1102012075
Kematian manusia berdasarkan dua dimensi yaitu kematian seluler (seluler death) akibat
ketiadaan oksigen dan kematian manusia sebagai individu (somatic death). Kematian individu
dapat didefinisikan secara sederhana sebagai terhentinya kehidupan secara permanen
(permanent cessation of life) atau dapat diperjelas lagi menjadi berhentinya secara permanen
fungsi berbagai organ vital yaitu paru-paru, jantung dan otak sebagai kesatuan yang utuh yang
ditandai oleh berhentinya konsumsi oksigen. Sebagai akibat berhentinya konsumsi oksigen ke
seluruh jaringan tubuh maka sel-sel sebagai elemen terkecil pembentuk manusia akan
mengalami kematian, dimulai dari sel- sel paling rendah daya tahannya terhadap ketiadaan oksigen.
Mati suri adalah penurunan fungsi organ vital sampai taraf minimal untuk
mempertahankan kehidupan, sehingga tanda-tanda kliniknya seperti sudah mati yang sifatnya
reversibel. Sedangkan mati somatik adalah keadaan dimana ketika fungsi ketiga organ vital
sistem saraf pusat, sistem kardiovaskuler, dan sistem pernafasan berhenti secara menetap.
Mati serebral adalah kerusakan kedua hemisfer otak yang irreversible kecuali batang otak
dan serebelum, kedua sistem lain masih berfungsi dengan bantuan alat. Sedangkan mati
batang otak adalah kerusakan seluruh isi neuronal intrakranial yang ireversibel, termasuk
batang otak dan serebelum.
Tes klinik ini baru boleh dilakukan paling cepat 6 jam setelah onset koma serta apneu dan
harus diulangi lagi paling cepat sesudah 2 jam dari tes yang pertama. Sedangkan tes konfirmasi
dengan EEG dan angiografi hanya dilakukan jika tes klinik memberikan hasil yang meragukan
atau jika ada kekhawatiran akan adanya tuntutan di kemudian hari.
ELVA OKTIANA RAHMI
1102012075
3. Relaksasi otot
Pada saat kematian sampai beberapa saat sesudah kematian , otot-otot polos
akan mengalami relaksasi sebagai akibat dari hilangnya tonus. Relaksasi pada stadium
ini disebut relaksasi primer. Akibatnya rahang turun kebawah yang menyebabkan
mulut terbuka, dada menjadi kolap dan bila tidak ada penyangga anggota gerakpun akan
jatuh kebawah. Relaksasi dari otot-otot wajah menyebabkan kulit menimbul
sehingga orang mati tampak lebih muda dari umur sebenarnya, sedangkan relaksasi
pada otot polos akan mengakibatkan iris dan sfincter ani akan mengalami dilatasi.
Oleh karena itu bila menemukan anus yang mengalami dilatasi harus hati-hati
menyimpulkan sebagai akibat hubungan seksual perani/anus corong.
Knight mengatakan hilangnya reflek cahaya pada kornea ini disebabkan karena
kegagalan kelenjar lakrimal untuk membasahi bola mata. Kekeruhan pada kornea akan
ELVA OKTIANA RAHMI
1102012075
timbul beberapa jam setelah kematian tergantung dari posisi kelopak mata. Akan tetapi
Marshall mengatakan kornea akan tetap menjadi keruh tanpa dipengaruhi apakah
kelopak mata terbuka atau tertutup. Walaupun sering ditemui kelopak mata tertutup
secara tidak komplit, ini terjadi oleh karena kekakuan otot-otot kelopak mata.
Kekeruhan pada lapisan dalam kornea ini tidak dapat dihilangkan atau diubah kembali
walaupun digunakan air untuk membasahinya.
Bila kelopak mata tetap terbuka sclera yang ada disekitar kornea akan
mengalami kekeringan dan berubah menjadi kuning dalam beberapa jam yang kemudian
berubah menjadi coklat kehitaman. Area yang berubah warna ini berbentuk trianguler
dengan basis pada perifer kornea dan puncaknya di epikantus. Area ini disebuttaches
noires de la sclerotiques yang pertama kali digambarkan oleh Somner pada tahun 1833.
Knight mengatakan iris masih bereaksi dengan stimulasi kimia sampai 4 jam
sesudah kematian somatik, tetapi reflek cahaya segera hilang bersamaan dengan
iskemik pada batang otak. Pupil biasanya pada posisi mid midriasis yang disebabkan
oleh karena relaksasi dari muskulus pupilaris walaupun ada sebagian ahli yang
menganggap ini sebagai proses rigor mortis. Diameter pupil sering dihubungkan dengan
sebab kematian seperti lesi di otak atau intoksikasi obat seperti keracunan morphin
dimana sewaktu hidup pupil menunjukan kontraksi. Akan tetapi Price (1963)
memeriksa mata dari 1000 mayat dan menyimpulkan bahwa keadaan pupil tidak
berhubungan dengan sebab kematian, dan kematian menyebabkan pupil menjadi
dilatasi atau cadaveric position .
Setelah kematian tekanan intra okuler akan turun, tekanan intra okuler yang
turun ini mudah menyebabkan kelainan bentuk pupil sehingga pupil kehilangan bentuk
sirkuler setelah mati dan ukurannya pun menjadi tidak sama,pupil dapat berkontraksi
dengan diameter 2 mm atau berdilatasi sampai 9 mm dengan rata-rata 4-5 mm oleh
karena pupil mempunyai sifat tidak tergantung dengan pupil lainnya maka sering
terdapat perbedaan sampai 3 mm.
Nicati (1894) telah melakukan pengukuran terhadap tekanan bola mata
posmortem dimana tekanan normal pada bola mata pada waktu hidup adalah 14g -25g
akan tetapi begitu sirkulasi terhenti maka penurunan tekanan bola mata menjadi
sangat rendah (tidak sampai mencapai 12g) dan dalam waktu 30 menit akan berkurang
menjadi 3g yang kemudian menjadi nol setelah 2 jam kematian. Penurunan tekanan
bola mata ini pernah dicoba untuk menentukan perkiraan saat kematian.
Kervokian (1961) berusaha menerangkan perubahan-perubahan yang terjadi
pada retina 15 jam pertama setelah kematian dimana kornea dapat dipertahankan
dalam keadaan baik dengan menggunakan air atau larutan garam fisiologis yang
kemudian dilakukan pemeriksaan dengan optalmoskop. Pemeriksaan ini tidaklah
mudah, ternyata pemeriksaan retina pada mayat jauh lebih sulit bila dibandingkan
dengan orang hidup. Dan perubahan warna yang terjadi pada retina dicoba
dihubungkan dengan perkiraan saat kematian. Dengan berhentinya aliran darah maka
pembuluh darah retina akan mengalami perubahan yang disebut segmentasi atau
trucking dan ini terjadi dalam 15 menit pertama setelah kematian. Pada
pemeriksaan dalam 2 jam pertama setelah kematian, dapat dilihat retina tampak pucat
dan daerah sekitar fundus tampak kuning, demikian pula daerah sekitar makula.
ELVA OKTIANA RAHMI
1102012075
Sekitar 6 jam batas fundus menjadi tidak jelas, dan tampak gambaran segmentasi pada
pembuluh darah, dengan latar belakang yang berwarna kelabu kekuningan.
Gambaran ini mencapai seluruh perifer retina sekitar 7-10 jam. Setelah 12 jam diskus
hanya dapat dilihat sebagai titik yang terlokalisasi dengan sisa-sisa pembuluh darah
yang bersegmentasi hingga pada akhirnya diskus dan pembuluh darah retina
menghilang yang ada hanya makula yang berwarna coklat gelap. Beberapa pengamat
menggambarkan perubahan dini posmortem yang terjadi pada retina mempunyai arti
yang kecil untuk dihubungkan dengan perkiraan saat mati. Sedangkan Tomlin ( 1967)
beranggapan bahwa segmentasi pada retina lebih berindikasi pada kematian serebral
daripada penghentian sirkulasi.
Wroblewski dan Ellis (1970) mempelajari perubahan mata pada 300 mayat
dimana tidak hanya perubahan yang terjadi pada retina tetapi juga perubahan yang
terjadi pada kornea juga dicatat. Mereka telah memeriksa 204 fundus dari subjek dan
115 diantaranya terdapat segmentasi atau trucking pada satu atau kedua mata setelah
satu jam posmortem dan negatif pada 89 lainnya. Bagian yang paling sulit pada
pemeriksaan ini adalah kekeruhan kornea yang terjadi dalam 75% pasien dalam 2 jam
setelah kematian. Akhirnya mereka menyimpulkan bahwa segmentasi merupakan
perubahan posmortem yang alami daripada menghubungkannya dengan perkiraan saat
kematian.
1. Lebam Mayat
Lebam Mayat disebut juga Post Mortem Lividity, Post Mortem Suggilation,
Hypostasis, Livor Mortis, Stainning. Lebam mayat terbentuk bila terjadi kegagalan
sirkulasi darah dalam mempertahankan tekanan hidrostatik yang menggerakan darah
mencapai capillary bed dimana pembuluhpembuluh darah kecil afferent dan efferent
saling berhubungan. Maka secara bertahap darah yang mengalami stagnasi di dalam
pembuluh vena besar dan cabang-cabangnya akan dipengaruhi gravitasi dan mengalir ke
bawah, ke tempattempat yang terendah yang dapat dicapai. Dikatakan bahwa
gravitasi lebih banyak mempengaruhi sel darah merah tetapi plasma akhirnya juga
mengalir ke bagian terendah yang memberikan kontribusi pada pembentukan
gelembunggelembung di kulit pada awal proses pembusukan.
Adanya eritrosit di daerah yang lebih rendah akan terlihat di kulit sebagai
perubahan warna biru kemerahan. Oleh karena pengumpulan darah terjadi secara
pasif maka tempattempat di mana mendapat tekanan lokal akan menyebabkan
tertekannya pembuluh darah di daerah tersebut sehingga meniadakan terjadinya lebam
mayat yang mengakibatkan kulit di daerah tersebut berwarna lebih pucat.
Lebam mayat ini biasanya timbul setengah jam sampai dua jam setelah
kematian, Dimana setelah terbentuk hypostasis yang menetap dalam waktu 1012 jam
ternyata akan memberikan lebam mayat pada sisi yang berlawanan setelah dilakukan
reposisi pada tubuh dari pronasi ke supinasi (interpostmorchange).
Lebam mayat ini biasanya berkembang secara bertahap dan dimulai dengan
timbulnya bercak-bercak yang berwarna keunguan dalam waktu kurang dari setengah
jam sesudah kematian dimana bercak-bercak ini intensitasnya menjadi meningkat dan
ELVA OKTIANA RAHMI
1102012075
kemudian bergabung menjadi satu dalam beberapa jam kemudian, dimana fenomena
ini menjadi komplet dalam waktu kurang lebih 812 jam, pada waktu ini dapat
dikatakan lebam mayat terjadi secara menetap. Menetapnya lebam mayat ini
disebabkan oleh karena terjadinya perembesan darah kedalam jaringan sekitar akibat
rusaknya pembuluh darah akibat tertimbunnya selsel darah dalam jumlah yang
banyak, adanya proses hemolisa sel-sel darah dan kekakuan otot-otot dinding
pembuluh darah. Dengan demikian penekanan pada daerah lebam yang dilakukan
setelah 8-12 jam tidak akan menghilang. Hilangnya lebam pada penekanan dengan
ibu jari dapat memberi indikasi bahwa suatu lebam belum terfiksasi secara sempurna.
Setelah empat jam, kapiler-kapiler akan mengalami kerusakan dan butir-butir darah
merah juga akan rusak. Pigmen-pigmen dari pecahan darah merah akan keluar dari
kapiler yang rusak dan mewarnai jaringan di sekitarnya sehingga menyebabkan warna
lebam mayat akan menetap serta tidak hilang jika ditekan dengan ujung jari atau jika
posisi mayat dibalik. Jika pembalikan posisi dilakukan setelah 12 jam dari
kematiannya maka lebam mayat baru tidak akan timbul pada posisi terendah, karena
darah sudah mengalami koagulasi.
Fenomena lebam mayat yang menetap ini sifatnya lebih bersifat relatif.
Perubahan lebam ini lebih mudah terjadi pada 6 jam pertama sesudah kematian, bila
telah terbentuk lebam primer kemudian dilakukan perubahan posisi maka akan terjadi
lebam sekunder pada posisi yang berlawanan. Distribusi dari lebam mayat yang ganda
ini adalah penting untuk menunjukan telah terjadi manipulasi posisi pada tubuh. Akan
tetapi waktu yang pasti untuk terjadinya pergeseran lebam ini adalah tidak pasti,
Polson mengatakan untuk menunjukan tubuh sudah diubah dalam waktu 8 sampai
12 jam, sedangkan Camps memberi patokan kurang lebih 10 jam.
Akan tetapi pada kematian wajarpun darah dapat menjadi permanent
incoagulable oleh karena adanya aktifitas fibrinolisin yang dilepas kedalam aliran
darah selama proses kematian. Sumber dari fibrinolisin ini tidak diketahui tetapi
kemungkinan berasal dari endothelium pembuluh darah, dan permukaan serosa dari
pleura. Aktifitas fibrinolisin ini nyata sekali pada kapiler-kapiler yang berisi darah.
Darah selalu ditemukan cair dalam venule dan kapiler, dan ini yang bertanggung
jawab terhadap lebam mayat.
Akumulasi darah pada daerah yang tidak tertekan akan menyebabkan
pengendapan darah pada pembuluh darah kecil yang dapat mengakibatkan pecahnya
pembuluh darah kecil tersebut dan berkembang menjadi petechie (tardieu`s spot) dan
purpura yang kadang-kadang berwarna gelap yang mempunyai diameter dari satu
sampai beberapa milimeter, biasanya memerlukan waktu 18 sampai 24 jam untuk
terbentuknya dan sering diartikan bahwa pembusukan sudah mulai terjadi. Fenomena
ini sering terjadi pada asphyxia atau kematian yang terjadinya lambat.
dalam pembentukan kaku mayat peranan ATP adalah sangat penting. Seperti diketahui
bahwa serabut otot dibentuk oleh dua jenis protein, yaitu aktin dan myosin, dimana
kedua jenis protein ini bersama dengan ATP membentuk suatu masa yang lentur dan
dapat berkontraksi (gambar I). Bila kadar ATP menurun, maka akan terjadi pada
perubahan pada akto-miosin, diamana sifat lentur dan kemampuan untuk berkontraksi
menghilang sehingga otot yang bersangkutan akan menjadi kaku dan tidak dapat
berkontraksi.
Oleh karena kadar glikogen yang terdapat pada setiap otot itu berbeda-
beda, sehingga sewaktu terjadinya pemecahan glikogen menjadi asam laktat dan
energi pada saat terjadinya kematian somatic, dimana energi tersebut digunakan
untuk resintesa ATP, akan menyebabkan adanya perbedaan kadar ATP dalam setiap
otot. Keadaan tersebut dapat menerangkan mengapa kaku mayat akan mulai nampak
pada jaringan otot yang jumlah serabut ototnya sedikit. Atas dasar itulah mengapa
pada kematian karena infeksi, konvulsi kelelahan fisik serta keadaan suhu keliling
yang tinggi akan dapat mempercepat terbentuknya kaku mayat, demikian pula
pada mereka yang keadaan gizinya jelek akan lebih cepat terjadi kaku mayat bila
dibandingkan dengan korban yang mempunyai tubuh yang baik.
Secara biokimiawi saat relaksasi primer, pH protoplasma sel otot masih
alkalis. Perubahan alkalis menjadi asam terjadi 2-6 jam kemudian karena adanya
perubahan biokimia, yaitu glikogen menjadi asam sarkolaktik / fosfor. Perubahan
protoplasma menjadi asam menyebabkan otot menjadi kaku (rigor). Relaksasi
sekunder terjadi setelah ada perubahan biokimia, yaitu asam berubah menjadi alkalis
kembali saat terjadi pembusukan.
Kaku mayat akan terjadi pada seluruh otot (gambar II), baik otot lurik
maupun otot polos. Dan bila terjadi pada otot rangka, maka akan didapatkan suatu
kekakuan yang mirip atau menyerupai papan sehingga dibutuhkan cukup tenaga untuk
dapat melawan kekakuan tersebut , bila hal ini terjadi otot dapat putus
sehingga daerah tersebut tidak mungkin lagi terjadi kaku mayat.
Kaku mayat mulai terdapat sekitar 2 jam post mortem dan mencapai
puncaknya setelah 10-12 jam pos mortem, keadaan ini akan menetap selama 24 jam
dan setelah 24 jam kaku mayat mulai menghilang sesuai dengan urutan terjadinya,
yaitu dimulai dari otot-otot wajah, leher, lengan, dada, perut, dan tungkai.
Adanya kejanggalan dari postur pada mayat dimana kaku mayat telah
terbentuk dengan posisi sewaktu mayat ditemukan, dapat menjadi petunjuk bahwa
pada tubuh korban telah dipindahkan setelah mati. Ini mungkin dimaksudkan untuk
menutupi sebab kematian atau cara kematian yang sebenarnya.
Faktor-Faktor yang mempengaruhi kaku mayat :
a) Kondisi otot
Persediaan glikogen
Cepat lambat kaku mayat tergantung persediaan glikogen otot. Pada
kondisi tubuh sehat sebelum meninggal, kaku mayat akan lambat dan lama,
ELVA OKTIANA RAHMI
1102012075
juga pada orang yang sebelum mati banyak makan karbohidrat, maka kaku
mayat akan lambat.
Gizi
Pada mayat dengan kondisi gizi jelek saat mati, kaku mayat akan cepat terjadi.
Kegiatan Otot
Pada orang yang melakukan kegiatan otot sebelum meninggal maka
kaku mayat akan terjadi lebih cepat.
b) Usia
Pada orang tua dan anak-anak lebih cepat dan tidak berlangsung lama.
Pada bayi premature tidak terjadi kaku mayat, kaku mayat terjadi pada bayi
cukup bulan.
c) Keadaan Lingkungan
Keadaan kering lebih lambat dari pada panas dan lembab
Pada mayat dalam air dingin, kaku mayat akan cepat terjadi dan berlangsung
lama.
Pada udara suhu tinggi, kaku mayat terjadi lebih cepat dan singkat, tetapi
pada suhu rendah kaku mayat lebih lambat dan lama.
Kaku mayat tidak terjadi pada suhu dibawah 10oC, kekakuan yang terjadi
pembekuan atau cold stiffening.
d) Cara Kematian
Pada mayat dengan penyakit kronis dan kurus, kuku mayat lebih cepat terjadi
dan berlangsung tidak lama.
Pada mati mendadak, kaku mayat terjadi lebih lambat dan berlangsung lebih
lama.
Misalnya, tangan yang menggenggam erat benda yang diraihnya pada kasus
tenggelam, tangan yang menggenggam pada kasus bunuh diri.
- Heat stiffening, yaitu kekakuan otot akibat koagulasi protein otot oleh panas. Otot-
otot berwarna merah muda, kaku, tepi rapuh (mudah robek). Keadaan ini dapat
dijumpai pada korban mati terbakar. Pada saat stiffening serabut-serabut ototnya
memendek sehingga menimbulkan fleksi leher, siku, paha, dan lutut, membentuk
sikap petinju (pugilistic attitude). Perubahan sikap ini tidak memberikan arti tertentu
bagi sikap semasa hidup, intravitalitas, penyebab atau cara kematian.
- Cold stiffening, yaitu kekakuan tubuh akibat lingkungan dingin (dibawah 3,5oC
atau 40oF), sehingga terjadi pembekuan cairan tubuh, termasuk cairan sendi,
pemadatan jaringan lemak subkutan dan otot, bila cairan sendi yang membeku
menyebabkan sendi tidak dapat digerakan. Bila sendi di bengkokkan secara paksa
maka akan terdengar suara es pecah. Dan mayat yang kaku ini akan menjadi
lemas kembali bila diletakkan ditempat yang hangat, kemudian rigor mortis akan
terjadi dalam waktu yang sangat singkat.
antara H2S (gas pembusukan yang terjadi dalam usus besar) dengan Hb menjadi
Sulf-Meth-Hb. Tanda pertama pembusukan baru dapat dilihat kira-kira 24 jam - 48 jam
pasca mati berupa warna kehijauan pada dinding abdomen bagian bawah, lebih sering
pada fosa iliaka kanan dimana isinya lebih cair, mengandung lebih banyak bakteri dan
letaknya yang lebih superfisial. Perubahan warna ini secara bertahap akan meluas
keseluruh dinding abdomen sampai ke dada dan bau busukpun mulai tercium.
Perubahan warna ini juga dapat dilihat pada permukaan organ dalam seperti hepar,
dimana hepar merupakan organ yang langsung kontak dengan kolon transversum. Pada
saat Cl.welchii mulai tumbuh pada satu organ parenchim, maka sitoplasma dari organ
sel itu akan mengalami disintegrasi dan nukleusnya akan dirusak sehingga sel menjadi
lisis atau rhexis. Kemudian sel-sel menjadi lepas sehingga jaringan kehilangan
strukturnya.
Bakteri ini kemudian masuk kedalam pembuluh darah dan berkembang biak
didalamnya yang menyebabkan hemolisa yang kemudian mewarnai dinding pembuluh
darah dan jaringan sekitarnya. Bakteri ini memproduksi gas-gas pembusukan yang
mengisi pembuluh darah yang menyebabkan pelebaran pembuluh darah superfisial tanpa
merusak dinding pembuluh darahnya sehingga pembuluh darah beserta cabang-
cabangnya tampak lebih jelas seperti pohon gundul (arborescent pattern atau arborescent
mark) yang sering disebut marbling. Bakteri pembusukan ini banyak terdapat dalam
intestinal dan paru, maka gambaran marbling ini jelas terlihat pada bahu,dada bagian
atas, abdomen bagian bawah dan paha.
Secara mikroskopis bakteri dapat dilihat menggumpal pada rongga-rongga
jaringan dimana bakteri tersebut banyak memproduksi gelembung gas. Ukuran
gelembung gas yang tadinya kecil dapat cepat membesar menyerupai honey combed
appearance. Lesi ini dapat dilihat pertama kali pada hati . Kemudian permukaan
lapisan atas epidermis dapat dengan mudah dilepaskan dengan jaringan yang ada
dibawahnya dan ini disebut skin slippage. Skin slippage ini menyebabkan identifikasi
melalui sidik jari sulit dilakukan. Pembentukan gas yang terjadi antara epidermis dan
dermis mengakibatkan timbulnya bula-bula yang bening, fragil, yang dapat berisi cairan
coklat kemerahan yang berbau busuk. Cairan ini kadang-kadang tidak mengisi secara
penuh di dalam bula. Bula dapat menjadi sedemikian besarnya menyerupai pendulum
yang berukuran 5 7,5 cm dan bila pecah meninggalkan daerah yang berminyak,
berkilat dan berwarna kemerahan, ini disebabkan oleh karena pecahnya sel-sel lemak
subkutan sehingga cairan lemak keluar ke lapisan dermis oleh karena tekanan gas
pembusukan dari dalam. Selain itu epitel kulit, kuku, rambut kepala, aksila dan pubis
mudah dicabut dan dilepaskan oleh karena adanya desintegrasi pada akar rambut.
Selama terjadi pembentukan gas-gas pembusukan, gelembung-gelembung udara
mengisi hampir seluruh jaringan subkutan. Gas yang terdapat di dalam jaringan dinding
tubuh akan menyebabkan terabanya krepitasi udara. Gas ini menyebabkan
pembengkakan tubuh yang menyeluruh, dan tubuh berada dalam sikap pugilistic
attitude.
Scrotum dan penis dapat membesar dan membengkak, leher dan muka dapat
menggembung, bibir menonjol seperti frog-like-fashion, Kedua bola mata keluar, lidah
terjulur diantara dua gigi, ini menyebabkan mayat sulit dikenali kembali oleh
ELVA OKTIANA RAHMI
1102012075
kematian. Telur-telur lalat ini akan berubah menjadi larva dalam waktu 24 jam. Larva
ini mengeluarkan enzim proteolitik yang dapat mempercepat penghancuran jaringan
pada tubuh. Larva lalat dapat kita temukan pada mayat kira-kira 36-48 jam pasca
kematian. Berguna untuk memperkirakan saat kematian dan penyebab kematian karena
keracunan. Saat kematian dapat kita perkirakan dengan cara mengukur panjang larva
lalat. Penyebab kematian karena racun dapat kita ketahui dengan cara mengidentifikasi
racun dalam larva lalat.
Insekta tidak hanya penting dalam proses pembusukan tetapi meraka juga
memberi informasi penting yang berhubungan dengan kematian. Insekta dapat
dipergunakan untuk memperkirakan saat kematian, memberi petunjuk bahwa tubuh mayat
telah dipindahkan dari satu lokasi ke lokasi lainnya, memberi tanda pada badan bagian
mana yang mengalami trauma, dan dapat dipergunakan dalam pemeriksaan toksikologi
bila jaringan untuk specimen standart juga sudah mengalami pembusukan.
Aktifitas pembusukan sangat optimal pada temperatur berkisar antara 70- 100F
(21,1-37,8C) aktifitas ini dihambat bila suhu berada dibawah 50F(10C) atau pada
suhu diatas 100F (lebih dari 37,8C). Bila mayat diletakkan pada suhu hangat dan
lembab maka proses pembusukan akan berlangsung lebih cepat. Sebaliknya bila mayat
diletakkan pada suhu dingin maka proses pembusukan akan berlangsung lebih lambat.
Pada mayat yang gemuk proses pembusukan berlangsung lebih cepat dari pada mayat
yang kurus. Pembusukan berlangsung lebih cepat karena kelebihan lemak akan
menghambat hilangnya panas tubuh dan pada mayat yang gemuk memiliki darah yang
lebih banyak, yang merupakan media yang baik untuk perkembangbiakkan organisme
pembusukan.
Pada bayi yang baru lahir hilangnya panas tubuh yang cepat menghambat
pertumbuhan bakteri disamping pada tubuh bayi yang baru lahir memang terdapat sedikit
bakteri sehingga proses pembusukan berlangsung lebih lambat. Proses pembusukan juga
dapat dipercepat dengan adanya septikemia yang terjadi sebelum kematian seperti
peritonitis fekalis, aborsi septik, dan infeksi paru. Disini gas pembusukan dapat terjadi
walaupun kulit masih terasa hangat.
4. Mumifikasi
Mumifikasi dapat terjadi karena proses dehidrasi jaringan yang cukup cepat
sehingga terjadi pengeringan jaringan yang selanjutnya dapat menghentikan
pembusukan. Proses mumufikasi terjadi bila keadaan disekitar mayat kering,
kelembaban rendah, suhunya tinggi dan tidak ada kontaminasi dengan bakteri.
Terjadinya beberapa bulan sesudah mati dengan tanda-tanda sebagai berikut mayat
menjadi kecil, kering, mengkerut atau melisut, warna coklat kehitaman, kulit melekat
erat dengan tulang di bawahnya, tidak berbau, dan keadaan anatominya masih utuh.
5. Saponifikasi
Saponifikasi dapat terjadi pada mayat yang berada di dalamsuasana hangat,
lembab atau basah. Terjadi karena proses hidrolisis dari lemak menjadi asam lemak.
Selanjutnya asam lemak yang tak jenuh akan mengalami dehidrogenisasi menjadi
asam lemak jenuh dan kemudian bereaksi dengan alkali menjadi sabun yang tak larut.
Terbentuk pertama kali pada lemak superfisial bentuk bercak, di pipi, di payudara,
bokong bagian tubuh atau ekstremitas. Terjadinya saponikasi memerlukan waktu
beberapa bulan dan dapat terjadi pada setiap jaringan tubuh yang berlemak dengan
tanda-tanda berwarna keputihan dan berbau tengik seperti minyak kelapa.
b. Faktor Eksternal
- Suhu medium
Semakin besar selisih suhu antara medium dengan mayat maka semakin
cepat terjadinya penurunan suhu. Hal ini dikarenakan kalor yang ada di tubuh
mayat dilepaskan lebih cepat ke medium yang lebih dingin.
ini disebabkan karena udara yang lembab merupakan konduktor yang baik. Selain
itu, Aliran udara juga makin mempercepat penurunan suhu tubuh mayat
- Jenis medium
Pada medium air, tingkat penurunan suhu menjadi lebih cepat sebab air
merupakan konduktor panas yang baik sehingga mampu menyerap banyak
panas dari tubuh mayat.
- Pakaian mayat
Semakin tipis pakaian yang dipakai maka penurunan suhu mayat
semakin cepat. Hal ini dikarenakan kontak antara tubuh mayat dengan suhu
medium atau lingkungan lebih mudah.
1. Tahapan Dekomposisi
Peristiwa dekomposisi melibatkan berbagai aspek selain faktor biotik, yakni
faktor abiotik yang meliputi parameter fisik seperti temperatur, kelembaban, dan lain-
lain. Menurut Gennard (2007) dan Goff (2003), tahapan dekomposisi terdiri dari lima
tahap antara lain:
ELVA OKTIANA RAHMI
1102012075
Tahap1: fresh stage, tahapan dimulai pada saat kematian dan ditandai adanya tanda
penggelembungan pada tubuh. Serangga yang pertama kali datang adalah lalat dari
famili Calliphoridae dan Sarcophagidae. Lalat betina akan meletakkan telurnya di
daerah yang terbuka seperti daerah kepala (mata, hidung, mulut, dan telinga).
Tahap 2: bloated stage, merupakan tahapan pembusukan yang sedang dimulai.
Gas yang dihasilkan oleh aktivitas metabolisme bakteri anaerob menyebabkan
penggelembungan pada pada perut mayat. Selanjutnya suhu internal naik selama
tahapan ini sebagai akibat dari aktivitas bakteri pembusuk dan aktivitas metabolime
dari larva lalat. Lalat dari famili Calliphoridae sangat tertarik pada mayat selama tahapan
ini. Kemudian selama mengembang akibat adanya gas, cairan dalam tubuh terdorong
keluar dari lubang-lubang tubuh dan meresap ke dalam tanah. Cairan tersebut tersusun
oleh senyawa seperti amonia yang dihasilkan oleh aktivitas metabolisme dari larva lalat
sehingga akan menyebabkan tanah di bawah mayat itu untuk menjadi alkali (basa) dan
fauna tanah menjadi tertarik untuk menuju ke mayat.
Tahap 3: decay stage, tahapan ini ditandai adanya kerusakan kulit dan
mengakibatkan gas keluar dari tubuh. Larva lalat membentuk gerombolan yang besar
pada mayat. Meskipun beberapa serangga predator, seperti kumbang, tawon, dan
semut, pada tahap bloated stage, serangga necrophagous dan predator dapat diamati
dalam jumlah besar menjelang tahapan ini berakhir. Pada akhir tahap ini, lalat dari famili
Calliphoridae dan Sarcophagidae telah menyelesaikan perkembangan siklusnya dan
meninggalkan mayat untuk menjadi pupa. Pada akhir tahap ini, larva lalat akan
menghilang dari jaringan tubuh pada mayat.
Tahap 4: postdecay stage, pada tahap ini sisa-sisa tubuh seperti kulit, kartilago
dan usus sudah mengalami pembusukan. Selanjutnya sisa jaringan tubuh yang masih
ada akan mengering. Indikator pada tahap ini adalah hadirnya kumbang dan
berkurangnya dominansi lalat di dalam tubuh mayat.
Tahap 5: skeletal stage, pada tahap ini hanya tersisa tulang belulang dan rambut.
Tahapan ini tidak jelas serangga apa saja yang hadir. Pada kasus tertentu, kumbang dari
famili Nitidulidae terkadang ditemukan. Tubuh mayat sudah mengalami akhir dari
dekomposisi.
Gambar V. Fase entomologikal pada proses dekomposisi vertebrata (Tomberlin et al., 2011).
Pada Gambar V tersebut menggambarkan periode kolonisasi dan aktivitas serangga pada
mayat. Adapun perubahan-perubahan pada mayat manusia setelah mengalami kematian
disajikan pada Tabel 1. Pola-pola peruabahan pada Tabel 1 dapat digunakan untuk mengetahui
estimasi waktu kematian pada manusia. Selain itu, untuk waktu kematian berdasarkan
perkembangan serangga disajikan pada Gambar 5. Contoh pada Gambar 5 tersebut adalah
menentukan waktu kematian berdasarkan siklus hidup serangga Protophormia terraenovae.
ELVA OKTIANA RAHMI
1102012075
Tabel 1. Perubahan postmortem pada tubuh manusia (pada suhu 21C dan kelembaban 30%)
(Amendt etal., 2004a).
Untuk mengukur waktu kematian dapat digunakan suhu yang dibutuhkan oleh
serangga untuk hidup. Serangga merupakan hewan poikilotermik atau hewan yang suhu
tubuh dan aktivitas metabolismenya dipengaruhi oleh lingkungan. Serangga menggunakan
energi panas (thermal unit) untuk pertumbuhan dan perkembangnya. Sehingga kebutuhan
energi selama masa hidupnya dapat dikalkulasi. Thermal unit disebut juga hari derajat (degree
days D ) yang mana nilai D dapat ditambahkan bersamaan yang akan menghasilkan nilai
accumulated degree days (ADD). Jika periode thermal unit pendek maka bisa digunakan
accumulated degree hours (ADH). Dari peristiwa tersebut, maka waktu kematian dpat
dihitung dengan menggunakan rumus:
Waktu yang digunakan adalah waktu tahapan perkembangan serangga yang dapat
diketahui dari literatur yang sudah ada. Sementara temperatur yang digunakan adalah temperatur
lingkungan yang bisa diperoleh melalui stasium badan meteorologi. Sementara temperatur
basal adalah temperatur fisiologi terendah yang setiap serangga memiliki nilai temperatur
yang berbeda- beda
Sebagai contoh ditemukan larva instar III dari spesies Calliphora vicina yang periode
waktunya selama 68 jam. Kemudian suhu lingkungan adalah 26,7C dan tempertur basalnya
ELVA OKTIANA RAHMI
1102012075
Semen merupakan cairan agak kental, berwarna putih kekuningan, keruh dan berbau khas. Dapat
mengandung/ tidak mengandung spermatozoa (pada azospermia). Mengandung spermatozoa, sel-sel
epitel, dan sel-sel lain yang tersuspensi dalam cairan yang disebut plasma seminal yang mengandung
spermin dan beberapa enzim seperti fosfatase asam. Karena kekhasan kandungan zat ini, zat ini dapat
digunakan untuk menentukan apakah suatu cairan atau bercak adalah sperma atua bukan.
Tanpa pewarnaan
Untuk melihat apakah ada spermatozoa yang masih bergerak
Umumnya, dalam 2-3 jam setelah persetubuhan masih dapat ditemukan spermatozoa yang
bergerak dalam vagina. Haid akan memperpanjang sampai 3-4 jam
Cara pemeriksaan: satu tetes lendir vagina diletakan pada kaca obyek, dilihat dengan pembesaran
500 x serta kondensor diturunkan. Perhatikan gerakan sperma.
Spermatozoa dapat ditemukan 3-6 hari pasca persetubuhan
Dengan pewarnaan
Dibuat sediaan apus dan difiksasi dengan melewatkan gelas sediaan apus tersebut pada nyala api.
Pulas dengan HE, methy lene blue atau malachite green
Malachite green adalalh cara yang mudah dan baik digunakan.
Warnai dengan larutan malachite green 1% selama 10-15 menit, lalu cuci dengan air mengalir
dan setelah itu lakukakn counterstain dengan Eosin Yellowish 1% selama 1 menit, terakir cuci
lagi dengan air
Terlihat gambaran sperma: kepala (merah), leher( merah muda), ekor (hijau)
Merupakan reaksi penyaring ada/ tidaknya mani, sehingga kharus dikonfirmasi ulang lagi dengan
menggunakan tes penentu
Cara pemeriksaan : Bahan yang dicurigai ditempelkan pada kertas saringang telah terlebih dahulu
dibasahi dengan akuades selama beberapa menit. Kemudian kertas saring diangkat dan
disemprotkan dengan reagens.
(+) timbul warna ungu dalam waktu 30 detik
(+) palsu dapat ditemukan pada feses, air teh, kontraseptik, sari buah dan tumbuh-tumbuhan.
Reaksi Berberio
Dasar reaksi: menentukan adanya spermin dalam semen
Merupakan reaksi penentu ada/ tidaknya mani
Reagen yang digunakan larutan asam pikrat jenuh
(+) kristal spermin pikrat yang kekuning-kuningan berbentuk jarum dengan ujung tumpul, kadang-
kadang terdapat garis refraksi yang terletak longitudinal
Reakssi florence
Dasar reaksi adalah untuk menentukan ada/ tidaknya kholin.
Cara pemeriksaan: Ekstrak diletakan pada kaca obyek, biarkan mengering, tutup dengan kaca
penutup. Reagen dialirkan dengan pipet dibawah kaca penutup.
(+) kristal kholin-periodida berwarna cokelat, berbentuk jarum dengan ujung sering terbelah.
(+) palsu ekstrak jaringan berbagai organ (putih telur, ekstrak seranggga) akan memberikan warna
serupa.
Pewarnaan baecchi
Untuk mengetahui adanya spermatozoa pada bercak kain
Dengan jarum diambil 1-2 helai benang, leyakkan pada gelas obyek dan diuraikan sampai
serabut-serabut saling terpisah. Tutup dengan gelas tutup dan balsem kanada, periksa dengan
mikroskop pembesaran 400 kali. Serabut pakaian tidak mengambil warna, spermatozoa dengan
kepala berwarna merah dan ekor merah muda terlihat banyak menempel pada selaput benang.
Cara lugol
Kaca obyek ditempelkan dan ditekankan pada glans penis, terutama pada bagian kolom, korona
serta frenulum
Kemudian letakkan dengan spesimen menghadap ke bawah dengan specimen menghadap ke
bawah dia atas tempat yang berisi larutan lugol dengan tujuan agar uap iodium akan mewarnai
sediaan tersebut. Hasik + menunjukan sel-sel epitel vagina dengan sitoplasma berwarna cokelat
karena mengandung banyak glikogen.
ELVA OKTIANA RAHMI
1102012075
Untuk memastikan bahwa sel epitel berasal dari seorang wanita, perlu ditentukan adanya
kromatin seks (barr body).
LI.III. Memahami dan Menjelaskan tentang Larangan dan Sanksi Membunuh Dalam Pandangan
Islam
Pembunuhan adalah kegiatan/perbuatan menghilangkan nyawa seseorang baik sengaja maupun tidak
sengaja dengan menggunakan alat mematikan maupun tidak. Membunuh merupakan perbutan yang
dilarang ajaran islam. Karena manusia mempunyai hak hidup yang harus dilindungi dan dihormati,
oleh karena itu membunuh dalam ajaran islam dosa besar, seperti firman Allah SWT :
"Dan janganlah kamu membunuh terhadap jiwa yang diharamkan oleh Allah melainkan dengan
suatu alasan yang benar". ( Qs. al-Isra : 33).
Hukuman untuk tiga jenis pembunuhan ini tentu ada dan semuanya sudah diatur oleh islam. Sanksi-
sanksi itu adalah qisos, diyat mugholadoh, diyat mukhofafah dan tentunya dalam tigs jenis ini
berbeda hukumannya.
a) A. Qisos (dengan cara dibunuh kembali) diberikan kepada pembunuh sengaja tapi jika
keluarga korban memaafkan diganti dengan diyat mugholadoh (denda berat), terdapat dalam
surat QS. Al-Baqarah :179
b) Diyat mugholadoh untuk pembunuh seperti sengaja dan pembunuh sengaja (jika dimaafkan
keluarga korban) jumlah diyat mugholadoh yang kita bayarkan sudah diatur oleh Islam dan
bisa diangsur selama tiga bulan ,tedapat dalam dalil yang berbunyi :
"Dan dalam melaksanakan hukum tersalah dan seperti sengaja kalau dengan cambuk dan
tongkat ialah seratus ekor unta, empat puluh diantaranya yang sedang buntung"
ELVA OKTIANA RAHMI
1102012075
Diyat bagi orang yang membuat kerusakan atau memotong anggota tubuh orang lain
mendapatkan sanksi berupa diyat mukhofafah, lihat rinciannya :
- Wajib membayar diyat penuh jika yang dia potong anggota tubuh berpasangan, seperti :
dua tangan, dua kaki, dll.
- Wajib membayar setengah diyat jika yang dia potong salah satu dari pasangan anggota
tubuh, seperti satu tangan, satu kaki, dll.
Islam melarang umatnya membunuh seseorang manusia atau seekor binatang sekalipun,
kalau itu tidak berdasarkan kebenaran hukumnya. Dalam Islam orang-orang yang halal darah
atau boleh dibunuh karena perintah hukum dengan prosedurnya adalah orang-orang murtad,
yaitu orang-orang Islam yang berpindah agama dari Islam ke agama lainnya, sesuai dengan
hadis Rasulullah saw: Man baddala diynuhu faqtuluwhu (barangsiapa yang menukar
agamanya maka bunuhlah dia). Ketentuan ini dilakukan setelah orang murtad itu diajak
kembali ke agama Islam selama batas waktu tiga hari, kalau selama itu dia tidak juga sadar
baru dihadapkan ke pengadilan.
Yang halal darah juga adalah pembunuh, bagi dia berlaku hukum qishash yakni
diberlakukan hukuman balik oleh yang berhak atau negara melalui petugasnya.
Penzina muhshan (yang sudah kawin) adalah satu pihak yang halal darah juga dalam Islam
melalui eksekusi rajam, mengingat jelek dan bahayanya perbuatan dia yang sudah kawin
tetapi masih berzina juga. Semua pihak yang halal darah tersebut harus dieksekusi mengikut
prosedur yang telah ada dan tidak boleh dilakukan oleh seseorang yang tidak punya otaritas
baginya.
Selain dari tiga pihak tersebut dengan ketentuan dan prosedurnya masing-masing tidak
boleh dibunuh, sebagaimana firman Allah swt: ...wala taqtulun nafsal latiy harramallahu illa
bilhaq... (...jangan membunuh nyawa yang diharamkan Allah kecuali dengan kebenaran...)
(QS. al-Anam: 151). Larangan ini berlaku umum untuk semua nyawa baik manusia maupun
hewan, kecuali yang dihalalkan Allah sebagaimana terhadap tiga model manusia di atas tadi
atau hewan nakal yang mengganggu manusia dan hewan yang disembelih dengan nama
Allah.
ELVA OKTIANA RAHMI
1102012075