Anda di halaman 1dari 9

Tanatologi

Tanatologi adalah bagian dari Ilmu Kedokteran Forensik yang mempelajari kematian
dan perubahan yang terjadi setelah kematian serta faktor yang mempengaruhi perubahan
tersebut. Dalam tanatologi dikenal beberapa istilah tentang mati, yaitu mati somatis (mati
klinis), mati suri, mati seluler, mati serebral, dan mati otak (mati batang otak).
Mati somatis (mati klinis) terjadi akibat terhentinya fungsi ke tiga sistem penunjang
kehidupan, yaitu susunan saraf pusat, sistem kardiovaskular, dan sistem pernapasan, yang
menetap. Secara klinis tidak ditemukan refleks-refleks, EEG mendatar, nadi tidak teraba,
denyut jantung tidak terdengar, tidak ada gerak pernapasan, dan suara nafas tidak terdengar
pada auskultasi.
Mati suri adalah terhentinya ketiga sistem penunjang kehidupan yang ditentukan
dengan alat kedokteran sederhana. Dengan peralatan kedokteran canggih masih dapat
dibuktikan bahwa ketiga sistem tersebut masih berfungsi. Mati suri sering ditemukan pada
kasus keracunan obat tidur, tersengat aliran listrik, dan tenggelam.
Mati seluler (mati molekuler) adalah kematian organ atau jaringan tubuh beberapa
saat setelah kematian somatis. Daya tahan hidup masing-masing organ atau jaringan berbedabeda, sehingga terjadinya kematian seluler pada tiap organ atau jaringan tidak bersamaan.
Mati serebral adalah kerusakan kedua hemisfer otak yang irriversible kecuali batang
otak dan serebelum, sedangkan kedua sistem lainnya yaitu sistem pernapasan dan
kardiovaskuler masih berfungsi dengan bantuan alat.
Mati otak (mati batang otak) adalah bila terjadi kerusakan seluruh isi neuronal
intrakranial yang irreversible termasuk batang otak dan serebelum. Dengan diketahuinya mati
otak (mati batang otak) maka dapat dikatakan seseorang secara keseluruhan tidak dapat
dinyatakan hidup lagi, sehingga alat bantu dapat dihentikan.1
Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang berupa
tanda kematian, yaitu perubahan yang terjadi pada tubuh mayat. Perubahan tersebut dapat
timbul dini pada saat meninggal atau beberapa menit kemudian, misalnya kerja jantung dan
peredaran darah berhenti, pernapasan berhenti, refleks cahaya dan refleks kornea mata hilang,
kulit pucat dan relaksasi otot. Setelah beberapa waktu timbul perubahan pascamati yang jelas
yang memungkinkan diagnosis kematian lebih pasti. Tanda-tanda tersebut dikenal sebagai
tanda pasti kematian berupa lebam mayat (hipostasis atau lividitas pasca-mati), kaku mayat
(rigor mortis), penurunan suhu tubuh, pembusukan, mumifikasi dan adiposera.3
Tanda Tidak Pasti kematian

Tanda kematian yang tidak pasti adalah: (1) pernafasan berhenti, dinilai selama lebih dari
10 menit (inspeksi, palpasi, auskultasi).; (2) Terhentinya sirkulasi, dinilai selama 15 menit,
nadi karotis tidak teraba.; (3) Kulit pucat, tetapi bukan merupakan tanda yang dapat
dipercaya, karena mungkin terjadi spasme agonal sehingga wajah tampak kebiruan.; (4)
Tonus otot menghilang dan relaksasi. Relaksasi dan otot-otot wajah menyebabkan kulit
menimbul sehingga kadang-kadang membuat orang menjadi tampak lebih muda. Kelemasan
otot sesaat setelah kematian disebut relaksasi primer. Hal ini mengakibatkan pendataran
daerah-daerah yang tartekan, misalnya daerah belikat dan bokong pada mayat yang
terlentang.; (5) Pembuluh darah retina mengalami segmentasi beberapa menit setelah
kematian. Segmen-segmen tersebut bergerak ke arah tepi retina dan kemudian menetap.3
Tanda Pasti Kematian
Untuk melihat tanda pasti kematian seseorang, maka akan dapat ditemukan lebam mayat,
kaku mayat, penurunan suhu tubuh, pembusukan, adiposera, dan mummifikasi.3
Lembam Mayat
Pada lebam mayat (livor mortis), setelah kematian klinis maka eritrosit akan
menempati tempat terbawah akibat gaya gravitasi, mengisi vena dan venula, membentuk
bercak darah berwarna ungu (livide) pada bagian terbawah tubuh, kecuali pada bagian tubuh
yang tertekan alas keras. Darah tetap cair karena adanya aktivitas fibrinolisin yang berasal
dari endotel pembuluih darah. Lebam mayat biasanya mulai tampak pada 20-30 menit pasca
mati, makin lama intensitasnya bertambah dan menjadi lengkap dan menetap setelah 8- 12
jam. Sebelum waktu itu, lebam mayat masih hilang (memucat) pada penekanan dan dapat
berpindah jika posisi mayat diubah. Memucatnya lebam mayat akan lebih cepat dan lebih
sempurna apabila penekanan atau perubahan posisi tubuh tersebut dilakukan dalam 6 jam
pertama setelah mati klinis. Tetapi walaupun setelah 24jam, darah masih tetap cukup cair
sehingga sejumlah darah masih dapat mengalir dan membentuk lebam mayat di tempat
terendah yang baru. Kadang dijumpai bercak perdarahan berwarna biru kehitaman akibat
pecahnya pembuluh darah. Menetapnya lebam disebabkan oleh bertimbunnya sel-sel darah
dalam jumlah cukup banyak sehingga sulit berpindah lagi. Selain itu kekauan otot-otot
dinding pembuluh darah ikut mempersulit perpindahan tersebut.
Lebam mayat dapat digunakan untuk tanda pasti kematian; memperkirakan sebab
kematian, misalnya lebam berwarna merah terang apda keracunan CO atau CN, warna
kecoklatan pada keracunan anililn, nitrit, nitrat, sulfonal; mengetahui perubahan posisi mayat
yang dilakukan setelah terjadi lebam mayat yang menetap; dan memperkirakan saat
kematian. Apabila pada mayat terlentang yang telah timbul lebam mayat belum menetap

dilakukan perubahan posisi menjadi telungkup, maka setelah beberapa saat akan terbentuk
lebam mayat baru di daerah dada dan perut. Lebam mayat yang belum menetap atau masih
hilang pada penekanan menunjukkan saat kematian kurang dari 8-12 jam sebelum saat
pemeriksaan.1
Mengingat pada lebam mayat darah terdapat didalam pembuluh darah, maka keadaan
ini digunakan untuk membedakannya dengan resapan darah akibat trauma (ekstravasi). Bila
pada daerah tersebut dilakukan irisan dan kemudian disiram dengan air, maka warna merah
darah akan hilang atau pudar pada lebam mayat, sedangkan resapan darah tidak menghilang.3
Kaku Mayat
Kaku mayat (rigor mortis), kelenturan otot setelah kematian masih dipertahankan
karena metabolisme tingkat seluler masih berjalan berupa pemecahan cadangan glikogen otot
yang menghasikan energi. Energi ini digunakan untuk mengubah ADP menjadi ATP. Selama
masih terdapat ATP maka serabut aktin dan miosin tetap lentur. Bia cadangan glikogen dalam
otot habis, maka energi tidak terbentuk lagi, aktin dan miosin menggumpal dan otot menjadi
kaku.3
Perhatikan bahwa ATP baru harus melekat ke miosin agar ikatan jembatan silang
antara miosin dan aktin dapat terlepas pada akhir siklus, meskipun selama proses disosiasi ini
ATP tidak terurai. Kebutuhan akan ATP dalam memisahkan miosin dan aktin jelas terlihat
dalam rigor mortis, suatu penguncian menyeluruh otot rangka yang dimulai 3 sampai 4
setelah kematian dan berakhir dalam waktu sekitar 12 jam. Setelah kematian, konsentrasi
Ca2+ sitosol mulai meningkat, kemungkinan besar karena membrane sel otot inaktif tidak
dapat menahan Ca2+ ekstrasel dan juga mungkin karena Ca2+ keluar dari kantung lateral. Ca2+
ini menggeser ke samping protein-protein regulatorik, menyebabkan aktin berikatan dengan
jembatan silang miosin, yang sudah dibekali ATP sebelum kematian. Sel-sel mati tidak lagi
dapat menghasilkan ATP sehingga aktin dan miosin, sesekali terikat, tidak dapat terlepas,
karena sel-sel tersebut tidak memiliki ATP segar. Karena itu filament tipis dan tebal tetap
terikat oleh jembatan silang, menyebabkan otot yang mati menjadi kaku. Dalam beberapa
hari selanjutnya, kaku mayat secara bertahap berkurang akibat protein-protein yang terlibat
dalam kompleks rigor mortis mulai terurai.3
Kaku mayat dibuktikan dengan memeriksa persendian. Kaku mayat mulai tampak
kira-kira 2 jam setelah mati kilnis, dimulai dari bagian luar tubuh (otot-otot kecil) ke arah
dalam (sentripetal). Teori lama menyebutkan bahwa kaku mayat ini menjalar kraniokaudal.
Setelah mati klinis 12 jam kaku mayat menjadi lengkap, dipertahankan selama 12 jam dan
kemudian menghilang dalam urutan yang sama. Kaku mayat umumnya tidak disertai

pemendekan serabut otot, tetapi jika sebelum terjadi kaku mayat otot berada dalam posisi
teregang, maka saat kaku mayat terbentuk akan terjadi pemendekan otot.
Faktor-faktor yang mempercepat terjadinya kaku mayat adalah aktivtas fisik sebelum
mati, suhu tubuh yang tinggi, bentuk tubuh kurus dengan otot-otot keci dan suhu lingkungan
tinggi. Kaku mayat dapat dipergunakan untuk menunjukkan tanda pasti kematian dan
memperkirakan saat kematian.3
Penurunan Suhu Tubuh
Penurunan suhu tubuh terjadi karena proses pemindahan panas dari suatu benda ke
benda yang lebih dingin, melalul cara radiasi, konduksi, evaporasi dan konveksi. Grafik
penurunan suhu tubuh ini hampir berbentuk kurva sigmoid atau seperti huruf S. Kecepatan
penurunan suhu dipengaruhi oleh suhu keliling, aliran dan kelembaban udara, bentuk tubuh,
posisi tubuh, pakaian. Selain itu suhu saat mati perlu diketahul untuk perhitungan perkiraan
saat kematian. Penurunan suhu tubuh akan lebih cepat pada suhu keliling yang rendah,
lingkungan berangin dengan kelembaban rendah, tubuh yang kurus, posisi terlentang, tidak
berpakaian atau berpakaian tipis, dan pada umumnya orang tua serta anak kecil.3
Pembusukan
Pembusukan adalah proses degradasi jaringan yang terjadi akibat autolysis dan kerja
bakteri. Autolisis adalah pelunakan dan pencairan jaringan yang terjadi dalam keadaan steril.
Autolisis timbul akibat kerja digestif oleh enzim yang dilepaskan sel pascamati dan hanya
dapat dicegah dengan pembekuan jaringan.
Setelah seseorang meninggal, bakteri yang normal hidup dalam tubuh segera masuk
ke jaringan. Darah merupakan media terbaik bagi bakteri tersebut bertumbuh. Sebagian besar
bakteri berasal dari usus dan yang terutama adalah Clostridium welchii. Pada proses
pembusukan ini terbentuk gas-gas alkana, H2S dan HCN, serta asam amino dan asam lemak.
Pembusukan baru tampak kira-kira 24 jam pasca mati berupa warna kehijauan pada
perut kanan bawah, yaitu daerah sekum yang isinya lebih cair dan penuh dengan bakteri serta
terletak dekat dinding perut. Warna kehijauan ini disebabkan oleh terbentuknya sulf-methemoglobin. Secara bertahap warna kehijauan ini akan menyebar ke seluruh perut dan dada,
dan bau busukpun mulai tercium. Pembuluh darah bawah kulit akan tampak seperti melebar
dan berwarna hijau kehitaman.3
Selanjutnya kulit ari akan terkelupas atau membentuk gelembung berisi cairan
kemerahan berbau busuk.
Pembentukan gas di dalam tubuh, dimulai di dalam lambung dan usus, akan
mengakibatkan tegangnya perut dan keluarnya cairan kemerahan dari mulut dan hidung. Gas

yang terdapat di dalam jaringan dinding tubuh akan mengakibatkan terabanya derik
(krepitasi). Gas ini menyebabkan pembengkakan tubuh yang menyeluruh, tetapi ketegangan
terbesar terdapat di daerah dengan jaringan longgar, seperti skrotum dan payudara. Tubuh
berada dalam sukap seperti petinju (pugilistic attitude), yaitu kedua lengan dan tungkai dalam
sukap setengah fleksi akibat terkumpulnya gas pembusukan di dalam rongga sendi.3
Selanjutnya, rambut menjadi mudah dicabut dan kuku mudah terlepas, wajah
menggembung dan berwarna ungu kehijauan, kelopak mata membengkak, pipi tembem, bibir
tebal, lidah membengkak dan sering terjulur diantara gigi. Keadaan seperti ini sangat berbeda
dengan wajah asli korban, sehingga tidak dapat lagi dikenali oleh keluarga.3
Hewan pengerat akan merusak tubuh mayat dalam beberapa jam pasca mati, terutama
bila mayat dibiarkan tergeletak di daerah rumpun. Luka akibat gigitan binatang pengerat khas
berupa lubang-lubang dangkal dengan tepi bergerigi. Larva lalat akan dijumpai setelah
pembentukan gas pembusukan nyata, yaitu kira-kira 36-48 jam pasca mati. Kumpulan telur
lalat telah dapat ditemukan beberapa jam pasca mati, di alis mata, sudut mata, lubang hidung
dan diantara bibir. Telur lalat tersebut kemudian akan menetas menjadi larva dalam waktu 24
jam. Dengan identifikasi spesies lalat dan mengukur panjang larva, maka dapat diketahui usia
larva tersebut, yang dapat dipergunakan untuk memperkirakan saat mati, dengan asumsi
bahwa lalat biasanya secepatnya meletakkan telur setelah seseorang meninggal (dan tidak
lagi dapat mengusir lalat yang hinggap).
Alat dalam tubuh akan mengalami pembusukan dengan kecepatan yang berbeda.
Perubahan warna terjadi pada lambung terutama di daerah fundus, usus, menjadi ungu
kecoklatan. Mukosa saluran napas menjadi kemerahan, endokardium dan intima pembuluh
darah juga kemerahan, akibat hemolisis darah. Difusi empedu dari kandung empedu
mengakibatkan warna coklat kehijauan di jaringan sekitarnya. Otak melunak, hati menjadi
berongga seperti spons, limpa melunak dan mudah robek. Kemudian alat dalam akan
mengerut. Prostat dan uterus non gravid merupakan organ padat yang paling lama bertahan
terhadap perubahan pembusukan.3
Pembusukan akan timbul cepat bila suhu keliling optimal (26,5 deracat celcius hingga
sekitar suhu normal tubuh), kelembaban dan udara yang cukup, banyak bakteri pembusuk,
tubuh gemuk atau menderita penyakit infeksi dan sepsis. Media tempat mayat terdapat juga
berperan. Mayat yang terdapat di udara akan lebih cepat membusuk dibandingkan dengan
yang terdapat dalam air atau dalam tanah. Perbandingan kecepatan pembusukan mayat yang
berada dalam tanah:air:udara adalah 1:2:8.3
Adiposera

Adiposera (lilin mayat) adalah terbentuknya bahan yang berwarna keputihan, lunak
atau berminyak, berbau tengik yang terjadi di dalam jaringan lunak tubuh pasca mati. Dulu
disebut sebagai saponifikasi, tetapi istilah adiposera lebih disukai karena menunjukkan sifatsifat diantara lemak dan lilin.
Adiposera terutama terdiri dari asam-asam lemak tak jenuh yang terbentuk oleh
hidrolisis lemak dan mengalami hidrogenisasi sehingga terbentuk asam lemak jenuh pasca
mati yang tercampur dengan sisa-sisa otot, jaringan ikat, jaringan saraf yang termumifikasi
dan Kristal-kristal sferis dengan gambaran radial. Adiposera terapung di air, bila dipanaskan
mencair dan terbakar dengan nyala kuning, larut di dalam alkohol panas dan eter.
Adiposera dapat terbentuk di sebaran lemak tubuh, bahkan di dalam hati, tetapi lemak
superfisial yang pertama kali terkena. Biasanya perubahan berbentuk bercak, dapat terlihat di
pipi, payudara atau bokong, bagian tubuh atau ekstremitas. Jarang seluruh lemak tubuh
berubah menjadi adiposera.
Adiposera akan membuat gambaran permukaan luar tubuh dapat bertahan hingga
bertahun-tahun, sehingga identifikasi mayat dan perkiraan sebab kematian masih
dimungkinkan. Faktor-faktor yang mempermudah terbentuknya adiposera adalah kelembaban
dan lemak tubuh yang cukup, sedangkan yang menghambat adalah air yang mengalir yang
membuang elektrolit.
Udara yang dingin menghambat pembentukan, sedangkan suhu yang hangat akan
mempercepat. Invasi bakteri endogen ke dalam jaringan pasca mati juga akan mempercepat
pembentukannya.
Pembusukan akan terhambat oleh adanya adiposera, karena derajat keasaman dan
dehidrasi jaringan bertambah. Lemak segar hanya mengandung kira-kira 0,5% asam lemak
bebas, tetapi dalam waktu 4 minggu pasca mati dapat naik menjadi 20% dan setelah 12
minggu menjadi 70% atau lebih. Pada saat ini adiposera menjadi jelas secara makroskopik
sebagai bahan berwarna putih kelabu yang menggantikan atau menginfiltrasi bagian-bagian
lunak tubuh. Pada stadium awal pembentukannya sebelum makroskopik jelas, adiposera
paling baik dideteksi dengan analisis asam palmitat.3
Mumifikasi
Mumifikasi adalah proses penguapan cairan atau dehidrasi jaringan yang cukup cepat
sehingga terjadi pengeringan jaringan yang selanjutnya dapat menghentikan pembusukan.
Jaringan berubah menjadi keras dan kering, berwarna gelap, berkeriput dan tidam membusuk
karena kuman tidak berkembang pada lingkungan yang kering. Mumifikasi terjadi bila suhu

hangat, kelembaban rendah, aliran udara yang baik, tubuh yang dehidrasi dan waktu yang
lama (12-14 minggu). Mumifikasi jarang dijumpai pada cuaca yang normal.3
Perkiraan Waktu Kematian
Selain dari melihat tanda-tanda perubahan pada mayat seperti di atas, beberapa
perubahan lain dapat digunakan untuk memperkirakan saat mati. Diantaranya dapat dilihat
dari perubahan pada mata, lambung, rambut, kuku, cairan serebrospinal, dsb.
Perubahan pada Mata
Bila mata terbuka pada atmosfer yang kering, sklera di kiri-kanan kornea akan
berwarna kecoklatan dalam beberapa jam berbentuk segitiga dengan dasar di tepi kornea
(traches noires sclerotiques). Kekeruhan kornea terjadi lapis demi lapis. Kekeruhan yang
terjadi pada lapis terluar dapat dihilangkan dengan meneteskan air, tetapi kekeruhan yang
telah mencapai lapisan lebih dalam tidak dapat dihilangkan dengan tetesan air. Kekeruhan
yang menetap ini terjadi sejak kira-kira 6 jam pasca mati. Baik dalam keadaan mata tertutup
maupun terbuka, kornea menjadi keruh kira-kira 10 12 jam pasca mati dan dalam beberapa
jam saja fundus tidak tampak jelas.
Setelah kematian tekanan bola mata menurun, memungkinkan distorsi pupil pada
penekanan bola mata. Tidak ada hubungan antara diameter pupil dengan lamanya mati.
Perubahan pada retina dapat menunjukkan saat kematian hingga 15 jam pasca mati. Hingga
30 menit pasca mati tampak kekeruhan makula dan mulai memucatnya diskus optikus.
Kemudian hingga 1 jam pasca mati, makula lebih pucat dan tepinya tidak tajam lagi. Selama
2 jam pertama pasca mati, retina pucat dan daerah sekitar diskus menjadi kuning. Warna
kuning juga tampak disekitar makula yang menjadi lebih gelap. Pada saat itu pola vaskular
koroid yang tampak sebagai bercak-bercak dengan latar belakang merah dengan pola
segmentasi yang jelas, tetapi pada kira-kira 3 jam pasca mati menjadi kabur dan setelah 5 jam
menjadi homogen dan lebih pucat.3
Pada kira-kira 6 jam pasca mati, batas diskus kabur dan hanya pembuluh-pembuluh
besar yang mengalami segmentasi yang dapat dilihat dengan latar belakang kuning kelabu.
Dalam waktu 7 10 jam pasca mati akan mencapai tepi retina dan batas diskus akan sangat
kabur. Pada 12 jam pasca mati diskus hanya dapat dikenali dengan adanya konvergensi
beberapa segmen pembuluh darah yang tersisa. Pada 15 jam pasca mati tidak ditemukan lagi
gambaran pembuluh darah retina dan diskus, hanya makula saja yang tampak berwarna
coklat gelap.
Perubahan Pada Lambung

Kecepatan pengosongan lambung sangat bervariasi, sehingga tidak dapat digunakan


untuk memberikan petunjuk pasti waktu antara makan terakhir dan saat mati. Namun keadaan
lambung dan isinya mungkin membantu dalam membuat keputusan. Ditemukannya makanan
tertentu dalam isi lambung dapat digunakan untuk menyimpulkan bahwa korban sebelum
meninggal telah makan makanan tersebut.3
Perubahan pada Rambut dan Kuku
Dengan mengingat bahwa kecepatan tumbuh rambut rata-rata 0,4 mm/hari, panjang
rambut kumis dan jenggot dapat dipergunakan untuk memperkirakan saat kematian. Cara ini
hanya dapat digunakan bagi pria yang mempunyai kebiasaan mencukur kumis atau
jenggotnya dan diketahui saat terakhir ia mencukur. Sejalan dengan hal rambut tersebut di
atas, pertumbuhan kuku yang diperkirakan sekitar 0,1 mm per hari dapat digunakan untuk
memperkirakan saat kematian bila dapat diketahui saat terakhir yang bersangkutan memotong
kuku.3
Perubahan Cairan Serebrospinal dan Cairan Vitreus
Kadar nitrogen asam amino kurang dari 14 mg% menunjukkan kematian belum lewat
10 jam, kadar nitrogen non-protein kurang dari 80 mg% menunjukkan kematian belum 24
jam, kadar kreatin kurang dari 5 mg% dan 10 mg% masing-masing menunjukkan kematian
belum mencapai 10 jam dan 30 jam. Dalam cairan vitreus terjadi peningkatan kadar kalium
yang cukup akurat untuk memperkirakan saat kematian antara 24 100 jam pasca mati.
Kadar Komponen Darah
Kadar komponen darah berubah setelah kematian, sehingga analisis darah pasca mati
tidak memberikan gambaran konsentrasi zat-zat tersebut semasa hidupnya. Perubahan
tersebut diakibatkan oleh aktivitas enzim dan bakteri, serta gangguan permeabilitas dari sel y
ang telah mati. Selain itu gangguan fungsi tubuh selama proses kematian dapat menimbulkan
perubahan dalam darah bahkan sebelum kematian itu terjadi. Hingga saat ini belum
ditemukan perubahan dalam darah yang dapat digunakan untuk memperkirakan saat mati
dengan lebih tepat.
Reaksi Supravital
Rekasi supravital yaitu reaksi jaringan tubuh sesaat pasca mati klinis yang masih sama
seperti reaksi jaringan tubuh pada seseorang yang hidup. Beberapa uji dapat dilakukan
terhadap mayat yang masih segar, misalnya rangsang listrik masih dapat menimbulkan
kontraksi otot mayat hingga 90-120 menit pasca mati dan mengakibatkan sekresi kelenjar
keringat sampai 60-90 menit pasca mati, sedangkan trauma masih dapat menimbulkan
perdarahan bawah kulit sampai 1 jam pasca mati.

Kesimpulan
Ilmu Kedokteran Forensik adalah cabang spesialistik ilmu kedokteran yang
memanfaatkan ilmu kedokteran untuk kepentingan penegakan hukum. Proses penegakan
hukum dan keadilan merupakan suatu usaha ilmiah, dan bukan sekedar common sense,
nonscientific belaka. Dengan demikian, dalam penegakan keadilan yang menyangkut tubuh,
kesehatan dan nyawa manusia, bantuan dokter dengan pengetahuan Ilmu Kedokteran
Forensik dan Medikolegal yang dimilikinya amat diperlukan.
Dari kasus diatas, korban (sepasang suami istri) ditemukan meninggal di dalam
kamarnya yang terkunci dari dalam. Tidak ditemukan luka-luka pada kedua mayat dan tidak
ada barang yang hilang. Menurut anaknya, kamar tidur tersebut masih tertata rapih seperti
biasanya. Tidak ditemukan adanya tanda-tanda perkelahian di ruangan tersebut. Kematian
korban terlihat sebagai kematian yang tidak wajar, namun karena tidak ada informasi lebih
lanjut terkait kasus tersebut sehingga belum dapat ditentukan cara, sebab, dan mekanisme
kematian sepasang suami istri tersebut. Untuk kasus ini perlu dicurigai penyebab kematian
korban adalah karena keracunan. Untuk itu dibutuhkan pemeriksaan TKP dan otopsi sesuai
dengan kaidah toksikologi yang telah dibahas. Adapun kemungkinan lain penyebab korban
meninggah adalah sudden death.
Kesimpulan
1. Budiyanto.A, Widiaktama.W, Sudionoa.S, Hertian.S, Sempurna.B, et al. Ilmu
Kedokteran Forensik. Edisi Pertama cetakan kedua. Bagian Kedokteran Forensik
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta:1997, hal 3, 5, 8, 25-35, 44-48

Anda mungkin juga menyukai