuh yang terkena.

2. Mekanisme

Adipocere merupakan perubahan yang tidak biasa yang terjadi jika mayat dikubur
di lingkungan yang lembap dan khas pada mayat yang berada dalam air pada
musim dingin. Jaringan lemak di bawah kulit akan mengalami saponifikasi.
Pengerasan ini akan menjaga bentuk tubuh dan mempertahankan bentuknya
selama beberapa bulan hingga tahun.6

Berbagai bakteri, terutama Clostridium perfringens, sepertinya ikut andil


dalam pembentukan adipocere dengan cara pembentukan asam lemak
postmortem. Kehadiran air sangat penting untuk proses bakterial dan enzimatik
pada pembentukan adipocere sebaliknya kehadiran oksigen (misalnya terpaparnya
bagian tubuh dengan udara) akan menghambat pembentukan adipocere.2

3. Morfologi

Adipocere terbentuk di permukaan dan di bawah permukaan baik pada tubuh yang
sudah dibalsem ataupun tidak .

4. Faktor yang mempengaruhi pembentukan adipocere :

19
1. Jenis Kelamin

Perempuan lebih sering mengalami adipocere daripada laki-laki karena


jumlah lemak yang lebih banyak

2. Keadaan Gizi

Seseorang yang bergizi baik lsering mengalami adipocere daripada


seseorang dengan gizi buruk.

3. Lingkungan

Lingkungan yang lembap, seperti di dalam air, mempercepat pembentukan


adipocere.

4. Musim

Adipocere lebih sering terjadi pada mayat yang dikubur pada musim
dingin.

5. Serangga

Jika mayat mudah dijangkau serangga, maka pembentukan adipocere akan


terhambat.2

Mumifikasi

1. Definisi

Mumifikasi adalah produk desikasi, yaitu proses pengeringan dari jaringan lunak.
Mumifikasi dapat mengenai seluruh bagian tubuh atau sebagian saja jika hanya
beberapa bagian tubuh saja yang terpapar kondisi lingkungan yang sesuai.

Mumifikasi alamiah terjadi pada kondisi yang kering dengan iklim panas.
Akan tetapi, mumifikasi juga dapat terjadi pada mayat yang berada di lingkungan
yang beku. Mayat yang mengalami mumifikasi ditemukan di regio kutub atau
glasier setelah ratusan tahun.

20
Mumifikasi yang disengaja untuk tujuan pengawetan jaringan lunak telah
dilakukan sejak budaya sebelum sejarah, terutama di daerah dengan iklim yang
memungkinkan untuk terjadinya mumifikasi.

2. Mekanisme

Selama proses mumifikasi, jaringan lunak dibawahnya akan mengkerut akibat


hilangnya cairan tubuh lewat penguapan yang akhirnya menyebabkan kehilangan
berat badan hingga 60-70%1.

Ada dua tipe mumifikasi secara umum :

1. Mumifikasi primer

Secara umum tidak disertai pembusukan yang relevan pada tubuh yang
terkena dan terjadi secara dominan pada kondisi yang memungkinkan
pengeringan yang cepat dari jaringan lunak, mencegah bakteri dan
mikroorganisme dari luar masuk yang dapat menyebabkan pembusukan.

2. Mumifikasi sekunder

Mumifikasi yang terjadi setelah pembusukan tubuh. Ditemukan pada mayat


yang terdapat pada ruang terbuka lebih sering daripada ruang tertutup. 2

3. Morfologi

Kulit berubah menjadi keras dan memiliki penampakan leathery bewarna


coklat kehitaman (gambar 8), membentuk cangkang tebal yang menutupi
seluruh tubuh.
Biasanya seluruh rambut menghilang. Pada mayat yang mengalami
mumifikasi,lengan biasanya teranduksi ke sendi bahu, fleksi ke sendi siku dan
tangan niengepal membentuk tinju pada hampir semua kasus. Fleksi ini juga
dijumpai pada ekstremitas bawah. Alasan fenomena ini terjadi adalah
pengerutan dari otot dan tendon, yang menyebabkan fleksi di sendi
ekstremitas akibat predominansi dari otot fleksor.
Di samping dehidrasi dari permukaan tuhuh, organ dalam akan menjadi
gelap, kental dan seperti pasta. Dengan peningkatan interval postmortem dan
pengaruh pembusukan serta aktivitas larva, organ dalam bisa mengkerut atau
bahkan menghilang seluruhnya. Pada pemotongan ekstremitas, kehilangan

21
otot dan jaringan lunak seluruhnya dapat dijumpai pada stadium mumifikasi
lanjut .
Artefak dapat ditimbulkan oleh serangga pada mayat yang mengalami
mumifikasi, misalnya lubang yang dibuat oleh larva dapat tampak lebih besar
dari sebelum terjadinya proses mumifikasi akibat pengerutan jaringan
sehingga jangan sampai disalahmaknakan dengan luka tikam atau lubang luka
tembak.

DAFTAR PUSTAKA

1. Amir A. Thanatologi Dalam: rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi Ke-


2, Medan. Percetakan Ramadhan: 2005 hal: 45.
2. Tsokos, M. Pstmortem Changes. Dalam: Encylopedia Of Forensics And Legal
Medicine. Edisi pertama. London. Elsevier Ltd: 2005, hal:456
3. Basbeth, F. Definisi Mati. Bagian Forensik dan Medikolegal FKUI. Jakarta,
2005

22
4. Knight, B. Forensic Pathology. Edisi kedua. London : Oxford University
Press. Inc : 1996. Hal: 55-60
5. Dimaio, V. Dominick, D. Forensic Pathology. Edisi kedua: New York : CRC
Press, 2001: hal : 21-25
6. DixJ. Calaluce, R. Time of Death, Decomposition, and Identification. Dalam:
Guide to Forensic Pathologic. Washington. CRC press. Hal 51-52
7. Unanymous, Perkiraan Saat Mati dan Aspek Medikolegalnya. Downloaded
2009.

23
1

Anda mungkin juga menyukai