Anda di halaman 1dari 32

WRAP UP

SKENARIO 2
ASTAGA.. ADA MAYAT BAYI DI KARDUS AQUA
BLOK MEDIKOLEGAL

Kelompok A-14
Ketua :

Amanda Ricki

1102011023

Sekretaris :

Anindita Tathya

Anggota

Balqis Toda

Andi Eka Steffy Yuliana

1102011029
1102011060
1102011026

Ana Amalina
Betari Dhira Paramita
Cattleya Nanda Vilda
Dewi Handayani

1102011024
1102011061
1102011063
1102011076

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI


2014 2015

Astaga... Ada Mayat Bayi Di Kardus Aqua

Mayat bayi berjenis kelamin laki-laki ditemukan di sebuah tempat pembuangan akhir (TPA)
Darupono Kaliwungu Selatan, Kendal Jawa Tengah Kamis (6/12/12) pagi. Bayi berada di dalam
kardus aquadibungkus dalam kantung plastik hitam, dalam keadaan membusuk dan berbau. Saat ini
jasad berada di Rumah Sakit Umum Suwondo Daerah (RSUD) Kabupaten Kendal. Menurut Kepala
Urusan (KAUR) Bin Oos Satuan Reskrim Polres Kendal, Iptu Abdullah Umar, mayat dibuang oleh
seorang perempuan yang semula hamil tua, perutnya sekarang sudah mengempis. Bayi itu pertama
kali ditemukan oleh seorang pemulung bernama Jokarno (31), warga Desa Darupono, Kecamatan
Kaliwungu Selatan, Kendal.
Saat itu, Jokarno sedang mengais sampah. "Dia mengaku terkejut ketika ada plastik hitam besar
sedang dikerumuni lalat," kata Umar. Karena curiga, jelas Umar, pemulung tersebut mendekati
kantong plastik hitam. Setelah dekat, ia terkejut, saat melihat kepala bayi. Lalu plastik itu dibuka
dan terlihatlah sesosok mayat bayi. "Kemudian, pemulung tersebut mengadukannya ke polisi,"
jelasnya. Mayat bayi diperkirakan satu hari itu akan dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara
Semarang untuk diotopsi. Kasus itu, sekarang ditangani oleh petugas polisi. "Kami akan mencari
orang tua mayat tersebut," tambah Umar. Pelaku sudah diamankan di Polres.
Warni, sang pelaku mengaku dia juga korban perkosaan yang dilakukan oleh tetangga desanya di
Merapen Gerobokan, karena ketakutan hamil dan akan melahirkan, korban pergi ke Kaliwungu
untuk bekerja di pabrik gula dan mengasingkan diri.
Kata Sulit
1. Otopsi
2.

: Investigasi medis untuk mengetahui penyebab kematian

Perkosaan

: Hubungan seksual yang disertai dengan pemaksaan dan kekerasan

Pertanyaan
1.

Apa saja indikasi dilakukannya autopsi?

2.

Apakah autopsi boleh dilakukan dalam Islam?

3.

Bagaimana cara mengetahui apakah bayi lahir dalam keadaan hidup/dibuang atau bayi lahir
tanpa nyawa?

4.

Bagaimana cara mengetahui umur bayi?

5.

Bagaimana cara mengetahui waktu kematian bayi?

6.

Bagaimana cara mengidentifikasi korban pemerkosaan?

7.

Bagaimana cara mengautopsi bayi? Apakah berbeda dengan dewasa?

8.

Bagaimana hukum Islam dalam hal membunuh bayi?

Jawaban
1. Ada informed consent dari keluarga dan penyebab kematian tidak wajar
2

2.

Tidak boleh dilakukan dalam Islam, haram hukumnya

3.

Tes apung paru, tes isi usus dan warna kulit

4.

Diukur dari panjang badan, lingkar kepala = antropometri

5.

Dilihat dari tanda tanda kematian, tanda perubahan pasca kematian

6.

Warna biru di paha, adanya sperma di vagina, adanya spesimen air liur di payudara

7.

Berbeda dengan dewasa, dewasa berbentuk huruf Y dan bayi dimulai dari perut

8.

Hukumnya haram

Sasaran Belajar
L.I 1 Memahami dan menjelaskan perubahan pasca kematian
L.I 2 Memahami dan menjelaskan kasus pembunuhan bayi
L.I 3 Memahami dan menjelaskan kasus pemerkosaan
L.I 4 Memahami dan menjelaskan pandangan Islam terhadap pembunuhan
L.I 1 Memahami dan menjelaskan perubahan pasca kematian
Definisi
Kematian manusia berdasarkan dua dimensi yaitu kematian seluler (seluler death) akibat
ketiadaan oksigen dan kematian manusia sebagai individu (somatic death). Kematian individu
dapat didefinisikan secara sederhana sebagai terhentinya kehidupan secara permanen (permanent
cessation of life) atau dapat diperjelas lagi menjadi berhentinya secara permanen fungsi
berbagai organ vital yaitu paru-paru, jantung dan otak sebagai kesatuan yang utuh yang ditandai
oleh berhentinya konsumsi oksigen. Sebagai akibat berhentinya konsumsi oksigen ke seluruh
jaringan tubuh maka sel-sel sebagai elemen terkecil pembentuk manusia akan mengalami kematian,
dimulai dari sel- sel paling rendah daya tahannya terhadap ketiadaan oksigen.
Mati suri adalah penurunan fungsi organ vital sampai taraf minimal untuk mempertahankan
kehidupan, sehingga tanda-tanda kliniknya seperti sudah mati yang sifatnya reversibel. Sedangkan
mati somatik adalah keadaan dimana ketika fungsi ketiga organ vital sistem saraf pusat, sistem
kardiovaskuler, dan sistem pernafasan berhenti secara menetap.
Mati serebral adalah kerusakan kedua hemisfer otak yang irreversible kecuali batang otak dan
serebelum, kedua sistem lain masih berfungsi dengan bantuan alat. Sedangkan mati batang otak
adalah kerusakan seluruh isi neuronal intrakranial yang ireversibel, termasuk batang otak dan
serebelum.
Kriteria diagnostik penentuan kematian:
1. Hilangnya semua respon terhadap sekitarnya (respon terhadap komando atau perintah, dan
sebagainya)
2. Tidak ada gerakan otot serta postur, dengan catatan pasien tidak sedang berada
dibawah pengaruh obat-obatan curare.
3. Tidak ada reflek pupil
4. Tidak ada reflek kornea
1. Tidak ada respon motorik dari saraf kranial terhadap rangsangan
3

2. Tidak ada reflek menelan atau batuk ketika tuba endotracheal didorong ke dalam
3. Tidak ada reflek vestibulo-okularis terhadap rangsangan air es yang dimasukkan ke dalam

lubang telinga
4. Tidak ada napas spontan ketika respirator dilepas untuk waktu yang cukup lama walaupun
pCO2 sudah melampaui wilayah ambang rangsangan napas (50 torr)
Tes klinik ini baru boleh dilakukan paling cepat 6 jam setelah onset koma serta apneu dan harus
diulangi lagi paling cepat sesudah 2 jam dari tes yang pertama. Sedangkan tes konfirmasi dengan
EEG dan angiografi hanya dilakukan jika tes klinik memberikan hasil yang meragukan atau jika ada
kekhawatiran akan adanya tuntutan di kemudian hari.
a) Tanda dan Patofisiologi

Tanda kematian tidak pasti


1. Berhentinya sistem pernafasan dan sistem sirkulasi.

Secara teoritis, diagnosis kematian sudah dapat ditegakkan jika jantung dan paru berhenti selama 10
menit, namun dalam prakteknya seringkali terjadi kesalahan diagnosis sehingga perlu dilakukan
pemeriksaan dengan cara mengamati selama waktu tertentu. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan
mendengarkannya melalui stetoscope pada daerah precordial dan larynx dimana denyut jantung dan
suara nafas dapat dengan mudah terdengar.
Kadang-kadang jantung tidak segera berhenti berdenyut setelah nafas terhenti, selain disebabkan
ketahanan hidup sel tanpa oksigen yang berbeda-beda dapat juga disebabkan depresi pusat sirkulasi
darah yang tidak adekwat, denyut nadi yang menghilang merupakan indikasi bahwa pada otak
terjadi hipoksia. Sebagai contoh pada kasus judicial hanging dimana jantung masih berdenyut
selama 15 menit walaupun korban sudah diturunkan dari tiang gantungan.
2. Kulit yang pucat

Kulit muka menjadi pucat ,ini terjadi sebagai akibat berhentinya sirkulasi darah sehingga darah
yang berada di kapiler dan venula dibawah kulit muka akan mengalir ke bagian yang lebih rendah
sehingga warna kulit muka tampak menjadi lebih pucat. Akan tetapi ini bukan merupakan tanda
yang dapat dipercaya. Kadang-kadang kematian dihubungkan dengan spasme agonal sehingga
wajah tampak kebiruan. Pada mayat yang mati akibat kekurangan oksigen atau keracunan zat-zat
tertentu (misalnya karbon monoksida) warna semula dari raut muka akan bertahan lama dan tidak
cepat menjadi pucat
3. Relaksasi otot

Pada saat kematian sampai beberapa saat sesudah kematian , otot-otot polos akan mengalami
relaksasi sebagai akibat dari hilangnya tonus. Relaksasi pada stadium ini disebut relaksasi primer.
Akibatnya rahang turun kebawah yang menyebabkan mulut terbuka, dada menjadi kolap dan bila
tidak ada penyangga anggota gerakpun akan jatuh kebawah. Relaksasi dari otot-otot wajah
menyebabkan kulit menimbul sehingga orang mati tampak lebih muda dari umur sebenarnya,
sedangkan relaksasi pada otot polos akan mengakibatkan iris dan sfincter ani akan mengalami
dilatasi. Oleh karena itu bila menemukan anus yang mengalami dilatasi harus hati-hati
menyimpulkan sebagai akibat hubungan seksual perani/anus corong.
4. Perubahan pada mata

Perubahan pada mata meliputi hilangnya reflek kornea dan reflek cahaya yang menyebabkan kornea
menjadi tidak sensitif dan reaksi pupil yang negatif.
4

Knight mengatakan hilangnya reflek cahaya pada kornea ini disebabkan karena kegagalan kelenjar
lakrimal untuk membasahi bola mata. Kekeruhan pada kornea akan timbul beberapa jam setelah
kematian tergantung dari posisi kelopak mata. Akan tetapi Marshall mengatakan kornea akan tetap
menjadi keruh tanpa dipengaruhi apakah kelopak mata terbuka atau tertutup. Walaupun sering
ditemui kelopak mata tertutup secara tidak komplit, ini terjadi oleh karena kekakuan otot-otot
kelopak mata. Kekeruhan pada lapisan dalam kornea ini tidak dapat dihilangkan atau diubah
kembali walaupun digunakan air untuk membasahinya.
Bila kelopak mata tetap terbuka sclera yang ada disekitar kornea akan mengalami kekeringan dan
berubah menjadi kuning dalam beberapa jam yang kemudian berubah menjadi coklat kehitaman.
Area yang berubah warna ini berbentuk trianguler dengan basis pada perifer kornea dan puncaknya
di epikantus. Area ini disebuttaches noires de la sclerotiques yang pertama kali
digambarkan oleh Somner pada tahun 1833.
Knight mengatakan iris masih bereaksi dengan stimulasi kimia sampai 4 jam sesudah kematian
somatik, tetapi reflek cahaya segera hilang bersamaan dengan iskemik pada batang otak. Pupil
biasanya pada posisi mid midriasis yang disebabkan oleh karena relaksasi dari muskulus pupilaris
walaupun ada sebagian ahli yang menganggap ini sebagai proses rigor mortis. Diameter pupil sering
dihubungkan dengan sebab kematian seperti lesi di otak atau intoksikasi obat seperti keracunan
morphin dimana sewaktu hidup pupil menunjukan kontraksi. Akan tetapi Price (1963) memeriksa
mata dari 1000 mayat dan menyimpulkan bahwa keadaan pupil tidak berhubungan dengan sebab
kematian, dan kematian menyebabkan pupil menjadi dilatasi atau cadaveric position .
Setelah kematian tekanan intra okuler akan turun, tekanan intra okuler yang turun ini mudah
menyebabkan kelainan bentuk pupil sehingga pupil kehilangan bentuk sirkuler setelah mati dan
ukurannya pun menjadi tidak sama,pupil dapat berkontraksi dengan diameter 2 mm atau berdilatasi
sampai 9 mm dengan rata-rata 4-5 mm oleh karena pupil mempunyai sifat tidak tergantung dengan
pupil lainnya maka sering terdapat perbedaan sampai 3 mm.
Nicati (1894) telah melakukan pengukuran terhadap tekanan bola mata posmortem dimana tekanan
normal pada bola mata pada waktu hidup adalah 14g -25g akan tetapi begitu sirkulasi terhenti maka
penurunan tekanan bola mata menjadi sangat rendah (tidak sampai mencapai 12g) dan dalam waktu
30 menit akan berkurang menjadi 3g yang kemudian menjadi nol setelah 2 jam kematian.
Penurunan tekanan bola mata ini pernah dicoba untuk menentukan perkiraan saat kematian.
Kervokian (1961) berusaha menerangkan perubahan-perubahan yang terjadi pada retina 15 jam
pertama setelah kematian dimana kornea dapat dipertahankan dalam keadaan baik dengan
menggunakan air atau larutan garam fisiologis yang kemudian dilakukan pemeriksaan dengan
optalmoskop. Pemeriksaan ini tidaklah mudah, ternyata pemeriksaan retina pada mayat jauh lebih
sulit bila dibandingkan dengan orang hidup. Dan perubahan warna yang terjadi pada retina dicoba
dihubungkan dengan perkiraan saat kematian. Dengan berhentinya aliran darah maka pembuluh
darah retina akan mengalami perubahan yang disebut segmentasi atau trucking dan ini terjadi
dalam 15 menit pertama setelah kematian. Pada pemeriksaan dalam 2 jam pertama setelah
kematian, dapat dilihat retina tampak pucat dan daerah sekitar fundus tampak kuning, demikian
pula daerah sekitar makula. Sekitar 6 jam batas fundus menjadi tidak jelas, dan tampak gambaran
segmentasi pada pembuluh darah, dengan latar belakang yang berwarna kelabu kekuningan.
Gambaran ini mencapai seluruh perifer retina sekitar 7-10 jam. Setelah 12 jam diskus hanya dapat
dilihat sebagai titik yang terlokalisasi dengan sisa-sisa pembuluh darah yang bersegmentasi hingga
pada akhirnya diskus dan pembuluh darah retina menghilang yang ada hanya makula yang
berwarna coklat gelap. Beberapa pengamat menggambarkan perubahan dini posmortem yang terjadi
pada retina mempunyai arti yang kecil untuk dihubungkan dengan perkiraan saat mati. Sedangkan
Tomlin ( 1967) beranggapan bahwa segmentasi pada retina lebih berindikasi pada kematian serebral
daripada penghentian sirkulasi.
5

Wroblewski dan Ellis (1970) mempelajari perubahan mata pada 300 mayat dimana tidak hanya
perubahan yang terjadi pada retina tetapi juga perubahan yang terjadi pada kornea juga dicatat.
Mereka telah memeriksa 204 fundus dari subjek dan 115 diantaranya terdapat segmentasi atau
trucking pada satu atau kedua mata setelah satu jam posmortem dan negatif pada 89 lainnya.
Bagian yang paling sulit pada pemeriksaan ini adalah kekeruhan kornea yang terjadi dalam 75%
pasien dalam 2 jam setelah kematian. Akhirnya mereka menyimpulkan bahwa segmentasi
merupakan perubahan posmortem yang alami daripada menghubungkannya dengan perkiraan saat
kematian.
-

Tanda Kematian Pasti


1. Lebam Mayat

Lebam Mayat disebut juga Post Mortem Lividity, Post Mortem Suggilation, Hypostasis, Livor
Mortis, Stainning. Lebam mayat terbentuk bila terjadi kegagalan sirkulasi darah dalam
mempertahankan tekanan hidrostatik yang menggerakan darah mencapai capillary bed dimana
pembuluhpembuluh darah kecil afferent dan efferent saling berhubungan. Maka secara bertahap
darah yang mengalami stagnasi di dalam pembuluh vena besar dan cabang-cabangnya akan
dipengaruhi gravitasi dan mengalir ke bawah, ke tempattempat yang terendah yang dapat dicapai.
Dikatakan bahwa gravitasi lebih banyak mempengaruhi sel darah merah tetapi plasma akhirnya juga
mengalir ke bagian terendah yang memberikan kontribusi pada pembentukan gelembung
gelembung di kulit pada awal proses pembusukan.
Adanya eritrosit di daerah yang lebih rendah akan terlihat di kulit sebagai perubahan warna biru
kemerahan. Oleh karena pengumpulan darah terjadi secara pasif maka tempattempat di mana
mendapat tekanan lokal akan menyebabkan tertekannya pembuluh darah di daerah tersebut
sehingga meniadakan terjadinya lebam mayat yang mengakibatkan kulit di daerah tersebut
berwarna lebih pucat.
Lebam mayat ini biasanya timbul setengah jam sampai dua jam setelah kematian, Dimana setelah
terbentuk hypostasis yang menetap dalam waktu 1012 jam ternyata akan memberikan lebam mayat
pada sisi yang berlawanan setelah dilakukan reposisi pada tubuh dari pronasi ke supinasi
(interpostmorchange).
Lebam mayat ini biasanya berkembang secara bertahap dan dimulai dengan timbulnya bercakbercak yang berwarna keunguan dalam waktu kurang dari setengah jam sesudah kematian dimana
bercak-bercak ini intensitasnya menjadi meningkat dan kemudian bergabung menjadi satu dalam
beberapa jam kemudian, dimana fenomena ini menjadi komplet dalam waktu kurang lebih 812
jam, pada waktu ini dapat dikatakan lebam mayat terjadi secara menetap. Menetapnya lebam mayat
ini disebabkan oleh karena terjadinya perembesan darah kedalam jaringan sekitar akibat rusaknya
pembuluh darah akibat tertimbunnya selsel darah dalam jumlah yang banyak, adanya proses
hemolisa sel-sel darah dan kekakuan otot-otot dinding pembuluh darah. Dengan demikian
penekanan pada daerah lebam yang dilakukan setelah 8-12 jam tidak akan menghilang. Hilangnya
lebam pada penekanan dengan ibu jari dapat memberi indikasi bahwa suatu lebam belum terfiksasi
secara sempurna. Setelah empat jam, kapiler-kapiler akan mengalami kerusakan dan butir-butir
darah merah juga akan rusak. Pigmen-pigmen dari pecahan darah merah akan keluar dari kapiler
yang rusak dan mewarnai jaringan di sekitarnya sehingga menyebabkan warna lebam mayat akan
menetap serta tidak hilang jika ditekan dengan ujung jari atau jika posisi mayat dibalik. Jika
pembalikan posisi dilakukan setelah 12 jam dari kematiannya maka lebam mayat baru tidak akan
timbul pada posisi terendah, karena darah sudah mengalami koagulasi.
Fenomena lebam mayat yang menetap ini sifatnya lebih bersifat relatif. Perubahan lebam ini lebih
mudah terjadi pada 6 jam pertama sesudah kematian, bila telah terbentuk lebam primer kemudian
dilakukan perubahan posisi maka akan terjadi lebam sekunder pada posisi yang berlawanan.
6

Distribusi dari lebam mayat yang ganda ini adalah penting untuk menunjukan telah terjadi
manipulasi posisi pada tubuh. Akan tetapi waktu yang pasti untuk terjadinya pergeseran lebam ini
adalah tidak pasti, Polson mengatakan untuk menunjukan tubuh sudah diubah dalam waktu 8
sampai 12 jam, sedangkan Camps memberi patokan kurang lebih 10 jam.
Akan tetapi pada kematian wajarpun darah dapat menjadi permanent incoagulable oleh karena
adanya aktifitas fibrinolisin yang dilepas kedalam aliran darah selama proses kematian. Sumber dari
fibrinolisin ini tidak diketahui tetapi kemungkinan berasal dari endothelium pembuluh darah, dan
permukaan serosa dari pleura. Aktifitas fibrinolisin ini nyata sekali pada kapiler-kapiler yang berisi
darah. Darah selalu ditemukan cair dalam venule dan kapiler, dan ini yang bertanggung jawab
terhadap lebam mayat.
Akumulasi darah pada daerah yang tidak tertekan akan menyebabkan pengendapan darah pada
pembuluh darah kecil yang dapat mengakibatkan pecahnya pembuluh darah kecil tersebut dan
berkembang menjadi petechie (tardieu`s spot) dan purpura yang kadang-kadang berwarna
gelap yang mempunyai diameter dari satu sampai beberapa milimeter, biasanya memerlukan waktu
18 sampai 24 jam untuk terbentuknya dan sering diartikan bahwa pembusukan sudah mulai terjadi.
Fenomena ini sering terjadi pada asphyxia atau kematian yang terjadinya lambat.
2. Kaku Mayat (Rigor Mortis)

Kaku mayat atau rigor mortis adalah kekakuan yang terjadi pada otot yang kadang-kadang disertai
dengan sedikit pemendekan serabut otot, yang terjadi setelah periode pelemasan/ relaksasi primer.
Hal ini disebabkan karena terjadinya perubahan kimiawi pada protein yang terdapat pada serabutserabut otot. Menurut Szen-Gyorgyi di dalam pembentukan kaku mayat peranan ATP adalah sangat
penting. Seperti diketahui bahwa serabut otot dibentuk oleh dua jenis protein, yaitu aktin dan
myosin, dimana kedua jenis protein ini bersama dengan ATP membentuk suatu masa yang lentur
dan dapat berkontraksi (gambar I). Bila kadar ATP menurun, maka akan terjadi pada perubahan
pada akto-miosin, diamana sifat lentur dan kemampuan untuk berkontraksi menghilang sehingga
otot yang bersangkutan akan menjadi kaku dan tidak dapat berkontraksi.

Gambar I. Kontraksi otot


7

Oleh karena kadar glikogen yang terdapat pada setiap otot itu berbeda-beda, sehingga sewaktu
terjadinya pemecahan glikogen menjadi asam laktat dan energi pada saat terjadinya kematian
somatic, dimana energi tersebut digunakan untuk resintesa ATP, akan menyebabkan adanya
perbedaan kadar ATP dalam setiap otot. Keadaan tersebut dapat menerangkan mengapa kaku mayat
akan mulai nampak pada jaringan otot yang jumlah serabut ototnya sedikit. Atas dasar itulah
mengapa pada kematian karena infeksi, konvulsi kelelahan fisik serta keadaan suhu keliling yang
tinggi akan dapat mempercepat terbentuknya kaku mayat, demikian pula pada mereka yang keadaan
gizinya jelek akan lebih cepat terjadi kaku mayat bila dibandingkan dengan korban yang
mempunyai tubuh yang baik.
Secara biokimiawi saat relaksasi primer, pH protoplasma sel otot masih alkalis. Perubahan alkalis
menjadi asam terjadi 2-6 jam kemudian karena adanya perubahan biokimia, yaitu glikogen menjadi
asam sarkolaktik / fosfor. Perubahan protoplasma menjadi asam menyebabkan otot menjadi kaku
(rigor). Relaksasi sekunder terjadi setelah ada perubahan biokimia, yaitu asam berubah menjadi
alkalis kembali saat terjadi pembusukan.
Kaku mayat akan terjadi pada seluruh otot (gambar II), baik otot lurik maupun otot polos. Dan
bila terjadi pada otot rangka, maka akan didapatkan suatu kekakuan yang mirip atau menyerupai
papan sehingga dibutuhkan cukup tenaga untuk dapat melawan kekakuan tersebut , bila hal ini
terjadi otot dapat putus sehingga daerah tersebut tidak mungkin lagi terjadi kaku mayat.
Kaku mayat mulai terdapat sekitar 2 jam post mortem dan mencapai puncaknya setelah 10-12 jam
pos mortem, keadaan ini akan menetap selama 24 jam dan setelah 24 jam kaku mayat mulai
menghilang sesuai dengan urutan terjadinya, yaitu dimulai dari otot-otot wajah, leher, lengan, dada,
perut, dan tungkai.
Adanya kejanggalan dari postur pada mayat dimana kaku mayat telah terbentuk dengan posisi
sewaktu mayat ditemukan, dapat menjadi petunjuk bahwa pada tubuh korban telah dipindahkan
setelah mati. Ini mungkin dimaksudkan untuk menutupi sebab kematian atau cara kematian yang
sebenarnya.
Faktor-Faktor yang mempengaruhi kaku mayat :
a) Kondisi otot

Persediaan glikogen

Cepat lambat kaku mayat tergantung persediaan glikogen otot. Pada kondisi tubuh sehat sebelum
meninggal, kaku mayat akan lambat dan lama, juga pada orang yang sebelum mati banyak makan
karbohidrat, maka kaku mayat akan lambat.

Gizi

Pada mayat dengan kondisi gizi jelek saat mati, kaku mayat akan cepat terjadi.

Kegiatan Otot

Pada orang yang melakukan kegiatan otot sebelum meninggal maka kaku mayat akan terjadi lebih
cepat.
b) Usia
Pada orang tua dan anak-anak lebih cepat dan tidak berlangsung lama.
Pada bayi premature tidak terjadi kaku mayat, kaku mayat terjadi pada bayi cukup bulan.
c) Keadaan Lingkungan
Keadaan kering lebih lambat dari pada panas dan lembab
8

Pada mayat dalam air dingin, kaku mayat akan cepat terjadi dan berlangsung lama.
Pada udara suhu tinggi, kaku mayat terjadi lebih cepat dan singkat, tetapi pada suhu rendah
kaku mayat lebih lambat dan lama.
Kaku mayat tidak terjadi pada suhu dibawah 10oC, kekakuan yang terjadi pembekuan atau
cold stiffening.

d) Cara Kematian
Pada mayat dengan penyakit kronis dan kurus, kuku mayat lebih cepat terjadi dan
berlangsung tidak lama.
Pada mati mendadak, kaku mayat terjadi lebih lambat dan berlangsung lebih lama.
Waktu terjadinya rigor mortis (kaku mayat)
Kurang dari 3 4 jam post mortem : belum terjadi rigor mortis
Lebih dari 3 4 jam post mortem : mulai terjadi rigor mortis
Rigor mortis maksimal terjadi 12 jam setelah kematian
Rigor mortis dipertahankan selama 12 jam
Rigor mortis menghilang 24 36 jam post mortem

Terdapat kekakuan pada pada mayat yang menyerupai kaku mayat :


-

Cadaveric spasme (instantaneous rigor), adalah bentuk kekakuan otot yang terjadi
pada saat kematian dan menetap. Cadaveric spasme sesungguhnya merupakan kaku mayat yang
timbul dengan intensitas sangat kuat tanpa didahului oleh relaksasi primer. Penyebabnya adalah
akibat habisnya cadangan glikogen dan ATP yang bersifat setempat pada saat mati klinis karena
kelelahan atau emosi yang hebat sesaat sebelum meninggal.

Kepentingan medikolegalnya adalah menunjukkan sikap terakhir masa hidupnya. Misalnya, tangan
yang menggenggam erat benda yang diraihnya pada kasus tenggelam, tangan yang menggenggam
pada kasus bunuh diri.
-

Heat stiffening, yaitu kekakuan otot akibat koagulasi protein otot oleh panas. Otot-otot
berwarna merah muda, kaku, tepi rapuh (mudah robek). Keadaan ini dapat dijumpai pada
korban mati terbakar. Pada saat stiffening serabut-serabut ototnya memendek sehingga
menimbulkan fleksi leher, siku, paha, dan lutut, membentuk sikap petinju (pugilistic attitude).
Perubahan sikap ini tidak memberikan arti tertentu bagi sikap semasa hidup, intravitalitas,
penyebab atau cara kematian.

Cold stiffening, yaitu kekakuan tubuh akibat lingkungan dingin (dibawah 3,5oC atau 40oF),
sehingga terjadi pembekuan cairan tubuh, termasuk cairan sendi, pemadatan jaringan lemak
subkutan dan otot, bila cairan sendi yang membeku menyebabkan sendi tidak dapat digerakan.
Bila sendi di bengkokkan secara paksa maka akan terdengar suara es pecah. Dan mayat yang
kaku ini akan menjadi lemas kembali bila diletakkan ditempat yang hangat, kemudian rigor
mortis akan terjadi dalam waktu yang sangat singkat.
3. Pembusukan Atau Decompositio

Pembusukan mayat nama lainnya dekomposisi dan putrefection. Pembusukan adalah proses
degradasi jaringan pada tubuh mayat yang terjadi sebagai akibat proses autolisis dan aktivitas
mikroorganisme, terutama Clostridium welchii.
Autolisis adalah perlunakan dan pencairan jaringan yang terjadi dalam keadaan steril melalui
proses kimia yang disebabkan oleh enzim-enzim intraseluler, sehingga organ-organ yang kaya
dengan enzim-enzim akan mengalami proses autolisis lebih cepat daripada organ-organ yang tidak
9

memiliki enzim, dengan demikian pankreas akan mengalami autolisis lebih cepat dari pada jantung.
Proses autolisis ini tidak dipengaruhi oleh mikroorganisme oleh karena itu pada mayat yang steril
misalnya mayat bayi dalam kandungan proses autolisis ini tetap terjadi. Proses auotolisis terjadi
sebagai akibat dari pengaruh enzim yang dilepaskan pasca mati. Mula-mula yang terkena adalah
nukleoprotein yang terdapat pada kromatin dan sesudah itu sitoplasmanya, kemudian dinding sel
akan mengalami kehancuran sebagai akibatnya jaringan akan menjadi lunak dan mencair.
Pada mayat yang dibekukan pelepasan enzim akan terhambat oleh pengaruh suhu yang rendah
maka proses autolisis ini akan dihambat demikian juga pada suhu tinggi enzim-enzim yang terdapat
pada sel akan mengalami kerusakan sehingga proses ini akan terhambat.
Setelah seseorang meninggal, maka semua sistem pertahanan tubuh akan hilang, bakteri yang secara
normal dihambat oleh jaringan tubuh akan segera masuk ke jaringan tubuh melalui pembuluh
darah, dimana darah merupakan media yang terbaik bagi bakteri untuk berkembang biak. Bakteri
ini menyebabkan hemolisa, pencairan bekuan darah yang terjadi sebelum dan sesudah mati,
pencairan trombus atau emboli, perusakan jaringan-jaringan dan pembentukan gas pembusukan.
Bakteri yang sering menyebabkan destruktif ini sebagian besar berasal dari usus dan yang paling
utama adalah Cl. welchii. Bakteri ini berkembang biak dengan cepat sekali menuju ke jaringan
ikat dinding perut yang menyebabkan perubahan warna. Perubahan warna ini terjadi oleh karena
reaksi antara H2S (gas pembusukan yang terjadi dalam usus besar) dengan Hb menjadi Sulf-MethHb. Tanda pertama pembusukan baru dapat dilihat kira-kira 24 jam - 48 jam pasca mati berupa
warna kehijauan pada dinding abdomen bagian bawah, lebih sering pada fosa iliaka kanan dimana
isinya lebih cair, mengandung lebih banyak bakteri dan letaknya yang lebih superfisial. Perubahan
warna ini secara bertahap akan meluas keseluruh dinding abdomen sampai ke dada dan bau
busukpun mulai tercium. Perubahan warna ini juga dapat dilihat pada permukaan organ dalam
seperti hepar, dimana hepar merupakan organ yang langsung kontak dengan kolon transversum.
Pada saat Cl.welchii mulai tumbuh pada satu organ parenchim, maka sitoplasma dari organ sel itu
akan mengalami disintegrasi dan nukleusnya akan dirusak sehingga sel menjadi lisis atau rhexis.
Kemudian sel-sel menjadi lepas sehingga jaringan kehilangan strukturnya.
Bakteri ini kemudian masuk kedalam pembuluh darah dan berkembang biak didalamnya yang
menyebabkan hemolisa yang kemudian mewarnai dinding pembuluh darah dan jaringan sekitarnya.
Bakteri ini memproduksi gas-gas pembusukan yang mengisi pembuluh darah yang menyebabkan
pelebaran pembuluh darah superfisial tanpa merusak dinding pembuluh darahnya sehingga
pembuluh darah beserta cabang-cabangnya tampak lebih jelas seperti pohon gundul (arborescent
pattern atau arborescent mark) yang sering disebut marbling. Bakteri pembusukan ini
banyak terdapat dalam intestinal dan paru, maka gambaran marbling ini jelas terlihat pada
bahu,dada bagian atas, abdomen bagian bawah dan paha.
Secara mikroskopis bakteri dapat dilihat menggumpal pada rongga-rongga jaringan dimana bakteri
tersebut banyak memproduksi gelembung gas. Ukuran gelembung gas yang tadinya kecil dapat
cepat membesar menyerupai honey combed appearance. Lesi ini dapat dilihat pertama kali
pada hati . Kemudian permukaan lapisan atas epidermis dapat dengan mudah dilepaskan dengan
jaringan yang ada dibawahnya dan ini disebut skin slippage. Skin slippage ini menyebabkan
identifikasi melalui sidik jari sulit dilakukan. Pembentukan gas yang terjadi antara epidermis dan
dermis mengakibatkan timbulnya bula-bula yang bening, fragil, yang dapat berisi cairan coklat
kemerahan yang berbau busuk. Cairan ini kadang-kadang tidak mengisi secara penuh di dalam bula.
Bula dapat menjadi sedemikian besarnya menyerupai pendulum yang berukuran 5 7,5 cm dan bila
pecah meninggalkan daerah yang berminyak, berkilat dan berwarna kemerahan, ini disebabkan oleh
karena pecahnya sel-sel lemak subkutan sehingga cairan lemak keluar ke lapisan dermis oleh karena
tekanan gas pembusukan dari dalam. Selain itu epitel kulit, kuku, rambut kepala, aksila dan pubis
mudah dicabut dan dilepaskan oleh karena adanya desintegrasi pada akar rambut.
10

Selama terjadi pembentukan gas-gas pembusukan, gelembung-gelembung udara mengisi hampir


seluruh jaringan subkutan. Gas yang terdapat di dalam jaringan dinding tubuh akan menyebabkan
terabanya krepitasi udara. Gas ini menyebabkan pembengkakan tubuh yang menyeluruh, dan tubuh
berada dalam sikap pugilistic attitude.
Scrotum dan penis dapat membesar dan membengkak, leher dan muka dapat menggembung, bibir
menonjol seperti frog-like-fashion, Kedua bola mata keluar, lidah terjulur diantara dua gigi, ini
menyebabkan mayat sulit dikenali kembali oleh keluarganya. Pembengkakan yang terjadi pada
seluruh tubuh mengakibatkan berat badan mayat yang tadinya 57 - 63 kg sebelum mati menjadi 95 114 kg sesudah mati.
Tekanan yang meningkat didalam rongga dada oleh karena gas pembusukan yang terjadi didalam
cavum abdominal menyebabkan pengeluaran udara dan cairan pembusukan yang berasal dari
trakea dan bronkus terdorong keluar, bersama-sama dengan cairan darah yang keluar melalui mulut
dan hidung. Cairan pembusukan dapat ditemukan di dalam rongga dada, ini harus dibedakan
dengan hematotorak dan biasanya cairan pembusukan ini tidak lebih dari 200 cc.
Pengeluaran urine dan feses dapat terjadi oleh karena tekanan intra abdominal yang meningkat.
Pada wanita uterus dapat menjadi prolaps dan fetus dapat lahir dari uterus yang pregnan. Pada anakanak adanya gas pembusukan dalam tengkorak dan otak menyebabkan sutura-sutura kepala menjadi
mudah terlepas.
Organ-organ dalam mempunyai kecepatan pembusukan yang berbeda-beda. Jaringan
intestinal,medula adrenal dan pancreas akan mengalami autolisis dalam beberapa jam setelah
kematian. Organ-organ dalam lain seperti hati, ginjal dan limpa merupakan organ yang cepat
mengalami pembusukan. Perubahan warna pada dinding lambung terutama di fundus dapat dilihat
dalam 24 jam pertama setelah kematian. Difusi cairan dari kandung empedu kejaringan sekitarnya
menyebabkan perubahan warna pada jaringan sekitarnya menjadi coklat kehijauan. Pada hati dapat
dilihat gambaran honey combs appearance, limpa menjadi sangat lunak dan mudah robek,
dan otak menjadi lunak.
Pembusukan lanjut dari organ dalam ini adalah pembentukan granula- granula milliary atau
milliary plaques yang berukuran kecil dengan diameter 1-3 mm yang terdapat pada permukaan
serosa yang terletak pada endotelial dari tubuh seperti pleura, peritoneum, pericardium dan
endocardium.
Golongan organ berdasarkan kecepatan pembusukannya, yaitu:
1. Early : Organ dalam yang cepat membusuk antara lain jaringan intestinal, medula adrenal,

pankreas, otak, lien, usus, uterus gravid, uterus post partum, dan darah
2. Moderate : Organ dalam yang lambat membusuk antara lain paru-paru, jantung, ginjal,

diafragma, lambung, otot polos dan otot lurik.


3. Late : Uterus non gravid dan prostat merupakan organ yang lebih tahan terhadap pembusukan

karena memiliki struktur yang berbeda dengan jaringan yang lain yaitu jaringan fibrousa.
Pada orang yang mengalami obesitas, lemak-lemak tubuh terutama perirenal, omentum dan
mesenterium dapat mencair menjadi cairan kuning yang transluscent yang mengisi rongga badan
diantara organ yang dapat menyebabkan autopsi lebih sulit dilakukan.
Disamping bakteri pembusukan insekta juga memegang peranan penting dalam proses pembusukan
sesudah mati. Beberapa jam setelah kematian lalat akan hinggap di badan dan meletakkan telurtelurnya pada lubang-lubang mata, hidung, mulut dan telinga. Biasanya jarang pada daerah
genitoanal. Bila ada luka ditubuh mayat lalat lebih sering meletakkan telur-telurnya pada luka
11

tersebut, sehingga bila ada telur atau larva lalat didaerah genitoanal ini maka dapat dicurigai adanya
kekerasan seksual sebelum kematian. Telur-telur lalat ini akan berubah menjadi larva dalam waktu
24 jam. Larva ini mengeluarkan enzim proteolitik yang dapat mempercepat penghancuran jaringan
pada tubuh. Larva lalat dapat kita temukan pada mayat kira-kira 36-48 jam pasca kematian.
Berguna untuk memperkirakan saat kematian dan penyebab kematian karena keracunan. Saat
kematian dapat kita perkirakan dengan cara mengukur panjang larva lalat. Penyebab kematian
karena racun dapat kita ketahui dengan cara mengidentifikasi racun dalam larva lalat.
Insekta tidak hanya penting dalam proses pembusukan tetapi meraka juga memberi informasi
penting yang berhubungan dengan kematian. Insekta dapat dipergunakan untuk memperkirakan
saat kematian, memberi petunjuk bahwa tubuh mayat telah dipindahkan dari satu lokasi ke lokasi
lainnya, memberi tanda pada badan bagian mana yang mengalami trauma, dan dapat dipergunakan
dalam pemeriksaan toksikologi bila jaringan untuk specimen standart juga sudah mengalami
pembusukan.
Aktifitas pembusukan sangat optimal pada temperatur berkisar antara 70- 100F (21,1-37,8C)
aktifitas ini dihambat bila suhu berada dibawah 50F(10C) atau pada suhu diatas 100F (lebih dari
37,8C). Bila mayat diletakkan pada suhu hangat dan lembab maka proses pembusukan akan
berlangsung lebih cepat. Sebaliknya bila mayat diletakkan pada suhu dingin maka proses
pembusukan akan berlangsung lebih lambat. Pada mayat yang gemuk proses pembusukan
berlangsung lebih cepat dari pada mayat yang kurus. Pembusukan berlangsung lebih cepat karena
kelebihan lemak akan menghambat hilangnya panas tubuh dan pada mayat yang gemuk memiliki
darah yang lebih banyak, yang merupakan media yang baik untuk perkembangbiakkan organisme
pembusukan.
Pada bayi yang baru lahir hilangnya panas tubuh yang cepat menghambat pertumbuhan bakteri
disamping pada tubuh bayi yang baru lahir memang terdapat sedikit bakteri sehingga proses
pembusukan berlangsung lebih lambat. Proses pembusukan juga dapat dipercepat dengan adanya
septikemia yang terjadi sebelum kematian seperti peritonitis fekalis, aborsi septik, dan infeksi paru.
Disini gas pembusukan dapat terjadi walaupun kulit masih terasa hangat.
Secara garis besar terdapat 17 tanda pembusukan pada jenazah, yaitu :
1. Wajah membengkak.
2. Bibir membengkak.
3. Mata menonjol.
4. Lidah terjulur.
5. Lubang hidung keluar darah.
6. Lubang mulut keluar darah.
7. Lubang lainnya keluar isinya seperti feses (usus), isi lambung, dan partus (gravid).
8. Badan gembung.
9. Bulla atau kulit ari terkelupas.
10. Aborescent pattern / morbling yaitu vena superfisialis kulit berwarna kehijauan.
11. Pembuluh darah bawah kulit melebar.
12. Dinding perut pecah.
13. Skrotum atau vulva membengkak.
14. Kuku terlepas.
15. Rambut terlepas.
16. Organ dalam membusuk.
17. Larva lalat.
Pembusukan dipengaruhi oleh beberapa faktor interinsik diatas, selain itu juga dipengaruhi oleh
faktor ekstrinsik antara lain kelembaban udara dan medium di mana mayat berada. Semakin lembab
udara di sekeliling mayat maka pembusukan lebih cepat berlangsung, sedangkan pembusukan pada
12

medium udara lebih cepat dibandingkan medium air dan pembusukan pada medium air lebih cepat
dibandingkan pada medium tanah.
Pada keadaan tertentu tanda-tanda pembusukan tersebut tidak dijumpai, namun yang ditemui adalah
modifikasi pembusukan.
4. Mumifikasi

Mumifikasi dapat terjadi karena proses dehidrasi jaringan yang cukup cepat sehingga terjadi
pengeringan jaringan yang selanjutnya dapat menghentikan pembusukan. Proses mumufikasi terjadi
bila keadaan disekitar mayat kering, kelembaban rendah, suhunya tinggi dan tidak ada kontaminasi
dengan bakteri. Terjadinya beberapa bulan sesudah mati dengan tanda-tanda sebagai berikut mayat
menjadi kecil, kering, mengkerut atau melisut, warna coklat kehitaman, kulit melekat erat dengan
tulang di bawahnya, tidak berbau, dan keadaan anatominya masih utuh.
5. Saponifikasi

Saponifikasi dapat terjadi pada mayat yang berada di dalamsuasana hangat, lembab atau basah.
Terjadi karena proses hidrolisis dari lemak menjadi asam lemak. Selanjutnya asam lemak yang tak
jenuh akan mengalami dehidrogenisasi menjadi asam lemak jenuh dan kemudian bereaksi dengan
alkali menjadi sabun yang tak larut. Terbentuk pertama kali pada lemak superfisial bentuk bercak,
di pipi, di payudara, bokong bagian tubuh atau ekstremitas. Terjadinya saponikasi memerlukan
waktu beberapa bulan dan dapat terjadi pada setiap jaringan tubuh yang berlemak dengan tandatanda berwarna keputihan dan berbau tengik seperti minyak kelapa.
6. Penurunan suhu tubuh mayat/algor mortis

Pada saat sel masih hidup ia akan selalu menghasilkan kalor dan energi. Kalor dan energi ini
terbentuk melalui proses pembakaran sumber energi seperti glukosa, lemak, dan protein. Sumber
energi utama yang digunakan adalah glukosa. Satu molekul glukosa dapat menghasilkan energi
sebanyak 36 ATP yang nantinya digunakan sebagai sumber energi dalam berbagai hal seperti
transport ion, kontraksi otot dan lain-lain. Energi sebanyak 36 ATP hanya menyusun sekitar 38%
dari total energi yang dihasilkan dari satu molekul glukosa (gambar II.1). Sisanya sebesar 62%
energi yang dihasilkan inilah yang dilepaskan sebagai kalor atau panas.

13

Gambar III. Metabolisme Glukosa


Sesudah mati, metabolisme yang menghasilkan panas akan terhenti sehingga suhu tubuh akan turun
menuju suhu udara atau medium di sekitarnya. Penurunan ini disebabkan oleh adanya proses
radiasi, konduksi, dan pancaran panas. Proses penurunan suhu pada mayat ini biasa disebut algor
mortis. Algor mortis merupakan salah satu perubahan yang dapat kita temukan pada mayat yang
sudah berada pada fase lanjut post mortem.
Pada beberapa jam pertama, penurunan suhu terjadi sangat lambat dengan bentuk sigmoid. Hal ini
disebabkan ada 2 faktor, yaitu :
1. Masih adanya sisa metabolisme dalam tubuh mayat, yakni karena masih adanya proses

glikogenolisis dari cadangan glikogen yang disimpan di otot dan hepar (gambar II.2).
2. Perbedaan koefisien hantar sehingga butuh waktu mencapai tangga suhu.

14

Gambar IV. Glikogenolisis


Pada jam-jam pertama penurunannya sangat lambat tetapi sesudah itu penurunan menjadi lebih
cepat dan pada akhirnya menjadi lebih lambat kembali. Jika dirata-rata maka penurunan suhu
tersebut antara 0,9 sampai 1 derajat celcius atau sekitar 1,5 derajat Fahrenheit setiap jam, dengan
catatan penurunan suhu dimulai dari 37 derajat Celcius atau 98,4 derajat Fahrenheit sehingga
dengan dapat dirumuskan cara untuk memperkirakan berapa jam mayat telah mati dengan rumus
(98,4oF - suhu rectal oF) : 1,5oF. Pengukuran dilakukan per rectal dengan menggunakan
thermometer kimia (long chemical thermometer).
Terdapat dua hal yang mempengaruhi cepatnya penurunan suhu mayat ini yakni:
a.

Faktor internal
-

Suhu tubuh saat mati

Sebab kematian, misalnya perdarahan otak dan septikemia, mati dengan suhu tubuh tinggi. Suhu
tubuh yang tinggi pada saat mati ini akan mengakibatkan penurunan suhu tubuh menjadi lebih
cepat. Sedangkan, pada hypothermia tingkat penurunannya menjadi sebaliknya.
-

Keadaan tubuh mayat

Konstitusi tubuh pada anak dan orang tua makin mempercepat penurunan suhu tubuh mayat. Pada
mayat yang tubuhnya kurus, tingkat penurunannya menjadi lebih cepat.
b.

Faktor Eksternal
-

Suhu medium
15

Semakin besar selisih suhu antara medium dengan mayat maka semakin cepat terjadinya penurunan
suhu. Hal ini dikarenakan kalor yang ada di tubuh mayat dilepaskan lebih cepat ke medium yang
lebih dingin.
- Keadaan udara di sekitarnya
Pada udara yang lembab, tingkat penurunan suhu menjadi lebih besar. Hal ini disebabkan karena
udara yang lembab merupakan konduktor yang baik. Selain itu, Aliran udara juga makin
mempercepat penurunan suhu tubuh mayat
- Jenis medium
Pada medium air, tingkat penurunan suhu menjadi lebih cepat sebab air merupakan konduktor panas
yang baik sehingga mampu menyerap banyak panas dari tubuh mayat.
- Pakaian mayat
Semakin tipis pakaian yang dipakai maka penurunan suhu mayat semakin cepat. Hal ini
dikarenakan kontak antara tubuh mayat dengan suhu medium atau lingkungan lebih mudah.
Entomologi Forensik
Entomologi forensik merupakan salah satu cabang dari sains forensik yang memberikan informasi
mengenai serangga yang digunakan untuk menarik kesimpulan ketika melakukan investigasi yang
berhubungan dengan kasus-kasus hukum yang berkaitan dengan dengan manusia atau satwa
(Gaensslen, 2009; Gennard, 2007).
Dalam kasus entomologi forensik, Gomes et al. (2006) menyatakan bahwa lalat merupakan
invertebrata primer yang mendekomposisi komponen organik pada hewan termasuk juga mayat
manusia. Pada saat lalat mengambil materi organik yang ada di dalam tubuh mayat, maka lalat
tersebut akan memindahkan telur yang akan berkembang menjadi larva dan pupa (Sukontason et al.,
2007). Adanya berbagai perubahan dari berbagai jenis lalat dan serangga lain akan menimbulkan
suatu komunitas dalam mayat yang secara ekologi dan evolusi akan terjadi proses kompetisi,
predasi, seleksi, penyebaran dan kepunahan lokal dalam tubuh mayat tersebut (Hangeveld, 1989).
Amendt et al. (2004a) menyebutkan bahwa ada empat kategori secara ekologi untuk
mengidentifikasi suatu komunitas pada bangkai/mayat, antara lain:
1. Adanya spesies necrophagous yang memakan bangkai/mayat.

2. Adanya predator dan parasit pada terhadap spesies necrophagous yang memakan serangga atau
golongan Arthropoda yang lain. Terkadang juga ditemukan spesies Schizophagous, yakni
spesies yang hadir untuk memakan pada saat pertama kali, namun akan menjadi predator pada
tahap larva.
3. Adanya spesies omnivora seperti semut, lebah, dan beberapa jenis kumbang yang memakan
baik pada bangkai maupun pada koloni serangga yang ada.
4. Adanya spesies lain seperti laba-laba yang menggunakan bangkai/mayat untuk tempat
tinggalnya.

Tahapan Dekomposisi
Peristiwa dekomposisi melibatkan berbagai aspek selain faktor biotik, yakni faktor abiotik yang
meliputi parameter fisik seperti temperatur, kelembaban, dan lain-lain. Menurut Gennard (2007)
dan Goff (2003), tahapan dekomposisi terdiri dari lima tahap antara lain:
16

Tahap1: fresh stage, tahapan dimulai pada saat kematian dan ditandai adanya tanda
penggelembungan pada tubuh. Serangga yang pertama kali datang adalah lalat dari famili
Calliphoridae dan Sarcophagidae. Lalat betina akan meletakkan telurnya di daerah yang terbuka
seperti daerah kepala (mata, hidung, mulut, dan telinga).
Tahap 2: bloated stage, merupakan tahapan pembusukan yang sedang dimulai. Gas yang
dihasilkan oleh aktivitas metabolisme bakteri anaerob menyebabkan penggelembungan pada pada
perut mayat. Selanjutnya suhu internal naik selama tahapan ini sebagai akibat dari aktivitas bakteri
pembusuk dan aktivitas metabolime dari larva lalat. Lalat dari famili Calliphoridae sangat tertarik
pada mayat selama tahapan ini. Kemudian selama mengembang akibat adanya gas, cairan dalam
tubuh terdorong keluar dari lubang-lubang tubuh dan meresap ke dalam tanah. Cairan tersebut
tersusun oleh senyawa seperti amonia yang dihasilkan oleh aktivitas metabolisme dari larva lalat
sehingga akan menyebabkan tanah di bawah mayat itu untuk menjadi alkali (basa) dan fauna tanah
menjadi tertarik untuk menuju ke mayat.
Tahap 3: decay stage, tahapan ini ditandai adanya kerusakan kulit dan mengakibatkan gas keluar
dari tubuh. Larva lalat membentuk gerombolan yang besar pada mayat. Meskipun beberapa
serangga predator, seperti kumbang, tawon, dan semut, pada tahap bloated stage, serangga
necrophagous dan predator dapat diamati dalam jumlah besar menjelang tahapan ini berakhir. Pada
akhir tahap ini, lalat dari famili Calliphoridae dan Sarcophagidae telah menyelesaikan
perkembangan siklusnya dan meninggalkan mayat untuk menjadi pupa. Pada akhir tahap ini, larva
lalat akan menghilang dari jaringan tubuh pada mayat.
Tahap 4: postdecay stage, pada tahap ini sisa-sisa tubuh seperti kulit, kartilago dan usus sudah
mengalami pembusukan. Selanjutnya sisa jaringan tubuh yang masih ada akan mengering. Indikator
pada tahap ini adalah hadirnya kumbang dan berkurangnya dominansi lalat di dalam tubuh mayat.
Tahap 5: skeletal stage, pada tahap ini hanya tersisa tulang belulang dan rambut. Tahapan ini
tidak jelas serangga apa saja yang hadir. Pada kasus tertentu, kumbang dari famili Nitidulidae
terkadang ditemukan. Tubuh mayat sudah mengalami akhir dari dekomposisi.

Estimasi Waktu Kematian


Ahli entomologi forensik sering memeriksa bukti serangga pada mayat manusia dan menetukan
berapa lama serangga tersebut berada di mayat. Periode waktu tersebut di interpretasikan dalam
postmortem interval (PMI) atau waktu sejak kematian. Analsis PMI terbagi menjadi dua,
yakni precolonization interval (pre-CI) dan postcolonization interval(post-CI).
Adapun penjelasan masing-masing interval tertera pada Gambar 4 (Tomberlin et al., 2011).

17

Gambar V. Fase entomologikal pada proses dekomposisi vertebrata (Tomberlin et al., 2011).
Pada Gambar V tersebut menggambarkan periode kolonisasi dan aktivitas serangga pada mayat.
Adapun perubahan-perubahan pada mayat manusia setelah mengalami kematian disajikan pada
Tabel 1. Pola-pola peruabahan pada Tabel 1 dapat digunakan untuk mengetahui estimasi waktu
kematian pada manusia. Selain itu, untuk waktu kematian berdasarkan perkembangan serangga
disajikan pada Gambar 5. Contoh pada Gambar 5 tersebut adalah menentukan waktu kematian
berdasarkan siklus hidup serangga Protophormia terraenovae.
Tabel 1. Perubahan postmortem pada tubuh manusia (pada suhu 21C dan kelembaban 30%)
(Amendt etal., 2004a).

18

Gambar VI. Kurva pertumbuhan Protophormia terraenovae mulai dari larva, pupa, dan dewasa
(adult) pada suhu 15, 20, 25, 30and 35C (Amendt et al., 2004a).
Untuk mengukur waktu kematian dapat digunakan suhu yang dibutuhkan oleh serangga untuk
hidup. Serangga merupakan hewan poikilotermik atau hewan yang suhu tubuh dan aktivitas
metabolismenya dipengaruhi oleh lingkungan. Serangga menggunakan energi panas (thermal unit)
untuk pertumbuhan dan perkembangnya. Sehingga kebutuhan energi selama masa hidupnya dapat
dikalkulasi. Thermal unit disebut juga hari derajat (degree days D ) yang mana nilai D dapat
ditambahkan bersamaan yang akan menghasilkan nilai accumulated degree days (ADD). Jika
periode thermal unit pendek maka bisa digunakan accumulated degree hours (ADH). Dari peristiwa
tersebut, maka waktu kematian dpat dihitung dengan menggunakan rumus:

ADH= Waktu(hours) (temperatur - temperatur basal)


ADD= Waktu(days) (temperatur - temperatur basal)

Waktu yang digunakan adalah waktu tahapan perkembangan serangga yang dapat diketahui dari
literatur yang sudah ada. Sementara temperatur yang digunakan adalah temperatur lingkungan yang
bisa diperoleh melalui stasium badan meteorologi. Sementara temperatur basal adalah temperatur
fisiologi terendah yang setiap serangga memiliki nilai temperatur yang berbeda- beda

Sebagai contoh ditemukan larva instar III dari spesies Calliphora vicina yang periode waktunya
selama 68 jam. Kemudian suhu lingkungan adalah 26,7C dan tempertur basalnya adalah 2C.
Sehingga akan diperoleh nilai:

ADH = 68 (26,7 2) = 1679,6


ADD =1679,6/24 = 7

Dari perhitungan tersebut dapat diperkirakan waktu kematiannya adalah 7 hari (Gennard, 2007).

19

L.I 2 Memahami dan menjelaskan kasus pembunuhan bayi


Definisi
Infanticide atau pembunuhan anak adalah pembunuhan yang dilakukan oleh seorang ibu dengan
atau tanpa bantuan orang lain terhadap bayinya pada saat dilahirkan atau beberapa saat sesudah
dilahirkan, oleh karena takut diketahui orang lain bahwa ia telah melahirkan anak.
Undang-Undang yang Berhubungan Dengan Infanticide

Pasal 341 KUHP

Seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak
lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam karena membunuh anaknya
sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

Pasal 342 KUHP

Seorang ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan bahwa ia
akan melahirkan anak, pada saat akan dilahirkan atau tidak lama kemudian merampas nyawa
anaknya, diancam karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan rencana, dengan pidana
penjara paling lama sembilan tahun.

Pasal 343 KUHP

Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang, bagi orang lain yang turut serta
melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan anak dengan rencana.
Dengan demikian, pada kasus pembunuhan anak terdapat tiga unsur yang penting, yaitu:
1. Pelaku

:Pelaku haruslah ibu kandung korban.

2. Motif

:Motif atau alasan pembunuhan adalah karena takut ketahuan telah melahirkan anak.

20

3. Waktu

:Pembunuhan dilakukan segera setelah anak dilahirkan atau tidak beberapa lama
kemudian, yang dapat diketahui dari ada tidaknya tanda-tanda perawatan.

Hal-hal yang Perlu Ditentukan pada Infanticide


Dalam kasus infanticide, hal-hal yang harus ditentukan atau yang perlu dijelaskan dokter dalam
pemeriksaannya adalah:
Berapa umur bayi dalam kandungan, apakah sudah cukup bulan untuk dilahirkan.
Apakah bayi lahir hidup atau sudah mati saat dilahirkan.
Bila bayi lahir hidup, berapa umur bayi sesudah lahir.
Apakah bayi sudah pernah dirawat.
Apakah penyebab kematian bayi.
Untuk menjawab kelima hal di atas, diperlukan pemeriksaan yang lengkap, yaitu pemeriksaan luar
dan pemeriksaan dalam (autopsi) pada tubuh bayi serta bila perlu melakukan pemeriksaan
tambahan seperti pemeriksaan mikroskopis pada jaringan paru (patologi anatomi) dan
pemeriksaan test apung paru.

Umur janin dalam kandungan


Untuk mengetahui apakah anak tersebut cukup bulan dalam kandungan (matur) atau belum cukup
bulan dalam kandungan (prematur), dapat diketahui dari pemeriksaan sebagai berikut:
1. Pengukuran lingkar kepala, lingkar dada, panjang badan dan berat badan: dimana yang

mempunyai nilai tinggi adalah lingkar kepala dan tinggi atau panjang badan.
Panjang badan diukur dari tumit hingga vertex (puncak kepala). Bayi dianggap cukup bulan
jika:
Panjang badan di atas 45 cm.
Berat badan 2500 3500 gram.
Lingkar kepala lebih dari 34 cm.
Infanticide, bila umur janin 7 bulan dalam kandungan oleh karena pada umur ini janin telah
dapat hidup di luar kandungan secara alami tanpa bantuan beralatan. Umur janin di bawah 7
bulan termasuk kasus abortus
Untuk menentukan umur bayi dalam kandungan, ada rumus empiris yang dikemukakan oleh De
Haas, yaitu menentukan umur bayi dari panjang badan bayi.

Untuk bayi (janin) yang berumur di bawah 5 bulan, umur sama dengan akar pangkat dua
dari panjang badan. Jadi bila dalam pemeriksaan didapati panjang bayi 20 cm, maka taksiran
umur bayi adalah 20 yaitu antara 4 sampai 5 bulan dalam kandungan atau lebih kurang 20
22 minggu kehamilan.

Untuk janin yang berumur di atas 5 bulan, umur sama dengan panjang badan (dalam cm)
dibagi 5 atau panjang badan (dalam inchi) dibagi 2.

2. Keadaan ujung-ujung jari: apakah kuku-kuku telah melewati ujung jari seperti anak yang

dilahirkan cukup bulan atau belum. Garis-garis telapak tangan dan kaki dapat juga digunakan,
karena pada bayi prematur garis-garis tersebut masih sedikit.

21

3. Keadaan genitalia eksterna: bila telah terjadi descencus testiculorum maka hal ini dapat

diketahui dari terabanya testis pada scrotum, demikian pula halnya dengan keadaan labia
mayora apakah telah menutupi labia minora atau belum; testis yang telah turun serta labia
mayora yang telah menutupi labia minora terdapat pada anak yang dilahirkan cukup bulan
dalam kandungan si-ibu. Hal tersebut di atas dapat diketahui bila bayi segar, tetapi bila bayi
telah busuk, labia mayora akan terdorong keluar.

4. Pusat-pusat penulangan: khususnya pada tulang paha (os. femur), mempunyai arti yang cukup

penting di dalam membantu perkiraan apakah anak dilahirkan dalam keadaan cukup bulan atau
tidak; bagian distal dari os. femur serta bagian proksimal dari os. tibia akan menunjukkan pusat
penulangan pada umur kehamilan 36 minggu, demikian pula pusat penulangan pada os.
cuboideum dan os. cuneiforme, sedangkan os. talus dan os. calcaneus pusat penulangannya akan
tampak pada umur kehamilan 28 minggu.

Cara melihat pusat penulangan pada femur:


Tungkai bawah difleksikan semaksimal mungkin, lalu dibuat insisi melintang pada lutut. Setelah
patella disingkirkan, dibuat irisan transversal pada ujung distal femur setipis mungkin ke aras
proksimal femur sampai terlihat pusat penulangan yang berwarna kemerahan.
Demikian pula cara untuk melihat pusat penulangan pada ujung proksimal tibia. Pada tulang talus,
kalkaneus dan kuboid, pusat penulangan dapat dilhat dengan membuat insisi antara jari ke-3 dan ke4 ke arah belakang/tumit. Insisi akan melewati ketiga tulang ini. Lalu tulang tersebut diiris tipistipis sampai terlihat pusat penulangannya. Pusat penulangan berbentuk oval, warna merah dengan
diameter + 0,5 cm.
Hubungan umur bayi dengan pusat penulangan:
Kalkaneus, umur bayi 5 6 bulan.
Talus, umur bayi 7 bulan.
Kuboid, umur bayi 9 bulan.
Distal femur, umur bayi 9 bulan.
Proksimal tibia, umur bayi 9 bulan.
Apakah bayi lahir hidup atu sudah mati saat dilahirkan.
Penentuan apakah seorang anak itu dilahirkan dalam keadaan hidup atau mati, dapat dilakukan
dengan pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam.

Pemeriksaan luar

Pada bayi yang lahir hidup, pada pemeriksaan luar tampak dada bulat seperti tong . biasanya tali
pusat masih melengket ke perut, berkilat dan licin. Kadang-kadang placenta juga masih bersatu
dengan tali pusat. Warna kulit bayi kemerahan.

Pemeriksaan dalam

Insisi pada autopsi sedikit berbeda dengan orang dewasa. Insisi pada bayi dimulai dari perut agar
terlihat letak sekat rongga dada (diaphragma).
22

Penentuan apakah seorang anak itu dilahirkan dalam keadaan hidup atau mati, pada dasarnya adalah
sebagai berikut:
1. Adanya udara di dalam paru-paru.
2. Adanya udara di dalam lambung dan usus,
3. Adanya udara di dalam liang telinga bagian tengah, dan
4. Adanya makanan di dalam lambung.
Paru-paru yang sudah mengembang karena terisi udara pernafasan dapat diketahui dari ciri-ciri
seperti tersebut di bawah ini yaitu:
memenuhi rongga dada sehingga menutupi sebagian kandung jantung,
berwarna merah unggu atau merah muda, dan tidak homogen,
memberikan gambaran mozaik atau seperti marmer karena adanya berbagai tingkatan aerasi
atau pengisian udara dan darah,
tepi paru-paru tumpul,
pada perabaan teraba derik udara (krepitasi), yang bila perabaan ini dilakukan atas
sepotong kecil jaringan paru yang dibenamkan dalam air akan tampak gelembunggelembung udara,
pada pemotongan jaringan paru, bila dipencet terlihat keluar darah bercampur buih,
pemeriksaan mikroskopik (patologi anatomi) yang hanya dilakukan pada keadaan
tertentu saja (meragukan), akan memperlihatkan adanya pengelembungan dari alveoli yang
cukup jelas (seperti sarang tawon).
Untuk menentukan apakah bayi pernah bernafas dapat dilakukan test hydrostatik atau
test apung paru (docimacia pulmonum hydrostatica), akan memberikan hasil yang
positif. Pemeriksaan ini berdasarkan fakta bahwa berat jenis paru-paru yang belum bernafas
berkisar antara 1.040 1.056, sedangkan paru-paru yang sudah bernafas 0,940 akibat udara
pernafasan telah memasuki alveoli. Oleh karena itu paru-paru yang belum bernafas akan
tenggelam sedangkan yang sudah bernafas akan mengapung.
Pada bayi yang telah mengalami pembusukan lanjut, pemeriksaan ini tidak berguna lagi. Bila masih
baru mengalami pembusukan, test apung paru ini masih bisa dipakai, karena udara pembusukan
akan keluar bila jaringan paru-paru ditekan, sedangkan udara pernafasan dalam alveoli tetap disana,
atu hanya sedikit yang keluar.
Cara melakukan test apung paru adalah sebagai berikut:
Keluarkan paru-paru dengan mengangkatnya mulai dari trachea sekalian dengan jantung dan timus.
Kesemuanya ditaruh dalam baskom berisi air. Bila terapung artinya paru-paru telah terisi udara
pernafasan.
Untuk memeriksa lebih jauh, pisahkan paru-paru dari jantung dan timus, dan kedua belah paru juga
dipisahkan. Bila masih terapung, potong masing-masing paru-paru menjadi 12 20 potonganpotongan kecil. Bagian-bagian ini diapungkan lagi. Bagian kecil paru ini ditekan dipencet dengan
jari di bawah air. Bila telah bernafas, gelembung udara akan terlihat dalam air. Bila masih
mengapung, bagian kecil paru-paru ditaruh di antara 2 lapis kertas dan dipijak dengan berat badan.
Bila masih mengapung, itu menunjukkan bayi telah bernafas. Sedangkan udara pembusukan akan
keluar dengan penekanan seperti ini, jadi ia akan tenggelam.
Ada beberapa keadaan dimana test ini diragukan hasilnya.
1. Paru-paru sudah berkembang, namun dalam pemeriksaan ternyata tenggelam.

Penyakit: pada edema paru atau pemadatan karena bronkopneumonia atau lues (sifilis).
Tetapi biasanya jarang melibatkan kedua bagian paru atau seluruh jaringan paru. Sebagian
23

tetap akan merapung. Lagi pula pemeriksaan ini secara patologi anatomi akan menegaskan
adanya penyakit tersebut.

Atelektase paru. Biasanya jarang terjadi.

2. Paru-paru yang belum berfungsi (bayi belum bernafas), tetapi pada pemeriksaan mengapung:

Telah terjadi proses pembusukan. Ini mudah dikenal karena proses pembusukan pada daerah
lain juga didapati.

Dimasukkan udara secara artifisial. Susah melakukannya, apalagi oleh orang awam.

Adanya udara dalam lambung dan usus merupakan petunjuk bahwa si-anak menelan udara setelah
ia dilahirkan hidup, dengan demikian nilai dari pemeriksaan udara di dalam lambung dan usus ini
sekedar memperkuat saja. Seperti halnya pada pemeriksaan untuk menentukan adanya udara dalam
paru-paru, maka pemeriksaan yang serupa terhadap lambung dan usus baru dapat dilakukan bila
keadaan si-anak masih segar dan belum mengalami proses pembusukan serta tidak mengalami
manipulasi seperti pemberian pernafasan buatan. Caranya adalah dengan mengikat bagian bawah
esofagus di bawah thyroid proksimal dari cardia dan colon, kemudian dilepaskan dari organ
lainnya. Bila yang terapung adalah lambung, hal ini tidak berarti apa-apa. Bila usus yang terapung
berarti bayi telah pernah menelan udara dan ini berarti bayi telah pernah bernafas.
Adanya udara di dalam liang telinga bagian tengah hanya dapat terjadi bila si-anak menelan udara
dan udara tersebut melalui tuba eustachii masuk ke dalam liang bagian tengah. Untuk dapat
mengetahui keadaan tersebut pembukaan liang telinga bagian tengah harus dilakukan di dalam air;
tentunya baru dilakukan pada mayat yang masih segar.
Adanya makann di dalam lambung dari seorang anak yang baru dilahirkan tentunya baru dapat
terjadi pada anak yang dilahirkan hidup dan diberi makan oleh orang lain, dan makanan tidak
mungkin akan dapat masuk ke dalam lambung bila tidak disertai dengan aktivitas atau gerakan
menelan.
Adanya udara di dalam paru-paru, lambung dan usus serta di dalam liang telinga bagian tengah
merupakan petujuk pasti bahwa si-anak yang baru dilahirkan tersebut memang dilahirkan dalam
keadaan hidup. Sedangkan adanya makanan di dalam lambung lebih mengarahkan kepada
kenyataan bahwa si-anak sudah cukup lama dalam keadaan hidup; hal mana bila keadaannya
memang demikian maka si-ibu yang menghilangkan nyawa anak tersebut dapat dikenakan hukuman
yang lebih berat dari ancaman hukuman seperti yang tertera pada pasal 341 dan 342.
Apabila bayi dilahirkan dalam keadaan mati, ada 2 kemungkinan yang harus diperhatikan, yaitu:
1. Still birth, artinya dalam kandungan masih hidup, waktu dilahirkan sudah mati. Ini mungkin

disebabkan perjalanan kelahiran yang lama, atau terjadi accidental strangulasi dimana tali
pusat melilit leher bayi waktu dilahirkan.
2. Dead born child, di sini bayi memang sudah mati dalam kandungan. Bila kematian dalam

kandungan telah lebih dari 2 3 hari akan terjadi maserasi pada bayi. Ini terlihat dari tandatanda:
Bau mayat seperti susu asam.
Warna kulit kemerah-merahan.
Otot-otot lemas dan lembek.
Sendi-sendi lembek sehingga mudah dilakukan ekstensi dan fleksi.
Bila lebih lama didapati bulae berisi cairan serous encer dengan dasar bullae berwarna
kemerah-merahan.
Alat viseral lebih segar daripada kulit.
24

Paru-paru belum berkembang.

Bila bayi lahir hidup, berapa umur bayi sesudah lahir


Apabila bayi tersebut sudah pernah bernafas atau lahir hidup, untuk mengetahui sudah berapa lama
bayi tersebut hidup sebelum dibunuh dengan memperhatikan kulit, kepala dan umbilicus mayat
tersebut.
Pada bayi yang baru lahir, warna kulit merah terang. Adanya vernix caseosa pada ketiak, sela paha
dan leher. Vernix akan menghilang setelah dua hari lalu kulit menjadi gelap dan menjadi normal
kembali.
Setelah 1 minggu, kulit akan mengelupas, terutama di bagian abdomen kulit akan mengelupas
setelah 3 hari. Caput succedaneum akan menghilang setelah 24 jam sampai 2 3 hari setelah
dilahirkan. Setelah 2 jam kelahiran, terdapat bekuan darah pada ujung pemotongan tali pusat. Dua
belas jam kemudian akan mengering. Setelah 36 48 jam terbentuk cincin peradangan pada
pangkal tali pusat. Tali pusat mengering setelah 2 3 hari. Enam sampai tujuh hari tali pusat akan
lepas membentuk cicatriks. Tali pusat akan sembuh sempurna lebih kurang 15 hari.
Feses bayi juga dapat membantu menentukan sudah berapa lama bayi hidup. Feses bayi yang baru
lahir disebut meconium, biasa dikeluarkan dari usus setelah 24 28 jam, tetapi kadang kala bisa
lebih lama.
Apakah terdapat tanda-tanda perawatan.
Penentuan ada tidaknya tanda-tanda perawatan sangat penting artinya dalam kasus pembunuhan
anak, oleh karena dari sini dapat diduga apakah kasus yang dihadapi memang benar kasus
pembunuhan anak seperti apa yang dimaksud oleh undang-undang, atau memang kasus lain yang
mengancam hukuman yang berbeda.
Adanya tanda-tanda perawatan menunjukkan telah ada kasih sayang dari si-ibu dan bila dibunuhnya
tidak lagi termasuk kasus infanticide, tetapi termasuk kasus pembunuhan biasa.
Adapun anak yang baru dilahirkan dan belum mengalami perawatan dapat diketahui dari tandatanda sebagai berikut:
Tubuh masih berlumuran darah,
Ari-ari (placenta), masih melekat dengan tali pusat dan masih berhubungan dengan pusar
(umbilicus),
Bila ari-ari tidak ada, maka ujung tali pusat tampak tidak beraturan, hal ini dapat diketahui
dengan meletakkan ujung tali pusat tersebut ke permukaan air,
Adanya lemak bayi (vernix caseosa), pada daerah dahi serta di daerah yang mengandung
lipatan-lipatan kulit, seperti daerah lipat ketiak, lipat paha dan bagian belakang bokong.
Pada seorang anak yang telah mendapat perawatan tentunya akan memberikan gambaran yang jelas,
dimana tubuhnya sudah dibersihkan, tali pusat telah dipotong dan diikat, daerah-daerah lipatan kulit
telah dibersihkan dari lemak bayi dan tidak jarang si-anak telah diberi pakaian atau pembungkus
agar tubuhnya menjadi hangat.
Apakah penyebab kematian bayi.
Penyebab kematian bayi dapat diketahui bila dilakukan autopsi, dari autopsi tersebut dapat
ditentukan apakah bayi tersebut lahir mati, mati secara almiah, akibat kecelakaan atau akibat
pembunuhan.
Penyebab kematian alamiah antara lain:
Prematuritas.
25

Kelainan kongenital, misalnya: sifilis, jantung.


Perdarahan / trauma lahir.
Kelainan bentuk / anatomi, misalnya: anecephalus.
Kelainan plasenta, misalnya: plasenta previa.
Erythroblastosis foetalis dan lain-lain.

Penyebab kematian akibat kecelakaan dapat terjadi di waktu lahir atau sesudah lahir. Pada waktu
proses kelahiran, kematian dapat terjadi karena partus yang lama, prolaps tali pusat, terlilitnya tali
pusat. Beberapa saat sebelum dilahirkan, misalnya: trauma pada perut ibu hamil akibat tersepak,
jatuh dari tempat yang tinggi, dan lain-lain.
Kematian yang diakibatkan oleh tindakan kriminal atau pembunuhan, dilakukan dengan
mempergunakan kekerasan atau memberi racun terhadap bayi tersebut. Cara yang digunakan untuk
membunuh anak antara lain:
Pembekapan, menutup hidung dan mulut dengan telapak tangan, menekan dengan bantal,
selimut dan lain-lain.
Penekanan dada, sehingga mengganggu pergerakan pernafasan.
Dengan menjerat leher bayi (strangulasi). Kadang-kadang dengan memakai tali pusat.
Dengan menenggelamkan bayi.
Menusuk fontanella, epicanthus mata, ubun-ubun besar, ubun-ubun kecil, jantung, sumsum
tulang dengan menggunakan jarum atau peniti.
Memukul kepala bayi atau melintir kepala bayi.
Memberi obat-obatan, seperti: opium, arsen dan lain-lain misalnya dengan mengoleskan
opium di sekitar putting susu, lalu diisap oleh bayi tersebut.
Begitu bayi lahir, dibungkus dan dimasukkan ke dalam kotak kemudian dibuang.
Cara atau metode yang banyak dijumpai untuk melakukan tindakan pembunuhan anak adalah cara
atau metode yang menimbulkan mati lemas (asfiksia) seperti: penjeratan, pencekikan dan
pembekapan serta pembenaman ke dalam air. Adapun cara atau metode yang lain seperti menusuk
atau memotong serta melakukan kekerasan dengan benda tumpul relatif lebih jarang dijumpai.
Dengan demikian pada kasus yang diduga merupakan kasus pembunuhan anak, yang harus
diperhatikan adalah:
-

Adanya tanda-tanda mati lemas: sianosis pada bibir dan ujung-ujung jari, bintik-bintik
perdarahan pada selaput biji mata dan selaput kelopak mata serta jaringan longgar lainnya,
lebam mayat yang lebih gelap dan luas, busa halus berwarna putih atau putih kemerahan
yang keluar dari lubang hidung dan atau mulut serta tanda-tanda bendungan pada alat-alat
dalam.

Keadaan mulut dan sekitarnya: adanya luka lecet tekan dibibir atau sekitarnya yang tidak
jarang berbentuk bulan sabit, memar pada bibir bagian dalam yang berhadapan dengan
gusi, serta adanya benda-benda asing seperti gumpalan kertas koran atau kain yang
mengisi rongga mulut.

Keadaan di daerah leher dan sekitarnya: adanya luka lecet tekan yang melingkari sebagian
atau seluruh bagian leher yang merupakan jejas jerat sebagai akibat tekanan yang
ditimbulkan oleh alat penjerat yang dipergunakan, adanya luka-luka lecet kecil-kecil yang
seringkali berbentuk bulan sabit yang diakibatkan oleh tekanan dari ujung kuku sipencekik, adanya luka-luka lecet dan memar yang tidak beraturan yang dapat terjadi akibat
tekanan yang ditimbulkan oleh ujung-ujung jari si-pencekik.

Adanya luka-luka tusuk atau luka sayat pada daerah leher, mulut atau bagian tubuh
lainnya, dimana menurut literatur ada satu metode yang dapat dikatakan khas yaitu
26

tusukan benda tajam pada langit-langit sampai menembus ke rongga tengkorak yang
dikenal dengan nama tusukan bidadari.
-

Adanya tanda-tanda terendam seperti: tubuh yang basah dan berlumpur, telapak tangan
dan telapak kaki yang pucat dan keriput (washer woman`s hand), kulit yang
berbintil-bintil (cutis anserina) seperti kulit angsa, serta adanya benda-benda asing
terutama di dalam saluran pernafasan (trakhea), yang dapat berbentuk pasir, lumpur,
tumbuhan air atau binatang air.

Diagnosis Banding Infanticide


Abortus

a.

Abortus adalah keguguran atau berakhirnya kehamilan sebelum bayi dapat hidup sendiri di luar
kandungan. Batasan umur kandungan adalah 28 minggu dan berat badan bayi yang keluar kurang
dari 1000 gram.
Tanda-tanda bayi yang aviable atau tidak sanggup hidup di luar kandungan adalah: (1) umur
kehamilan kurang dari 28 minggu, (2) panjang badan bayi kurang dari 35 cm, (3) berat badan bayi
kurang dari 1000 gram, (4) lingkar kepala kurang dari 32 cm.
Partus presipitatus

b.

Partus presipitatus adalah persalinan deras atau kebrojolan. Pada waktu partus presipitatus dapat
terjadi: (1) inversio uteri, (2) robekan tali pusat, (3) luka-luka pada kepala bayi, (4) perdarahan di
bawah kulit kepala, perdarahan di dalam tengkorak.
Partus presipitatus ini dapat terjadi dimana-mana, di dalam rumah atau di luar lumah, di WC,
sedang berjalan, dan sebagainya. Pembuktian partus presipitatus terkadang sukar untuk dilakukan
dan memerlukan pemeriksaan setempat.

L.I 3 Memahami dan menjelaskan kasus pemerkosaan


Kronologis Pemeriksaan Kasus Kejahatan Seksual:
Informed consent

I.

II. Anamnesa Pasien :

Umum :
Umur, tempat/tanggal lahir, status perkawinan, siklus haid
Penyakit kelamin/penyakit kandungan/penyakit lain
Apa pernah bersetubuh
Kapan persetubuhan terakhir
Apakah memakai kondom

Khusus:
Waktu kejadian, tanggal, jam, tempat kejadian
Apakah korban melawan
Apakah korban pingsan
Apa ada penetrasi dan ejakulasi
Apa setelah kejadian korban mencuci, mandi, atau ganti pakaian

III. Memeriksa pakaian


Robekan
27

Kancing putus
Bercak darah
Air mani
Lumpur
Rapi atau tidak

IV. Memeriksa tubuh korban

Umum
Penampilan
Keadaan emosional
Tanda bekas hilang kesadaran
Tanda needle mark
Tanda kekerasan
Tanda perkembangan alat kelamin sekunder, pupil, reflex cahaya, TB, BB, TD, keadaan
jantung, paru, abdomen
Adakah trace evidence pada tubuh korban

Khusus
Rambut kemaluan yang saling melekat karena air mani mengering gunting
Bercak air mani kerok/swab
Vulva tanda kekerasan
Introitus vagina
Selaput dara tentukan orifisium perawan = 2,5cm ; persetubuhan = 9cm
Frenulum labiorum pudenda
Vagina dan cervix

V. Pemeriksaan Laboratorium
Tes Penyaring cairan mani Tes fosfatase asam, visual/taktil, UV
Tes Penentu cairan mani Berberio, Florence, Puranen
Tes Penentu spermatozoa Sediaan langsung, Malascheet Green, Baechii
Tes toksikologi (urin,darah)
Tes kehamilan
Tes kuman Gonorrhea

Pemeriksaan laboratoriun pada kasus kejahatan seksual


Pemeriksaan cairan mani
Semen merupakan cairan agak kental, berwarna putih kekuningan, keruh dan berbau khas. Dapat
mengandung/ tidak mengandung spermatozoa (pada azospermia). Mengandung spermatozoa, sel-sel
epitel, dan sel-sel lain yang tersuspensi dalam cairan yang disebut plasma seminal yang
mengandung spermin dan beberapa enzim seperti fosfatase asam. Karena kekhasan kandungan zat
ini, zat ini dapat digunakan untuk menentukan apakah suatu cairan atau bercak adalah sperma atua
bukan.
Bahan yang diambil dari tubuh korban:
Cairan mani dalam vagina untuk membuktikan adanya persetubuhan. Swab dilakukan dengan
bantuan spekulum. Dengan cotton but dilakukan swab pada forniks posterior vagina dan permukaan
mulut rahim.
Penentuan ada/ tidaknya spermatozoa
28

Tanpa pewarnaan
Untuk melihat apakah ada spermatozoa yang masih bergerak
Umumnya, dalam 2-3 jam setelah persetubuhan masih dapat ditemukan spermatozoa yang
bergerak dalam vagina. Haid akan memperpanjang sampai 3-4 jam
Cara pemeriksaan: satu tetes lendir vagina diletakan pada kaca obyek, dilihat dengan
pembesaran 500 x serta kondensor diturunkan. Perhatikan gerakan sperma.
Spermatozoa dapat ditemukan 3-6 hari pasca persetubuhan
Dengan pewarnaan
Dibuat sediaan apus dan difiksasi dengan melewatkan gelas sediaan apus tersebut pada
nyala api. Pulas dengan HE, methy lene blue atau malachite green
Malachite green adalalh cara yang mudah dan baik digunakan.
-

Warnai dengan larutan malachite green 1% selama 10-15 menit, lalu cuci dengan air
mengalir dan setelah itu lakukakn counterstain dengan Eosin Yellowish 1% selama 1
menit, terakir cuci lagi dengan air

Terlihat gambaran sperma: kepala (merah), leher( merah muda), ekor (hijau)

Penentuan cairan mani (kimiawi)


Reaksi fosfatase asam
Mendeteksi adanya enzim Fosfatase asam dalam bercak/ cairan
Merupakan reaksi penyaring ada/ tidaknya mani, sehingga kharus dikonfirmasi ulang lagi
dengan menggunakan tes penentu
Cara pemeriksaan : Bahan yang dicurigai ditempelkan pada kertas saringang telah terlebih
dahulu dibasahi dengan akuades selama beberapa menit. Kemudian kertas saring diangkat
dan disemprotkan dengan reagens.
(+) timbul warna ungu dalam waktu 30 detik
(+) palsu dapat ditemukan pada feses, air teh, kontraseptik, sari buah dan tumbuh-tumbuhan.
Reaksi Berberio
Dasar reaksi: menentukan adanya spermin dalam semen
Merupakan reaksi penentu ada/ tidaknya mani
Reagen yang digunakan larutan asam pikrat jenuh
(+) kristal spermin pikrat yang kekuning-kuningan berbentuk jarum dengan ujung tumpul,
kadang-kadang terdapat garis refraksi yang terletak longitudinal
Reaksi florence
Dasar reaksi adalah untuk menentukan ada/ tidaknya kholin.
Cara pemeriksaan: Ekstrak diletakan pada kaca obyek, biarkan mengering, tutup dengan
kaca penutup. Reagen dialirkan dengan pipet dibawah kaca penutup.
(+) kristal kholin-periodida berwarna cokelat, berbentuk jarum dengan ujung sering terbelah.
(+) palsu ekstrak jaringan berbagai organ (putih telur, ekstrak seranggga) akan memberikan
warna serupa.
Pemeriksa bercak mani pada pakaian
Visual

29

Bercak manu berbatas tegas, dan lebih gelap dari sekitarnya, bercak yang sudah agak tua berwarna
agak kekuning-kuningan. Pada bahan tekstil yang tidak menyerap, bercak yang segar akan
menunjukkan permukaan mengkilap dan translusen, kemudian akan mengering.
- Dengan bantuan sinar Ultraviolet bercak semen akan menunjukkan warna putih
- Dengan bantuan lampu wood: dapat ditemukan bercak putih pada kulit/ tubuh
- Taktil
- Bercak mani terasa memberi kesan kaku seperti kanji
Pewarnaan baecchi
Untuk mengetahui adanya spermatozoa pada bercak kain
Dengan jarum diambil 1-2 helai benang, leyakkan pada gelas obyek dan diuraikan sampai
serabut-serabut saling terpisah. Tutup dengan gelas tutup dan balsem kanada, periksa dengan
mikroskop pembesaran 400 kali. Serabut pakaian tidak mengambil warna, spermatozoa
dengan kepala berwarna merah dan ekor merah muda terlihat banyak menempel pada
selaput benang.
Pemeriksaan pria tersangka
Cara lugol
Kaca obyek ditempelkan dan ditekankan pada glans penis, terutama pada bagian kolom,
korona serta frenulum
Kemudian letakkan dengan spesimen menghadap ke bawah dengan specimen menghadap ke
bawah dia atas tempat yang berisi larutan lugol dengan tujuan agar uap iodium akan
mewarnai sediaan tersebut. Hasik + menunjukan sel-sel epitel vagina dengan sitoplasma
berwarna cokelat karena mengandung banyak glikogen.
Untuk memastikan bahwa sel epitel berasal dari seorang wanita, perlu ditentukan adanya
kromatin seks (barr body).
L.I 4 Memahami dan menjelaskan pandangan Islam terhadap pembunuhan
Pembunuhan adalah kegiatan/perbuatan menghilangkan nyawa seseorang baik sengaja maupun
tidak sengaja dengan menggunakan alat mematikan maupun tidak. Membunuh merupakan perbutan
yang dilarang ajaran islam. Karena manusia mempunyai hak hidup yang harus dilindungi dan
dihormati, oleh karena itu membunuh dalam ajaran islam dosa besar, seperti firman Allah SWT :
"Dan janganlah kamu membunuh terhadap jiwa yang diharamkan oleh Allah
melainkan dengan suatu alasan yang benar". ( Qs. al-Isra : 33).
Pembunuhan ada beberaa macam, yaitu :
1. Pembunuhan sengaja

Pembunuh dapat dikatagorikan sebagai pembunuhan sengaja jika memenuhi syaratnya, yaitu : ada
aktivitas membunuh dan ada niat membunuh. Contoh pembunuhan sengaja : membunuh
direncanakan, dll.
2. Pembunuhan seperti sengaja

Syarat pembunuhan ini adalah ada aktivitas membunuh tapi tidak ada niat membunuh, contoh : A
dan B berkelahi di lantai 50, si B mendorong A sampai dia jatuh dari lantai 50.
3. Pembunuhan tidak disengaja

Syaratnya adalah tidak ada aktivitas membunuh (manusia) dan tidak ada pula niat membunuh,
contoh : saat kita berburu kita sudah dapatkan sasarannya, saat kita menembak ternyata senjata yang
kita tembakan meleset sehingga mengenai orang yang ada di sebelahnya.

30

Hukuman untuk tiga jenis pembunuhan ini tentu ada dan semuanya sudah diatur oleh islam. Sanksisanksi itu adalah qisos, diyat mugholadoh, diyat mukhofafah dan tentunya dalam tigs jenis ini
berbeda hukumannya.
a) Qisos (dengan cara dibunuh kembali) diberikan kepada pembunuh sengaja tapi jika keluarga
korban memaafkan diganti dengan diyat mugholadoh (denda berat), terdapat dalam surat QS.
Al-Baqarah :179
b) Diyat mugholadoh untuk pembunuh seperti sengaja dan pembunuh sengaja (jika dimaafkan

keluarga korban) jumlah diyat mugholadoh yang kita bayarkan sudah diatur oleh Islam dan bisa
diangsur selama tiga bulan ,tedapat dalam dalil yang berbunyi :
"Dan dalam melaksanakan hukum tersalah dan seperti sengaja kalau
dengan cambuk dan tongkat ialah seratus ekor unta, empat puluh
diantaranya yang sedang buntung" (dikeluarkan oleh Abu Daud, an-Nasai dan Ibnu
majah) rincianya seperti berikut :
- 30 ekor unta betina berumur 3-4 tahun (hiqqah)
- 30 ekor unta betina berunur 4-5 tahun (jadz'ah)
- 40 ekor unta betina yang sedang mengandung (khilfah)
c) Diyat mukhofafah (denda ringan) untuk pembunuh tidak sengaja sama seperti diyat mugholadoh

yang sudah diatur jumlah dendanya, yaitu 100 ekor unta tapi berbeda pada jenisnya, berikut
rinciannya :
- 20 ekor unta hiqqah
- 20 ekor unta jadz'ah
- 20 ekor anak unta betina
- 20 ekor anak unta jantan,dan
- 20 ekor unta jantan berumur 2-3 tahun
Diyat bagi orang yang membuat kerusakan atau memotong anggota tubuh orang lain
mendapatkan sanksi berupa diyat mukhofafah, lihat rinciannya :
- Wajib membayar diyat penuh jika yang dia potong anggota tubuh berpasangan, seperti : dua
tangan, dua kaki, dll.
- Wajib membayar setengah diyat jika yang dia potong salah satu dari pasangan anggota
tubuh, seperti satu tangan, satu kaki, dll.
Islam melarang umatnya membunuh seseorang manusia atau seekor binatang sekalipun, kalau itu
tidak berdasarkan kebenaran hukumnya. Dalam Islam orang-orang yang halal darah atau boleh
dibunuh karena perintah hukum dengan prosedurnya adalah orang-orang murtad, yaitu orang-orang
Islam yang berpindah agama dari Islam ke agama lainnya, sesuai dengan hadis Rasulullah saw:
Man baddala diynuhu faqtuluwhu (barangsiapa yang menukar agamanya maka bunuhlah dia).
Ketentuan ini dilakukan setelah orang murtad itu diajak kembali ke agama Islam selama batas
waktu tiga hari, kalau selama itu dia tidak juga sadar baru dihadapkan ke pengadilan.
Yang halal darah juga adalah pembunuh, bagi dia berlaku hukum qishash yakni diberlakukan
hukuman balik oleh yang berhak atau negara melalui petugasnya.
Penzina muhshan (yang sudah kawin) adalah satu pihak yang halal darah juga dalam Islam melalui
eksekusi rajam, mengingat jelek dan bahayanya perbuatan dia yang sudah kawin tetapi masih
berzina juga. Semua pihak yang halal darah tersebut harus dieksekusi mengikut prosedur yang telah
ada dan tidak boleh dilakukan oleh seseorang yang tidak punya otaritas baginya.
Selain dari tiga pihak tersebut dengan ketentuan dan prosedurnya masing-masing tidak boleh
dibunuh, sebagaimana firman Allah swt: ...wala taqtulun nafsal latiy harramallahu illa bilhaq...
(...jangan membunuh nyawa yang diharamkan Allah kecuali dengan kebenaran...) (QS. al-Anam:
31

151). Larangan ini berlaku umum untuk semua nyawa baik manusia maupun hewan, kecuali yang
dihalalkan Allah sebagaimana terhadap tiga model manusia di atas tadi atau hewan nakal yang
mengganggu manusia dan hewan yang disembelih dengan nama Allah.
Allah memberi perumpamaan terhadap seorang pembunuh adalah: ...barangsiapa yang membunuh
seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat
kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan
barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara
kehidupan manusia semuanya... (QS. Al-Maidah: 32).

Daftar Pustaka

Bernard Knight.2004.Forensic Phatology: 3rd edition.


Budiyanto.1997. Ilmu Kedokteran Forensik.
DiMaio.2001Forensic Phatology:2nd edition. Florida
http://aceh.tribunnews.com/2013/05/03/pembunuhan-dalam-perspektif-islam
http://www.fk.uwks.ac.id/elib/Arsip/Departemen/Forensik/VetR.pdf
www.fk.uwks.ac.id/elib/Arsip/Departemen/Forensik/TANATOLOGI .pdf
ocw.usu.ac.id/course/download/1110000120.../gis156_slide_tanatologi.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31430/3/Chapter%20II.pdf

32

Anda mungkin juga menyukai