Anda di halaman 1dari 14

Dekomposisi Pasca Mati Pendahuluan Kadang-kadang seorang dokter dihadapkan dengan suatu keputusan sulit untuk mendiagnosa suatu

kematian apakah sudah terjadi atau belum. Dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin maju maka definisi matipun berubah mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan yang ada. Secara tradisional mati dapat didefinisikan secara sederhana yaitu berhentinya ketiga sistem penunjang kehidupan sistem syaraf pusat, jantung dan paru secara permanent ( permanent cessation of life) ini yang disebut sebagai mati klinis atau mati somatis. Tetapi dengan ditemukannya respirator maka disusunlah kriteria diagnostik baru yang berdasarkan pada konsep brain death is death. Kemudian konsep inipun diperbaharui menjadi brain steem death is death perbaikan ini berangkat dari pemikiran bahwa : 1. Tidak dapat mendiagnosis brain death dengan memeriksa seluruh fungsi otak dalam keadaan koma, mengingat fungsi-fungsi tertentu dari otak seperti melihat, mencium, mendengar, fungsi serebeler dan beberapa fungsi korteks hanya dapat diperiksa dalam keadaan kompos mentis. 2. Proses brain death tidak terjadi secara serentak, tetapi bertahap mengingat resistensi yang berbeda-beda dari berbagai bagian otak terhadap tidak adanya oksigen. Dalam hal ini brain stem merupakan bagian yang paling tahan dibandingkan dengan korteks dan talamus. 3. Brain stem merupakan bagian dari otak yang mengatur fungsi vital, terutama pernafasan. Pada saat terjadi kematian , didalam tubuh masih terdapat sel dan jaringan yang masih sempat melanjutkan beberapa aktivitas, misalnya sel yang sedang bermitosis masih dapat menyelesaikan pembelahannya. Tetapi kemudian segala kegiatanyang terjadi pada sel dan jaringan akan terhenti sama sekali (11). Pengetahuan ini penting dalam transplantasi organ, dengan adanya kemajuan dibidang transplantasi organ tubuh, maka muncullah definisi mati seluler (mati molekuler) yaitu kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul beberapa saat setelah kematian somatis. Dimana daya tahan hidup masing-masing organ atau jaringan berbeda-beda, sehingga kematian seluler pada tiap organ atau jaringan terjadi secara tidak bersamaan. Sebagai contoh susunan saraf pusat mengalami mati seluler dalam
1

waktu 4 menit; otot masih dapat dirangsang dengan listrik sampai kira-kira 2 jam pasca mati, dan mengalami mati seluler setelah 4 jam; dilatasi pupil masih dapat terjadi pada pemberian adrenalin 0,1% atau penyuntikan sulfas atropin 1 % atau fisostigmin 0,5% akan mengakibatkan miosis hingga 20 jam pasca mati. Kulit masih dapat berkeringat sampai lebih dari 8 jam pasca mati dengan cara penyuntikan subkutan pilokarpin 2% atau asetilkolin 20 %; spermatozoa masih bertahan hidup beberapa hari dalam epididimis; kornea masih dapat ditransplantasikan dan darah masih dapat dipakai untuk transfusi sampai 6 jam pasca mati. (2,3) Keadaan tersebut diatas pada mayat dimana masih dapat menghasilkan gambaran intravital disebut reaksi supravital dan pertama kali didiskusikan pada tahun 1963 oleh Schleyer. (2,3) Perubahan yang terjadi setelah kematian Selama ada oksigen yang mempertahankan kehidupan seseorang. Sel-sel dalam tubuh akan menjadi sehat, metabolisme berjalan normal fungsi lokomotorik berjalan terus , kerusakan sel yang disebabkan oleh organisme akan diperbaiki dan invasi bakteri pembusukan dapat dihambat Bila seseorang meninggal dunia maka siklus oksigen akan terhenti , tubuh akan mengalami berbagai perubahan jaringan yang disebut perubahan awal kematian atau tanda kematian tidak pasti dimana susunan saraf pusat akan mengalami kemunduran dengan cepat ini akan menyebabkan perubahan pada tubuh menjadi insensibel, reflek cahaya dan reflek kornea hilang, aliran darah, gerakan nafas berhenti, kulit pucat dan otot mengalami relaksasi. Setelah beberapa waktu akan timbul perubahan pasca mati yang memungkinkan diagnosis kematian lebih pasti. Tanda-tanda tersebut dikenal sebagai tanda pasti kematian berupa lebam mayat, kaku mayat, penurunan suhu tubuh pembusukan, mumifikasi dan adiposera.(2,4,7,8,9,10) A. Tanda kematian tidak pasti A. Tanda kematian tidak pasti 1. Berhentinya sistim pernafasan dan sistim sirkulasi. Secara teoritis, diagnosis kematian sudah dapat ditegakkan jika jantung dan paru berhenti selama 10 menit, namun dalam prakteknya seringkali terjadi kesalahan diagnosis sehingga perlu dilakukan pemeriksaan dengan cara mengamati selama waktu tertentu.
2

Pemeriksaan dapat dilakukan dengan mendengarkannya melalui stetoscope pada daerah precordial dan larynx dimana denyut jantung dan suara nafas dapat dengan mudah terdengar.(2,4,8,9) Kadang-kadang jantung tidak segera berhenti berdenyut setelah nafas terhenti, selain disebabkan ketahanan hidup sel tanpa oksigen yang berbeda-beda dapat juga disebabkan depresi pusat sirkulasi darah yang tidak adekwat, denyut nadi yang menghilang merupakan indikasi bahwa pada otak terjadi hipoksia. Sebagai contoh pada kasus judicial hanging dimana jantung masih berdenyut selama 15 menit walaupun korban sudah diturunkan dari tiang gantungan.(8) 2. Kulit yang pucat Kulit muka menjadi pucat ,ini terjadi sebagai akibat berhentinya sirkulasi darah sehingga darah yang berada di kapiler dan venula dibawah kulit muka akan mengalir ke bagian yang lebih rendah sehingga warna kulit muka tampak menjadi lebih pucat.(4,8) Akan tetapi ini bukan merupakan tanda yang dapat dipercaya. Kadang-kadang kematian dihubungkan dengan spasme agonal sehingga wajah tampak kebiruan.(2,8) Pada mayat yang mati akibat kekurangan oksigen atau keracunan zat-zat tertentu (misalnya karbon monoksida) warna semula dari raut muka akan bertahan lama dan tidak cepat menjadi pucat.(4,8) 3. Relaksasi otot Pada saat kematian sampai beberapa saat sesudah kematian , otot-otot polos akan mengalami relaksasi sebagai akibat dari hilangnya tonus. Relaksasi pada stadium ini disebut relaksasi primer. Akibatnya rahang turun kebawah yang menyebabkan mulut terbuka, dada menjadi kolap dan bila tidak ada penyangga anggota gerakpun akan jatuh kebawah. Relaksasi dari otot-otot wajah menyebabkan kulit menimbul sehingga orang mati tampak lebih muda dari umur sebenarnya, sedangkan relaksasi pada otot polos akan mengakibatkan iris dan sfincter ani akan mengalami dilatasi. Oleh karena itu bila menemukan anus yang mengalami dilatasi harus hati-hati menyimpulkan sebagai akibat hubungan seksual perani/anus corong.(2,4,8,9,10)

4.

Perubahan pada mata Perubahan pada mata meliputi hilangnya reflek kornea dan reflek cahaya yang

menyebabkan kornea menjadi tidak sensitif dan reaksi pupil yang negatif .(2,3,6,7,8) Knight (7) mengatakan hilangnya reflek cahaya pada kornea ini disebabkan karena kegagalan kelenjar lakrimal untuk membasahi bola mata. Kekeruhan pada kornea akan timbul beberapa jam setelah kematian tergantung dari posisi kelopak mata.(3,7) Akan tetapi Marshall(8) mengatakan kornea akan tetap menjadi keruh tanpa dipengaruhi apakah kelopak mata terbuka atau tertutup. Walaupun sering ditemui kelopak mata tertutup secara tidak komplit, ini terjadi oleh karena kekakuan otot-otot kelopak mata.(7,9). Kekeruhan pada lapisan dalam kornea ini tidak dapat dihilangkan atau diubah kembali walaupun digunakan air untuk membasahinya.(8) Bila kelopak mata tetap terbuka sclera yang ada disekitar kornea akan mengalami kekeringan dan berubah menjadi kuning dalam beberapa jam yang kemudian berubah menjadi coklat kehitaman. Area yang berubah warna ini berbentuk trianguler dengan basis pada perifer kornea dan puncaknya di epikantus. Area ini disebuttaches noires de la sclerotiques yang pertama kali digambarkan oleh Somner pada tahun 1833. (2,3,6,7,8,9,10) Knight (7) mengatakan iris masih bereaksi dengan stimulasi kimia sampai 4 jam sesudah kematian somatik, tetapi reflek cahaya segera hilang bersamaan dengan iskemik pada batang otak. Pupil biasanya pada posisi mid midriasis yang disebabkan oleh karena relaksasi dari muskulus pupilaris walaupun ada sebagian ahli yang menganggap ini sebagai proses rigor mortis. Diameter pupil sering dihubungkan dengan sebab kematian seperti lesi di otak atau intoksikasi obat seperti keracunan morphin dimana sewaktu hidup pupil menunjukan kontraksi. Akan tetapi Price (1963) memeriksa mata dari 1000 mayat dan menyimpulkan bahwa keadaan pupil tidak berhubungan dengan sebab kematian, dan kematian menyebabkan pupil menjadi dilatasi atau cadaveric position .(7,8) Setelah kematian tekanan intra okuler akan turun, tekanan intra okuler yang turun ini mudah menyebabkan kelainan bentuk pupil sehingga pupil kehilangan bentuk sirkuler setelah mati dan ukurannya pun menjadi tidak sama ,pupil dapat berkontraksi dengan diameter 2 mm atau berdilatasi sampai 9 mm dengan rata-rata 4-5 mm oleh karena pupil

mempunyai sifat tidak tergantung dengan pupil lainnya maka sering terdapat perbedaan sampai 3 mm.(7,8) Nicati (1894) telah melakukan pengukuran terhadap tekanan bola mata posmortem dimana tekanan normal pada bola mata pada waktu hidup adalah 14g -25g akan tetapi begitu sirkulasi terhenti maka penurunan tekanan bola mata menjadi sangat rendah (tidak sampai mencapai 12g) dan dalam waktu 30 menit akan berkurang menjadi 3g yang kemudian menjadi nol setelah 2 jam kematian. Penurunan tekanan bola mata ini pernah dicoba untuk menentukan perkiraan saat kematian.(3,7,10) Kervokian (1961) berusaha menerangkan perubahan-perubahan yang terjadi pada retina 15 jam pertama setelah kematian dimana kornea dapat dipertahankan dalam keadaan baik dengan menggunakan air atau larutan garam fisiologis yang kemudian dilakukan pemeriksaan dengan optalmoskop. Pemeriksaan ini tidaklah mudah, ternyata pemeriksaan retina pada mayat jauh lebih sulit bila dibandingkan dengan orang hidup. Dan perubahan warna yang terjadi pada retina dicoba dihubungkan dengan perkiraan saat kematian. Dengan berhentinya aliran darah maka pembuluh darah retina akan mengalami perubahan yang disebut segmentasi atau trucking dan ini terjadi dalam 15 menit pertama setelah kematian. Pada pemeriksaan dalam 2 jam pertama setelah kematian, dapat dilihat retina tampak pucat dan daerah sekitar fundus tampak kuning, demikian pula daerah sekitar makula. Sekitar 6 jam batas fundus menjadi tidak jelas, dan tampak gambaran segmentasi pada pembuluh darah, dengan latar belakang yang berwarna kelabu kekuningan. Gambaran ini mencapai seluruh perifer retina sekitar 7-10 jam. Setelah 12 jam diskus hanya dapat dilihat sebagai titik yang terlokalisasi dengan sisa-sisa pembuluh darah yang bersegmentasi hingga pada akhirnya diskus dan pembuluh darah retina menghilang yang ada hanya makula yang berwarna coklat gelap. Beberapa pengamat menggambarkan perubahan dini posmortem yang terjadi pada retina mempunyai arti yang kecil untuk dihubungkan dengan perkiraan saat mati. (3,6,8,10) Sedangkan Tomlin ( 1967) beranggapan bahwa segmentasi pada retina lebih berindikasi pada kematian serebral daripada penghentian sirkulasi. Wroblewski dan Ellis (1970) mempelajari perubahan mata pada 300 mayat dimana tidak hanya perubahan yang terjadi pada retina tetapi juga perubahan yang terjadi pada kornea juga dicatat. Mereka telah memeriksa 204 fundus dari subjek dan 115 diantaranya terdapat segmentasi atau trucking pada satu atau kedua mata setelah satu jam posmortem dan
5

negatif pada 89 lainnya. Bagian yang paling sulit pada pemeriksaan ini adalah kekeruhan kornea yang terjadi dalam 75% pasien dalam 2 jam setelah kematian. Akhirnya mereka menyimpulkan bahwa segmentasi merupakan perubahan posmortem yang alami daripada menghubungkannya dengan perkiraan saat kematian.(3,6,7,8) B. Tanda kematian pasti penurunan suhu, livor mortis, rigor, dekomposisi Dekomposisi Pembusukan adalah proses degradasi jaringan pada tubuh mayat yang terjadi sebagai akibat proses autolisis dan aktivitas mikroorganisme. (2,4,5,6) Di Maio (5) mengatakan autolisis adalah perlunakan dan pencairan jaringan yang terjadi dalam keadaan steril melalui proses kimia yang disebabkan oleh enzim-enzim intraseluler, sehingga organ-organ yang kaya dengan enzim-enzim akan mengalami proses autilisis lebih cepat daripada organ-organ yang tidak memiliki enzim, dengan demikian pancreas akan mengalami autolisis lebih cepat dari pada jantung. Proses autolisis ini tidak dipengaruhi oleh mikroorganisme oleh karena itu pada mayat yang steril misalnya mayat bayi dalam kandungan proses autolisis ini tetap terjadi.(4,6,9) Atmaja (2), Dahlan (4) dan Marshall (8) mengatakan proses auotolisis terjadi sebagai akibat dari pengaruh enzim yang dilepaskan pasca mati. Mula-mula yang terkena ailah nukleoprotein yang terdapat pada kromatin dan sesudah itu sitoplasmanya, kemudian dinding sel akan mengalami kehancuran sebagai akibatnya jaringan akan menjadi lunak dan mencair. Pada mayat yang dibekukan pelepasan enzim akan terhambat oleh pengaruh suhu yang rendah maka proses autolisis ini akan dihambat demikian juga pada suhu tinggi enzimenzim yang terdapat pada sel akan mengalami kerusakan sehingga proses ini akan terhambat pula. Coe and Currant (3) mengatakan pembusukan adalah proses penghancuran jaringan pada tubuh yang disebabkan terutama oleh bakteri anaerob yang berasal dari traktus gastrointestinal. Dimana basil Coliformis dan Clostridium Welchii merupakan penyebab utamanya, sedangkan bakteri yang lain seperti Streptococcus, Staphylococcus, B.Proteus,jamur dan enzim-enzim seluler juga memberikan kontribusinya sebagai organisme penghancur jaringan pada fase akhir dari pembusukan.
6

Setelah seseorang meninggal, maka semua sistem pertahanan tubuh akan hilang,bakteri yang secara normal dihambat oleh jaringan tubuh akan segera masuk ke jaringan tubuh melalui pembuluh darah, dimana darah merupakan media yang terbaik bagi bakteri untuk berkembang biak. Bakteri ini menyebabkan hemolisa, pencairan bekuan darah yang terjadi sebelum dan sesudah mati, pencairan trombus atau emboli, perusakan jaringan-jaringan dan pembentukan gas pembusukan. Bakteri yang sering menyebabkan destruktif ini sebagian besar berasal dari usus dan yang paling utama adalah Cl. Welchii. Bakteri ini berkembang biak dengan cepat sekali menuju ke jaringan ikat dinding perut yang menyebabkan perubahan warna. Perubahan warna ini terjadi oleh karena reaksi antara H2S (gas pembusukan yang terjadi dalam usus besar) dengan Hb menjadi Sulf-Meth-Hb (2,4,7,8,9). Tanda pertama pembusukan baru dapat dilihat kira-kira 24 jam - 48 jam pasca mati berupa warna kehijauan pada dinding abdomen bagian bawah, lebih sering pada fosa iliaka kanan dimana isinya lebih cair, menngandung lebih banyak bakteri dan letaknya yang lebih superfisial. (2,3,4,6,8,9,10) Perubahan warna ini secara bertahap akan meluas keseluruh dinding abdomen sampai ke dada dan bau busukpun mulai tercium.(1,2,7,8) Perubahan warna ini juga dapat dilihat pada permukaan organ dalam seperti hepar, dimana hepar merupakan organ yang langsung kontak dengan kolon transversum.(9) Bakteri ini kemudian masuk kedalam pembuluh darah dan berkembang biak didalamnya yang menyebabkan hemolisa yang kemudian mewarnai dinding pembuluh darah dan jaringan sekitarnya. Bakteri ini memproduksi gas-gas pembusukan yang mengisi pembuluh darah yang menyebabkan pelebaran pembuluh darah superfisial tanpa merusak dinding pembuluh darahnya sehingga pembuluh darah beserta cabang-cabangnya tampak lebih jelas seperti pohon gundul (arborescent pattern atau arborescent mark) yang sering disebut marbling. (1,2,3,4,5,7,8,9,10) Selain bakteri pembusukan ini banyak terdapat dalam intestinal dan paru bakteri-bakteri ini cenderung berkumpul dalam sistem vena, maka gambaran marbling ini jelas terlihat pada bahu,dada bagian atas, abdomen bagian bawah dan paha.(3,5,7,8) Bila Cl.Welchii mulai tumbuh pada satu organ parenchim, maka sitoplasma dari organ sel itu akan mengalami desintegrasi dan nukleusnya akan dirusak sehingga sel menjadi lisis
7

atau rhexis. Kemudian sel-sel menjadi lepas sehingga jaringan kehilangan strukturnya. Secara mikroskopis bakteri dapat dilihat menggumpal pada rongga-rongga jaringan dimana bakteri tersebut banyak memproduksi gelembung gas. Ukuran gelembung gas yang tadinya kecil dapat cepat membesar menyerupai honey combed appearance. Lesi ini dapat dilihat pertama kali pada hati .(9) Kemudian permukaan lapisan atas epidermis dapat dengan mudah dilepaskan dengan jaringan yang ada dibawahnya dan ini disebut skin slippage. Skin slippage ini menyebabkan identifikasi melalui sidik jari sulit dilakukan. Pembentukan gas yang terjadi antara epidermis dan dermis mengakibatkan timbulnya bula-bula yang bening, fragil, yang dapat berisi cairan coklat kemerahan yang berbau busuk. Cairan ini kadang-kadang tidak mengisi secara penuh di dalam bula. Bula dapat menjadi sedemikian besarnya menyerupai pendulum yang berukuran 5 - 7.5cm dan bila pecah meninggalkan daerah yang berminyak, berkilat dan berwarna kemerahan, ini disebabkan oleh karena pecahnya sel-sel lemak subkutan sehingga cairan lemak keluar ke lapisan dermis oleh karena tekanan gas pembusukan dari dalam(9). Selain itu epitel kulit, kuku, rambut kepala, aksila dan pubis mudah dicabut dan dilepaskan oleh karena adanya desintegrasi pada akar rambut. (1,2,5,7,8,9,10) Selama terjadi pembentukan gas-gas pembusukan, gelembung-gelembung udara mengisi hampir seluruh jaringan subkutan. Gas yang terdapat di dalam jaringan dinding tubuh akan menyebabkan terabanya krepitasi udara. Gas ini menyebabkan pembengkakan tubuh yang menyeluruh, dan tubuh berada dalam sikap pugilistic attitude.(2,5,6,7,8,9) Scrotum dan penis dapat membesar dan membengkak, leher dan muka dapat menggembung, bibir menonjol seperti frog-like-fashion, Kedua bola mata keluar, lidah terjulur diantara dua gigi, ini menyebabkan mayat sulit dikenali kembali oleh keluarganya. Pembengkakan yang terjadi pada seluruh tubuh mengakibatkan berat badan mayat yang tadinya 57 - 63 kg sebelum mati menjadi 95 - 114 kg sesudah mati. Tekanan yang meningkat didalam rongga dada oleh karena gas pembusukan yang terjadi didalam cavum abdominal menyebabkan pengeluaran udara dan cairan pembusukan yang berasal dari trachea dan bronchus terdorong keluar, bersama-sama dengan cairan darah yang keluar melalui mulut dan hidung,(5,7,8,9,10)
8

Cairan pembusukan dapat ditemukan di dalam rongga dada, ini harus dibedakan dengan hematotorak dan biasanya cairan pembusukan ini tidak lebih dari 200 cc.(5) Pengeluaran urine dan feses dapat terjadi oleh karena tekanan intra abdominal yang meningkat. Pada wanita uterus dapat menjadi prolaps dan fetus dapat lahir dari uterus yang pregnan.(7,8,9,10) Pada anak-anak adanya gas pembusukan dalam tengkorak dan otak menyebabkan suturasutura kepala menjadi mudah terlepas.(9) Organ-organ dalam mempunyai kecepatan pembusukan yang berbeda-beda dalam. Jaringan intestinal,medula adrenal dan pancreas akan mengalami autolisis dalam beberapa jam setelah kematian. Organ-organ dalam lain seperti hati, ginjal dan limpa merupakan organ yang cepat mengalami pembusukan. Perubahan warna pada dinding lambung terutama di fundus dapat dilihat dalam 24 jam pertama setelah kematian. Difusi cairan dari kandung empedu kejaringan sekitarnya menyebabkan perubahan warna pada jaringan sekitarnya menjadi coklat kehijauan. Pada hati dapat dilihat gambaran honey combs appearance, limpa menjadi sangat lunak dan mudah robek, dan otak menjadi lunak. (7,8,9,10) Organ dalam seperti paru, otot polos, otot lurik dan jantung mempunyai kecendrungan untuk lambat mengalami pembusukan. Sedangkan uterus non gravid, dan prostat merupakan organ yang lebih tahan terhadap pembusukan karena strukturnya yang berbeda dengan jaringan yang lain yaitu jaringan fibrousa. Organ-organ ini cukup mudah dikenali walaupun organ-organ lain sudah mengalami pembusukan lanjut. Ini sangat membantu dalam penentuan identifikasi jenis kelamin.(1,2,3,5,7,8,9,10) Yang menarik pada pembusukan lanjut dari organ dalam ini adalah pembentukan granulagranula milliary atau milliary plaques yang berukuran kecil dengan diameter 1-3 mm yang terdapat pada permukaan serosa yang terletak pada endotelial dari tubuh seperti pleura, peritoneum, pericardium dan endocardium. Milliary plaques ini pertama kali ditemukan oleh Gonzales yang secara mikroskopis berisi kalsium pospat, kalsium karbonat, sel-sel endotelial, massa seperti sabun dan bakteri, yang secara medikolegal sering dikacaukan dengan proses peradangan atau keracunan.(7,8) Pada orang yang obese, lemak-lemak tubuh terutama perirenal, omentum dan mesenterium dapat mencair menjadi cairan kuning yang transluscent yang mengisi rongga badan
9

diantara organ yang dapat menyebabkan autopsi lebih sulit dilakukan dan juga tidak menyenangkan.(7) Disamping bakteri pembusukan insekta juga memegang peranan penting dalam proses pembusukan sesudah mati. Beberapa jam setelah kematian lalat akan hinggap di badan dan meletakkan telur-telurnya pada lubang-lubang mata, hidung, mulut dan telinga. Biasanya jarang pada daerah genitoanal. Bila ada luka ditubuh mayat lalat lebih sering meletakkan telur-telurnya pada luka tersebut, sehingga bila ada telur atau larva lalat didaerah genitoanal ini maka dapat dicurigai adanya kekerasan seksual sebelum kematian. Telurtelur lalat ini akan berubah menjadi larva dalam waktu 24 jam. Larva ini mengeluarkan enzim proteolitik yang dapat mempercepat penghancuran jaringan pada tubuh.(2,7,8,,9) Insekta tidak hanya penting dalam proses pembusukan tetapi meraka juga memberi informasi penting yang berhubungan dengan kematian. Insekta dapat dipergunakan untuk memperkirakan saat kematian, memberi petunjuk bahwa tubuh mayat telah dipindahkan dari satu lokasi ke lokasi lainnya, memberi tanda pada badan bagian mana yang mengalami trauma, dan dapat dipergunakan dalam pemeriksaan toksikologi bila specimen standart juga sudah mengalami pembusukan.(7,12) Hasil akhir dari proses pembusukan ini adalah destruksi jaringan pada tubuh mayat. Dimana proses ini dipengaruhi oleh banyak faktor.(1,2,3,4,5,6,7,8,9,10) Aktifitas pembusukan sangat optimal pada temperatur berkisar antara 70-100F (21,137,8C) aktifitas ini dihambat bila suhu berada dibawah 50F(10C) atau pada suhu diatas 100F (lebih dari 37,8C). (7,8,9,10) Bila mayat diletakkan pada suhu hangat dan lembab maka proses pembusukan akan berlangsung lebih cepat. Sebaliknya bila mayat diletakkan pada suhu dingin maka proses pembusukan akan berlangsung lebih lambat.(1,2,3,4,5,6,7,8,9,10) Pada mayat yang gemuk proses pembusukan berlangsung lebih cepat dari pada mayat yang kurus oleh karena kelebihan lemak akan menghambat hilangnya panas tubuh dan kelebihan darah merupakan media yang baik untuk perkembangbiakkan organisme pembusukan. (5,6,7) Pada bayi yang baru lahir hilangnya panas tubuh yang cepat menghambat pertumbuhan bakteri disamping pada tubuh bayi yang baru lahir memang terdapat sedikit bakteri sehingga proses pembusukan berlangsung lebih lambat.(8,9)
10

jaringan untuk

Proses pembusukan juga dapat dipercepat dengan adanya septikemia yang terjadi sebelum kematian seperti peritonitis fekalis, aborsi septik, dan infeksi paru. Disini gas pembusukan dapat terjadi walaupun kulit masih terasa hangat.(5,6,7,8,9) Media di mana mayat berada juga memegang peranan penting dalam kecepatan pembusukan mayat. Kecepatan pembusukan ini di gambarkan dalam rumus klasik Casper dengan perbandingan tanah : air : udara = 1 : 2 : 8 artinya mayat yang dikubur di tanah umumnya membusuk 8 x lebih lama dari pada mayat yang terdapat di udara terbuka. Ini disebabkan karena suhu di dalam tanah yang lebih rendah terutama bila dikubur ditempat yang dalam, terlindung dari predators seperti binatang dan insekta, dan rendahnya oksigen menghambat berkembang biaknya organisme aerobik.(7,8,9) Bila mayat dikubur didalam pasir dengan kelembaban yang kurang dan iklim yang panas maka jaringan tubuh mayat akan menjadi kering sebelum terjadi pembusukan. Penyimpangan dari proses pembusukan ini di sebut mumifikasi.(2,7,8,9,10) Pada mayat yang tenggelam di dalam air pengaruh gravitasi tidaklah lebih besar dibandingkan dengan daya tahan air akibatnya walaupun mayat tenggelam diperlukan daya apung untuk mengapungkan tubuh di dalam air, sehingga mayat berada dalam posisi karakteristik yaitu kepala dan kedua anggota gerak berada di bawah sedangkan badab cenderung berada di atas akibatnya lebam mayat lebih banyak terdapat di daerah kepala sehingga kepala menjadi lebih busuk dibandingkan dengan anggota badan yang lain. (1,6,,7,8,9) Pada mayat yang tenggelam di dalam air proses pembusukan umumnya berlangsung lebih lambat dari pada yang di udara terbuka. Pembusukan di dalam air terutama dipengaruhi oleh temperatur air, kandungan bakteri di dalam air. Kadar garam di dalamnya dan binatang air sebagai predator Degradasi dari sisa-sisa tulang yang dikubur juga cukup bervariasi. Penghancuran tulang terjadi oleh karena demineralisasi, perusakan oleh akar tumbuhan. Derajat keasaman yang terdapat pada tanah juga berpengaruh terhadap kecepatan penghancuran tulang. Sisa-sisa tulang yangn dikubur pada tanah yang mempunyai derajat keasaman yang tinggi lebih cepat terjadi penghancuran daripada tulang yang di kubur di tanah yang bersifat basa. (12)

11

Daftar Pustaka 1. 2. 3. Adelson. Lester M.D., The forensic Post Mortem Examination and the Medicolegal Autopsy; The Pathology of Homicide; Charles C Thomas Publisher; 1974: II: 33-109. Atmadja. DS., Thanatologi;Ilmu Kedokteran Forensik;Edisi Pertama ;Bagian Kedokteran Forensik FKUI;1997:5:37-55. Coe, John I M.D and Curran William J.LL.M,SMHyg; Definition and Time of Death; Modern Legal Medicine, Psychiatry, and Forensic Science;F.A. Davis Company; ;1980:7:141-164. 4. Dahlan Sofwan, Thanatologi; Ilmu Kedokteran Forensik, Pedoman Bagi Dokter dan Penegak Hukum;Cetakan Pertama; Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang; 2000:9:47-67. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. Di Maio Dominick J. and Di Maio Vincent J.M; Time of Death; Forensic Pathology;CRC Press,Inc;1993:2:21-41. Gonzales,T,A., Vance, M., Helpern, M., Umberger, C, J., Legal Medicine Pathology and Toxicology, Appleeton Century Company Inc, 19544:448-82. Idries,A,M., Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik, Bina Rupa Aksara, 1977:3:43-69. Knight Bernard; The Pathophysiology of Death; Forensic Pathology; 2nd edition ;Oxford University Press, Inc;1976:2:51-94. Marshall, T.K.M.D,FRC PATH; Changes After Death; Gradwohl`s Legal Medicine;3rd edition; A John Wright & Sons LTD Publication ;1976:7:78-100. Polson and Gee; The Sign of Death; The Essentials of Forensic Medicine; 3rd edition; Pergamon Press;1993:2:3-44. Saleh Soekojo. Kelainan Retrogresif dan Progresif; Kumpulan Kuliah Pathology; FKUI: 1973:1:1-20. Rodriquez III William C. PhD,DABFA, Forensik Anthropology, CAP Handbook for Postmortem Examination of Unidentified Remains,2nd edition,College of American Pathologists;1998;9;107-133. Pembusukan mayat nama lainnya dekomposisi dan putrefection. Proses pembusukan telah terjadi setelah kematian seluler dan baru tampak oleh kita setelah kira-kira 24 jam kematian. Kita akan melihatnya pertama kali berupa warna kehijauan (HbS) di daerah perut kanan
12

bagian bawah yaitu dari sekum (caecum). Lalu menyebar ke seluruh perut dan dada dengan disertai bau busuk. Ada 17 tanda pembusukan, yaitu : 1. Wajah membengkak. 2. Bibir membengkak. 3. Mata menonjol. 4. Lidah terjulur. 5. Lubang hidung keluar darah. 6. Lubang mulut keluar darah. 7. Lubang lainnya keluar isinya seperti feses (usus), isi lambung, dan partus (gravid). 8. Badan gembung. 9. Bulla atau kulit ari terkelupas. 10.Aborescent pattern / morbling yaitu vena superfisialis kulit berwarna kehijauan. 11.Pembuluh darah bawah kulit melebar. 12.Dinding perut pecah. 13.Skrotum atau vulva membengkak. 14.Kuku terlepas. 15.Rambut terlepas. 16.Organ dalam membusuk. 17.Larva lalat. Larva lalat dapat kita temukan pada mayat kira-kira 36-48 jam pasca kematian. Berguna untuk memperkirakan saat kematian dan penyebab kematian karena keracunan. Saat kematian dapat kita perkirakan dengan cara mengukur panjang larva lalat. Penyebab kematian karena racun dapat kita ketahui dengan cara mengidentifikasi racun dalam larva lalat. Ada 9 faktor yang mempengaruhi cepat-lambatnya pembusukan mayat, yaitu : 1. Mikroorganisme. Bakteri pembusuk mempercepat pembusukan. 2. Suhu optimal yaitu 21-370C mempercepat pembusukan. 3. Kelembaban udara yang tinggi mempercepat pembusukan.
13

4. Umur. Bayi, anak-anak dan orang tua lebih lambat terjadi pembusukan. 5. Konstitusi tubuh. Tubuh gemuk lebih cepat membusuk daripada tubuh kurus. 6. Sifat medium. Udara : air : tanah (1:2:8). 7. Keadaan saat mati. Udem mempercepat pembusukan. Dehidrasi memperlambat pembusukan. 8. Penyebab kematian. Radang, infeksi, dan sepsis mempercepat pembusukan. Arsen, stibium dan asam karbonat memperlambat pembusukan. 9. Seks. Wanita baru melahirkan (uterus post partum) lebih cepat mengalami pembusukan.

14

Anda mungkin juga menyukai