Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini membawa

kesejahteraan bagi umat manusia di segala bidang kehidupan tetapi juga

menimbulkan akibat yang tidak diharapkan. Salah satu akibat yang tidak

diharapkan tersebut adalah meningkatnya kuantitas maupun kualitas

mengenai cara atau teknik pelaksanaan tindak pidana, khusunya yang

berkaitan dengan upaya pelaku tindak pidana dalam usaha meniadakan sarana

bukti, sehingga tidak jarang dijumpai kesulitan bagi para petugas hukum

untuk mengetahui identitas korban.

Dalam proses penyidikan suatu tindak pidana, mengetahui identitas

korban merupakan hal yang sangat penting. Dengan mengetahui identitas

korban merupakan sebagai langkah awal penyidikan sehingga dapat

dilakukan langkahlangkah selanjutnya. Apabila identitas korban tidak dapat

diketahui, maka sebenarnya penyidikan menjadi tidak mungkin dilakukan.

Selanjutnya apabila penyidikan tidak sampai menemukan identitasnya

identitas korban, maka dapat dihindari adanya kekeliruan dalam proses

peradilan yang dapat berakibat fatal. Selain itu mengetaui identitas korban

untuk berbagai kehidupan sosial misalnya asuransi, pembagian dan penentuan

ahli waris, akte kelahiran, pernikahan dansebagainya keterangan identitas

mempunyai arti penting pula, yaitu untuk mengetahui bahwa keterangan itu
benar-benar keterangan yang dimaksud untuk memperoleh yang menjadi

haknya maupun untuk memenuhi kewajibannya.

Dalam ilmu kedokteran kehakiman dengan proses forensik sangat erat

kaitannya dalam hal pemeriksaan identifikasi yang merupakan bagian tugas

yang mempunyai arti cukup penting. Identifikasi adalah suatu usaha untuk

mengetahui identitas seseorang melalui sejumlah ciri yang ada pada orang tak

dikenal, sedemikian rupa sehingga dapat ditentukan bahwa orang itu apakah

sama dengan orang yang hilang yang diperkirakan sebelumnya juga dikenal

dengan ciri-ciri itu. Disitulah semua, identifikasi mempunyai arti penting baik

ditinjau dari segi untuk kepentingan forensic maupun non-forensik.

Ilmu kedokteran kehakiman dan proses forensik dalam pengungkapan

suatu kasus pembunuhan, menunjukkan peranan yang cukup penting bagi

tindakan pihak kepolisian selaku aparat penyidik. Pembuktian terhadap unsur

tindak pidana dari hasil pemeriksaan yang termuat dalam visum et repertum,

menentukan langkah yang diambil pihak kepolisian dalam mengusut suatu

kasus pembunuhan tersebut.

Proses penegakan hukum dan keadilan adalah merupakan suatu usaha

ilmiah dan bukan sekedar common-sense, non scientific belaka. Dengan

demikian dalam perkara pidana yang menyangkut tubuh, kesehatan dan

nyawa manusia bantuan dokter dengan pengetahuan ilmu forensik yang


dimilikinya sebagaimana tertuang dalam Visum et Repertum yang dibuatnya

mutlak diperlukan.1

B. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang permaalahan tersebut maka yang menjdi

pokok permasalahan adalah :

1. Bagaimana hubungan antara ilmu kedokteran kehakiman dengan proses

forensik ?

2. Apa peranan ilmu kedokteran kehakiman dalam proses forensik?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka tujuan dari penelitian ini

antara lain adalah :

1. Untuk mengetahui hubungan antara ilmu kedokteran kehakiman dengan

proses forensik.

2. Untuk mengetahui apa peranan ilmu kedokteran kehakiman dalam proses

forensik.

1
Abdul Mun’im Idries, Agung Legowo Tjiptomoanoto, Penerapan Ilmu Kedokteran
Forensik Dalam Proses Penyelidikan, Penerbit CV. Sagung Seto, Jakarta. 2011, hlm. 2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hubungan Ilmu Kedokteran Kehakiman Dengan Proses Forensik

Ilmu pengetahuan kedokteran kehakiman adalah kedokteran Forensik

yang merupakan terjemahan dari Gerechtelijk Geneeskunde atau Forensic

Medicine (legal medicine or medical juriceprudence) yang merupakan cabang

kedokteran khusus yang berkaitan dengan interaksi antara medis dan hokum.

Setiap dokter di Indonesia wajib membantu lembaga penadilan untuk

memberikan kesaksian ahli. Dalam hal ini terdapat 2 cabang : Clinic Forensic

Medicine yang berhubungan dengan manusia hidup dan dari Clinical

Pathology yang berhubungan dengan mayat.

Ilmu kedokteran kehakiman adalah cabang spesialitik ilmu kedokteran

yang memanfaatkan ilmu kedokteran untuk kepentingan penegakkan hukum,

terutama pada bidang hukum pidana. Proses penegakkan hukum dan keadilan

merupakan suatu usaha ilmiah. Dengan demikian, dalam penegakkan

keadilan yang menyangkut tubuh, kesehatan dan nyawa manusia, bantuan

dokter dengan pengetahuan Ilmu kedokteran kehakiman yang dimilikinya

amat diperlukan.

Pengertian forensik secara umum adalah suatu proses ilmiah untuk

mengumpulkan, menganalisis dan menyajikan bukti pada pengadilan. Pada

umumnya sebuah tahap forensik dilakukan dengan asumsi bahwa data-data

yang telah dikumpulkan akan digunakan sebagai bukti di pengadilan. Oleh


karena itu, setelah pengumpulan barang bukti, para praktisi forensik menjaga

dan mengontrol bukti tersebut untuk mencegah untuk terjadinya modifikasi.

Dalam menjalankan tugas yang dibebankan kepada penyidik, umumnya

penyidik memanfaatkan ilmu kedokteran kehakiman untuk mendapatkan

sumbersumber informasi yang dapat membuat jelas dan terang tentang suatu

perkara, sesuai dengan fungsi dari ilmu kedokteran kehakiman itu sendiri.

Sumber –sumber informasi yang dipakai untuk mengetahui apa yang


telah terjadi antara lain adalah :2
1. Barang-barang bukti (physical evidence) seperti :
a. Anak peluru
b. Bercak darah
c. Jejak (impression) dari alat, jejak ban, jejak sepatu
d. Narkoba
e. Tumbuh-tumbuhan
2. Dokumen serta catatan-catatan, seperti :
a. Cek palsu
b. Surat penculikan
c. Tanda-tanda pengenal lainnya
d. Catatan tentang ancaman
3. Orang-orang seperti :
a. Korban
b. Saksi-saksi mata
c. Si tersangka pelaku kejahatan
Untuk dapat memanfaatkan sumber-sumber informasi tersebut tentu

diperlukan pemahaman dan bantuan dari ilmu kedokteran kehakiman yang

memiliki berbagai bidang kajian, seperti pathologi dan biologi, toksikologi,

kriminalistik, dokumen yang dipertanyakan, kedokteran gigi, antropologi,

jurisprudensi, psikologi, kimia, fisika, dan khususnya dalam tindak pidana

yang menyangkut tubuh, kesehatan dan nyawa manusia diperlakukan

pemahaman serta penguasaan prinsip-prinsip dasar dari ilmu kedokteran

kehakiman yang praktis oleh penyidik, maupun secara keseluruhan dalam arti
2
Ibid. hlm. 4.
bantuan dikter dengan ilmu pengetahuan yang dimilikinya merupakan

sumbangan yang besar artinya dalam penyidikan demi terwujudnya tujuan

dari penyidikan itu sendiri, yaitu membuat terang dan jelas suatu perkara).

Seperti diketahui bahwa penyidik adalah merupakan pusat dan pimpinan

dalam penyidikan. Semua aktifitas atau kegiatan serta tindakan yang diambil

dalam mencari kejelasan seperti yang dimaksud adalah sepenuhnya

tergantung dari kebutuhan atau sesuai dengan kebutuhan bagi penyidikan.

B. Peranan Ilmu Kedokteran Kehakiman Dalam Proses Forensik

Peranan dari Ilmu kedokteran kehakiman dalam penyelesaian perkara

di pengadilan adalah membantu hakim dalam menemukan dan membuktikan

unsur-unsur yang didakwakan dalam pasal yang diajukan oleh penuntut. Serta

memberikan gambaran bagi hakim mengenai hubungan kausalitas antara

korban dan pelaku kejahatan dengan mengetahui laporan dalam visum et

repertum. Disamping itu, diperoleh hasil bahwa dalam setiap praktek

persidangan yang memerlukan keterangan dari kedokteran kehakiman tidak

pernah menghadirkan ahli dalam bidang ini untuk diajukan disidang

pengadilan sebagai alat bukti saksi.

Implikasi teoritis persoalan ini adalah bahwa hakim dalam menjatuhkan

putusan suatu perkara yang memerlukan keterangan dokter forensik, hanya

memerlukan keterangan yang berupa visum et repertum tanpa perlu

menghadirkan dokter yang bersangkutan disidang pengadilan. Sedangkan

implikasi praktisnya bahwa hal ini dapat dijadikan pertimbangan bagi hakim

dalam menangani perkara yang memerlukan peran dari kedokteran forensik.


Tugas pokok seorang dokter dalam bidang kedokteran kehakiman

adalah membantu pembuktian melalui pembuktian ilmiah termasuk

dokumentasi informasi/prosedur, dokumentasi fakta, dokumentasi temuan,

analisis dan kesimpulan, presentasi (sertifikasi).

Dokter berperan dalam memberikan keterangan ahli, sebagai sebagai

saksi ahli pemeriksa, menjelaskan visum et repertum, menjelaskan kaitan

temuan VeR dengan temuan ilmiah alat bukti sah lainnya. Dokter juga

berperan menjelaskan segala sesuatu yang belum jelas dari sisi ilmiah.

Peran profesi kedokteran kehakiman berkaitan dengan melibatkan

pengetahuan patologi forensik dan patologi klinik. Profesi kedokteran

forensik bias juga mencakup ruang lingkup bukan peradilan yaitu berperan

dalam identifikasi, keterangan medis, uji keayahan, dan pemeriksaan barang

bukti lainnya.

Terkait dengan bantuan keterangan ahli yang diperlukan dalam proses

forensik, maka bantuan ini pada tahap penyidikan juga memiliki peran yang

cukup penting untuk membantu penyidik mencari dan mengumpulkan bukti-

bukti dalam usahanya menemukan kebenaran materil suatu perkara pidana.

Dalam kasus-kasus tertentu, bahkan penyidik sangat bergantung kepada

keterangan ahli untuk mengungkap lebih jauh suatu peristiwa pidana yang

sedang ditanganinya.

Kasus-kasus pidana seperti pembunuhan, penganiayaan dan

pemerkosaan merupakan contoh kasus dimana penyidik dalam

mengungkapkan lebih lanjut kasus tersebut. Identifikasi kedokteran


kehakiman merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan membantu

penyidik untuk menentukan identitas seseorang.

Identifikasi personal sering merupakan suatu masalah dalam kasus

pidana maupun perdata. Menentukan identitas personal dengan tepat amat

penting dalam penyidikan karena adanya kekeliruan dapat berakibat fatal

dalam proses peradilan.

Dalam pelaksanaan identifikasi, ilmu kedokteran kehakiman sangat

berperan terutama pada jenazah tidak dikenal, jenazah yang rusak,

membusuk, hangus terbakar dan kecelakaan massal, bencana alam, huru hara

yang mengakibatkan banyak korban meninggal, serta potongan tubuh

manusia atau kerangka.

Ilmu kedokteran kehakiman yang menangani tindak criminal di anggap

sebagai masalah teknis, karena kejahatan dari segi wujud perbuatannya

maupun alat yang digunakannnya memerlukan penanganan secara teknis

dengan menggunakan bantuan diluar ilmu hukum pidana maupun acara

pidana.

Pada umumnya suatu laboratorium kriminalistik mencakup bidang ilmu

kedokteran kehakiman, kimia forensik dan ilmu fisika forensik. Bidang kimia

forensik mencakup juga analisa racun (toksikologi forensik), sedangkan ilmu

fisika forensic mempunyai cabang yang amat luas termasuk : balistik

forensik, ilmu sidik jari, fotografi forensik.

Selain itu identifikasi kedokteran kehakiman juga berperan dalam

berbagai kasus seperti pembunuhan. Identitas seorang yang dipastikan bila


paling sedikit dua metode yang digunakan memberikan hasil positif (tidak

meragukan). Identifikasi dalam Ilmu Kedokteran kehakiman meliputi :3

1. Pemeriksaan sidik jari

Sidik jari atau finger prints dapat menentukan identitas secara pasti

oleh karena sifat kekhususannya yaitu pada setiap orang akan berbeda

walaupun pada kasus saudara kembar satu telur. Keterbatasannya

hanyalah cepat rusak/membusuknya tubuh. Metode ini membandingkan

sidik jari jenazah dengan data sidik jari antemortem. Sampai saat ini,

pemeriksaan sidik jari merupakan pemeriksaan yang diakui paling tinggi

ketepatannya untuk menentukan identitas seseorang. Dengan demikian

harus dilakukan penanganan yang sebaik-baiknya terhadap jari tangan

jenazah untuk pemeriksaan sidik jari, misalnya dengan melakukan

pembungkusan kedua tangan jenazah dengan kantong plastik.

2. Metode visual

Metode ini termasuk metode sederhana dan mudah dikerjakan

dengan memperlihatkan jenazah terutama wajah korban kepada keluarga

korban atau pada orang-orang yang merasa kehilangan anggota keluarga

atau temannya. Cara ini hanya efektif pada jenazah yang tidak rusak

berat dan belum membusuk, sehingga masih mungkin dikenali wajah dan

bentuk tubuhnya oleh lebih dari satu orang. Hal ini perlu diperhatikan

mengingat adanya kemungkinan faktor emosi yang turut berperan untuk

membenarkan atau sebaliknya menyangkal identitas jenazah tersebut.

3
Ibid.hlm23
3. Pemeriksaan Dokumen

Dokumen seperti kartu identitas (KTP, SIM, Paspor) dan

sejenisnya, yang kebetulan ditemukan dalam saku pakaian yang

dikenakan akan sangat membantu mengenali jenazah tersebut. Perlu

diingat pada kecelakaan massal, dokumen yang ada dalam saku seorang

laki-laki lebih bermakna bila dibandingkan dengan dokumen yang

terdapat didalam tas seorang wanita karena dokumen yang terdapat

dalam tas atau dompet yang berada dekat jenazah belum tentu adalah

milik jenazah yang bersangkutan dikarenakan tas tersebut bias saja

terlempar dan smapai ke dekat jenazah orang lain.

4. Pemeriksaan Pakaian

Pada identifikasi melalui pakaian yang dikenakan oleh Koran

apabila menggunakan pencatatan yang baik dan teliti seperti model,

bahan yang dipakai, merek penjahit, label binatu dapat merupakan

petunjuk siapa pemilik pakaian tersebut dan tentunya identitas korban.

5. Pemeriksaan perhiasan

Metode identifikasi dengan menggunakan metode ini merupakan

metode identifikasi yang baik, walaupun tubuh korban telah rusak atau

hangus. Inisial yang terdapat pada cincin dapat memberikan informasi

siapa si pemberi ataupun pemilik cincin tersebut, dengan demikian dapat

diketahui pula identitas korban.

6. Identifikasi Medik
Metode ini selalu dapat di pakai dan memiliki nilai tinggi dalam

hal ketepatannya terutama jika korban memiliki status medis (medical

record, antemortem record) yang baik, karena selain dilakukan oleh

seorang ahli dengan menggunakan berbagai cara/modifikasi (termasuk

pemeriksaan dengan sinar-X) sehingga ketepatannya cukup tinggi.

Bahkan pada tengkorak/kerangka pun masih dapat dilakukan metode

identifikasi ini. Jenis kelamin perkiraaan umur, tinggi dan berat badan

serta warna rambut dan mata di klasifikasikan dalam tanda medis yang

umum. Sedangkan sifat yang lebih khusus adalah bentuk cacat fisik,

bekas operasi, tumor, tattoo, dan lain sebagainya.

7. Pemeriksaan Pencatatan Gigi

Pemeriksaan ini meliputi data gigi (Odontogram) dan rahang yang

dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan manual, sinar-X dan

pencetakan gigi dan rahang. Odontogram memuat data tentang jumlah,

bentuk, susunan, tambalan, protesa gigidan sebagainya. Seperti hal nya

dengan sidik jari, maka setiap individu memiliki susunan gigi yang khas.

Dengan demikian dapat dilakukan identifikasi dengan cara

membandingkan data temuan dengan data pembanding antemortem.

8. Pemeriksaan Serologi

Pemeriksaan serologi pada prinsipnya bertujuan untuk menentukan

golongan darah jenazah, dimana pada umumnya golongan darah

seseorang dapat ditentukan dari pemeriksaan darah, air mani, dan cairan

tubuh lainnya. Orang yang demikian termasuk golongan darah yang


secretor, 75-80% dari penduduk termasuk dalam golongan ini. Pada

mereka yang termasuk non-sekretor penentuan golongan darah hanya

dapat dilakukan melalui pemeriksaan golongan darahnya saja.

Pemeriksaan ini buat penyidik sangatlah penting, khususnya pada kasus-

kasus pembunuhan, kejahatan seksual dan kasus tabrak lari serta

penculikan bayi. Penentuan golongan darah pada jenazah yang telah

membusuk dapat dilakukan pemeriksaan sidik DNAyang akurasinya

sangat tinggi.

9. Metode Eksklusi

Metode eksklusi ini digunakan untuk korban missal seperti

bencana alam atau kecelakaan missal.


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah melakukan pembahasan terhadap permasalahan yang menjadi

rumusan masalah dalam penulisan skripsi ini, maka penulis akhirnya sampai

pada suatu kesimpulan dari pembahasan. Kesimpulan tersebut akan di uraikan

lebih lanjut dalam poin – poin sebagai berikut :

1. Ilmu Kedokteran Kehakiman atau kedokteran Forensik merupakan

cabang kedokteran khusus yang berkaitan dengan interaksi antara medis

dan hukum yang berfungsi untuk membuat suatu perkara jelasm yaitu,

dengan mencari dan menemukan kebenaran materiil yang selengkap-

lengkapnya tentang suatu perbuatan ataupun suatu tindak pidana yang

terjadi, selain itu ilmu kedokteran kehakiman adalah merupakan bagian

dari penyidikan. Dalam menjalankan tugas penyidik, umumnya penyidik

memanfaatkan ilmu kedokteran kehakiman untuk mendapatkan sumber-

sumber informasi yang dapat membuat jelas dan terang tentang suatu

perkara.

2. Proses forensik merupakan cara untuk mengumpulkan bukti-bukti awal

untuk mencari tersangka yang diduga melakukan tindak pidana dan

saksi-saksi yang mengetahui tentang tindak pidana. Proses forensik

sangat erat kaitannya dengan ilmu kedokteran kehakiman karena melaui

ilmu kedokteran kehakiman inilah yang akan membuktikan apa yang


telah terjadi pada korban dengan cabang-cabang ilmu yang termuat

didalamnya. Tata cara penyidikan dilakukan segera setelah laporan atau

pengaduan adanya tindak pidana, kemudian penyidikan yang

mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu

peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera

melakukan tindakan penyidikan yang diperlukan (Pasal 106 KUHAP).

Penyidikan oleh penyidik Pegawai Negeri Sipil diberi petunjuk oleh

penyidik Polri. Dasar atau pedoman bagi penyidik untuk memulai

penyidikan yaitu Kedapatan Tertangkap Tangan (Pasal 1 butir 19

KUHAP), adanya laporan (Pasan 1 butir 25 KUHAP), adanya pengaduan

(Pasal 1 butir 25 KUHAP), diketahui sendiri atau dari pemberitahuana,

atau cara lain sehingga penyidik mengetahui terjadinya delik. Pada saat

dokter menerima permintaan bantuan ahli dari penyidik dalam suatu

penyidikan kasus tindak pidana maka dokter harus mencatat beberapa hal

penting seperti tanggal dan jam doketr menerima permintaan bantuan,

cara permintaan bantuan tersebut (telpon atau lisan), nama penyidik yang

minta bantuan, jam saat dokter tiba di TKP, alamat TKP dan macam

tempatnya hasil pemeriksaan. Kemudian keseluruhan hasil dari

pemeriksaan yang telah dilakukan oleh dokter ahli Kehakiman atau ahli

forensik tertulis dalam suatu laporan yang disebut dengan vissum et

repertum.
3. Saran

Diperlukan pengaturan secara lebih jelas mengenai saksi ahli

terkhususnya terhadap penggunaan ilmu kedokteran kehakiman, mengenai

pengertian, peranan, tujuan dan fungsinya serta bagaimana kedudukan dari

hasil penyidikan dengan menggunakan ilmu kedokteran kehakiman itu. Hal

ini dikarenakan banyak hal dan bahkan tidak ada pengaturan khusus yang

terdapat di dalam Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

yang mengatur tentang ilmu kedokteran kehakiman sehingga dalam

penggunaannya masih memakai pasal – pasal yang hanya berkaitan dengan

pemberian keterangan dari saksi ahli yang secara jelas kita ketahui dalam

pasal tersebut sangat sederhana sekali.


DAFTAR PUSTAKA

Amir, Amri, 1979, Memasyarakatkan Ilmu Kedokteran Kehakiman, PT. Raja

Grafindo Persada, Jakarta.

Legowo, Tjiptomartono Agung, 1982, Penerapan Ilmu Kedokteran Kehakiman

Dalam Proses Penyidikan, Jakarta: Karya Unipres.

R. Soeparmono, 2002, Keterangan Ahli dan Vissum Et Repertum Dalam Aspek

Hukum Acara Pidana, CV. Mandar Maju, Bandung.

Syarief, H. Nurbama, 2004, Diktat Ilmu Kedokteran Kehakiman,UPT. Penerbitan

dan Percetakan USU (USU Press), Medan.

Setiady, Tholib, 2009, Pokok-Pokok Ilmu Kedokteran Kehakiman, Cet Ke-2,

Bandung.

Idries, Abdul Mun’im dan Agung Legowo Tjiptomoanoto, 2011. Penerapan Ilmu

Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan,CV. Sagung Seto, Jakarta.

Undang-undang No.8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara

Pidana

http://www.lawskripsi.com/article.php

http://www.meillyssach.co.cc/2010/visum-et-repertum.html,

http://permanaikhsan.blogspot.com,

http://ferli1982,wordpress.com/2011/03/06/visum-et-repertum/

Anda mungkin juga menyukai