Anda di halaman 1dari 8

RUANG LINGKUP KEDOKTERAN FORENSIK

Ruang lingkup ilmu kedokteran forensik berkembang dari waktu ke waktu. Pada
mulanya hanya pada kematian korban kejahatan, kematian yang tidak terduga, mayat tidak
dikenal hingga kejahatan korban yang masih hidup, bahkan pemeriksaan kerangka atau
bagian dari tubuh manusia. Jenis perkaranyapun semakin meluas dari pembunuhan,
penganiayaan, kejahatan seksual, kekerasan dalam rumah tangga, child abuseand neglect,
perselisihan pada perceraian, ragu ayah (dispute paternity) hingga ke pelanggaran hak asasi
manusia.
Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang berupa
tanda kematian, yaitu perubahan yang terjadi pada tubuh mayat.Perubahan tersebut dapat
timbul dini pada saat meninggal atau beberapa menit kemudian, misalnya kerja jantung dan
peredaran darah berhenti, pernapasan berhenti, refleks cahaya dan refleks kornea mata hilang,
kulit pucat dan relaksasi otot.Setelah beberapa waktu timbul perubahan pascamati yang jelas
yang memungkinkan diagnosis kematian lebih pasti
Tanatologi adalah ilmu yang mempelajari tanda tanda kematian dan perubahan yang
terjadi setelah seseorang mati serta faktor yang mempengaruhinya. Tanatologi merupakan
ilmu paling dasar dan paling penting dalam ilmu kedokteran kehakiman terutama dalam hal
pemeriksaan jenazah (visum et repertum).
Salah satu manfaat tanatologi adalah melihat waktu kematian melalui 4 tanda
kematian molekuler yaitu algor motis (penurunan suhu ), liver motis ( lebam mayat), rigor
motis (kaku mayat), pembusukan.
PERUBAHAN TEMPERATUR TUBUH
Suhu tubuh pada orang yang sudah meninggal perlahan-lah akan sama dengan suhu
lingkungannya karena mayat tersebut melepaskan panas dan suhunya menurun.Kecepatan
penurunan suhu pada mayat bergantung kepada lingkungan dan suhu mayat itu sendiri. Pada
iklim yang dingin maka penurunan suhu mayat berlangsung cepat.Menurut Sympson
(Inggris), menyatakan bahwa dalam keadaan biasa tubuh yang tertutup pakaian mengalami
penurunan temperatur 2,50 F setiap jam pada enam jam pertama dan 1,6-20F pada enam jam
berikutnya, maka dalam 12 jamjam suhu tubuh akan sama dengan suhu sekitarnya

Jasing PModi (India), menyatakan hubungan penurunan suhu


tubuh dengan lama kematian adalah sebagai berikut :
-

Dua jam pertama suhu tubuh turun setengah dari perbedaan antara suhu tubuh dan

suhu sekitarnya.
Dua jam berikutnya, penurunan suhu setengah dari nilai pertama.
Dua jam selanjutnya, suhu mayat turun setengah dari nilai terakhir atau 1/8dari
perbedaan suhu intial tadi.

Dari penelitian di Medan, rata-rata penurunan suhu mayat 0,4- 0,5 C per jam.
penentuan lama kematian dapat ditentukan dengan rumus sederehana = suhu tubuh (37)- suhu
rektal + 3
Lebam Mayat (Livor Mortis / Post Mortem Hypostasis)
Lebam mayat atau livor mortis adalah salah satu tanda postmortem yang cukup jelas.
Biasanya disebut juga post mortem hypostasis, post mortem lividity, post mortem staining,
sugillations, vibices, dan lain lain. Kata hypostasis itu sendiri mengandung arti kongesti
pasif dari sebuah organ atau bagian tubuh.
Lebam terjadi sebagai akibat pengumpulan darah dalam pembuluh pembuluh darah
kecil, kapiler, dan venula, pada bagian tubuh yang terendah. Dengan adanya penghentian dari
sirkulasi darah saat kematian, darah mengikuti hukum gravitasi. Kumpulan darah ini bertahan
sesuai pada area terendah pada tubuh, memberi perubahan warna keunguan atau merah
keunguan terhadap area tersebut. Darah tetap cair karena adanya aktivitas fibrinolisin yang
berasal endotel pembuluh darah.
Timbulnya livor mortis mulai terlihat dalam 30 menit setelah kematian somatis atau
segera setelah kematian yang timbul sebagai bercak keunguan. Bercak kecil ini akaN
semakin bertambah intens dan secara berangsur angsur akan bergabung selama beberapa
jam kedepan untuk membentuk area yang lebih besar dengan perubahan warna merah
keunguan. Kejadian ini akan lengkap dalam 6. Sehingga setelah melewati waktu tersebut,
tidak akan memberikan hilangnya lebam mayat pada penekanan. Sebaliknya, pembentukan
livor mortis ini akan menjadi lambat jika terdapat anemia, kehilangan darah akut, dan lain
lain.
Distribusi lebam mayat bergantung pada posisi mayat setelah kematian. Dengan posisi
berbaring terlentang, maka lebam akan jelas pada bagian posterior bergantung pada areanya
seperti daerah lumbal, posterior abdomen, bagian belakang leher, permukaan ekstensor dari
anggota tubuh atas, dan permukaan fleksor dari anggota tubuh bawah. Area area ini disebut

juga areas of contact flattening. Dalam kasus gantung diri, lebam akan terjadi pada daerah
tungkai bawah, genitalia, bagian distal tangan dan lengan. Jika penggantungan ini lama,
akumulasi dari darah akan membentuk tekanan yang cukup untuk menyebabkan ruptur
kapiler subkutan dan membentuk perdarahan petekiae pada kulit. Dalam kasus tenggelam,
lebam biasa ditemukan pada wajah, bagian atas dada, tangan, lengan bawah, kaki dan tungkai
bawah karena pada saat tubuh mengambang, bagian perut lebih ringan karena akumulasi gas
yang cukup banyak kuat dibanding melawan kepala atau bahu yang lebih berat. Ekstremitas
badan akan menggantung secara pasif. Jika tubuh mengalami perubahan posisi karena adanya
perubahan aliran air, maka lebam tidak akan terbentuk.
Lebam mayat lama kelamaan akan terfiksasi oleh karena adanya kaku mayat. Pertama
tama karena ketidakmampuan darah untuk mengalir pada pembuluh darah menyebabkan
darah berada dalam posisi tubuh terendah dalam beberapa jam setelah kematian. Kemudian
saat darah sudah mulai terkumpul pada bagian bagian tubuh, seiring terjadi kaku mayat.
Sehingga hal ini menghambat darah kembali atau melalui pembuluh darahnya karena
terfiksasi akibat adanya kontraksi otot yang menekan pembuluh darah. Selain itu dikarenakan
bertimbunnya sel sel darah dalam jumlah cukupbanyak sehingga sulit berpindah lagi.
Biasanya lebam mayat berwarna merah keunguan. Warna ini bergantung pada tingkat
oksigenisasi sekitar beberapa saat setelah kematian. Perubahan warna lainnya dapat
mencakup:
- Cherry pink atau merah bata (cherry red) terdapat pada keracunan oleh
carbonmonoksida atau hydrocyanic acid.
- Coklat kebiruan atau coklat kehitaman terdapat pada keracunan kalium chlorate,
potassium bichromate atau nitrobenzen, aniline, dan lain lain.
- Coklat tua terdapat pada keracunan fosfor.
- Tubuh mayat yang sudah didinginkan atau tenggelam maka lebam akan berada
didekat tempat yang bersuhu rendah, akan menunjukkan bercak pink muda
kemungkinan terjadi karena adanya retensi dari oxyhemoglobin pada jaringan.
Keracunan sianida akan memberikan warna lebam merah terang, karena kadar oksi
hemoglobin (HbO2) yang tinggi

Kaku Mayat (Rigor Mortis / Post Mortem Stiffening)


Disebut juga cadaveric rigidity. Kaku mayat atau rigor mortis adalah kekakuan yang
terjadi pada otot yang kadang kadang disertai dengan sedikit pemendekkan serabut otot,
yang terjadi setelah periode pelemasan / relaksasi primer.

Kaku mayat mulai terdapat sekitar 2 jam post mortal dan mencapai puncaknya setelah 10
12 jam post mortal, keadaan ini akan menetap selama 24 jam, dan setelah 24 jam kaku mayat
mulai menghilang sesuai dengan urutan terjadinya, yaitu dimulai dari otot otot wajah, leher,
lengan, dada, perut, dan tungkai.
Kekakuan pertama ditemukan pada otot otot kecil, bukan karena itu terjadi pertama kali
disana, melainkan karena adanya sendi yang tidak luas, seperti contohnya tulang rahang yang
lebih mudah diimobilisasi.
Kelenturan otot setelah kematian masih dipertahankan karena metabolisme tingkat
seluler masih berjalan berupa pemecahan cadangan glikogen otot yang menghasilkan energi.
Energi ini digunakan untuk memecah ADP menjadi ATP. Selama masih terdapat ATP maka
serabut aktin dan miosin tetap lentur. Bila cadangan glikogen dalam otot habis, maka energi
tidak terbentuk lagi, aktin dan miosin menggumpal dan otot menjadi kaku. Faktor faktor
yang mempercepat terjadinya kaku mayat adalah aktifitas fisik sebelum mati, suhu tubuh
yang tinggi, bentuk tubuh yang kurus dengan otot otot kecil dan suhu lingkungan yang
tinggi. Kaku mayat dibuktikan dengan memeriksa persendian. Kaku mayat mulai tampak kira
kira 2 jam setelah mati klinis, dimulai dari bagian luar tubuh (otot otot kecil) ke arah
dalam (sentripetal). Teori lama menyebutkan bahwa kaku mayat ini menjalar kraniokaudal.
Setelah mati klinis 12 jam, kaku mayat menjadi lengkap, dipertahankan selama 12 jam dan
kemudian menghilang dalam urutan yang sama. Kaku mayat umumnya tidak disertai
pemendekan serabut otot, tetapi jika sebelum terjadi kaku mayat otot berada dalam posisi
teregang, maka saat kaku mayat terbentuk akan terjadi pemendekan otot.
Proses terjadinya kaku mayat dapat melalui beberapa fase :
- Fase pertama
Sesudah kematian somatik, otot masih dalam bentuk yang normal. Tubuh yang mati
akan mampu menggunakan ATP yang sudah tersedia dan ATP tersebut diresintesa dari
cadangan glikogen. Terbentuknya kaku mayat yang cepat adalah saat dimana
cadangan glikogen dihabiskan oleh latihan yang kuat sebelum mati, seperti mati saat
terjadi serangan epilepsi atau spasme akibat tetanus, tersengat listrik, atau keracunan
strychnine.
- Fase kedua
Saat ATP dalam otot berada dibawah ambang normal, kaku akan dibentuk saat
konsentrasi ATP turun menjadi 85%, dan kaku mayat akan lengkap jika berada
dibawah 15%.

- Fase ketiga
Kekakuan menjadi lengkap dan irreversible.
- Fase keempat
Disebut juga fase resolusi. Saat dimana kekakuan hilang dan otot menjadi lemas.
Salah satu pendapat terjadinya hal ini dikarenakan proses denaturasi dari enzim pada
otot.
Metode yang sering digunakan untuk mengetahui ada tidaknya rigor mortis adalah
dengan melakukan fleksi atau ekstensi pada persendian tersebut. Beberapa subyek,
biasanya bayi, orang sakit, atau orang tua, dapat memberikan kekakuan yang kurang
dapat dinilai, kebanyakan dikarenakan lemahnya otot mereka.
Pembusukan (Decomposition, Putrefaction)
Merupakan tahap akhir pemutusan jaringan tubuh mengakibatkan hancurnya
komponen tubuh organik kompleks menjadi sederhana. Pembusukan merupakan
perubahan lebih lanjut dari mati seluler. Kedua proses ini mengakibatkan dekomposisi
seperti di bawah ini :
a. Autolisis.
Merupakan proses melunaknya jaringan bahkan pada keadaan steril yang
diakibatkan oleh kerja enzim digestif yang dikeluarkan sel setelah kematian dan
dapat dihindari dengan membekukan jaringan. Perubahan autolisis awal dapat
diketahui pada organ parenkim dan kelenjar. Pelunakan dan ruptur perut dan ujung
akhir esofagus dapat terjadi karena adanya asam lambung pada bayi baru lahir
setelah kematian. Pada dewasa juga dapat terlihat.
b. Proses Pembusukan Bakteri.
Merupakan proses dominan pada proses pembusukan dengan adanya
mikroorganisme, baik aerobik maupun anaerobik. Bakteri pada umumnya terdapat
dalam tubuh, akan memasuki jaringan setelah kematian. Kebanyakan bakteri
terdapat pada usus, terutama Clostridium welchii. Bakteri lainnya dapat ditemukan
pada saluran nafas dan luka terbuka. Pada kasus kematian akibat penyakit infeksi,
pembusukan berlangsung lebih cepat. Karena darah merupakan media yang sangat
baik untuk perkembangan bakteri maka organ yang mendapat banyak suplai darah
dan dekat dengan sumber bakteri akan terdapat lebih banyak bakteri dan mengalami
pembusukan terlebih dahulu.

Bakteri menghasilkan berbagai macam enzim yang berperan pada karbohidrat,


protein, dan lemak, dan hancurnya jaringan. Salah satu enzim yang paling penting
adalah lecithin yang dihasilkan oleh Clostridium welchii, yang menghidrolisis
lecithin yang terdapat pada seluruh membran sel termasuk sel darah dan berperan
pada pembentukan hemolisis pada darah post mortem. Enzim ini juga berperan
dalam hidrolisis post mortem dan hidrogenasi lemak tubuh.
Aktifitas pembusukan berlangsung optimal pada suhu antara 70 sampai 100
derajat Fahrenheit dan berkurang pada suhu dibawah 70 derajat Fahrenheit. Oleh
sebab itu, penyebaran awal pembusukan ditentukan oleh dua faktor yaitu sebab
kematian dan lama waktu saat suhu tubuh berada dibawah 70 derajat Fahrenheit.
c.

Perubahan Warna.
Pembusukan diikuti dengan hilangnya kaku mayat, tetapi pada suhu yang
sangat tinggi dan kelembapan tinggi, maka pembusukan terjadi sebelum kaku mayat
hilang.
Tanda awal pembusukan adalah tampak adanya warna hijau pada kulit dan
dinding perut depan, biasanya terletak pada sebelah kanan fossa iliaca, dimana
daerah tersebut merupakan daerah colon yang mengandung banyak bakteri dan
cairan.

Warna

ini

terbentuk

karena

perubahan

hemoglobin

menjadi

sulpmethaemoglobin karena masuknya H2S dari usus ke jaringan. Warna ini


biasanya muncul antara 12 18 jam pada keadaan panas dan 1 2 hari pada keadaan
dingin dan lebih tampak pada kulit cerah.
Warna hijau ini akan menyebar ke seluruh dinding perut dan alat kelamin luar,
menyebar ke dada, leher, wajah, lengan, dan kaki. Rangkaian ini disebabkan karena
luasnya distribusi cairan atau darah pada berbagai organ tubuh.
Pada saat yang sama, bakteri yang sebagian besar berasal dari usus, masuk ke
pembuluh darah. Darah didalam pembuluh akan dihemolisis sehingga akan mewarna
pembuluh darah dan jaringan penujang, memberikan gambaran marbled appearence.
Warna ini akan tetap ada sekitar 36 48 jam setelah kematian dan tampak jelas pada
vena superficial perut, bahu dan leher.
d. Pembentukan Gas Pembusukan.
Pada saat perubahan warna pada perut, tubuh mulai membentuk gas yang
terdiri dari campuran gas tergantung dari waktu kematian dan lingkungan. Gas ini
akan terkumpul pada usus dalam 12 24 jam setelah kematian dan mengakibatkan
perut membengkak. Dari 24 48 jam setelah kematian, gas terkumpul dalam

jaringan, cavitas sehingga tampak mengubah bentuk dan membengkak. Jaringan


subkutan menjadi emphysematous, dada, skrotum, dan penis, menjadi teregang.
Mata dapat keluar dari kantungnya, lidah terjulur diantara gigi dan bibir menjadi
bengkak. Cairan berbusa atau mukus berwarna kemerahan dapat keluar dari mulut
dan hidung. Perut menjadi sangat teregang dan isi perut dapat keluar dari mulut.
Sphincter relaksasi dan urine serta feses dapat keluar. Anus dan uterus prolaps
setelah 2 3 hari.
Gas terkumpul diantara dermis dan epidermis membentuk lepuh. Lepuh
tersebuh dapat mengandung cairan berwarna merah, keluar dari pembuluh darah
karena tekanan dari gas. Biasanya lepuh terbentuk lebih dahulu dibawah permukaan,
dimana jaringan mengandung banyak cairan karena oedema hipostatik. Epidermis
menjadi longgar menghasilkan kantong berisi cairan bening atau merah muda
disebut skin slippage yang terlihat pada hari 2 3.
Antara 3 7 hari setelah kematian, peningkatan tekanan gas pembusukan
dihubungkan dengan perubahan pada jaringan lunak yang akan membuat perut
menjadi lunak. Gigi dapat dicabut dengan mudah atau keropos. Kulit pada tangan
dan kaki dapat menjadi glove and stocking. Rambut dan kuku menjadi longgar dan
mudah dicabut.
5 10 hari setelah kematian, pembusukan bersifat tetap. Jaringan lunak
menjadi masa semisolid berwarna hitam yang tebal yang dapat dipisahkan dari
tulang dan terlepas. Kartilogi dan ligament menjadi lunak.
e.

Skeletonisasi.
Skeletonisasi berlangsung tergantung faktor intrinsik dan ekstrinsik dan
lingkungan dari mayat tersebut, apakah terdapat di udara, air, atau terkubur. Pada
umumnya tubuh yang terkena udara mengalami skeletonisasi sekitar 2 4 minggu
tetapi dapat berlangsung lebih cepat bila terdapat binatang seperti semut dan lalat,
dapat pula lebih lama bila tubuh terlindungi contohnya terlindung daun dan
disimpan dalam semak.
Dekomposisi berbeda pada setiap tubuh, lingkungan dan dari bagian tubuh
yang satu dengan yang lain. Terkadang, satu bagian tubuh telah mengalami
mumifikasi sedangkan bagian tubuh lainnya menunjukkan pembusukan. Adanya
binatang akan menghancurkan jaringan luna dalam waktu yang singkat dan dalam
waktu 24 jam akan terjadi skeletonisasi.

f.

Pembusukan Organ Dalam.

Perubahan warna muncul pada jaringan dan organ dalam tubuh walaupun
prosesnya lebih lama dari yang dipermukaan. Jika organ lebih lunak dan banyak
vascular maka akan membusuk lebih cepat. Warna merah kecoklatan pada bagian
dalam aorta dan pembuluh darah lain muncul pada perubahan awal. Adanya
hemolisis dan difusi darah akan mewarnai sekeliling jaringan atau organ dan
merubah warna organ tersebut menjadi hitam. Organ menjadi lunak ,berminyak,
empuk dan kemudian menjadi masa semiliquid.

Anda mungkin juga menyukai