Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

Retardasi mental merupakan suatu keadaan penyimpangan tumbuh kembang seorang


anak sedangkan peristiwa tumbuh kembang itu sendiri merupakan proses utama, hakiki, dan khas
pada anak serta merupakan sesuatu yang terpenting pada anak tersebut. Terjadinya retardasi
mental dapat disebabkan adanya gangguan pada fase pranatal, perinatal maupun postnatal.
Mengingat beratnya beban keluarga maupun masyarakat yang harus ditanggung dalam
penatalaksanaan retardasi mental, maka pencegahan yang efektif merupakan pilihan terbaik.1
Prevalensi retardasi mental pada anak-anak di bawah umur 18 tahun di negara maju
diperkirakan mencapai 0,5-2,5% , di negara berkembang berkisar 4,6%. Insidens retardasi mental
di negara maju berkisar 3-4 kasus baru per 1000 anak dalam 20 tahun terakhir. Angka kejadian
anak retardasi mental berkisar 19 per 1000 kelahiran hidup. Banyak penelitian melaporkan angka
kejadian retardasi mental lebih banyak pada anak laki-laki dibandingkan perempuan.1
Pada suatu waktu diperkirakan adalah kira kira 1% dari populasi, insidensi retardasi
mental sulit dihitung karena kesulitan mengenali onsetnya. Pada banyak kasus, retardasi
mungkin laten selama waktu yang panjang sebelum keterbatasan seseorang diketahui atau karena
adaptasi baik. Prevalensi untuk RM ringan 0,37 0,59% sedangkan untuk RM sedang, berat dan
sangat berat adalah 0,3 0,4%. Dua insidensi tertinggi adalah pada anak usia sekolah, dengan
puncak usia 10 sampai 14 tahun. Retardasi mental 1,5 kali lebih sering pada laki laki
dibandingkan dengan wanita. Pada lanjut usia, prevalensi lebih sedikit karena mereka dengan
retardasi mental yang berat atau sangat berat memiliki angka mortalitas yang tinggi yang
disebabkan dari penyulit gangguan fisik yang menyertai.2
Oleh karena itu retardasi mental merupakan masalah di bidang kesehatan masyarakat,
kesejahteraan sosial dan pendidikan baik pada anak yang mengalami retardasi mental tersebut
maupun keluarga dan masyarakat.1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II. 1. Retardasi Mental


II.1.1. Defenisi
Retardasi mental (RM) adalah suatu keadaan dengan intelegensia yang kurang
(subnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak-anak).
Biasanya terdapat perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan, tetapi gejala
utama ialah intelegensi yang terbelakang. Retardasi mental disebut juga oligofrenia
(oligo = kurang atau sedikit dan fren = jiwa) atau tuna mental. Keadaan tersebut
ditandai dengan fungsi kecerdasan umum yang berada dibawah rata-rata dan disertai
dengan berkurangnya kemampuan untuk menyesuaikan diri atau berprilaku adaptif.1
Menurut Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa edisi ke-III (PPDGJ
III) adalah suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti atau tidak lengkap,
yang terutama ditandai oleh hendaya keterampilan selama masa perkembangan,
sehingga berpengaruh pada semua tingkat intelegensia yaitu kemampuan kognitif,
bahasa, motorik, dan sosial.3
Menurut American Association Mental Retardation (AAMR) 2002 adalah
suatu disabilitas yang ditandai dengan suatu limitasi/keterbatasan yang bermakna baik
dalam fungsi intelektual maupun prilaku adaptif yang diekspresikan dalam
keterampilan konseptual, sosial dan praktis.3
Menurut Diagnostic and Scientific Manual IV-TR (DSM IV-TR) adalah sama
dengan definisi AAMR dan ditambahkan batas derajat fungsi intelektual umum atau
yang dikenal sebagai intelligence quotient (IQ) 70 atau lebih rendah.2

II.1.2. Etiologi 1,2,3


2

a. Kelainan Kromosom
i. Sindrom Down
Sindrom down adalah kondisi yang disebabkan oleh adanya kelebihan
kromosom pada pasangan ke-21 dan ditandai dengan retardasi mental serta
anomali fisik yang beragam. Untuk seorang ibu usia pertengahan (> 32 tahun),
resiko memiliki anak dengan sindroma Down adalah kira-kira 1 dalam 100
kelahiran. Retardasi mental adalah ciri yang ada pada sindrom Down. Sebagian
besar pasien berada dalam kelompok retardasi sedang sampai berat., hanya
sebagian kecil yang memiliki IQ di atas 50. Diagnosis sindrom Down relatif
mudah pada anak yang lebih besar tetapi seringkali sukar pada neonatus. Tanda
yang paling penting pada neonatus adalah hipotonia umum, fisura palpebra yang
oblik, kulit leher yang berlebihan, tengkorak yang kecil dan datar, tulang pipi
yang tinggi, dan lidah yang menonjol. Dapat dilihat juga tangan tebal dan lebar,
dengan garis transversal tunggal pada telapak tangan, dan jari kelingking pendek
dan melengkung ke dalam.

Gambar 1. Karakteristik Sindrom Down

ii. Sindrom Fragile X


3

Sindrom fragile X merupakan bentuk retardasi mental yang diwariskan


dan disebabkan oleh mutasi gen pada kromosom X. Diyakini terjadi pada kirakira 1 tiap 1000 kelahiran laki-laki dan 2000 kelahiran perempuan. Derajat
retardasi mental terentang dari ringan sampai berat. Ciri perilakunya adalah
tingginya angka gangguan defisit atensi/hiperaktivitas, ganguan belajar, dan
gangguan perkembangan pervasif seperti gangguan akuisitik. Defisit dalam fungsi
bahasa adalah pembicaraan yang cepat dan perseveratif dengan kelainan dalam
mengkombinasikan kata-kata membentuk frasa dan kalimat.
iii. Sindrom Prader-Willi
Kelainan ini akibat dari penghilangan kecil pada kromosom 15, biasanya
terjadi secara sporadik. Prevalensinya kurang dari 1 dalam 10000. Orang dengan
sindrom ini menunjukkan perilaku makan yang kompulsif dan sering kali
obesitas, retardasi mental, hipogonadisme, perawakan pendek, hipotonia, dan
tangan dan kaki yang kecil. Anak anak dengan sindrom ini seringkali memiliki
perilaku oposisional yang menyimpang.

Gambar 2. Karakteristik Sindrom Prader-Willi

iv. Sindrom tangisan kucing (cat-cry / cri-du-chat syndrome)


4

Anak-anak dengan sindrom tangisan kucing, kehilangan bagian dari


kromosom 5. Mereka mengalami retardasi mental berat dan menunjukkan banyak
stigmata yang seringkali disertai dengan penyimpangan kromosom, seperti
mikrosefali, telinga yang letaknya rendah, fisura palpebra oblik dan mikrognatia.
Tangisan seperti kucing yang khas (disebabkan oleh kelainan laring) yang bertahap
berubah dan menghilang dengan bertambahnya usia.
b. Faktor Genetik Lain
Phenylketonuria

(PKU)

merupakan

gangguan

yang

menghambat

metabolisme asam phenylpyruvic, menyebabkan retardasi mental kecuali bila


pola makan amat dikontrol. PKU ditransmisikan dengan trait Mendel autosomal
resesif yang sederhana dan terjadi pada kira-kira 1 persen dalam setiap 10.000
sampai 15.000 kelahiran hidup. Bagi orang tua yang telah memiliki anak dengan
PKU, kemungkinan memiliki anak lain dengan PKU adalah satu dalam setiap
empat sampai lima kehamilan selanjutnya. Defek metabolisme dasar pada PKU
adalah ketidakmampuan untuk mengubah fenilalanin, suatu asam amino esensial,
menjadi paratirosin karena tidak adanya atau tidak aktifnya enzim fenilalanin
hidroksilase, yang mengkatalisis perubahan tersebut.
Sebagian besar pasien dengan PKU mengalami retardasi yang berat, tetapi
beberapa dilaporkan memiliki kecerdasan dalam batas ambang atau normal.
Walaupun gambaran klinis bervariasi, anak PKU tipikal adalah hiperaktif dan
menunjukkan perilaku yang aneh dan tidak dapat diramalkan, yang menyebabkan
sulit ditangani. Mereka seringkali menunjukkan gerakan aneh pada tubuhnya dan
anggota gerak atas dan manerisme memutir tangan, dan perilaku mereka kadangkadang meyerupai anak autistik atau skizofrenik. Komunikasi verbal dan
nonverbal biasanya sangat terganggu atau tidak ditemukan. Koordiansi anak
adalah buruk, dan mereka memiliki banyak kesulitan perseptual.

Gambar 3. Phenylketouria
c. Faktor Prenatal
Beberapa kasus retardasi mental disebabkan oleh infeksi dan penyalah
gunaan obat selama ibu mengandung. Infeksi yang biasanya terjadi adalah
Rubella, yang dapat menyebabkan kerusakan otak. Penyakit ibu juga dapat
menyebabkan retardasi mental, seperti sifilis, cytomegalovirus, dan herpes genital.
Obat-obatan yang digunakan ibu selama kehamilan dapat mempengaruhi bayi
melalui plasenta. Sebagian dapat menyebabkan cacat fisik dan retardasi mental
yang parah. Anak-anak yang ibunya minum alkohol selama kehamilan sering lahir
dengan sindrom fetal dan merupakan kasus paling nyata sebagai penyebab
retardasi mental. Komplikasi kelahiran, seperti kekurangan oksigen atau cedera
kepala, infeksi otak, seperti encephalitis dan meningitis, terkena racun, seperti cat
yang mengandung timah sangat berpotensi menyebabkan retardasi mental.
d. Faktor Perinatal
Beberapa bukti menunjukkan bahwa bayi prematur dan bayi dengan berat
badan lahir rendah berada dalam resiko tinggi mengalami gangguan neurologis
dan intelektual yang bermanifestasi selama dalam tahun-tahun sekolahnya. Bayi
6

yang menderita pendarahan intrakranial atau tanda-tanda iskemia serebral


terutama rentan terhadap kelainan kognitif. Derajat gangguan perkembangan saraf
biasanya berhubungan dengan beratnya perdarahan intracranial.
e. Gangguan Didapat Pada Masa Anak-anak
Kadang-kadang status perkembangan seorang anak dapat berubah secara
dramatik akibat penyakit atau trauma fisik tertentu. Secara retrospektif, kadangkadang sulit untuk memastikan gambaran kemajuan perkembangan anak secara
lengkap sebelum terjadinya gangguan, tetapi efek merugikan pada perkembangan
atau keterampilan anak tampak setelah gangguan. Beberapa penyebab yang
didapat pada masa anak-anak antara lain :
Infeksi.
Infeksi yang paling serius mempengaruhi interitas serebral adalah
ensefalitis dan meningitis.
Trauma kepala
Penyebab cedera kepala yang terkenal pada anak-anak yag menyebabkan
kecacatan mental, termasuk kejang. Tetapi, lebih banyak cedera kepala
yang disebabkan oleh kecelakaan di rumah tangga, seperti terjatuh dari
tangga. Penyiksaan anak juga suatu penyebab cedera kepala.
Masalah lain
Cedera otak dari henti jantung selama anesthesia jarang terjadi. Satu
penyebab cedera otak lengkap atau parsial adalah afiksia yang
berhubugan dengan nyaris tenggelam. Pemaparan jangka panjang dengan
timbal adalah penyebab gangguan kecerdasan dan keterampilan belajar.
Tumor intrakranial dengan berbagai jenis, pembedahan, dan kemoterapi
juga dapat merugikan fungsi otak.
f. Faktor Lingkungan dan Sosiokultural
Suatu bentuk retardasi mental dipengaruhi oleh lingkungan dengan
sosioekonomi rendah. Faktor-faktor psikososial, seperti lingkungan rumah atau
sosial yang miskin, yaitu yang memberi stimulasi intelektual, penelantaran atau
7

kekerasan dari orang tua, dapat menjadi penyebab atau memberi kontribusi dalam
perkembangan retardasi mental pada anak-anak. TIdak ada penyebab biologis
yang telah dikenali pada kasus tersebut.
Anak-anak dalam keluarga yag miskin dan kekurangan secara
sosiokultural adalah sasaran dari kondisi merugikan perkembangan dan secara
potensial patogenik. Lingkungan prenatal diganggu oleh perawatan medis yang
buruk dan gizi maternal yang buruk. Kehamilan remaja sering disertai dengan
penyulit obstetri, prematuritas, dan berat badan lahir rendah. Perawatan medis
setelah kelahiran buruk, malnutrisi, pemaparan dengan zat toksin tertentu seperti
timbale dan trauma fisik adalah serig terjadi. Ketidakstabilan keluarga, sering
pindah, dan pengasuh yang berganti-ganti tetapi tidak adekuat sering terjadi.
Selain itu, ibu dalam keluarga tersebut sering berpendidikan rendah dan tidak siap
memberikan stimulasi yang sesuai bagi anak-anaknya.
Masalah lain yang tidak terpecahkan adalah pengaruh ganguan mental
yang parah. Gangguan tersebut dapat menganggu pengasuhan dan stimulasi anak
dan aspek lain dari lingkungan mereka, dengan demikian menempatkan anak pada
resiko perkembangan. Anak-anak dari orang tua dengan gagguan mood dan
skizofrenia diketahui berada dalam resiko mengalami gangguan tersebut dan
gangguan yang berhubungan.
II.1.3. Klasifikasi4
a. F70 Retardasi Mental Ringan
Bila menggunakan tes IQ baku yang tepat, maka IQ berkisar antara 50 69
menunjukkan retardasi mental ringan. Pemahaman dan penggunaan bahasa cenderung
terlambat pada berbagai tingkat, dan masalah kemampuan berbicara yang mempengaruhi
perkembangan kemandirian dapat menetap sampai dewasa. Walaupun mengalami
keterlambatan dalam kemampuan bahasa, tapi sebagian besar dapat mencapai kemampuan
bicara untuk keperluan sehari hari. Kebanyakan juga dapat mandiri penuh dalam merawat
diri sendiri dan mencapai ketrampilan praktis dan ketrampilan rumah tangga, walaupun
tingkat perkembangannya lebih lambat dari pada normal.
8

Kesulitan utama biasanya tampak dalam pekerjaan sekolah yang bersifat akademis
dan banyak masalah khusus dalam membaca dan menulis. Etiologi organik hanya dapat
diidentifikasikan pada sebagian kecil penderita. Keadaan lain yang menyertai, seperti
autisme, gangguan perkembangan lain, epilepsi, gangguan tingkah laku, atau disabilitas fisik
dapat ditemukan dalam berbagai proporsi. Bila terdapat gangguan demikian, maka harus
diberi kode diagnosis tersendiri.
b. F71 Retardasi Mental Sedang
Biasanya IQ berada dalam rentang 35 49. Umumnya ada profil kesenjangan dari
kemampuan, beberapa dapat mencapai tingkat yang lebih tinggi dalam ketrampilan visuospasial dari pada tugas tugas yang tergantung pada bahasa, sedangkan yang lainnya sangat
kurang namun dapat mengadakan interaksi sosial dan percakapan sederhana. Tingkat
perkembangan bahasa bervariasi, ada yang dapat mengikuti percakapan sederhana,
sedangkan yang lain hanya dapat berkomunikasi seadanya untuk kebutuhan dasar mereka.
Suatu etiologi organik dapat diidentifikasikan pada kebanyakan penyandang retardasi
mental sedang. Autisme masa kanak atau gangguan perkembangan pervasif lainnya terdapat
pada sebagian kecil kasus, dan mempunyai pengaruh besar pada gambaran klinis dan tipe
penatalaksanaan yang dibutuhkan. Epilepsi, disabilitas neurologik dan fisik juga lazim
ditemukan meskipun kebanyakan penyandang retardasi mental sedang mampu berjalan tanpa
bantuan. Kadang kadang didapatkan gangguan jiwa lain, tetapi karena tingkat
perkembangan bahasanya yang terbatas sehingga sulit menegakkan diagnosis dan harus
tergantung dari informasi yang diperoleh dari orang lain yang mengenalnya. Setiap gangguan
penyerta harus diberi kode diagnosis tersendiri.
c. F72 Retardasi Mental Berat
Biasanya IQ berada dalam rentang 20 34. Pada umumnya mirip dengan retardasi
mental sedang dalam hal :
-

Gambaran klinis

Terdapatnya etiologi organic

Kondisi yang menyertainya

Tingkat prestasi yang rendah


9

Kebanyakan penyandang retardasi mental berat menderita gangguan motorik yang


mencolok atau defisit lain yang menyertainya, menunjukkan adanya kerusakan atau
penyimpangan perkembangan yang bermakna secara klinis dari susunan saraf pusat.
d. F73 Retardasi Mental Sangat Berat
Biasanya IQ dibawah 20. Pemahaman dan penggunaan bahasa terbatas, hanya
mengerti perintah dasar dan mengajukan permohonan sederhana. Keterampilan
visuospasial yang paling dasar dan sederhana tentang memilih dan mencocokkan
mungkin dapat dicapainya dan dengan pengawasan dan petunjuk yang tepat, penderita
mungkin dapat sedikit ikut melakukan tugas praktis dan rumah tangga.
Suatu etiologi organik dapat diidentifikasi pada sebagian besar kasus. Biasanya ada
disabilitas neurologik dan fisik lain yang berat yang mempengaruhi mobilitas, seperti
epilepsi dan hendaya daya lihat dan daya dengar. Sering ada gangguan perkembangan
pervasif dalam bentuk sangat berat khususnya autisme yang tidak khas (atypical autism)
terutam pada penderita yang dapat bergerak.
e. F78 Retardasi Mental Lainnya
Kategori ini hanya digunakan bila penilaian dari tingkat retardasi mental dengan
memakai prosedur biasa sangat sulit atau tidak mungkin dilakukan karena adanya
gangguan sensorik atau fisik, misalnya buta, bisu, tuli dan penderita yang perilakunya
terganggu berat atau fisiknya tidak mampu.
f. F79 Retardasi Mental YTT
Terdapat retardasi mental, tetapi tidak ada informasi yang cukup untuk
menggolongkannya dalam salah satu kategori tersebut diatas.
Ciri perkembangan orang dengan retardasi mental2
Derajad
RM

Usia Prasekolah
Maturasi & Perkembangan
Retardasi jelas; kapasitas
berfungsi

Sangat

yang minimal dalam bidang

Usia sekolah 6-20


Latihan & Pendidikan

Dewasa (21 & lebih)


Keadekuatan Sosial &
Kejuruan

Ada beberapa perkembangan Beberapa perkembangan


motorik; dapat berespon
minimal
motorik dan bicara; dapat

10

berat

atau terbatas terhadap


sensorimotorik; memerlukan
latihan
perawatan; memerlukan bantuan
&
menolong diri sendiri.
pengawasan terus menerus.
Perkembangan motorik yang
miskin;
Dapat berbicara atau belajar

ditangani dengan pengawasan


sedang.

Dapat bereperan sebagian


dalam pemeliharaan diri
berkomunikasi; dapat dilatih
sendiri
dibawah pengawasan
dalam kebiasaan sehat dasar; lengkap;
memperoleh manfaat dari
latihan
dapat mengembangkan
kebiasaan sistematik; tidak
keterampilan melindungi diri
sendiri sampai tingkat
mampu memperoleh manfaat minimal
yang berguna dalam
dari latihan kejuruan.
lingkungan
yang terkendali.
Dapat memperoleh manfaat
dari
Dapat bekerja sendiri dalam
latihan dalam keterampilan
sosial
pekerjaan yang tidak terlatih
dan setengah terlatih
dan pekerjaan; tidak mungkin dibawah
berkembang lebih dari kelas
kondisi terawasi;
dua
memerlukan
dalam subjek akademik;
dapat
pengawasan dan bimbingan
belajar pergi sendirian
jika berada dalam stress
ditempat
sosial
yang dikenal.
atau ekonomi ringan.

Dapat mengembangkan
keterampilan sosial dan
komunikasi;

Dapat belajar keterampilan


akademik sampai kira-kira
kelas

berbicara sedikit biasanya tidak


mampu belajar dari latihan
menolong
Berat

diri sendiri; sedikit atau tidak


mempunyai keterampilan
komunuikasi.

Dapat berbicara atau belajar


untuk
berkomunikasi; kesadaran sosial
yang
buruk; perkembangan motorik
yang
Sedang

Ringan

mencapai perawatan diri


yang
sangat terbatas;
memerlukan
perawatan.

cukup; mendapat manfaat dari


latihan menolong diri sendiri;
dapat

retardasi minimal dan bidang


sensorimotorik; sering tidak
dapat
dibedakan dari normal sampai
lebih
tua.

Biasanya dapat mencapai

keterampilan sosial dan


kejuruan yang adekuat
enam pada akhir usia remaja; untuk
membiayai diri sendiri
dapat dibimbing untuk
minimal
menyesuaikan diri dengan
sosial.
tetapi mungkin memerlukan
bantuan dan bimbingan jika
dibawah stress sosial atau
ekonomi yang tidak biasa.

II.1.4. Diagnosis
Menurut pedoman diagnostik PPDGJ III intelegensia bukan merupakan karakteristik
yang berdiri sendiri, melainkan harus dinilai berdasarkan sejumlah besar ketrampilan khusus
yang berbeda. Meskipun ada kecenderungan umum bahwa semua ketrampilan ini akan
berkembang ke tingkat yang serupa pada setiap individu, tetapi ada ketimpangan (discrepancy)
yang luas, terutama pada penyandang RM. Orang yang demikian mungkin memperlihatkan
hendaya berat dalam satu bidang tertentu (misalnya bahasa) atau mungkin mempunyai suatu area
11

keterampilan tertentu yang lebih tinggi (misalnya tugas visuospasial sederhana) pada RM berat.
Keadaan ini akan menimbulkan kesluitan dalam menentukan kriteria diagnostik dimana seorang
penyandang RM harus diklasifikasikan.3
Penilaian tingkat kecerdasan harus berdasarkan semua informasi yang tersedia, termasuk
temuan klinis, perilaku adaptif (yang dinilai dalam kaitan dengan latar belakang budayanya), dan
hasil tes psikometrik. Untuk diagnosis pasti, harus ada penurunan tingkat kecerdasan yang
meningkatkan berkurangnya kemampuan adaptasi terhadap tuntutan dari lingkungan sosial biasa
sehari hari. Gangguan jiwa dan fisik yang menyertai retardasi mental mempunyai pengaruh
besar pada gambaran klinis dan penggunaan dari semua keterampilannya. Oleh karena itu
kategori diagnostik yang dipilih harus berdasarkan penilaian kemampuan global dan bukan atas
suatu hendaya atau ketrampilan khusus. Tingkat IQ yang ditetapkan hanya merupakan petunjuk
dan seharusnya tidak ditetapkan secara kaku dalam memandang keabsahan permasalahan lintas
budaya.
Kriteria diagnostik untuk RM menurut DSM IV TR adalah sebagai berikut :3
1. Fungsi intelektual dibawah rata rata (IQ 70 atau kurang) yang telah diperiksa secara
individual.
2. Kekurangan atau gangguan dalam perilaku adaptif (sama dengan kekurangan individu
untuk memenuhi tuntutan standar perilaku sesuai dengan usianya dari lingkungan
budayanya) dalam sedikitnya 2 hal, yaitu komunikasi, self-care, kehidupan rumahtangga,

ketrampilan

sosial/interpersonal,

menggunakan

sarana

komunitas,

mengarahkan diri sendiri, ketrampilan akademis fungsional, pekerjaan, waktu


senggang, kesehatan dan keamanan.
3. Awitan terjadi sebelum usia 18 tahun.
Kode diagnostik dan derajat RM menurut DSM IV TR adalah sebagai berikut :
317

Retardasi mental ringan, IQ 50 55 sampai 70

318

Retardasi mental sedang, IQ 35 40 sampai 50 55

318.1 Retardasi mental berat, IQ 20 25 sampai 35 40


318.2 Retardasi mental sangat berat, IQ dibawah 20 atau 25
319

Retardasi mental tidak tergolongkan bila tidak dapat dilakukan pemeriksaan IQ

12

Fungsi intelektual dapat diketahui dengan tes fungsi kecerdasan dan hasilnya dinyatakan
sebagai suatu taraf kecerdasan atau IQ. Dapat dihitung dengan :
IQ = MA/CA x 100%
MA = Mental Age, umur mental yang didapat dari hasil tes
CA = Chronological Age, umur yang didapat berdasarkan perhitungan tanggal lahir
Diagnosis retardasi mental dapat dibuat setelah riwayat penyakit, pemeriksaan intelektual
yang baku, dan pengukuran fungsi adaptif menyatakan bahwa perilaku anak sekarang adalah
secara bermakna di bawah tingkat yang diharapakan. Diagnosis sendiri tidak menyebutkan
penyebab ataupun prognosisnya. Suatu riwayat psikiatrik adalah berguna untuk mendapatkan
gambaran longitudinal perkembangan fungsi anak, dan pemeriksaan stigma fisik, kelainan
neurologis, dan tes laboratorium dapat digunakan untuk memastikan penyebab dan prognosis.3
a. Riwayat Penyakit
Riwayat penyakit paling sering didapatkan dari orang tua atau pengasuh, dengan
perhatian khusus pada kehamilan ibu, persalinan, dan kelahiran. Terdapat riwayat keluarga
retardasi mental, hubungan darah pada orangtua, dan gangguan herediter. Juga dapat menilai
latar belakang sosiokultural pasien, iklim emosional di rumah, dan fungsi intelektual pasien.2
b. Wawancara Psikiatrik
Dua faktor yang sangat penting saat jika mewawancarai pasien adalah sikap
pewawancara dan cara berkomunikasi dengan pasien. Kemampuan verbal pasien, termasuk
bahasa reseptif dan ekspresif, harus dinilai sesegera mungkin dengan mengobservasi
komunikasi verbal dan nonverbal antara pengasuh dan pasien dan dari riwayat penyakit.
Sangat membantu jika memeriksa pasien dan pengasuhnya bersama-sama. Jika pasien
menggunakan bahasa isyarat, pengasuh dapat sebagai penerjemah.
Orang terertardasi mengalami kegagalan seumur hidup dalam berbagai bidang, dan
mereka mungkin mengalami kecemasan sebelum menjumpai pewawancara. Pewawancara
dan pengasuh harus berusaha untuk memberikan pasien suatu penjelasan yang jelas, suportif,
13

dan konkret tentang proses diagnostik, terutama pasein dengan bahasa reseptif yang
memadai. Dukungan dan pujian harus diberikan dalam bahasa yang sesuai dengan usia dan
pengertian pasien.
Pengendalian pasien terhadap pola motilitas harus dipastikan, dan bukti klinis adanya
distraktibilitas dan distorsi dalam persepsi dan daya ingat harus diperiksa. Pemakaian bahasa,
tes realitas, dan kemampuan menggali dan pengalaman penting untuk dicatat. Sifat dan
maturitas pertahanan pasien (menundukkan diri sendiri menggunakan penghindaran, represi,
penyangkalan, introyeksi, da isolasi) harus diamati. Potensi sublimasi, toleransi frustasi, dan
pengendalian impuls (terutama terhadap dorongan motorik, agresif, dan seksual) harus
dinilai. Juga penting adalah citra diri dan peranannya dalam perkembangan keyakinan diri,
dan juga penilaian keuletan, ketetapan hati, keingintahuan, dan kemauan menggali hal yang
tidak diketahui.2
c. Pemeriksaan Fisik
Berbagai bagian tubuh memiliki karakteristik tertentu yang sering ditemukan pada orang
retardasi mental dan memiliki penyebab prenatal. Sebagai contoh, konfigurasi dan ukuran
kepala memberikan petunjuk terhadap berbagai kondisi seperti mikrosefali, hidrosefalus, dan
sindroma Down. Wajah pasien mungkin memiliki beberapa stigmata retardasi mental yang
sangat mempermudah diagnosis. Tanda fasial tersebut adalah hipertelorisme, tulang hidung
yang datar, alis mata yang menonjol, lipatan epikantus, opasitas kornea, perubahan retina yag
letaknya rendah atau bentuknya aneh, lidah yang menonjol, dan gangguan gigi geligi.
Lingkaran kepala harus diukur sebagai bagian dari pemeriksaan klinis. Warna dan tekstur
kulit dan rambut, palatum dengan lengkung yang tinggi, ukuran kelenjar tiroid, dan ukuran
anak dan batang tubuh dan ekstremitasnya adalah bidang lain yang digali.2
d. Pemeriksaan Neurologis
Gangguan sensorik sering terjadi pada orang retardasi mental, sebagai contoh sampai
10% orang retardasi mental mengalami gangguan pendengaran empat kali lebih tinggi
dibandingkan orang normal. Gangguan sensorik dapat berupa gangguan pendengaran dan
gangguan visual. Gangguan pendengaran terentang dari ketulian kortikal sampai deficit

14

pendengaran yang ringan. Gangguan visual dapat terentang dari kebutaan sampai gangguan
konsep ruang, pengenalan rancangan, dan konsep citra tubuh.
Gangguan dalam bidang motorik dimanifestasikan oleh kelainan pada tonus otot
(spastisitas atau hipotonia), refleks (hiperefleksia), dan gerakan involunter (koreoatetosis).
Derajat kecacatan lebih kecil ditemukan dalam kelambanan dan koordinasi yang buruk.1
e. Tes Laboratorium1,2
Tes laboratorium yang digunakan pada kasus retardasi mental adalah pemeriksaan urin
dan darah untuk mencari gangguan metabolik. Penentuan kariotipe dalam laboratorium
genetic diindikasikan bila dicurigai adanya gangguan kromosom. Amniosintesis, di mana
sejumlah kecil cairan amniotic diambil dari ruang amnion secara transabdominal antara usia
kehamilan 14 dan 16 minggu, telah berguna dalam diagnosis berbagai kelainan kromosom
bayi, terutama Sindroma Down. Amniosintesis dianjukan untuk semua wanita hamil berusia
di atas 35 tahun. Pengambilan sampel vili korionik (CVS; chorionic villi sampling) adalah
teknik skrining yang baru untuk menentukan kelainan janin. Cara ini dilakukan pada usia
kehamilan 8 dan 10 minggu. Hasilnya tersedia dalam waktu singkat (beberapa jam atau hari),
dan jika kehamilan adalah abnormal, keputusan untuk mengakhiri kehamilan dapat dilakukan
dalam trimester pertama. Prosedur memiliki resiko keguguran antara 2 dan 5 %.
f. Pemeriksaan Psikologis1,2
Tes psikologis, dilakukan oleh ahli psikologis yang berpengalaman, adalah bagian standar
dari pemeriksaan untuk retardasi mental. Pemeriksaan psikologis dilakukan untuk menilai
kemampuan perseptual, motorik, linguistik, dan kognititf. Informasi tentang faktor
motivasional, emosional, dan interpersonal juga penting.
II.1.5. Penatalaksanaan
Retardasi mental berhubungan dengan beberapa gangguan heterogen dan berbagai faktor
psikososial. Terapi yang terbaik untuk retardasi mental adalah pencegahan primer, sekunder, dan
tersier.
A. Pencegahan Primer
15

Pencegahan primer merupakan tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan atau


menurunkan kondisi yang menyebabkan perkembangan gangguan yang disertai dengan
retardasi mental. Tindakan tersebut termasuk :
Pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat umum tentang
retardasi mental.
Usaha terus-menerus dari professional bidang kesehatan untuk menjaga dan
memperbaharui kebijaksanaan kesehatan masyarakat.

Aturan untuk memberikan pelayanan kesehatan maternal dan anak yang optimal.

Eradikasi gangguan yang diketahui disertai dengan kerusakan system saraf pusat.
Konseling keluarga dan genetik membantu menurunkan insidensi retardasi mental dalam

keluarga dengan riwayat gangguan genetic yang berhubungan dengan retardasi mental.
Untuk anak-anak dan ibu dengan sosioekonomi rendah, pelayanan medis prenatal dan
perinatal yang sesuai dan berbagai program pelengakap dan bantuan pelayanan social dapat
menolong menekan komplikasi medis dan psikososial.
B. Pencegahan Sekunder dan Tersier
Jika suatu gangguan yang disertai dengan retardasi mental telah dikenali, gangguan harus
diobati untuk mempersingkat perjalanan penyakit (pencegahan sekunder) dan untuk menekan
sekuele atau kecacatan yang terjadi setelahnya (pencegahan tersier). Gangguan metabolik
dan endokrin herediter, seperti PKU dan hipotiroidisme, dapat diobati dalam stadium awal
dengan control diet atau dengan terapi penggantian hormon.
Anak retardasi mental seringkali memiliki kesulitan emosional dan perilaku yang
memerlukan terapi psikiatrik. Kemampuan kognitif dan sosial yang terbatas yang dimiliki
anak tersebut memerlukan modalitas terapi psikiatrik yang dimodifikasi berdasarkan tingkat
kecerdasan anak.
a. Pendidikan untuk anak
Lingkungan pendidikan untuk anak-anak dengan retardasi mental harus termasuk
program yang lengkap yang menjawab latihan keterampilan adaptif, latihan keterampilan
sosial, dan latihan kejujuran. Perhatian khusus harus dipusatkan pada komunikasi dan
16

usaha untuk meningkatkan kualitas hidup. Terapi kelompok seringkali merupakan format
yang berhasil dimana anak-anak dengan retardasi mental dapat belajar dan
mempraktekkan situasi hidup nyata dan mendapatkan umpan balik yang mendukung.
b. Terapi perilaku, kognitif, dan psikodinamika
Kesulitan dalam beradaptasi di antara orang retardasi mental adalah luas dan sangat
bervariasi sehingga sejumlah intervensi sendiri atau dalam kombinasi mungkin berguna.
Terapi perilaku telah digunakan selama bertahun-tahun untuk membentuk dan
meningkatkan perilaku sosial dan untuk mengendalikan dan menekan perilaku agresif
dan destruksi pasien. Dorongan positif untuk perilaku yang diharapkan dan memulai
hukuman (seperti mencabut hak istimewa) untuk perilaku yang tidak diinginkan telah
banyak menolong.
Terapi kognitif seperti menghilangkan keyakinan palsu dan latihan relaksasi dengan
instruksi dari diri sendiri, juga telah dianjurkan untuk pasien retardasi mental yang
mampu mengikuti instruksi pasien. Terapi psikodinamika telah digunakan pada pasien
retardasi mental dan keluarganya untuk menurunkan konflik tentang harapan yang
menyebabkan kecemasan, kekerasan, dan depresi yang menetap.
c. Pendidikan keluarga
Satu bidang yang penting dalam pendidikan keluarga dari pasien dengan retardasi
mental adalah tentang cara meningkatkan kompetensi dan harga diri sambil
mempertahnkan harapan yang realistic untuk pasien. Keluarga seringkali merasa sulit
untuk menyeimbangkan antara mendorong kemandirian dan memberikan lingkungan
yang mengasuh dan suportif bagi anak retardasi mental, yang kemungkinan mengalami
suatu tingkat penolakan dan kegagalan di luar konteks keluarga.
Orang tua mungkin mendapatkan manfaat dari konseling yang terus-menerus datau
terpai keluarga. Orang tua harus diberikan kesempatan untuk mengekspresikan perasaan
bersalah, putus asa, kesedihan, penyangkalan yang terus-menerus timbul, dan kemarahan
tentang gangguan dan masa depan anak. Dokter psikiatrik harus siap untuk memberikan
semua informasi medis dasar dan terakhir tentang penyebab, terapi, dan bidang lain yang
berhubungan (seperti latihan khusus dan perbaikna defek sensorik).
17

d. Intervensi farmakologis
Pendekatan farmakologis dalam terapi gangguan mental komorbid pada pasien
retardasi mental adalah banyak kesamaannya seperti untuk pasien yang tidak mengalami
retardasi mental. Semakin banyak data yang mendukung pemakaian berbagai medikasi
untuk pasien dengan gangguan mental yang tidak retardasi mental. Beberapa penelitian
telah memusatkan perhatian pada pemakaian medikasi untuk sindrom perilaku berikut
ini yang sering terjadi di antara retardasi mental:
-

Agresi dan perilaku melukai diri sendiri


Beberapa bukti dari penelitian telah menyatakan bahwa lithium (Eskalith) berguna
dalam menurunkan agresi dan perilaku melukai diri sendiri.

- Antagonis narkotik seperti naltrexone (Trexan) telah dilaporkan menurunkan


perilaku melukai diri sendiri pada pasien retardasi mental yang juga memenuhi
kriteria diagnostik untuk gangguan austik infantile. Satu hipotesis yang diajukan
sebagai mekanisme kerja terapi naltrexone adalah bahwa obat mempengaruhi
pelepasan opioid endogen yang dianggap berhubungan dengan melukai diri
sendiri.
- Carbamazepine (Tegretol) dan valproic acid (Depakene) adalah medikasi yang juga
bermanfaat pada beberapa kasus perilaku melukai diri sendiri.
- Gerakan motorik stereotipik
Medikasi

antipsikotik,

seperti

haloperidol

(Haldol)

dan

chlorpromazine

(Thorazine), menurunkan perilaku stimulasi diri yang berulang pada pasien


retardasi mental, terapi medikasi tersebut tidak meningkatkan perilaku adaptif.
Beberapa anak dan orang dewasa (sampai sepertiga) dengan retardasi mental
menghadapi resiko tinggi mengalami tardive dyskinesia dengan pemakaian
kontinu medikasi antipsikotik.
-

Perilaku kemarahan eksplosif


Penhambat-, seperti propranolol dan buspirone (BuSpar), telah dilaporkan
menyebabkan penurunan kemarahan ekspolasif di antara pasien dengan retardasi
mental dan gangguan autistik. Penelitian sistematik diperlukan sebelum obat dapat
ditetapkan sebagai manjur.
18

- Gangguan defisit atensi/hiperaktivitas


Penelitian terapi methylphenidate pada pasien retardasi mental ringan dengan
gangguan defisit atensi/hiperaktivitas telah menunjukkan perbaikan bermakna
dalam kemampuan mempertahankan perhatian dan menyelesaikan tugas.
Penelitian terapi metylphenidate tida menunjukkan bukti adanya perbaikan jangka
panjang dalam keterampilan sosial atau belajar.

II.2. Gangguan Perkembangan Pervasif5


Gangguan perkembangan pervasif mencakup sekelompok keadaan berupa keterlambatan
dan penyimpangan perkembangan keterampilan sosial, bahasa dan komunikasi serta kumpulan
prilaku.
II.2.1. Gangguan Autistik
Autisme berasal dari kata autos yang berarti segala sesuatu yang mengarah pada
diri sendiri. Dalam kamus psikologi umum (1982), autisme berarti preokupasi terhadap
pikiran dan khayalan sendiri atau dengan kata lain lebih banyak berorientasi kepada
pikiran subyektifnya sendiri daripada melihat kenyataan atau realita kehidupan seharihari. Oleh karena itu penderita autisme sering disebut orang yang hidup di alamnya
sendiri. Belakangan istilah psikosis cenderung dihilangkan dan dalam Diagnostic and
Statistical Maunal of Mental Disorder edisi IV (DSM-IV) Autisme digolongkan sebagai
gangguan perkembangan pervasif (pervasive developmental dis-orders), secara khas
gangguan yang termasuk dalam kategori ini ditandai dengan distorsi perkembangan
fungsi psikologis dasar majemuk yang meliputi perkembangan keterampilan sosial dan
bahasa, seperti perhatian, persepsi, daya nilai terhadap realitas, dan gerakan-gerakan
motorik.
Tahap perkembangan motorik

19

VISUAL

UMUR

20

Fiksasi pandangan

Lahir

Mengikuti benda melalui garis tengah

2 bulan

Mengetahui adanya benda kecil

5 bulan

MOTORIK HALUS

UMUR

Telapak tangan terbuka

3 bulan

Menyatukan kedua tangan

4 bulan

Memindahkan benda antara kedua tangan

5 bulan

Meraih unilateral (secara sepihak)

6 bulan

Pincer grasp imatur

9 bulan

Pincer grasp matur dengan jari

11 bulan

Melepaskan benda dengan sengaja

12 bulan

PEMECAHAN MASALAH

UMUR

Memeriksa benda

7 -8 bulan

Melemparkan benda

9 bulan

Membuka penutup mainan

10 bulan

Meletakkan kubus dibawah gelas

11 bulan

MENGGAMBAR

UMUR

Mencoret

12 bulan

Meniru membuat garis

15 bulan

21

Membuat garis spontan

18 bulan

Membuat garis horizontal dan vertikal

25 27 bulan

Meniru membuat lingkaran

30 bulan

Membuat lingkaran spontan tanpa melihat contoh

3 tahun

MELAKSANAKAN TUGAS

UMUR

Memasukkan biji kedalam botol

12 bulan

Melepaskan biji dengan meniru

14 bulan

Melepaskan biji spontan

16 bulan

MENYUSUN KUBUS (Gunakan kubus dengan sisi 2.5 cm)

UMUR

Menyusun 2 kubus

15 bulan

Menyusun 3 kubus

16 bulan

Kereta api dengan 4 kubus

2 tahun

Kereta api dengan cerobong asap

2.5 tahun

Jembatan dari 3 kubus

3 tahun

Pintu gerbang dari 5 kubus

4 tahun

Tangga dan dinding dari beberapa kubus tanpa melihat

6 tahun

contoh
MAKAN

UMUR

Makan skuit yang dipegang

9 bulan

22

Minum dari gelas sendiri atau menggunakan sendok

12 bulan

BERPAKAIAN

UMUR

Membuka baju sendiri

24 bulan

Memakai baju

36 bulan

Membuka kancing

36 bulan

Memasang kancing

48 bulan

Mengikatkan tali sepatu

60 bulan

Tahap Perkembangan Bahasa


Pada Anak Normal
RESEPTIF

UMUR

Bereaksi terhadap suara

Lahir

Tersenyum sosial

5 minggu

Orientasi terhadap suara

4 bulan

Mengerti perintah tidak boleh

8 bulan

Mengerti perintah tanpa mimik

14 bulan

Menunjuk 5 bagian tubuh yang disebutkan

8 bulan
Fase 1 (5 bulan),
23

Menoleh kepada suara bel

fase 2 (7 bulan),
fase 3 (9 bulan)

Mengerti perintah ditambah mimik

11 bulan

EKSPRESIF

UMUR

Ooo-ooo

6 minggu

Guu, guuu

3 bulan

a-guuu, a-guuu

4 bulan

Mengoceh

4-6 bulan

Dadadada (menggumam)
Da-da tanpa arti, Ma-ma tanpa arti
Dada

6 bulan
8 bulan
10 bulan

Mama & kata pertama selain mama


Kata kedua
Kata ketiga
4 6 kata
7 20 kata
Kalimat pendek 2 kata
50 kata & kalimat terdiri dari 3 kata

11 bulan
12 bulan
13 bulan
15 bulan
17 bulan
21 bulan
3 tahun

Kalimat terdiri dari 4 -5 kata, bercerita, menanyakan arti


suatu kata, menghitung sampai 20

4 tahun

24

Secara umum ada beberapa gejala autisme yang akan tampak semakin jelas saat anak telah
mencapai usia 3 tahun, yaitu:
A. Gangguan dalam komunikasi verbal maupun non verbal seperti terlambat bicara,
mengeluarkan kata-kata dalam bahasanya sendiri yang tidak dapat dimengerti, echolalia,
sering meniru dan mengulang kata tanpa dimengerti maknanya, dan seterusnya.
B. Gangguan dalam bidang interaksi sosial, seperti menghindari kontak mata, tidak melihat
jika dipanggil, menolak untuk dipeluk, lebih suka bermain sendiri, dan seterusnya.
C. Gangguan pada bidang perilaku yang terlihat dari adanya perilaku yang berlebih
(excessive) dan kekurangan (deficient) seperti impulsif, hiperaktif, repetitif namun dilain
waktu terkesan pandangan mata kosong, melakukan permainan yang sama dan
monoton .Kadang-kadang ada kelekatan pada benda tertentu seperti gambar, karet,
boneka dan lain-lain yang dibawanya kemana-mana.
D. Gangguan pada bidang perasaan atau emosi, seperti kurangnya empati, simpati, dan
toleransi; kadang-kadang tertawa dan marah sendiri tanpa sebab yang nyata dan sering
mengamuk tanpa kendali bila tidak mendapatkan apa yang ia inginkan.
E. Gangguan dalam persepsi sensoris seperti mencium-cium dan menggigit mainan atau
benda, bila mendengar suara tertentu langsung menutup telinga, tidak menyukai rabaan
dan pelukan, dan sebagainya.
F. Gejala-gejala tersebut di atas tidak harus ada semuanya pada setiap anak autisme,
tergantung dari berat-ringannya gangguan yang diderita anak.
II.2.1.1 Kriteria Diagnosis
Secara detail, menurut DSM IV, kriteria gangguan autistik adalah sebagai berikut:
A. Harus ada total 6 gejala dari (1), (2) dan (3), dengan minimal 2 gejala dari (1) dan
masing-masing 1 gejala dari (2) dan (3):
1. Kelemahan kwalitatif dalam interaksi sosial, yang termanifestasi dalam sedikitnya 2
dari beberapa gejala berikut ini:
a. Kelemahan dalam penggunaan perilaku non-verbal, seperti kontak mata, ekspresi
wajah, sikap tubuh, gerak tangan dalam interaksi sosial.

25

b. Kegagalan dalam mengembangkan hubungan dengan teman sebaya sesuai dengan


tingkat perkembangannya.
c. Kurangnya kemampuan untuk berbagi perasaan dan empati dengan orang lain.
d. Kurang mampu mengadakan hubungan sosial dan emosional yang timbal balik.
2. Kelemahan kualitatif dalam bidang komunikasi. Minimal harus ada 1 dari gejala
berikut ini:
a. Perkembangan bahasa lisan (bicara) terlambat atau sama sekali tidak berkembang
dan anak tidak mencari jalan untuk berkomunikasi secara non-verbal.
b. Bila anak bisa bicara, maka bicaranya tidak digunakan untuk berkomunikasi.
c. Sering menggunakan bahasa yang aneh, stereotype dan berulang-ulang.
d. Kurang mampu bermain imajinatif (make believe play) atau permainan imitasi
sosial lainnya sesuai dengan taraf perkembangannya.
3. Pola perilaku serta minat dan kegiatan yang terbatas, berulang.
Minimal harus ada 1 dari gejala berikut ini:
a. Preokupasi terhadap satu atau lebih kegiatan dengan fokus dan intensitas yang
abnormal atau berlebihan.
b. Terpaku pada suatu kegiatan ritualistik atau rutinitas
c. Gerakan-gerakan fisik yang aneh dan berulang-ulang seperti menggerak-gerakkan
tangan, bertepuk tangan, menggerakkan tubuh.
d. Sikap tertarik yang sangat kuat atau preokupasi dengan bagian-bagian tertentu dari
obyek.
B. Keterlambatan atau abnormalitas muncul sebelum usia 3 tahun minimal pada salah satu
bidang (1) interaksi sosial, (2) kemampuan bahasa dan komunikasi, (3) cara bermain simbolik
dan imajinatif.
C. Bukan disebabkan oleh Sindroma Rett atau Gangguan Disintegratif Masa Anak.

26

Ada beberapa gejala yang harus diperhatikan sebagai pedoman dalam melakukan diagnosis,
sebagai berikut:
A. Kemungkinan simptom atau gejala diusia 3-5 tahun
1. Tidak melakukan kontak mata dengan baik.
2. Tidak tertarik dengan orang lain dan lebih suka bermain sendirian.
3. Menunjukka respon yang tidak biasa yang mengganggu orang lain.
4. Menggunakan bahasa yang berbeda dengan anak-anak lain (sangat sedikit berbahasa,
berbahasa dengan baik tapi diulang-ulang, mengulangi kata-kata dari film, video atau
program TV, ekolalia, sulit mengerti perkataan orang lain.
5. Punya sedikit atau tidak tertarik dengan permainan imajinasi.
6. Tidak tertarik bergabung dalam permainan kelompok.
7. Sangat terpaku pada beberapa permainan atau permainan tertentu.
8. Perilaku sangat rutinitas.
9. Membuat gerakan tidak biasa seperti berputar atau berayun.
10. Sangat senditif dengan suara
11. Sangat sensitif dengan bau-bauan.
12. Sangat sensitif dengan sentuhan.
B. Kemungkinan simptom atau gejala diusia 6 11 tahun
1. Melakukan kontak mata yang buruk.
2. Tidak suka menggunakan sikap seperti menunjuk, memberi tanda, melambai.
3. Tidak punya teman sebaya.
4. Tidak menunjukkan pekerjaannya kepada guru meskipun diminta.
5. Lebih sulit berbagi dengan anak-anak lain.
6. Sulit untuk saling bergantian, dan selalu ingin menjadi yang pertama.
7. Tampak tidak peduli dengan perasaan anak-anak lain.
8. Mengatakan hal yang sama berulang-ulang.
9. Tidak ingin dan tidak menikmati permainan berpura-pura.
10. Tidak mudah berbicara dengannya, tentang apa yang ingin anda bicarakan.

27

11. Bicara dengan cara yang tidak biasa (intonasi).


12. Ingin bermain dengan benda yang sama selama periode waktu yang panjang.
13. Mengepakkan tangannya atau membuat gerakan aneh saat kesal atau bersemangat.
C. Kemungkinan simptom atau gejala diusia 12 17 tahun
1. Sulit membuat kontak mata.
2. Membuat ekspresi wajah yang datar atau tidak biasa.
3. Sulit memiliki atau mempertahankan teman.
4. Menunjukkan pemahaman buruk atas kebutuhan orang lain dalam pembicaraan.
5. Mengalami kesulitan memperkirakan apa yang orang lain pikirkan.
6. Menunjukkan sikap yang tidak dapat diterima secara sosial.
7. Menunjukkan kebutuhan obsesif atau rutinitas.
8. Menunjukkan sikap kompulsif.
II.2.1.2. Penyebab Autisme
Sampai dengan saat ini belum ada ketentuan yang pasti tentang penyebab gangguan
autism ini, ada beberapa anggapan sebagai berikut:
A. Teori Psikoanalitik (efrigerator mother). Menurut teori ini, Autism disebabkan
pengasuhan ibu yang tidak harmonis (Bruno Bettelheim).
B. Teori berpandangn kognitif (Theory of Mind). Menurut teori ini, Autis disebabkan
ketidak mampuan membaca pikiran orang lain mindblindness (Baron-Ohen, Alan
Leslie).
C. Autisme sebagai gejala neurologis atau gangguan Neuro-Anatomi dan Bio-Kimiawi
Otak. Menurut penelitian yang ada, 43% dari penyandang autism mempunyai kelainan
yang khas didalam lobus parientalisnya (menyebabkan keterbatasan perhatian terhadap
lingkungan), menurut Eric Courchesne dari Department of Neurososciences, School of
Medicine, University of California, SanDiego, para penyandang autisme memiliki
cerebellum yang lebih kecil (bertanggung jawab terhadap proses sensori, daya ingat,
berpikir, bahasa, dan perhatian).

28

D. Teori Biologi, Menurut teori ini, Autis disebabkan oleh Faktor genetik.
E. Teori Imunologi, Menurut teori ini, Autis disebabkan oleh infeksi virus.
Gangguan yang menyertai autisme :
A. Gangguan sulit tidur dan makan.
B. Gangguan afek dan mood.
C. Perilaku yang membahayakan diri sendiri dan orang lain.
D. Gangguan kejang (10 25 %).
E. Kondisi fisik yang khas (anak autis 2 -7 tahun lebih pendek dibanding anak seusianya).
II.2.1.3. Penggolongan Autisme
A. Autism (autisme masa anak-anak).
B. Autisme atipikal atau Pervasive Develompmental Disorder-Not Otherwise Specified atau
PDD-NOS (Diagnosis ini dibuat jika anak tidak memenuhi semua kriteria untuk
diagnosis autis dan asperger, tapi ada kecacatan parah dan menetap di area yang
dipengaruhi ASD.
C. High Functioning Autism (Autisme dengan IQ tinggi).
D. Low Functioning Autism (Autisme dengan IQ rendah).
II.2.1.4. Penanganan Autisme
Keberhasilan terapi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
A. Berat ringannya gejala atau berat ringannya kelainan otak.
B. Usia, diagnosis dini sangat penting oleh karena semakin muda umur anak saat dimulainya
terapi semakin besar kemungkinan untuk berhasil.
C. Kecerdasan, makin cerdas anak tersebut makin baik prognosisnya
D. Bicara dan bahasa, 20 % penyandang autis tidak mampu berbicara seumur hidup,
sedangkan sisanya mempunyai kemampuan bicara dengan kefasihan yang berbeda-beda.
Mereka dengan kemampuan bicara yang baik mempunyai prognosis yang lebih baik.

29

E. Terapi yang intensif dan terpadu.


Penanganan atau intervensi terapi pada penyandang autisme harus dilakukan dengan
intensif dan terpadu. Terapi secara formal sebaiknya dilakukan antara 4-8 jam sehari. Selain
itu seluruh keluarga harus terlibat untuk memacu komunikasidengan anak. Penanganan
penyandang autisme memerlukan kerjasama tim yang terpadu yang berasal dari berbagai
disiplin ilmu antara lain psikiater, psikologneurolog, dokter anak, terapis bicara dan pendidik.
Beberapa terapi yang harus dijalankan antara lain:
A. Terapi medikamentosa. Obat-obatan yang sering dipakai di Indonesia adalah:
1. Vitamin (Efek samping: Hiperaktivitas, marah-marah, agresif, sulit tidur dan lain
sebagainya).
2. Obat-obatan untuk memperbaiki keseimbangan neorutransmitter serotonin dan
dopamin (Efek samping: Ngiler,ngantuk, kaku otot).
B. Terapi Wicara
C. Terapi Perilaku
D. Terapi Okupasi
E. Terapi edukasi atau pendidikan khusus
II.3. ADHD (Attention Deficit Hyperactive Disorders)
Gangguan ini ditandai dengan adanya ketidakmampuan anak untuk memusatkan
perhatiannya pada sesuatu yang dihadapi, sehingga rentang perhatiannya sangat singkat
waktunya dibandingkan anak lain yang seusia, Biasanya disertai dengan gejala hiperaktif dan
tingkah laku yang impulsif. Kelainan ini dapat mengganggu perkembangan anak dalam hal
kognitif, perilaku, sosialisasi maupun komunikasi.
Pola Perhatian
A. Over Exklusif: anak hanya fokus pada suatu yang menarik perhatiannya tanpa
mempedulikan hal lain secara ekstrim (Autism).
B. Perhatian mudah teralihkan & hanya mampu bertahan beberapa saat saja oleh suatu
rangsangan lain yang mungkin tidak adekuat (ADHD).

30

C. Hiperaktifitas: suatu peningkatan aktifitas motorik hingga pada tingkat tertentu ya


menyebabkan gangguan perilaku yang terjadi, setidaknya pada dua tempat dan suasana yg
berbeda.
II.3.1. Prevalensi
A. Sekitar 3 10 %, di Amerika sekitar 3 7 % sedang di Jerman, Canada & Selandia Baru
sekitar 5 10 %.
B. Di Indonesia angka kejadiannya masih belum pasti.
C. Prevalensi kejadian pada anak usia sekolah 3 5 % (DSM IV).
D. Secara epidemologis perbandingan antara anak laki-laki & perempuan adalah 4:1
II.3.2. Kriteria Diagnostik untuk Gangguan ADHD
A. kriteria
1. Inatensi: enam (atau lebih) gejala inatensi berikut ini telah menetap selama sekurangnya enam
bulan sampai tingkat yang maladaptif dan tidak konsisten dengan tingkat perkembangan:
a. Sering gagal memberikan perhatian terhadap perincian atau melakukan kesalahan yang
tidak berhati-hati dalam tugas sekolah, pekerjaan atau aktivitas lain.
b. Sering mengalami kesulitan dalam mempertahankan atensi terhadap tugas atau aktivitas
permainan.
c. Seringa tidak tampak mendengarkan jika berbicara langsung.
d. Sering tidak mengikuti instruksi dan gagal menyelesaikan tugas sekolah, pekerjaan, atau
kewajiban ditempat kerja (bukan karena perilaku oposisional atau tidak mengerti
instruksi).
e. Sering mengalami kesulitan dalam menyusun tugas dan aktivitas.
f. Sering menghindari, membenci, atau enggan untuk terlibat dalam tugas yang memerlukan
usaha mental yang lama (seperti tugas sekolah atau pekerjaan rumah).
g. Sering menghindari hal-hal yang perlu untuk tugas atau aktivitas (misalnya, tugas
sekolah, pensil, buku atau peralatan).
h. Sering mudah dialihkan perhatiannya oleh stimuli luar.
i. Sering lupa dalam aktivitas sehari-hari.

31

2. Hiperaktivitas-Impulsivitas: enam (atau lebih) gejala Hiperaktivitas - Impulsivitas berikut ini


telah menetap selama sekurangnya enam bulan sampai tingkat yang maladaptif dan tidak
konsisten dengan tingkat perkembangan:
Hiperaktivitas
a. Sering gelisah dengan tangan dan kaki atau menggeliat-geliat di tempat duduk.
b. Sering meninggalkan tempat duduk dalam kelas atau situasi lain yang mengharuskan
tetap duduk.
c. Sering berlari atau memanjat secara berlebihan dalam situasi yang tidak tepat (pada
dewasa atau remaja mungkin terbatas pada perasaan subjektif kegelisahan ).
d. Sering mengalami kesulitan bermain atau terlibat dalam aktivitas waktu luang secara
tenang.
e. Sering siap siap pergi atau bertindak seakan-akan didorong oleh sepeda motor.
f. Sering berbicara berlebihan.
g. Sering menjawab tanpa pikir terhadap pertanyaan sebelum pertanyaan selesai.
h. Sering sulit menunggu gilirannya.
i. Sering memutus atau mengganggu orang lain (memotong, masuk kepercakapan atau
permainan).
B. Beberapa gejala hiperaktif-impulsiv atau inatentif yang menyebabkan gangguan telah ada
sebelum usia 7 tahun.
C. Beberapa gangguan akibat gejala muncul pada dua atau lebih situasi (misal, di sekolah
dan di rumah).
D. Harus terdapat bukti jelas adanya gangguan yang bermakna secara klinis dalam fungsi
sosial, akademik atau fungsi pekerjaan.
E. Gejala tidak terjadi semata-mata selama gangguan perkembangan pervasif, skizofrenia,
atau gangguan psikotik lain, dan tidak diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain

32

(misal gangguan mood, gangguan kecemasan, gangguan disosiatif, atau gangguan


kepribadian).
II.3.3. Faktor Penyebab :
A. Faktor genetik.
B. Adanya

disfungsi

sirkuit

neuron

diotak

yang

dipengaruhi

dopamin

sebagai

neurotransmitter pencetus gerakan & sebagai kontrol aktivitas diri.


C. Kerusakan jaringan otak (brain demage).
D. Kerusakan susunan syaraf pusat.
II.3.4. Gangguan Yang menyertai :
A. Gangguan belajar.
B. Depresi.
C. Kecemasan.
D. Kepribadian anti sosial.
E. Perilaku obsesif kompulsif.

33

BAB III
KESIMPULAN
Retardasi mental merupakan suatu keadaan penyimpangan tumbuh kembang seorang
anak sedangkan peristiwa tumbuh kembang itu sendiri merupakan proses utama, hakiki, dan khas
pada anak serta merupakan sesuatu yang terpenting pada anak tersebut. Terjadinya retardasi
mental dapat disebabkan adanya gangguan pada fase pranatal, perinatal maupun postnatal.
Mengingat beratnya beban keluarga maupun masyarakat yang harus ditanggung dalam
penatalaksanaan retardasi mental, maka pencegahan yang efektif merupakan pilihan terbaik.
Kode diagnostik dan derajat RM menurut DSM IV TR adalah sebagai berikut :
317

Retardasi mental ringan, IQ 50 55 sampai 70

318

Retardasi mental sedang, IQ 35 40 sampai 50 55

318.1 Retardasi mental berat, IQ 20 25 sampai 35 40


318.2 Retardasi mental sangat berat, IQ dibawah 20 atau 25
319

Retardasi mental tidak tergolongkan bila tidak dapat dilakukan pemeriksaan IQ

Gangguan perkembangan pervasive


a. Gangguan Autistik (autisme)
b. Gangguan ADHD

34

DAFTAR PUSTAKA
1. Sularyo, T. Retardasi Mental. Sari Pediatri, Vol. 2, No, 3. Desember 2000: 170-177
2. Sadock BJ, Sadock VA. Retardasi Mental. Buku Ajar Psikiatri Klinis. 2 nd. Muttaqin, H
et all, editor. Jakarta: EGC; 2014. h. 561-588
3. Elvira SD, Hadisukanto G. Retardasi Mental. Buku Ajar Psikiatri. 2 nd . Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2013. h. 446-483
4. Maslim R. F70-F79 Retardasi Mental. Buku Saku PPDGJ-III, Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya, Jakarta, 2013
5. Adriadi, A. Diagnosis Gangguan Perkembangan Pervasif. Quantum Spesial Need

Training Center. Juni 2014: h. 1-31

35

Anda mungkin juga menyukai