Anda di halaman 1dari 20

1.

MM Tanda-Tanda Perubahan Setelah Meninggal


1.1 Definisi Kematian
Kematian manusia berdasarkan dua dimensi yaitu kematian seluler (seluler
death) akibat ketiadaan oksigen dan kematian manusia sebagai individu (somatic
death). Kematian individu dapat didefinisikan secara sederhana sebagai terhentinya
kehidupan secara permanen (permanent cessation of life) atau dapat diperjelas lagi
menjadi berhentinya secara permanen fungsi berbagai organ vital yaitu paru-paru,
jantung dan otak sebagai kesatuan yang utuh yang ditandai oleh berhentinya konsumsi
oksigen. Sebagai akibat berhentinya konsumsi oksigen ke seluruh jaringan tubuh
maka sel-sel sebagai elemen terkecil pembentuk manusia akan mengalami kematian,
dimulai dari sel- sel paling rendah daya tahannya terhadap ketiadaan oksigen.
Mati suri adalah penurunan fungsi organ vital sampai taraf minimal untuk
mempertahankan kehidupan, sehingga tanda-tanda kliniknya seperti sudah mati yang
sifatnya reversibel. Sedangkan mati somatik adalah keadaan dimana ketika fungsi
ketiga organ vital sistem saraf pusat, sistem kardiovaskuler, dan sistem pernafasan
berhenti secara menetap.
Mati serebral adalah kerusakan kedua hemisfer otak yang irreversible kecuali
batang otak dan serebelum, kedua sistem lain masih berfungsi dengan bantuan alat.
Sedangkan mati batang otak adalah kerusakan seluruh isi neuronal intrakranial yang
ireversibel, termasuk batang otak dan serebelum.

Kriteria diagnostik penentuan kematian:


1. Hilangnya semua respon terhadap sekitarnya (respon terhadap komando atau
perintah, dansebagainya)
2. Tidak ada gerakan otot serta postur, dengan catatan pasien tidak sedang berada
dibawah pengaruh obat-obatan curare.
3. Tidak ada reflek pupil
4. Tidak ada reflek kornea
5. Tidak ada respon motorik dari saraf kranial terhadap rangsangan
6. Tidak ada reflek menelan atau batuk ketika tuba endotracheal didorong ke dalam
7. Tidak ada reflek vestibulo-okularis terhadap rangsangan air es yang dimasukkan
ke dalam lubang telinga
8. Tidak ada napas spontan ketika respirator dilepas untuk waktu yang cukup lama
walaupun pCO2 sudah melampaui wilayah ambang rangsangan napas (50 torr)

1.2 Tanda-Tanda Kematian


TANDA KEMATIAN TIDAK PASTI
1. Berhentinya sistem pernafasan dan sistem sirkulasi
Secara teoritis, diagnosis kematian sudah dapat ditegakkan jika jantung
dan paru berhenti selama 10 menit, namun dalam prakteknya seringkali
terjadi kesalahan diagnosis sehingga perlu dilakukan pemeriksaan dengan
cara mengamati selama waktu tertentu. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan
mendengarkannya melalui stetoscope pada daerah precordial dan larynx
dimana denyut jantung dan suara nafas dapat dengan mudah terdengar.
Kadang-kadang jantung tidak segera berhenti berdenyut setelah nafas
terhenti, selain disebabkan ketahanan hidup sel tanpa oksigen yang berbeda-
beda dapat juga disebabkan depresi pusat sirkulasi darah yang tidak adekwat,
denyut nadi yang menghilang merupakan indikasi bahwa pada otak terjadi
hipoksia. Sebagai contoh pada kasus judicial hanging dimana jantung masih
berdenyut selama 15 menit walaupun korban sudah diturunkan dari tiang
gantungan.

2. Kulit yang pucat


Kulit muka menjadi pucat, ini terjadi sebagai akibat berhentinya sirkulasi
darah sehingga darah yang berada di kapiler dan venula dibawah kulit muka
akan mengalir ke bagian yang lebih rendah sehingga warna kulit muka
tampak menjadi lebih pucat. Akan tetapi ini bukan merupakan tanda yang
dapat dipercaya. Kadang-kadang kematian dihubungkan dengan spasme
agonal sehingga wajah tampak kebiruan. Pada mayat yang mati akibat
kekurangan oksigen atau keracunan zat-zat tertentu (misalnya karbon
monoksida) warna semula dari raut muka akan bertahan lama dan tidak cepat
menjadi pucat

3. Relaksasi otot
Pada saat kematian sampai beberapa saat sesudah kematian , otot-otot
polos akan mengalami relaksasi sebagai akibat dari hilangnya tonus.
Relaksasi pada stadium ini disebut relaksasi primer. Akibatnya rahang turun
kebawah yang menyebabkan mulut terbuka, dada menjadi kolap dan bila
tidak ada penyangga anggota gerakpun akan jatuh kebawah. Relaksasi dari
otot-otot wajah menyebabkan kulit menimbul sehingga orang mati tampak
lebih muda dari umur sebenarnya, sedangkan relaksasi pada otot polos akan
mengakibatkan iris dan sfincter ani akan mengalami dilatasi. Oleh karena itu
bila menemukan anus yang mengalami dilatasi harus hati-hati menyimpulkan
sebagai akibat hubungan seksual perani/anus corong.

4. Perubahan pada mata


Perubahan pada mata meliputi hilangnya reflek kornea dan reflek cahaya
yang menyebabkan kornea menjadi tidak sensitif dan reaksi pupil yang
negatif.
Knight mengatakan hilangnya reflek cahaya pada kornea ini disebabkan
karena kegagalan kelenjar lakrimal untuk membasahi bola mata. Kekeruhan
pada kornea akan timbul beberapa jam setelah kematian tergantung dari posisi
kelopak mata. Akan tetapi Marshall mengatakan kornea akan tetap menjadi
keruh tanpa dipengaruhi apakah kelopak mata terbuka atau tertutup.
Walaupun sering ditemui kelopak mata tertutup secara tidak komplit, ini
terjadi oleh karena kekakuan otot-otot kelopak mata. Kekeruhan pada lapisan
dalam kornea ini tidak dapat dihilangkan atau diubah kembali walaupun
digunakan air untuk membasahinya.
Bila kelopak mata tetap terbuka sclera yang ada disekitar kornea akan
mengalami kekeringan dan berubah menjadi kuning dalam beberapa jam yang
kemudian berubah menjadi coklat kehitaman. Area yang berubah warna ini
berbentuk trianguler dengan basis pada perifer kornea dan puncaknya di
epikantus. Area ini disebut’taches noires de la sclerotiques’ yang pertama
kali
digambarkan oleh Somner pada tahun 1833.
Knight mengatakan iris masih bereaksi dengan stimulasi kimia sampai 4
jam sesudah kematian somatik, tetapi reflek cahaya segera hilang
bersamaandengan iskemik pada batang otak. Pupil biasanya pada posisi mid
midriasis yang disebabkan oleh karena relaksasi dari muskulus pupilaris
walaupun ada sebagian ahli yang menganggap ini sebagai proses rigor mortis.
Diameter pupil sering dihubungkan dengan sebab kematian seperti lesi di otak
atau intoksikasi obat seperti keracunan morphin dimana sewaktu hidup pupil
menunjukan kontraksi. Akan tetapi Price (1963) memeriksa mata dari 1000
mayat dan menyimpulkan bahwa keadaan pupil tidak berhubungan dengan
sebab kematian, dan kematian menyebabkan pupil menjadi dilatasi atau
cadaveric position.
Setelah kematian tekanan intra okuler akan turun, tekanan intra okuler
yang turun ini mudah menyebabkan kelainan bentuk pupil sehingga pupil
kehilangan bentuk sirkuler setelah mati dan ukurannya pun menjadi tidak
sama, pupil dapat berkontraksi dengan diameter 2 mm atau berdilatasi sampai
9 mm dengan rata-rata 4-5 mm oleh karena pupil mempunyai sifat tidak
tergantung dengan pupil lainnya maka sering terdapat perbedaan sampai 3
mm.
Nicati (1894) telah melakukan pengukuran terhadap tekanan bola mata
posmortem dimana tekanan normal pada bola mata pada waktu hidup adalah
14g -25g akan tetapi begitu sirkulasi terhenti maka penurunan tekanan bola
mata menjadi sangat rendah (tidak sampai mencapai 12g) dan dalam waktu
30 menit akan berkurang menjadi 3g yang kemudian menjadi nol setelah 2
jam kematian. Penurunan tekanan bola mata ini pernah dicoba untuk
menentukan perkiraan saat kematian.
Kervokian (1961) berusaha menerangkan perubahan-perubahan yang
terjadi pada retina 15 jam pertama setelah kematian dimana kornea dapat
dipertahankan dalam keadaan baik dengan menggunakan air atau larutan
garam fisiologis yang kemudian dilakukan pemeriksaan dengan optalmoskop.
Pemeriksaan ini tidaklah mudah, ternyata pemeriksaan retina pada mayat jauh
lebih sulit bila dibandingkan dengan orang hidup. Dan perubahan warna yang
terjadi pada retina dicoba dihubungkan dengan perkiraan saat kematian.
Dengan berhentinya aliran darah maka pembuluh darah retina akan
mengalami perubahan yang disebut segmentasi atau ‘trucking’ dan ini
terjadidalam 15 menit pertama setelah kematian. Pada pemeriksaan dalam 2
jam pertama setelah kematian, dapat dilihat retina tampak pucat dan daerah
sekitar fundus tampak kuning, demikian pula daerah sekitar makula. Sekitar 6
jam batas fundus menjadi tidak jelas, dan tampak gambaran segmentasi pada
pembuluh darah, dengan latar belakang yang berwarna kelabu kekuningan.
Gambaran ini mencapai seluruh perifer retina sekitar 7-10 jam. Setelah 12
jam diskus hanya dapat dilihat sebagai titik yang terlokalisasi dengan sisa-sisa
pembuluh darah yang bersegmentasi hingga pada akhirnya diskus dan
pembuluh darah retina menghilang yang ada hanya makula yang berwarna
coklat gelap. Beberapa pengamat menggambarkan perubahan dini posmortem
yang terjadi pada retina mempunyai arti yang kecil untuk dihubungkan
dengan perkiraan saat mati. Sedangkan Tomlin (1967) beranggapan bahwa
segmentasi pada retina lebih berindikasi pada kematian serebral daripada
penghentian sirkulasi.
Wroblewski dan Ellis (1970) mempelajari perubahan mata pada 300
mayat dimana tidak hanya perubahan yang terjadi pada retina tetapi juga
perubahan yang terjadi pada kornea juga dicatat. Mereka telah memeriksa 204
fundus dari subjek dan 115 diantaranya terdapat segmentasi atau ‘trucking’
pada satu atau kedua mata setelah satu jam posmortem dan negatif pada 89
lainnya. Bagian yang paling sulit pada pemeriksaan ini adalah kekeruhan
kornea yang terjadi dalam 75% pasien dalam 2 jam setelah kematian.
Akhirnya mereka menyimpulkan bahwa segmentasi merupakan perubahan
posmortem yang alami daripada menghubungkannya dengan perkiraan saat
kematian.

TANDA KEMATIAN PASTI


Livor mortis (lebam mayat)
Setelah kematian klinis maka eritrosit akan menempati tempat terbawah akibat
gaya gravitasi, mengisi vena dan venula, membentuk bercak warna merah ungu
(livide) pada bagian terbawah tubuh, kecuali pada bagian tubuh yang tertekan alas
keras.
Darah tetap cair karena adanya aktivitas fibrinolisis yang berasal dari endotel
pembuluh darah. Lebam mayat biasanya mulai tampak 20-30 menit pasca mati, makin
lama intensitasnya bertambah dan menjadi lengkap dan menetap setelah 8-12 jam.
Sebelum waktu ini, lebam mayat masih hilang (memucat) pada penekanan dan dapat
berpindah jika posisi mayat diubah. Memucatnya lebam akan lebih cepat dan lebih
sempurna apabila penekanan atau perubahan posisi tubuh tersebut dilakukan dalam 6
jam pertama setelah mati klinis. Tetapi, walaupun setelah 24 jam, darah masih dapat
mengalir dan membentuk lebam mayat di tempat terendah yang baru. Kadang-kadang
dijumpai bercak perdarahan berwarna biru kehitaman akibat pecahnya pembuluh
darah. Menetapnya lebam mayat disebabkan oleh tertimbunnya sel-sel darah dalam
jumlah cukup banyak sehingga sulit berpindah lagi. Selain itu kekakuan otot-otot
dinding pembuluh darah ikut mempersulit perpindahan tersebut.
Lebam mayat dapat digunakan untuk tanda pasti kematian memperkirakan
sebab kematian, misalnya lebam berwarna merah terang pada keracunan CO atau CN,
warna kecoklatan pada keracunan anilin, nitrit, nitrat, sulfonal; mengetahui perubahan
posisi mayat yang dilakukan setelah terjadinya lebam mayat yang menetap; dan
memperkirakan saat kematian.
Apabila pada mayat terlentang yang telah timbul lebam mayat belum menetap
dilakukan perubahan posisi menjadi telungkup, maka setelah beberapa saat akan
terbentuk lebam mayat baru di daerah dada dan perut.
Lebam mayat yang belum menetap atau masih hilang pada penekanan
menunjukkan saat kematian kurang dari 8-12 jam sebelum saat pemeriksaan.
Mengingat pada lebam mayat darah terdapat di dalam pembuluh darah, maka keadaan
ini digunakan untuk membedakannya dengan resapan darah akibat trauma
(ekstravasasi). Bila pada daerah tersebut dilakukan irisan dan kemudian disiram
dengan air, maka warna merah darah akan hilang atau pudar pada lebam mayat,
sedangkan pada resapan darah tidak menghilang.

Ada 5 warna lebam mayat yang dapat kita gunakan untuk memperkirakan penyebab
kematian :
o Merah kebiruan merupakan warna normal lebam
o Merah terang menandakan keracunan CO (cherry red), keracunan CN (bright
scarlet) atau suhu dingin (bright pink)
o Merah gelap menunjukkan asfiksia
o Perunggu pucat bergaris-garis menandakan kematian akibat abortus septic
o Coklat (chocolate brown) menandakan keracunan potassium chlorate nitrate
Sifat Lebam Mayat Memar
Letak Epidermal, karena pelebaran Ruptur pembuluh darah yang letaknya
pembuluh darahyang tampak bisa superfisial atau lebih dalam
sampai ke permukaan kulit

Kutikula Tidak rusak Kulit ari rusak


Lokasi Terdapat pada daerah yang luas, Terdapat di sekitar bisa tampak di
terutama luka pada bagian tubuh mana di mana saja pada bagian tubuh
yang letaknya rendah. dan tidak meluas
Gambaran Pada lebam mayat tidak ada Biasanya membengkak
evalasi dari kulit
Pinggiran Jelas Tidak jelas
Warna Warnanya sama Memar yang lama warnanya
bervariasi. Memar yang baru berwarna
lebih tegas daripada warna lebam
mayat disekitarnya
Pada Pada pemotongan, darah tampak Darah ke jaringan sekitar, susah
pemotonga dalam pembuluh, dan mudah dibersihkan jaringan sekitar, susah
n dibersihkan. Jaringan subkutan dibersihkan jika hanya dengan air
tampak pucat. mengalir. Jaringan subkutan berwarna
merah kehitaman.
Dampak Akan hilang walaupun hanya Warnanya berubah sedikit saja jika
setelah diberi penekanan yang ringan. diberi penekanan.
penekanan Maksimal 8 jam lebam mayat
tidak hilang dalam penekanan

Rigos Mortis (kaku mayat)


Kelenturan otot setelah kematian masih dipertahankan karena metabolisme
tingkat seluler masih berjalan berupa pemecahan cadangan glikogen otot yang
menghasilkan energi. Energi ini digunakan untuk mengubah ADP menjadi ATP.
Selama masih terdapat ATP maka serabut aktin dan miosin tetap lentur. Bila
cadangan glikogen dalam otot habis, maka energi tidak terbentuk lagi, aktin dan
miosin menggumpal dan otot menjadi kaku.
Kaku mayat dibuktikan dengan memeriksa persendian. Kaku mayat mulai tampak
kira-kira 2 jam setelah mati klinis, dimulai dari bagian luar tubuh (otot-otot kecil) ke
arah dalam (sentripetal). Teori lama menyebutkan bahwa kaku mayat ini menjalar
kraniokaudal. Setelah mati klinis 12 jam kaku mayat menjadi lengkap, dipertahankan
selama 12 jam dan kemudian menghilang dalam urutan yang sama. Kaku mayat
umumnya tidak disertai pemendekan serabut otot, tetapi jika sebelum terjadi kaku
mayat otot berada dalam posisi teregang, maka saat kaku mayat terbentuk akan terjadi
pemendekan otot.
Faktor-faktor yang mempercepat terjadinya kaku mayat adalah aktivitas fisik
sebelum mati, suhu tubuh yang tinggi, bentuk tubuh kurus dengan otot-otot kecil, dan
suhu lingkungan tinggi.
Kaku mayat dapat dipergunakan untuk menunjukkan tanda pasti kematian dan
memperkirakan saat kematian. Terdapat kekakuan pada mayat yang menyerupai kaku
mayat:
a. Cadaveric Spasm (Instantaneous Rigor) adalah bentuk kekakuan otot yang terjadi
pada saat kematian dan menetap. Cadaveric spasm sesungguhnya merupakan kaku
mayat yang timbul dengan intensitas sangat kuat tanpa didahului oleh relaksasi
primer. Penyebabnya adalah akibat habisnya cadangan glikogen dan ATP yang
bersifat setempat pada saat mati klinis karena kelelahan atau emosi yang hebat
sesaat sebelum meninggal. Cadaveric spasm ini jarang dijumpai, tetapi sering
terjadi dalam masa perang. Kepentingan medikolegalnya adalah menunjukkan
sikap terakhir masa hidupnya. Misalnya, tangan yang menggenggam erat benda
yang diraihnya pada kasus tenggelam, tangan yang menggenggam senjata pada
kasus bunuh diri.
b. Heat Stiffening yaitu kekakuan otot akibat koagulasi protein otot oleh panas. Otot-
otot berwarna merah muda, kaku, tetapi rapuh (mudah robek). Keadaan ini dapat
dijumpai pada korban mati terbakar. Pada heat stiffening serabut-serabut ototnya
memendek sehingga menimbulkan fleksi leher, siku, paha, dan lutut, membentuk
sikap petinju (pugilistic attitude). Perubahan sikap ini tidak memberikan arti
tertentu bagi sikap semasa hidup, intravitalitas, penyebab atau cara kematian.
c. Cold Stiffening yaitu kekakuan tubuh akibat lingkungan dingin, sehingga terjadi
pembekuan cairan tubuh, termasuk cairan sendi, pemadatan jaringan lemak
subkutan dan otot, sehingga bila sendi ditekuk akan terdenar bunyi pecahnya es
dalam rongga sendi.

Sifat Kaku Mayat Spasme Kadaver


Mulai timbul 1-2 jam setelah meninggal Segera setelah meninggal
Kematian mendadak,aktivitas berlebih,
Faktor
- ketakutan, terlalu lelah, perasaan
Predisposisi
tegang, dll.
Otot yang Semua otot, termasuk otot Biasanya terbatas pada satu
Terkena volunter dan involunter kelompok otot volunter
Tidak jelas, dapat dilawan
Sangat jelas, perlu tenaga yang kuat
Kaku otot dengan sedikit tenaga.
untuk melawan kekakuannya.
Kepentingan Untuk perkiraan saat Menunjukkan cara kematian yaitu
dari segi kematian bunuh diri, pembunuhan atau
Medikolegal kecelakaan
Suhu mayat Dingin Hangat
Kematian sel Ada Tidak ada
Rangsangan
Tidak ada respon otot Ada respon otot
listrik

Suhu tubuh (algor mortis)


Penurunan suhu tubuh terjadi karena proses pemindahan panas dari suatu
benda ke benda yang lebih dingin, melalui cara radiasi, konduksi, evaporasi, dan
konveksi. Kecepatan penurunan suhu dipengaruhi oleh suhu keliling, aliran, dan
kelembaban udara, bentuk tubuh, posisi tubuh, pakaian. Selain itu suhu saat mati perlu
diketahui untuk perhitungan perkiraan saat kematian. Penurunan suhu tubuh akan
lebih cepat pada suhu keliling yang rendah, lingkungan berangin dengan kelembaban
rendah, tubuh yang kurus, posisi terlentang, tidak berpakaian atau berpakaian tipis,
dan pada umumnya orang tua serta anak kecil.

Derajat dekomposisi
Pembusukan adalah proses degradasi jaringan yang terjadi akibat autolisis dan
kerja bakteri. Autolisis adalah pelunakan dan pencairan jaringan yang terjadi dalam
keadaan steril. Autolisis timbul akibat kerja digestif oleh enzim yang dilepaskan sel
pasca mati dan hanya dapat dicegah dengan pembekuan jaringan. Setelah seseorang
meninggal, bakteri yang normal hidup dalam tubuh segera masuk ke jaringan. Darah
merupakan media terbaik bagi bakteri tersebut untuk bertumbuh. Sebagian besar
bakteri berasal dari usus dan yang terutama adalah Clostridium welchii. Pada proses
pembusukan ini terbentuk gas-gas alkana, H2S dan HCN, serta asam amino dan asam
lemak.
Pembusukan baru tampak kira-kira 24 jam pasca mati berupa warna kehijauan pada
perut kanan bawah, yaitu daerah sekum yang isinya lebih cair dan penuh dengan
bakteri serta terletak dekat dinding perut. Warna kehijauan ini disebabkan oleh
terbentuknya sulfmethemoglobin. Secara bertahap warna kehijauan ini akan menyebar
ke seluruh perut dan dada, dan bau busuk pun mulai tercium. Pembuluh darah bawah
kulit akan tampak seperti melebar dan berwarna hijau kehitaman. Selanjutnya kulit ari
akan terkelupas atau membentuk gelembung berisi cairan kemerahan berbau busuk.
Pembentukan gas di dalam tubuh, dimulai di dalam lambung dan usus, akan
mengakibatkan tegangnya perut dan keluarnya cairan kemerahan dari mulut dan
hidung. Gas yang terdapat di dalam jaringan dinding tubuh akan mengakibatkan
terabanya derik (krepitasi). Gas ini menyebabkan pembengkakan tubuh yang
menyeluruh, tetapi ketegangan terbesar terdapat di daerah dengan jaringan longgar,
seperti skrotum dan payudara. Tubuh berada dalam sikap seperti petinju (pugilistic
attittude), yaitu kedua lengan dan tungkai dalam sikap setengah fleksi akibat
terkumpulnya gas pembusukan di dalam rongga sendi. Selanjutnya rambut menjadi
mudah dicabut dan kuku mudah terlepas, wajah menggembung dan berwarna ungu
kehijauan, kelopak mata membengkak, pipi tembem, bibir tebal, lidah membengkak
dan sering terjulur diantara gigi. Keadaan seperti ini sangat berbeda dengan wajah asli
korban, sehingga tidak dapat lagi dikenali oleh keluarga.
Larva lalat akan dijumpai setelah pembentukan gas pembusukan nyata, yaitu
kira-kira 36-48 jam pasca mati. Kumpulan telur lalat telah dapat ditemukan beberapa
jam pasca mati, di alis mata, sudut mata, lubang hidung, dan diantara bibir. Telur lalat
tersebut kemudian akan menetas menjadi larva dalam waktu 24 jam. Dengan
identifikasi spesies lalat dan mengukur panjang larva, maka dapat diketahui usia larva
tersebut, yang dapat dipergunakan untuk memperkirakan saat mati, dengan asumsi
bahwa lalat biasa secepatnya meletakkan telur setelah seseorang meninggal.
Alat dalam tubuh akan mengalami pembusukan dengan kecepatan yang
berbeda. Perubahan warna terjadi pada lambung terutama di daerah fundus, usus
menjadi ungu kecoklatan. Mukosa saluran napas menjadi kemerahan, endokardium
dan intima pembuluh darah juga kemerahan akibat hemolisis darah. Difusi empedu
dari kandung empedu mengakibatkan warna coklat kehijauan di jaringan sekitarnya.
Otak melunak, hati menjadi berongga seperti spons, limpa melunak dan mudah robek.
Kemudian alat dalam akan mengerut. Prostat dan uterus non gravid merupakan organ
padat yang paling lama bertahan terhadap perubahan pembusukan.
Pembusukan akan timbul lebih cepat bila suhu keliling optimal (26,5oC -suhu normal
tubuh), kelembaban dan udara yang cukup, banyak bateri pembusuk, tubuh gemuk
atau menderita penyakit infeksi dan sepsis. Media tempat mayat terdapat juga
berperan. Mayat yang terdapat di udara akan lebih cepat membusuk dibandingkan
dengan yang terdapat dalam air atau dalam tanah. Perbandingan kecepatan
pembusukan mayat yang berada dalam tanah: air: udara adalah 1 : 2 : 8. Bayi baru
lahir umumnya lebih lambat membusuk karena hanya memiliki sedikit bakteri dalam
tubuhnya dan hilangnya panas tubuh yang cepat pada bayi akan menghambat
pertumbuhan bakteri.
Golongan organ berdasarkan kecepatan pembusukannya, yaitu:
1. Early: Organ dalam yang cepat membusuk antara lain jaringan intestinal,
medula adrenal, pankreas, otak, lien, usus, uterus gravid, uterus post partum,
dan darah
2. Moderate: Organ dalam yang lambat membusuk antara lain paru-paru,
jantung, ginjal, diafragma, lambung, otot polos dan otot lurik.
3. Late: Uterus non gravid dan prostat merupakan organ yang lebih tahan
terhadap pembusukan karena memiliki struktur yang berbeda dengan jaringan
yang lain yaitu jaringan fibrousa.

Perubahan Kimiawi pada vitreus


Kuantitas dari cairan kalium vitreus dapat digunakan sebagai metode untuk
menentukan waktu kematian yang dapat dipercaya. Coe memperkirakan saat
menggunakan jumlah kalium untuk menentukan waktu kematian, di 24 jam pertama
setelah kamatian, variable yang mungkin adalah +10 jam; 48 jam pertama +20 jam;
72 jam pertama +30 (John Coe, komunikasi personal). Variasi yang luas disebabkan
karena peningkatan konsentrasi kalium dikendalikan oleh faktor dekomposisi, dan
semua yang mempercepat proses dekomposisi seperti suhu yang tinggi.
Perubahan dalam cairan serebrospinal. Kadar nitrogen asam amino kurang dari
14 mg% menunjukkan kematian belum lewat 10 jam, kadar nitrogen non-protein
kurang dari 80 mg% menunjukkan kematian belum 24 jam, kadar kreatin kurang dari
5 mg% dan 10 mg% masing-masing menunjukkan kematian belum mencapai 10 jam
dan 30 jam.
Dalam cairan vitreus terjadi peningkatan kadar kalium yang cukup akurat untuk
memperkirakan saat kematian antara 24-100 jam pasca mati.
Kadar semua komponen darah berubah setelah kematian, sehingga analisis
darah pasca mati tidak memberikan gambaran konsentrasi zat-zat tersebut semasa
hidupnya. Perubahan tersebut diakibatkan oleh aktivitas enzim dan bakteri, serta
gangguan permeabilitas dari sel yang telah mati. Selain itu gangguan fungsi tubuh
selama proses kematian dapat menimbulkan perubahan dalam darah bahkan sebelum
kematian itu terjadi. Hingga saat ini belum ditemukan perubahan dalam darah yang
dapat digunakan untuk memperkirakan saat mati dengan lebih tepat.
Reaksi supravital, yaitu reaksi jaringan tubuh sesaat pasca mati klinis yang
masih sama seperti reaksi jaringan tubuh pada seseorang yang hidup. Beberapa uji
dapat dilakukan terhadap mayat yang masih segar, misalnya rangsang listrik masih
dapat menimbulkan kontraksi otot mayat hingga 90-120 menit pasca mati dan
mengakibatkan sekresi kelenjar keringat sampai 60-90 menit pasca mati, sedangkan
trauma masih dapat menimbulkan perdarahan bawah kulit sampai 1 jam pasca mati.
(Budiyanto dkk., 1997; Abdul Mun’im Idries dkk., 2008)
Aktifitas serangga
Larva lalat akan dijumpai setelah pembentukan gas pembusukan nyata, yaitu
kira-kira 36-48 jam pasca mati. Beberapa jam setelah kematian lalat akan hinggap di
badan dan meletakkan telur-telurnya pada lubang-lubang mata, hidung, mulut dan
telinga. Biasanya jarang pada daerah genitoanal. Bila ada luka ditubuh mayat lalat
lebih sering meletakkan telur-telurnya pada luka tersebut, sehingga bila ada telur atau
larva lalat didaerah genitoanal ini maka dapat dicurigai adanya kekerasan seksual
sebelum kematian. Telur-telur lalat ini akan berubah menjadi larva dalam waktu 24
jam. Larva ini mengeluarkan enzim proteolitik yang dapat mempercepat
penghancuran jaringan pada tubuh. Larva lalat dapat kita temukan pada mayat kira-
kira 36-48 jam pasca kematian. Berguna untuk memperkirakan saat kematian dan
penyebab kematian karena keracunan. Saat kematian dapat kita perkirakan dengan
cara mengukur panjang larva lalat. Penyebab kematian karena racun dapat kita
ketahui dengan cara mengidentifikasi racun dalam larva lalat.
Insekta tidak hanya penting dalam proses pembusukan tetapi meraka juga
memberi informasi penting yang berhubungan dengan kematian. Insekta dapat
dipergunakan untuk memperkirakan saat kematian, memberi petunjuk bahwa tubuh
mayat telah dipindahkan dari satu lokasi ke lokasi lainnya, memberi tanda pada badan
bagian mana yang mengalami trauma, dan dapat dipergunakan dalam pemeriksaan
toksikologi bila jaringan untuk specimen standart juga sudah mengalami pembusukan.

Isi perut
Perubahan dalam lambung. Kecepatan pengosongan lambung sangat
bervariasi, sehingga tidak dapat digunakan untuk memberikan petunjuk pasti waktu
antara makan terakhir dan saat mati. Namun keadaan lambung dan isinya mungkin
membantu dalam membuat keputusan. Ditemukannya makanan tertentu dalam isi
lambung dapat digunakan untuk menyimpulkan bahwa korban sebelum meninggal
telah makan makanan tersebut.
Salah satu cara menentukan waktu kematian adalah dengan membuat jarak antara
waktu makan dan waktu kematian, lalu mengetahui waktu terakhir korban makan.
Spitz dan Fisher mengatakan makan porsi kecil (roti lapis) dapat dicerna dalam 1 jam,
sedangkan makanan porsi besar membutuhkan waktu 3-5 jam. Adelson mengatakan
pengosongan lambung tergantung dari ukuran dan isi makanan, makanan ringan
membutuhkan waktu ½ - 2 jam untuk dicerna, makanan sedang 3-4 jam, dan makanan
berat 4-6 jam.

Aliran sitometri
Analisis yang digunakan menggunakan jaringan limpa. Pada aliran sitometri, korelasi
derajat dari degradasi DNA di jaringan korban meniggal dengan orang lain yang
waktu kematiannya diketahui (kontrol).

Petunjuk yang ditemukan pada lokasi


 Surat dan koran yang tidak tersusun
 Apakah lampu menyala atau tidak
 Pada jam dan tanggal berapa jadwal TV menyala
 Cara berpakaian individu
 Makanan apa yang ada atau piring kotor yang ada di tempat cuci piring
 Kwitansi penjualan atau tanggal yang terpadat pada kertas yang ada di
kantong korban
 Kapan terakhir kali tetangga melihat individu atau apakah ada perubahan sikap
darinya

2. MM Investigasi Pembunuhan dan Pemerkosaan


A. Informed consent
B. Anamnesa Pasien
 Umum: Umur, tempat/tanggal lahir, status perkawinan, siklus haid
Penyakit kelamin/penyakit kandungan/penyakit lain.
 Apa pernah bersetubuh?
 Kapan persetubuhan terakhir?
 Apakah memakai kondom?
 Apakah penis penyerang memasuki vulva?
 Apakah penyerang mengalami orgasme?
 Apakah penyerang menggunakan kondom?
 Khusus: Waktu kejadian, tanggal, jam, tempat kejadian
 Apakah korban melawan?
 Apakah korban pingsan?
 Apa ada penetrasi dan ejakulasi?
 Apa setelah kejadian korban mencuci, mandi, atau ganti
pakaian
C. Memeriksa pakaian Robekan
 Kancing putus
 Bercak darah Air mani
 Lumpur
 Rapi atau tidak

D. Memeriksa tubuh korban


 Umum: Penampilan, keadaan emosional, tanda bekas hilang
kesadaran, tanda needle mark, tanda kekerasan, tanda perkembangan
alat kelamin sekunder, pupil, reflex cahaya, TB, BB, TD, keadaan
jantung, paru, abdomen, adakah trace evidence pada tubuh korban
 Khusus:
 Rambut kemaluan yang saling melekat karena air mani
mengering  gunting Bercak air mani  kerok/swab
 Vulva  tanda kekerasan Introitus vagina
 Selaput dara  tentukan orifisium  perawan = 2,5cm;
persetubuhan = 9cm Frenulum labiorum pudenda
 Vagina dan cervix

E. Pemeriksaan Laboratorium
 Tes Penyaring cairan mani  Tes fosfatase asam, visual/taktil, UV
Tes Penentu cairan mani  Berberio, Florence, Puranen
 Tes Penentu spermatozoa  Sediaan langsung, Malascheet Green,
Baechii Tes toksikologi (urin,darah)
 Tes kehamilan
 Tes kuman Gonorrhea
Setelah pemeriksaan, pasien dirawat cederanya, dilihat selama 2 minggu setelah
serangan, dan pemeriksaan follow-up, tes ulang untuk AIDS dilakukan setelah
beberapa bulan.

PEMBUNUHAN DAN PEMERKOSAAN


Pada pemerkosaan-pembunuhan, penyebab kematian biasanya jeratan, tikaman, atau
cedera karena kekerasan tumpul, jarang tertembak. Tekadang terdapat kekerasan berat
dan tidak perlu seperti mutilasi tubuh.

Pemindahan tubuh mayat


Harus ada paper bag untuk mengamanka barang bukti yang dicengkram atau dibawah
kuku, mayat ditutup dengan kain putih yang berish atau ditempatkan dalam body bag.

Pemeriksaan tubuh mayat


Saat datang kamar jenazah, tubuh mayat tidak boleh di lepaskan pakaiannya atau
dipegang sebelum diperiksa oleh dokter. Jika tubuh mayat harus dipegang untuk
mencari sidik jari, tidak boleh dipegang dengan tangan kosong.

Menemukan barang bukti tangan


Bagian pertama dari autopsi adalah pemeriksaan tangan untuk mencari benda-benda
asing yang tergenggam atau yang ada dibawah kuku. Selanjutnya kuku dipotong lalu
dimasukan ke dalam tempat berlabel, diperiksa di laboratorium forensic untuk
mencari benda asing yang mungkin berasal dari penyerang.

Pemeriksaan pakaian, tubuh, dan rambut


 Pemeriksaan pakaian
Setelah memeriksa tangan, pemeriksaan pakaian yang masih menempel pada
tubuh mayat, apakah terdapat noda, air mata, kancing yanh hilang, tanah,
kerikil, minyak, daun, dan lai-lain. Doker harus berhati-hati dalam mencari
serat, rambut, kaca, cat, atau benda asing lain yang berasal dari senjata atau
mobil penyerang yang digunakan untuk memindahkan tubuh mayat.

 Tubuh
Pakaian boleh dilepas. Jika ditemukan bukti trauma, lalu dicatat dalam bentuk
catatan, diagram, x-rays, atau fotografi. Pemeriksa juga perlu menari apakah
ada memar, gigitan, atau robekan. Rambut biasanya ditemukan pada
genggaman tangan korban yang dicekik atau dipukul di kepala dengan benda
tumpul, terkadang rambut ini bisa berasa dari rambut korban, sehingga sampel
rambut korban perlu diambil sebagai kontrol. Rambut kemaluan korban disisir
untuk menemukan apakah ada rambut asing yang berasal dari penyerang.

 Rambut
Pada analisis rambut, yang harus ditentukan adalah warna rambut, ras, asalnya
dari mana, dan hal yang spesifik bagi seseorang. Sekarang memunkinkan
untuk melakukan analisa DNA pada rambut. Pemeriksaan mikroskopis pada
rambut hanya digunakan sebagai skrining untuk menentukan apabila analisa
DNA terjamin dan tipe tes DNA yang akan dilakukan.

Bukti hubungan kelamin


Mengambil sampel dari cairan vagina. Apabila kematian baru saja terjai, prepatat
tetes sperma digunakan untuk memerikasa pergerakan sperma. Jika terdapat sperma,
maka analisis DNA pada swab dilakukan. Jika tidak ditemukan sperma di swab
vagina, rectum, dan mulut maka dilakuka tes dugaan untuk fosfatase asam. Jika
hubungan kelamin masih diduga kuat, tetapi tes asam fosfat positif lemah atau
dipertanyakan, maka dilakukan tes protein spesifik P30. Pada orang yang masih
hidup, sperma yang bergerak biasanya tampak diatas 6 jam, kadang 12 jam, dan
jarang diatas 24 jam.

3. MM Hukum Pembunuhan dan Pemerkosaan


PEMBUNUHAN
Pembunuhan (al-qatl). Salah satu tindak pidana menghilangkan nyawa seseorang dan
termasuk dosa besar. Dalam fikih, tindak pidana pembunuhan (al-qatl) disebut juga
dengan aljinayah ‘ala an-nafs al-insaniyyah (kejahatan terhadap jiwa manusia).
Ulama fikih mendefinisikan pembunuhan dengan “Perbuatan manusia yang berakibat
hilangnya nyawa seseorang” (Audah, 1992 Juz 2:6). Menurut Wakban Zuhaili
pembunuhan adalah perbuatan yang menghilangkan atau mencabut nyawa seseorang
(Zuhaili, 1984:2:7). Dari definisi tersebut dapat diambil intisari bahwa pembunuhan
adalah perbuatan seseorang terhadap orang lain yang mengakibatkan hilangnya
nyawa, baik dilakukan dengan sengaja maupun tidak sengaja. Apabila dilihat dari segi
hukumnya, pembunuhan dalam Islam ada dua bentuk, yaitu pembunuhan yang
diharamkan, seperti membunuh orang lain dengan sengaja tanpa sebab; dan
pembunuhan yang dibolehkan, seperti membunuh orang yang murtad jika ia tidak
mau tobat atau membunuh musuh dalam peperangan.

Dasar Hukum
Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya),
melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. Dan Barangsiapa dibunuh secara zalim,
Maka Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi
janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah
orang yang mendapat pertolongan. (QS. Al Isra’:33)
Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. kamilah yang
akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh
mereka adalah suatu dosa yang besar. (QS. Al Isra’: 31)
Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: Barangsiapa
yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain,
atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, Maka seakan-akan Dia telah
membunuh manusia seluruhnya. (QS. Al Maa’idah:32)

Sanksi
Hukuman bagi pelaku pembunuhan sengaja. Ulama fikih mengemukakan bahwa ada
beberapa bentuk hukuman yang dikenakan kepada pelaku tindak pidana pembunuhan
dengan sengaja, yaitu hukuman pokok hukuman pengganti, dan hukuman tambahan.
Hukuman pokok dari tindak pembunuhan sengaja adalah kisas. Yang dimaksud
dengan kisas adalah memberikan perlakuan yang sama kepada pelaku pidana
sebagaimana ia melakukannya (terhadap korban). Hukuman kisas ini disyariatkan
berdasarkan firman Allah SWT dalam surat al- Baqarah (2) ayat 178 yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan
orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan
hamba, dan wanita dengan wanita…”
Dalam surat al-Baqarah ayat 179 Allah SWT berfirman: “Dan dalam kisas itu ada
(jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu
bertakwa” kemudian dalam surat al-Maidah (5) ayat 45 artinya: “Dan kami telah
tetapkan kepada mereka didalamnya (Taurat) bahwasannya jiwa dibalas dengan
jiwa…” alasannya dalam sunah Rasulullah SAW di antaranya adalah “… Siapa yang
membunuh dengan sengaja, maka dibalas dengan membunuh (pelaku)nya…” (HR.
Abu Dawud).
Hukuman kisas untuk pembunuhan sengaja merupakan hukuman pokok, bila
hukuman tersebut tidak bisa dilaksanakan, karena sebab-sebab yang dibenarkan oleh
syara’ maka hukuman penggantinya adalah hukuman diat. Para ulama berbeda
pendapat dalam menentukan jenis diat. Menururt Imam Malik, Abu Hanifah dan
Syafii dalam qaul qosim, diat dapat dibayar dengan salah satu tiga jenis yaitu Onta,
Emas atau Perak alasannya: “Sesungguhnya barang siapa yang membunuh seorang
mukmintanpa alasan yang sah dan ada saksi, ia harus di kisas, kecuali apabila
keluarga korban merelakan (memaafkannya)) dan sesungguhnya dalam
menghilangkan nyawa harus membayar diat, berupa Seratus Ekor Onta (As Syou’ani
7: 212).

PEMERKOSAAN
Dalam kitab Fiqh Sunnah yang ditulis oleh Sayyid Sabiq mengklasifikasikan
pemerkosaan ke dalam zina yang dipaksa. Sedangkan Pemerkosaan dalam bahasa
Arab disebut dengan al wath’u (Al wath’u dalam bahasa Arab artinya bersetubuh atau
berhubungan seksual. Yunus, 1989: 501). bi al ikraah (hubungan seksual dengan
paksaan).
Jadi sanksi yang diberlakukan bagi pemerkosa adalah apabila seorang laki-laki
memperkosa seorang perempuan, seluruh fuqaha sepakat perempuan itu tak dijatuhi
hukuman zina (had az zina), baik hukuman cambuk 100 kali maupun hukuman rajam
(Audah: 294). Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam al- Quran surat al-An’am (6)
ayat 145 yang berbunyi: Katakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang
diwahyukan kepadaKu, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak
memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau
daging babi - karena Sesungguhnya semua itu kotor - atau binatang yang disembelih
atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam Keadaan terpaksa, sedang Dia tidak
menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka Sesungguhnya Tuhanmu
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Q.S Al An’aam (6):145).

Sedangkan bagi pelaku pemerkosa, hukum pidana Islam membagi kepada dua
kelompok yaitu:
a) Pemerkosaan tanpa mengancam dengan senjata. Orang yang melakukan
pemerkosaan semacam ini dihukum sebagaimana hukuman orang yang
berzina. Jika dia sudah menikah maka hukumannya berupa dirajam, dan jika
pelakunya belum menikah maka dihukum cambuk seratus kali serta
diasingkan selama satu tahun. Sebagian ulama mewajibkan kepada pelaku
pemerkosa untuk memberikan mahar bagi wanita korban pemerkosaan
b) Pemerkosaan Dengan Menggunakan Senjata, pelaku pemerkosaan dengan
menggunakan senjata untuk mengancam, dihukum sebagaimana perampok.
Sementara hukuman bagi perampok telah disebutkan dalam firman Allah
dalam surat al-Maidah (5) ayat 33 yang berbunyi: “Sesungguhnya pembalasan
terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat
kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong
tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri
(tempat kediamannya). yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk
mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar”. (Q.S Al
Maidah (5): 33)

Beberapa pendapat ulama mengenai hukuman bagi pemerkosa yaitu:


1. Imam Malik berpendapat yang sama dengan Imam Syafi’i dan Imam Hambali.
Yahya (murid Imam Malik) mendengar Malik berkata bahwa, apa yang
dilakukan di masyarakat mengenai seseorang memperosa seorang wanita, baik
perawan atau bukan perawan, jika ia wanita merdeka, maka pemerkosa harus
membayar maskawin dengan nilai yang sama dengan seseorang seperti dia.
Jika wanita tersebut budak, maka pemerkosa harus membayar nilai yang
dihilangkan. Had adalah hukuman yang diterapkan kepada pemerkosa, dan
tidak ada hukuman diterapkan bagi yang diperkosa. Jika pemerkosa adalah
budak, maka menjadi tanggungjawab tuannya kecuali ia menyerahkanya.
2. Imam Sulaiman Al Baji Al Maliki mengatakan bahwa wanita yang diperkosa,
jika dia wanita merdeka (bukan budak), berhak mendapatkan mahar yang
sewajarnya dari laki-laki yang memperkosanya. Hukuman had dan mahar
merupakan dua kewajiban untuk pelaku pemerkosa, hukuman had ini terkait
dengan hak Allah SWT, sementara kewajiban membayar mahar terkait dengan
hak makhluk.
Abu Hanifah dan Ats Tsauri berpendapat bahwa pemerkosa berhak mendapatkan
hukuman had, namun tidak wajib membayar mahar. Sedangkan menurut Imam
Syafi’I dan Imam Hambali bahwasanya barangsiapa yang memperkosa wanita, maka
ia harus membayar mahar misil (Mughniyah, 1996: 367).

Pembunuhan menyerupai sengaja (qatl syibh al-amd)


Yaitu menyengaja suatu perbuatan aniaya terhadap orang lain, dengan alat yang pada
umumnya tidak mematikan, seperti memukul dengan batu kecil, tangan, pensil, atau
tongkat yang ringan, dan antara pukulan yang satu dengan yang lainnya tidak saling
membantu,pukulannya bukan pada tempat yang vital (mematikan), yang
dipukul bukan anak kecil atau orang yang lemah, cuacanya tidak terlalu panas/dingin
yang dapat mempercepat kematian, sakitnya tidak berat dan menahun sehingga
membawa pada kematian, jika tidak terjadi kematian, maka tidak dinamakan qatl
al-'amd, karena umumnya keadaan seperti itu dapat mematikan. Atau perbuatan yang
sengaja dilakukan oleh seseorang kepada orang lain dengan tujuan mendidik,
misalnya: seorang guru memukulkan penggaris kepada kaki seorang muridnya, tiba-
tiba murid yang dipukul meninggal, maka perbuatan tersebut dinamakan syibhu al
amdi.
Dalam pembunuhan semi sengaja ini, ada 2 (dua) unsur yang berlainan,
yaitu kesengajaan  di satu sisi dan kesalahan disisi lain. Perbuatan si pelaku untuk
memukul si korban adalah disengaja, namun akibat yang dihasilkan dari perbuatan
tersebut sama sekali tidak diinginkan pelaku.
Menurut Prof. H.A. Jazuli, ada 3 (tiga) dalam pembunuhan semi sengaja, yaitu;
 Pelaku melakukan suatu perbuatan yang mengakibatkan kematian.
 Ada maksud penganiayaan atau permusuhan.
 Ada hubungan sebab akibat antara perbuatan pelaku dengan kematian korban.
Pembunuhan kesalahan (qatl al-khata')
Yaitu pembunuhan yang terjadi dengan tanpa adanya maksud penganiayaan, baik
dilihat dari perbuatan maupun orangnya. Misalnya seseorang melempari pohon atau
binatang tetapi mengenai manusia (orang lain), kemudian mati. Menurut Sayid
Sabiq, pembunuhan tidak sengaja adalah ketidaksengajaan dalam kedua unsur, yaitu
perbuatan dan akibat yang ditimbulkannya, dalam pembunuhan tidak sengaja,
perbuatan tersebut tidak diniati dan akibat yang terjadipun sama sekali tidak
dikehendaki.

Adapun unsur-unsur pembunuhan tidak sengaja yaitu;


1. Adanya perbuatan yang menyebabkan kematian
2. Terjadinya perbuatan itu karena kesalahan
3. Adanya hubungan sebab akibat antara perbuatan kesalahan dengan kematian
korban.

Dengan adanya pembunuhan, berarti ia telah melakukan pelanggaran tindak pidana,


dan apabila seseorang melakukan tindak pidana, maka ia akan menerima konsekuensi
(akibat) logis atas perbuatannya. Dalam mengartikan pembunuhan, macam-
macam pembunuhandan lain-lainnya, para ulama banyak yang berselisih pendapat.
Adapun macam-macam pembunuhan menurut Ibnu Hazm dan Imam Maliki itu hanya
terbagi kedalam dua macam yaitu, pembunuhan sengaja (Qatl 'Amd), yaitu suatu
perbuatan penganiayaan terhadap seseorang dengan maksud untuk menghilangkan
nyawanya, dan pembunuhan tidak sengaja (Qatl al-Khata'), yaitu pembunuhan yang
dilakukan karena kesalahan. Dalam jenis pembunuhan ini ada tiga kemungkinan,
yaitu:
1. Bila si pelaku sengaja melakukan perbuatan dengan tanpa maksud melakukan
kejahatan, tetapi mengakibatkan kematian seseorang; kesalahan seperti ini
disebut salah dalam perbuatan (error in Concrito).
2. Bila si pelaku sengaja melakukan perbuatan dan mempunyai niat membunuh
seseorang yang dalam persangkaannya boleh dibunuh, namun ternyata orang
tersebut tidak boleh dibunuh, misalnya sengaja menembak musuh yang harus
ditembak dalam peperangan, tetapi ternyata kawan sendiri; kesalahan
demikian disebut salah dalam maksud (error in objecto). Ibnu Hazm
menolak pembunuhansengaja salah (Qatl al-Khata'), seperti yang
diungkapkan oleh ulama lain, lebih lanjut Ibnu Hazm berpendapat,
bahwa pembunuhan sengaja salah adalah pendapat fasid yang menyalahi Nas
al-Qur'an dan sunnah, karena dalam al-Qur'an dan sunnah sendiri tidak
menerangkan sama sekali. Seperti macam pembunuhan yang dianut oleh
Mazhab Hanafi, Hambali dan Syafi'i, yang menambahkan
adanya pembunuhansemi sengaja) syibhu al amdi), yaitu perbuatan
penganiayaan terhadap seseorang tidak dengan maksud untuk membunuhnya
tetapi mengakibatkan kematian. Adapun dalam pembunuhan salah Ibnu Hazm
mengatakan, bahwa pembunuhan tersebut bukan suatu dosa, sebab suatu dosa
itu yang dilarang Allah, sedang kesalahan itu tidak dilarang Allah Karena
kesalahan itu di luar kemampuan manusia. Oleh karena itu, segala kesalahan
diampuni Allah dan tidak berdosa bagi orang yang tersalah.
3. Bila si pelaku tidak bermaksud melakukan kejahatan, tetapi akibat
kelalaiannya dapat menimbulkan kematian, seperti seseorang terjatuh dan
menimpa bayi yang berada di bawahnya hingga mati.

Anda mungkin juga menyukai