Anda di halaman 1dari 9

HUKUM KEDOKTERAN KEHAKIMAN

PERANAN VER DALAM TINDAK


PIDANA PEMBUNUHAN

I R S YA D F I K R I 1 8 1 1 0 3 0 1 0 7 6 0
M A U L I D YA P U T R I R 1 8 11 0 3 0 1 0 7 1 9
FA R H A N FA U Z A N A L FA R I Z I 1 8 11 0 3 0 1 0 7 3 5
PERAN VISUM ET REPARTUM DALAM
PERCOBAAN GANTUNG DIRI
• Visum et Repertum memuat keterangan dokter atau pendapat dokter mengenai hasil
pemeriksaan medis dan dianggap sebagai barang bukti yang dibuat berdasarkan undang-
undang yaitu pasal 120, 179, dan 133 ayat 1 KUHAP. Seorang dokter tidak dapat dituntut
karena membuka rahasia meskipun dokter membuatnya tanpa seizin pasien. Visum et repertum
tersebut hanya diberikan kepada instansi penyidik yang memintanya, untuk selanjutnya
dipergunakan dalam proses pengadilan.
• Sebab kematian lebih mengarah kepada alat atau sarana yang dipakai untuk mematikan korban
atau penyakit yang membuat korban meninggal, dan cara kematian ialah mati wajar (alami,
misalnya disebabkan oleh penyakit) atau mati tidak wajar (tidak alami, misalnya disebabkan
oleh pembunuhan, bunuh diri atau kecelakaan).
PERAN VISUM ET REPARTUM DALAM
PEMBUNUHAN BERENCANA
• Dalam proses pemeriksaan di pengadilan, suatu putusan terhadap kasus pidana dapat di sahkan jika sebelumnya terlebih dahulu mulalui
proses pembuktian. VeR dapat menjadi alat pembuktian dalam proses pemeriksaan di sidang pengadilan. Pasal 133 Ayat 1 KUHAP
menyatakan: “Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan atau mati yang diduga
karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kedokteran kehakiman atau dokter
atau ahli lainnya”.
• VeR adalah laporan hasil pemeriksaan dokter terhadap luka, cidera atau kematian yang dibuat dengan mengingat sumpah jabatan
berdasarkan apa yang dilihat dan diketemukan dalam pemeriksaan tersebut sesuai dengan ilmu pengetahuan kedokteran yang dimilikinya,
atas permintaan tertulis dari Polisi, Jaksa atau Hakim.Bertolak dari belakang Visum et Repertum dalam hubungannya dengan alat bukti
perkara pidana, teranglah bahwa Visum et Repertum merupakan alat bukti tertulis atau bukti surat.Badan Pembinaan Hukum Nasional
Departemen Kehakiman, 1978, Naskah Akademik Rencana Undang – Undang Tentang Kedokteran Kehakiman, hal. 150.
•  Dengan demikian, maka dalam proses penyelesaian perkara pidanan dimuka persidangan, Visum et Repertum sangat dibutuhkan sebagai
salah satu alat bukti surat menurut Pasal 184 (1) huruf c jo Pasal 187 KUHAP. Bertolak dari belakang dan eksistensi Visum et Repertum
dalam acara pembuktian perkara pidana dimuka persidangan, tentunya peranan Visum et Repertum memegang peranan yang cukup handal
dalam mengungkapkan sebab akibat dari suatu tindak pidana. Manfaat yang paling dominan berkenan dengan keberadaan Visum et
Repertum dipersidangan adalah untuk mengganti barang bukti atau korban kejahatan, karena barang bukti tidak tahan lama dan keadaan
korban kejahatanpun tidak selamanya dapat dipertahankan keutuhannya sampai persidangan acara pembuktian dilangsungkan.
KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET
REPARTUM
• Berdasarkan alat bukti yang sah seperti disebutkan dalam Pasal 184 ayat
• KUHAP, maka jikalau seumpama tidak ada dokter ahli kedokteran forensik, maka hakim masih dapat meminta keterangan dokter bukan
ahli di dalam sidang, yang sekalipun bukan sebagai keterangan ahli, tetapi keterangan dokter bukan ahli itu sendiri dapat dipakai sebagai
alat bukti dan sah menurut hukum sebagai “keterangan saksi”. Keterangan dokter bukan ahli tersebut dalam sidang mungkin diperlukan
oleh hakim, sehubungan dengan dokter tersebut yang telah membuat dan menandatangani visum et repertum yang dilengkapkan dan
terdapat dalam berkas perkara ataupun dapat oleh dokter ahli.
• Keterangan tersebut diberikan setelah ia mengucapkan sumpah atau janji dihadapan hakim (Pasal 186 KUHAP serta penjelasannya) atau
dilakukan setelah memberikan keterangan ahli. Tahapan pemeriksaan tersebut, maka pengertiannya dapat disimpulkan, jikalau
dihubungkan dengan Pasal 133 KUHAP dan penjelasannya maka, permintaan keterangan yang diberikan oleh ahli kedokteran
kehakiman disebut keterangan ahli (deskundige verklaring) sedangkan keterangan yang diberikan oleh dokter bukan ahli kedokteran
kehakiman disebut keterangan (verklaring). Dengan demikian, seperti yang telah diterangkan dimuka, dalam tahap penyidikan dan
penuntutan, maka suatu laporan yang dibuat penyidik dan penuntut umum atas keterangan orang ahli kedokteran kehakiman, dokter
bukan ahli kedokteran kehakiman atau orang ahli lainnya dapat berupa:
– Keterangan Ahli : yaitu dalam suatu bentuk “laporan” oleh dokter ahli kedokteran kehakiman atau ahli lainnya susuai Pasal 1 butir 28 KUHAP,
tentang sesuatu hal atau sesuatu pokok soal.
– Keterangan Ahli : oleh dokter ahli kedokteran kehakiman atau dokter antara lain, dalam bentuk Visum Et Repertum
– Keterangan : yaitu keterangan oleh dokter, bukan ahli kedokteran kehakiman dilakukan secara tertulis/”laporan”.
KASUS
• Polisi Kasus
• Bahwa pembunuhan yang dilakukan oleh USTON MOITO alias UTON terhadap ILYAS TANTU alias ELIS bertempat di Desa Marisa Utara,
Kecamatan Marisa, Kabupaten Pohuwato.
• Latar belakang pembunuhan terjadi pada hari Senin tanggal 13 Mei 2013, sekitar pukul 23.00 WITA di jalan depan acara pesta khitanan yang dihibur oleh
musik orjen dimana korban yang saat itu sedang berjalan kaki dengan tujuan ingin menonton hiburan orjen dan sempat bertabrakan dengan Lk. Adon yang
merupakan adik dari terdakwa dan pada saat itu juga terdakwa sedang berada di acara orjen tersebut, sehingga terjadi pekelahian antara Lk. Adon bersama-
sama dengan terdakwa dan korban. Terdakwa saat itu juga sempat memukul korban pada bagian wajah korban dan langsung dileri oleh saksi
Mohamammad Zaenal dan saksi Rahman Tantu, setelah itu terdakwa langsung pulang menuju rumahnya yang berjarak kurang lebih 30 meter dari tempat
kejadian dengan waktu tempuh kurang lebih 5 menit dan sesampainya dirumah terdakwa mengganti pakaian namun perasaan terdakwa tidak bisa
menerima perbuatan yang telah dilakukan oleh korban kepada adik terdakwa sehingga timbul niat terdakwa untuk menghilangkan jiwa korban dengan cara
terdakwa mengambil pisau badik yang bergagang kuning di dalam lemari kemudian pisau tersebut diselipkan dipinggang sebelah kiri terdakwa dan
terdakwa kembali ke tempat kejadian dengan selang waktu 1 jam atau pada hari Selasa tanggal 14 Mei 2013 kira-kira jam 24.30 WITA dan langsung
menemui korban dan pada saat terdakwa menemui korban dimana terdakwa langsung memukul korban dengan menggunakan tangan kanan yang terkepal
dengan diarahkan ke wajah korban sebanyak 1 kali dan saat itu juga terdakwa langsung mengambil pisau badik kemudian menusukannya kearah tubuh
korban, kebagian perut sebelah kiri dengan maksud untuk menghulangkaan jiwa korban sehingga usus korban terburai keluar dari dalam perut dan
terdakwa langsungg melarikan diri, dan pada saat itu juga korban langsung dibawa oleh saksi Mohammad Zaenal Ke RSUD Kabupaten Pohuwato dengan
menggunakan sepeda motor dengan tujuan ingin menyelamatkan nyawa korban akan tetapi nyawa korban sudah tidak dapat diselamatkan oleh pihak
RSUD Pohuwato sehingga pada tanggal 14 Mei 2013 sekira jam 08.00 WITA korban dinyatakan meninggal dunia oleh pihak RSUD Pohuwato. Kasus
percobaan bunuh diri terjadi di Desa Ngembal Kulon, Kecematan Jati, Kudus. Kasus tersebut diduga terjadi akibat depresi pandemi Covid-19. Peristiwa itu
terjadi pada Kamis (8/10/2020). Bapak berinisial EG (48) dan anak IM (12) melakukan percobaan bunuh diri. Di lokasi kejadian ditemukan secarik kertas
yang bertuliskan "makamkan kami dengan protokol kesehatan dengan satu liang". Dilansir dari ANTARA, aparat Kepolisian Resor (Polres) Kudus, terus
melakukan penyidikan terkait kasus dugaan bunuh diri bapak dan ana tersebut. "Kami belum bisa menyimpulkan kejadian tersebut apakah masuk kategori
bunuh diri atau pembunuhan, karena masih didalami sehingga belum bisa menyimpulkan apa-apa," kata kapolres Kudus AKBP Aditya Surya Dharma,
Kamis (8/10/2020).
KRONOLOGI
• Ani yang merupakan warga sekitar, mengungkapkan yang pertama mengetahui dugaan bunuh diri
merupakan istri IG ketika pulang dari bepergian sekitar pukul 17.00 WIB. Saat ditemukan bapak dan
anak tersebut dalam kondisi kritis di rumahnya, IM yang merupakan anak IG ditemukan di kursi dengan
posisi terlilit sarung dan EG ditemukan tergeletak di lantai dengan tangan kiri mengeluarkan darah.
Kepala Puskesmas Jati Kulon Kamal, mengatakan ketika tim medis dari Puskesmas Jati Kulon bersama
Tim Indonesia Autometic Finger Print Identification Syistem atau identifikasi TKP Polres Kudus
bersama Polsek Jati untuk olah TKP, keduanya ditemukan masih dalam keadaan hidup. Namun, kata
dia, dalam perjalanan menuju RSUD Loekmono Hadi Kudus, IM akhirnya meninggal dunia. Sementara
IG yang masih hidup, kini mendapat perawatan di RSUD Loekmono Hadi Kudus. Dalam olah TKP
oleh Polres Kudus, ditemukan tali plastik menggantung di kamar anaknya IM. Perlu diketahui, sebelum
peristiwa nahas tersebut, EG beberapa kali ke Puskesmas Ngembal Kulon mengeluhkan gejala
mengarah Covid-19, namun ketika dilakukan tes cepat (rapid test) Covid-19 hasilnya nonreaktif. Belum
puas dengan hasil tersebut, IG dikabarkan melakukan tes usap tenggorakan (swab) mandiri di salah satu
klinik di Kabupaten Kudus. Saat peristiwa dugaan percobaan bunuh diri pada kamis (8/10/2020) pukul
17.00 WIB, istri EG sedang tidak ada di rumah, sehingga hanya EG dan IM.
KEJIWAAN EG

• Dalam Kasus tersebut, diduga sang Ayah EG mengajak anaknya untuk melakukan bunuh diri. Sehingga
proses hukum dilakukan oleh Polres Kudus. Hasil pemeriksaan awal oleh pihak kepolisian, "EG" mengakui
perbuatannya yang membuat anaknya meninggal. "Karena hasil tes kejiwaan pelaku kondisinya normal,
maka secara psikologis benar-benar sehat dan tidak ada gangguan kejiwaan. Untuk itu, kasus pidananya
tetap dilanjutkan," kata Kapolres Kudus AKBP Aditya Surya Dharma dilansir dari ANTARA di Kudus,
Jumat (30/10/2020). Awalnya, pelaku berniat bunuh diri, namun melihat anaknya berinisial "IM" tengah
menonton televisi sendirian, dirinya lantas terpikir untuk menghabisinya juga. Pelaku beranggapan dirinya
terpapar virus corona, kemudian ingin bunuh diri. Saat melihat anaknya, pelaku ingat jika beberapa hari
sebelum kejadian anaknya yang sakit asma juga diyakini ikut terpapar Covid-19 sehingga ketika tengah
nonton televisi ikut dibunuh. Jika pelaku terbukti melakukan tindak pidana menghilangkan nyawa, bisa
dijerat dengan pasal 338 tentang pembunuhan dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.
LAMPIRAN (CONTOH VISUM
PERCOBAAN BUNUH DIRI)
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai