RB Budi Prastowo•
ABSTRAK
Harus diakui bahwa saat ini sarana Hukum Pidana merupakan sarana yang paling
menonjol dalam upaya pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Fungsiona/isasi
Hukum Pidana dalam pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dilakukan mela/ui
tahap regu/asi, aplikasi dan eksekusi. Tulisan ini mencoba menelaah dari sudut
pandang teori Hukum Pidana tentang permasalahan-permasa/ahan yang dihadapi
pada tahap regulasi dan aplikasi Hukum Pidana sebagai salah satu sarana dalam
pembeåantasan Tindak Pidana Korupsi. Tiga permasalahan utama yaitu tentang:
[1] delik formil dan delik materiil, [2] sifat melawan hukum formi/ dan sifat
melawan hukum materiil, dan [3] pettanggungjawaban pidana akan menjadi
pokok telaah dalam tulisan ini.
A. Pendahuluan Dosen Fakultas Hukum Universitas
Katolik Parahyangan, untuk matakuliah
Terminologi delik formil dan delik Pengantar llmu Hukum dan matakuliah
materiil, demikian juga terminologi Hukum Pidana.
sifat melawan hukum formil dan terkait, keterangan ahli, maupun
sifat mealwan hukum materiil dalam pertimbangan hukum
merupakan beberapa terminologi hakim konstitusi. Hal itu menjadi
yang dipermasalahkan dalam perkara lebih menarik perhatian
MK-RI Nomor 003/PUU-lV/2006 masyarakat hukum setelah dalam
tentang putusannya MK-RI mengabulkan
Permohonan Pengujian UU RI sebagian permohonan pemohon
Nomor 31 Tahun 1999 tentang kh u s u s nya yang menyatakan
Pemberantasan Tindak Pidana bahwa frasa dalam Penjelasan
Korupsi sebagaimana telah diubah
dengan I-JU RI Nomor 20 Tahun Pasal 2 ayat(l) UU PTPK yang
2001 tentang Perubahan atas UU RI merumuskan pengertian sifat
Nomor 31 Tahun 1 999 tentang melawan hukum (materiil, pen)
Pemberantasan Tindak Pidana dinyatakan bertentangan dengan
Korupsi (selanjutnya akan disebut UUD 1945 dan dinyatakan tidak
UU PTPK, pen) terhadap Undang- memiliki kekuatan hukum
Undang Dasar Negara RI Tahun mengikat.
1945 (selanjutnya disebut UUD
1945, pen). Pembahasan tentang Permasalahan tersebut
beberapa terminologi tersebut sebenarnya berakar dari rumusan
dilakukan baik dalam permohonan tindak pidana korupsi dalam UU
pemohon, keterangan pihak-pihak PTPK khususnya Pasal 2 ayat (1)
212
Jurnal Hukum Pro Justitia, Juli 2006, Volume 24 No.3
214
Jurnal Hukum Pro Justitia, Juli 2006, Volume 24 No.3
215
Jurnal Hukum Pro Justitia, Juli 2006, Volume 24 No.3
216
Jurnal Hukum Pro Justitia, Juli 2006, Volume 24 No.3
217
Jurnal Hukum Pro Justitia, Juli 2006, Volume 24 No.3
218
Jurnal Hukum Pro Justitia, Juli 2006, Volume 24 No.3
219
Jurnal Hukum Pro Justitia, Juli 2006, Volume 24 No.3
220
Jurnal Hukum Pro Justitia, Juli 2006, Volume 24 No.3
221
Jurnal Hukum Pro Justitia, Juli 2006, Volume 24 No.3
222
Jurnal Hukum Pro Justitia, Juli 2006, Volume 24 No.3
223
Jurnal Hukum Pro Justitia, Juli 2006, Volume 24 No.3
224
Jurnal Hukum Pro Justitia, Juli 2006, Volume 24 No.3
225
Jurnal Hukum Pro Justitia, Juli 2006, Volume 24 No.3
226
Jurnal Hukum Pro Justitia, Juli 2006, Volume 24 No.3
227
Jurnal Hukum Pro Justitia, Juli 2006, Volume 24 No.3
DAFTAR PUSTAKA •
1. Barda Nawawi Arief,
Masalah
Penegakan Hukum dan
Kebijakan Penanggulangan
Pidana, , Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2001.
2. Gilbert Geis and Robert F
Meier, White Colllar Crime,
The Free Press, London, 1977.
3. Jan Remmelink Hukum
Pidana, , terjemahan,
Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, 2003.
4. Komisi Pemberantasan
Korupsi,
Identification of Gaps between
Laws / regulations of the
Republic of Indonesia and the
United Nations Convention
Against Corruption, KPK RI,
Jakarta, 2006.
PAF Lamintang Dasar-Dasar
Hukum Pidana Indonesia, ,
Sinar Baru Bandung, 1999.
228