0854-2031
TERAKREDITASI BERDASARKAN SK.DIRJEN DIKTI NO.55a/DIKTI/KEP/2006
Sudharmawatiningsih *
ABSTRAK
KUHPerdata, dalam perkembangan asas hukum yang tidak tertulis dan bersifat
jurisprudensi perbuatan melawan hukum umum, misalnya terpenuhinya tiga faktor
(onrechtmatigedaad) yang dikenal dalam yakni: Negara tidak dirugikan,
hukum perdata kemudian diterima Kepentingan umum dilayani; dan
menjadi satu ukuran melawan hukum Terdakwa sendiri tidak mendapat untung”.
dalam hukum pidana (wederrechte
lijkheid). 2. Putusan Mahkamah Agung RI, No. 275
Dalam menentukan sifat melawan K/Pid/1983, tanggal 15-12- 1983.
hukum sebagai suatu perbuatan pidana di
atas telah dijelaskan tidak dapat ditinjau ”Bahwa menurut kepatutan dalam
dari undang-undang secara formil saja masyarakat khususnya dalam perkara-
akan tetapi juga ditinjau dari materiil. Hal perkara tindak pidana korupsi, apabila
ini berkaitan dengan sumber hukum yang seorang pegawai negeri menerima fasilitas
berupa hukum tertulis dan hukum tidak yang berlebihan serta keuntungan lainnya
tertulis. dari seorang lain dengan maksud
Sehubungan dengan sifat melawan menggunakan kekuasaannya atau
hukum materiil, menurut Moeljatno, wewenangnya yang melekat pada
”....perbuatan harus pula betul-betul jabatannya secara menyimpang, hal itu
dirasakan oleh masyarakat sebagai sudah merupakan ”perbuatan melawan
perbuatan yang tidak boleh atau tidak patut hukum”. Karena menurut kepatutan
dilakukan. Oleh karena apa? Karena perbuatan itu merupakan perbuatan yang
bertentangan dengan, atau menghambat tercela atau perbuatan yang merusak
akan tercapainya tata dalam pergaulan perasaan masyarakat banyak”.
masyarakat yang dicita-citakan oleh Sifat melawan hukum materiil
2
masyarakat itu,....” merupakan perbuatan tidak tertulis yang
Pendapat Moeljatno terkait sifat ukurannya dapat ditemukan dalam
melawan hukum materiil kemudian dianut pergaulan hidup masyarakat. Sifat tercela
dalam jurisprudensi Indonesia sebagai dapat menjadi ukuran melalui apakah
jurisprudensi tetap dan menjadi acuan perbuatan tersebut dapat diterima
Hakim dalam menyelesaikan perkara masyarakat secara umum atau tidak dan
khususnya perkara korupsi. Contoh apakah perbuatan tersebut menimbulkan
Yurisprudensi tetap Mahkamah Agung keresahan dalam masyarakat.
yang telah menganut sifat melawan hukum Perkembangan sifat melawan
materiil dalam perkara korupsi : hukum formil maupun materiil sebagai
kebijakan hukum pidana dapat ditemukan
1. Putusan Mahkamah Agung RI, No. dalam peraturan perundang-undangan
42K/Kr/1965 Tanggal 8-1-1965 pidana diluar KUHP. Kebijakan hukum
pidana mempunyai tujuan sebagai
”Bahwa suatu tindakan pada umumnya penanggulangan kejahatan yang
hilang sifat melawan hukumnya, bukan berkembang dalam masyarakat.
hanya berdasarkan pada ketentuan Melalui kebijakan formulatif
perundang-undangan, melainkan juga hukum pidana, terhadap perbuatan
berdasarkan pada asas-asas keadilan, asas- melawan hukum formil dan materiil dapat
dilihat dalam Undang-Undang Republik
2 Moeljanto, Perbuatan Pidana dan
Pertanggungjawaban dalam Hukum Pidana, Pidato Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang
diucapkan pada Upacara Peringatan Dies Natalis ke-6 Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Universitas Gajah Mada, di Sitihinggil Yogyakarta
pada tanggal 19 Desember 1955, Seksi Kepidanaan sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Yogyakarta, 1969, hal. 18.
perbuatan yang melanggar undang-undang ukuran yang tidak tertulis dalam undang-
secara formil maupun yang tidak diatur undang secara formal untuk menentukan
dalam perundang-undangan formil yakni perbuatan yang dapat dipidana.
meliputi perbuatan-perbuatan yang Keberadaan penjelasan pasal dalam suatu
bertentangan dengan norma-norma, undang-undang tidalk lepas dari ketentuan
kaidah-kaidah, kesopanan dan kepatutan yang terdapat dalam Undang-undang
yang lazim atau bertentangan dengan Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004
keharusan dalam pergaulan hidup yang tentang Pembentukan Peraturan
secara langsung dan tidak langsung Perundang-undangan.
merugikan keuangan negara atau Dalam Butir E Lampiran yang tak
perekonomian negara atau merugikan terpisahkan dari Undang-undang Republik
kepentingan umum/kepentingan Indonesia Nomor 10 Tahun 2004 tentang
masyarakat luas. Pembentukan Peraturan Perundang-
Penjelasan Pasal 2 ayat (1) undangan antara lain menentukan:
Undang-undang Republik Indonesia a. Penjelasan berfungsi sebagai tafsiran
N o m o r 3 1 Ta h u n 1 9 9 9 t e n t a n g resmi pembentuk peraturan perundang-
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi undangan atas norma tertentu dalam
sebagaimana telah diubah dengan Undang- batang tubuh. Oleh karena itu penjelasan
undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang hanya memuat uraian atau jabaran lebih
Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 lanjut norma yang diatur dalam batang
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak tubuh. Dengan demikian penjelasan
Pidana Korupsi, mengandung maksud sebagai sarana untuk memperjelas
meskipun perbuatan tersebut tidak diatur norma batang tubuh, tidak boleh
dalam peraturan perundang-undangan mengakibatkan terjadinya ketidak
secara formil, yaitu dalam pengertian yang jelasan norma yang dijelaskan;
bersifat onwetmatig, namun apabila b. Penjelasan tidak dapat digunakan
menurut ukuran yang dianut dalam sebagai dasar hukum untuk membuat
masyarakat sebagai perbuatan tercela. peraturan lebih lanjut;
Pelanggaran nilai kepatutan, kehati-hatian c. Dalam penjelasan dihindari rumusan
dan keharusan yang dianut dalam yang isinya memuat perubahan
hubungan orang-perorang dalam terselubung terhadap ketentuan
masyarakat dipandang telah memenuhi perundang-undangan yang bersangkut
unsur melawan hukum (wederrechtelijk). an;
Ukuran yang dipergunakan dalam hal ini Sehubungan Butir E Lampiran
adalah hukum atau peraturan tidak tertulis. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004
Rasa keadilan (rechtsgevoel), norma tentang Pembentukan Peraturan
kesusilaan atau etik, dan norma-norma Perundang-undangan, Penjelasan pasal
moral yang berlaku di masyarakat telah dalam undang-undang berfungsi untuk
cukup untuk menjadi kriteria satu menjelaskan substansi norma yang
perbuatan tersebut merupakan tindakan terdapat dalam pasal dan tidak
yang melawan hukum, meskipun hanya menambahkan norma baru. Penjelasan
dilihat secara materiil. bukan merupakan dasar hukum, sehingga
Mahkamah Konstitusi telah dalam penerapannya berfungsi sebagai
menilai, bahwa pembuat undang-undang penjelasan norma yang akan menambah
bukan hanya menjelaskan Pasal 2 ayat (1) wacana dalam menilai perbuatan. Putusan
tentang unsur melawan hukum, melainkan Mahkamah Konstitusi tentang sifat
telah melahirkan norma baru. Dalam melawan hukum yang pengertiannya
penjelasan memuat digunakannya ukuran- tertuang dalam penjelasan pasalnya tidak
mempunyai kekuatan mengikat, sehingga Senoaji3, dikatakan oleh Lie Oen Hock
dalam penerapannya dikembalikan pada bahwa,”Hakim biasa tidak diperkenankan
rasa keadilan yang menjadi tujuan dalam mengadili mengenai kebijakan Penguasa.
pemberantasan tindak pidana korupsi Bukanlah Pengadilan yang dapat menilai
dengan mengacu pada dasar hukum yang kebijakan penguasa dengan Freies
berlaku, yurisprudensi, doktrin, maupun Ermessen-nya, sehingga kebijakan
pendapat ahli. Pemerintah tidak boleh dicampuri oleh
Dalam tinjauan terhadap Hakim Umum. Pembatasan terhadap
penerapan fungsi positif dari ajaran Beleidsvrijheid itu adalah apabila terdapat
perbuatan melawan hukum materiel tidak perbuatan yang masuk dalam kategoris
jarang mengalami kekeliruan essensiel dan penyalahgunaan wewenang
mendasar sifatnya. Khususnya dalam (“Detournement de pouvoir”) dan
kaitan antara Hukum Pidana dari unsur perbuatan sewenang-wenang (“Abus de
“menyalahgunakan wewenang” (Pasal 1 Droit”), dan pola penyelesaian terhadap
ayat 1 b UU No. 3 Tahun 1971 jo …., penyimpangan ini adalah melalui Peradilan
melawan hukum (Pasal 1 ayat 1 huruf a UU Administrasi (sekarang : Peradilan Tata
No. 3 Tahun 1971 jo Pasal 2 ayat (1) Usaha Negara)”.
Undang-undang Republik Indonesia Mengingat system Hukum Pidana
N o m o r 3 1 Ta h u n 1 9 9 9 t e n t a n g Indonesia, khususnya dalam sebagian
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi besar perkara-perkara tindak pidana
sebagaimana telah diubah dengan Undang- korupsi ini bersandar prinsip Legalitas
undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang yang ketat dalam menentukan
Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 terbukti/tidak terbuktinya rumusan delik,
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak maka untuk menentukan ada tidaknya
Pidana Korupsi) dan Hukum Administrasi “kewenangan” tersebut harus dilandasi
Negara yang berkaitan dengan peraturan dasar (legalitas). Sehingga,
“staatsbeleid” (Kebijakan Negara) dengan adanya perumusan pasal menjadi dasar
asas-asas umum pemerintahan yang baik hakim melakukan penilaian terhadap
(Algemene Beginselen Van Behoorlijk “menyalahgunakan kewenangan” tersebut.
Bestuur). Jadi, ukuran atau kriteria ada atau tidaknya
Seringkali dalam praktek unsur “menyalahgunakan kewenangan”
mencampur adukan, bahkan menganggap dari diri Pembanding bersifat alternatif,
sama antara unsur “menyalahgunakan artinya selain berpijak pada peraturan dasar
wewenang” dan “melawan hukum”. (legalitas) juga mempertimbangkan
Bahkan tanpa disadari badan peradilan mengenai kebijakan tidak tertulis
menerapkan asas perbuatan melawan
hukum materiil dengan fungsi positif tanpa Peran Hakim Dalam Pandangan
memberikan kriteria yang jelas untuk dapat Masyarakat (Adat) terhadap Tindak
menerapkan asas tersebut, yaitu Pidana Korupsi sebagai Perbuatan
melakukan pemidanaan berdasarkan asas Tercela
kepatutan dengan menyatakan para pelaku
telah melanggar asas-asas umum Keberadaan hukum tidak tertulis
pemerintahan yang baik tanpa mempunyai peranan penting dalam sistem
membedakannya dengan persoalan hukum di Indonesia yang implementasinya
“beleid” yang tunduk pada Hukum 3 Indriyanto Seno Adji, ”Asas Perbuatan Melawan
Administrasi Negara”. Hukum Materiel dan Masalahnya Dalam Perspektif
Seperti yang dikutip Indriyanto Hukum Pidana Di Indonrsia”, Makalah disampaikan
pada seminar tentang Asas-Asas Hukum Pidana
Nasional, Semaramg 26-27 April 2004 hal.52
tersebut tidak diatur dalam peraturan bahwa, “Hakim sebagai penegak hukum
perundang-undangan, namun apabila dan keadilan wajib menggali, mengikuti
perbuatan tersebut dianggap tercela karena dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa
tidak sesuai dengan rasa keadilan atau keadilan yang hidup dalam masyarakat”.
norma-norma kehidupan sosial dalam Penanggulangan tindak pidana
masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat korupasi berangkat dari konsep pemikiran,
dipidana” tidak mempunyai kekuatan bahwa secara hukum formil telah
5
hukum mengikat . dirumuskan melalui aturan normatifnya,
Bertolak dari putusan Mahkamah sedangkan secara materiil diketemukan
Konstitusi yang telah bersifat final dan melalui perwujudan sebagai perbuatan
mengikat, maka putusan tersebut tidak tercela yang ukurannya ada kepentingan
dapat ditarik kembali walupun ada hukum yang dilindungi.
keberatan dari pihak Termohon maupun Dalam perkembangan hukum
masyarakat luas. Namun, dalam pidana modern, perlindungan hukum
penanggulangan tindak pidana korupsi mempunyai tujuan tidak hanya melindungi
melalui kebijakan aplikatif apakah ”sifat kepentingan pelaku saja, akan tetapi
melawan hukum secara materiil” melindungi kepentingan masyarakat,
kemudian diterjemahkan tidak berlaku, korban dan negara. Oleh karena itu,
dikesampingkan atau tidak diterapkan menjadi pertimbangan hakim dalam
adalah tidak demikian sederhana dalam menjatuhkan putusan korupsi yang tidak
menerapkannya mengingat hukum tidak saja berdasarkan pertimbangan yuridis
tertulis sebagai pedoman hidup masyarakat akan tetapi juga pertimbangan filosofis
merupakan sumber hukum di Indonesia. maupun sosiologis dalam mewujudkan
Pentingnya keberadan hukum keadilan dengan merespon perkembangan
tidak tertulis sebagai sumber hukum nilai-nilai kemasyarakatan sebagai hukum
dikatakan Mochtar Kusumaatmadja 6 , tidak tertulis. Berkaitan dengan ukuran
bahwa ”selain hukum, kehidupan manusia norma tidak tertulis, hakim dalam mencari
dalam masyarakat dipedomani moral kebenaran materiil wajib menggalinya
manusia itu sendiri, diatur pula oleh agama, melalui fakta-fakta yang terungkap di
oleh kaidah-kaidah susila , kesopanan, adat persidangan.
kebiasaan dan kaidah-kaidah sosial Perintah undang-undang bagi
lainnya”. hakim untuk menggali, mengikuti dan
Sehubungan hal tersebut di atas, memahami nilai-nilai hukum yang hidup
pada hakikatnya keberadaan sifat melawan dalam masyarakat semata-mata bertujuan
hukum materiil sebagai hukum tidak mewujudkan keadilan bagi masyarakat.
tertulis mendapat tempat dalam sistem Peran hakim dalam menggali nilai keadilan
hukum di Indonesia. Peran hakim dalam yang tidak tertulis meliputi pula dalam
merespon hukum tidak tertulis, melalui hukum pidana. Menurut Indriyanto Seno
ketentuan dalam Pasal 27 Undang-Undang Adji7, hukum pidana adat (materi /
No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan- substansi) mendapat tempat bagi perhatian
Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman hakim di Indonesia, termasuk soal yang
jo Pasal 28 Undang-Undang No. 4 Tahun berkaitan dengan “perbuatan tercela atau
sifat perbuatan melawan hukum secara
2004 tentang Kekuasaan Kehakiman
materiil dalam masyarakat adat di
5 Putusan Mahkamah Konstitusi, Nomor 003/PUU-
IV/2006 7 Indriyanto Seno Adji, ”Asas Perbuatan Melawan
6 Mochtar Kusumaatmadja, Fungsi dan Perkembangan Hukum Materiel dan Masalahnya Dalam Perspektif
Hukum dalam Pembanghunan Nasiona, Lembaga Hukum Pidana Di Indonrsia”, Makalah disampaikan
Penelitian Hukum dan Kriminologi Fakultas Hukum pada seminar tentang Asas-Asas Hukum Pidana
Universitas Padjadjaran, tanpa tahun, hal.3. Nasional, Semaramg 26-27 April 2004 hal.10