Anda di halaman 1dari 6

ESTIMASI WAKTU KEMATIAN

Berdasarkan Perubahan-perubahan
yang Terjadi Pasca Kematian
Perkiraan waktu kematian dapat diketahui berdasarkan beberapa hal. Diantaranya adalah berdasarkan
perubahan-perubahan yang terjadi pada mayat pasca kematian, yaitu :
Lebam mayat (Livor mortis)
Setelah kematian klinis maka eritrosit akan menempati tempat terbawah akibat gravitasi, mengisi
vena dan venula, membentuk bercak berwarna merah ungu (livide) pada bagian terbawah tubuh,
kecuali pada bagian tubuh yang tertekan atau keras.
Lebam mayat akan mulai tampak 20-30 menit pasca kematian yang semakin lama intensitasnya
akan semakin bertambah dan menjadi lengkap dan menetap setelah 8-12 jam pasca kematian.
Sebelum waktu ini, lebam mayat masih akan hilang (memucat) pada penekanan dan dapat
berpindah jika posisi mayat diubah. Menetapnya lebam mayat disebabkan oleh tertimbunnya selsel darah dalam jumlah cukup banyak sehingga sulit berpindah lagi, selain karena kekakuan otototot yang mempersulit perpindahan tersebut. Dengan demikian, lebam mayat yang belum
menetap atau masih hilang pada penekanan menunjukkan saat kematian kurang dari 8-12 jam
sebelum pemeriksaan.
Kaku mayat (Rigor mortis)
Kelenturan otot pasca kematian masih dipertahankan karena metabolism tingkat seluler masih
berjalan, berupa pemecahan cadangan glikogen otot yang menghasilkan energi. Energi ini
digunakan untuk mengubuah ADP menjadi ATP. Selama masih tedapat ATP maka serabut aktin
dan miosin akan tetap lentur. Bila cadangan glikogen dalam otot habis, maka energi tidak akan
terbentuk lagi sehingga aktin miosin akan menggumpal dan otot-otot menjadi kaku.
Kaku mayat dibuktikan dengan memeriksa persendian. Kaku mayat mulai tampak sekitar 2 jam
pasca kematian yang dimulai dari otot-otot kecil. Setelah 12 jam pasca kematian maka kaku
mayat akan menjadi lengkap kemudian menetap selama 12 jam dan perlahan-lahan menghilang
sesuai urutan munculnya.
Terdapat kekakuan lain pada mayat yang menyerupai kaku mayat, yaitu :
Cadaveric spasm (instantaneous rigor)
Adalah bentuk kekakuan otot yang terjadi pada saat kematian dan menetap. Cadaveric spasm
sesungguhnya merupakan kaku mayat yang timbul dengan intensitas sangat kuat tanpa

didahului oleh relaksasi primer. Penyebabnya adalah akibat habisnya cadangan glikogen dan
ATP yang bersifat setempat pada saat mati klinis karena kelelahan atau emosi yang hebat
sesaat sebelum meninggal.
Kepentingan medikolegalnya adalah menunjukkan sikap terakhir masa hidupnya. Misalnya,
tangan yang menggenggam erat benda yang diraihnya pada kasus tenggelam atau tangan
yang menggenggam senjata pada kasus bunuh diri.
Heat stiffening
Yaitu kekakuan otot akibat koagulasi protein otot oleh panas sehingga otot-otot berwarna
merah muda, kaku, dan rapuh (mudah robek). Keadaan ini dijumpai pada korban mati
terbakar.
Cold stiffening
Yaitu kekakuan tubuh akibat lingkungan dingin sehingga terjadi pembekuan cairan tubuh
termasuk cairan sendi, pemadatan jaringan lemak subkutan dan otot sehingga bila sendi
ditekuk akan terdengar bunyi pecahnya es dalam rongga sendi.
Penurunan suhu tubuh (algor mortis)
Penurunan suhu tubuh ini terjadi berdasarkan prinsip pemindahan panas dari suatu benda ke
benda lain yang lebih dingin. Dapat berlangsung secara radiasi, konveksi, konduksi ataupun
evaporasi. Kecepatan penurunan suhu tubuh mayat antara lain dapat dipengaruhi oleh
kelembaban udara, pakaian, bentuk tubuh, dan posisi. Penurunan suhu tubuh akan lebih cepat
pada suhu lingkungan yang rendah, lingkungan berangin dengan kelembaban rendah, tubuh
kurus, posisi terlentang, tidak berpakaian atau berpakaian tipis, dan pada umumnya orang tua dan
anak kecil.
Penurunan suhu tubuh mayat dapat pula dipergunakan dalam memperkirakan saat kematian
dengan menghitung kecepatan penurunan suhu tubuh tersebut.
Berbagai rumus kecepatan penurunan suhu tubuh pasca kematian ditemukan sebagai hasil dari
penelitian di negara barat. Namun, dalam praktiknya di Indonesia sulit dilakukan karena faktorfaktor yang berpengaruh berbeda pada setiap kasus, lokasi, cuaca dan iklim.
Misalnya, berdasarkan formula Marshall dan Hoare (1962) yang dibuat dari hasil penelitian
terhadap mayat telanjang dengan suhu lingkungan 15,5 0 C. Didapatkan, penurunan suhu dengan
kecepatan 0,550 C tiap jam pada 3 jam pertama, 1,1 0 C tiap jam pada 6 jam berikutnya, dan
sekitar 0,80 C tiap jam pada periode berikutnya. Kecepatan penurunan suhu ini menurun hingga
60% bila mayat berpakaian. Penggunaan formula ini harus dilakukan dengan sangat hati-hati
mengingat suhu ligkungan di Indonesia biasanya lebih tinggi (kurva penurunan suhu lebih
landai).
Penelitian akhir-akhir ini cenderung untuk memperkirakan waktu kematian melalui pengukuran
suhu tubuh pada lingkungan yang menetap di TKP. Caranya adalah dengan melakukan 4-5 kali
pengukuran suhu rektal dengan interval waktu yang sama (minimal 15 menit). Suhu lingkungan

diukur dan dianggap konstan karena faktor-faktor lingkungan dibuat menetap sedangkan suhu
saat kematian dianggap 370 C bila tidak ada penyakit demam.
Dengan demikian, dengan mengguanakan angka-angka ataupun grafik dapat ditentukan waktu
antara saat mati dengan saat pemeriksaan. Saat ini telah tersedia program komputer untuk
perhitungan saat kematian melalui cara ini.
Pembusukan (decomposition, putrefaction)
Adalah proses degradasi jaringan yang terjadi akibat autolisis atau kerja bakteri.
Autolisis adalah pelunakan dan pencairan jaringan yang terjadi dalam keadaan steril akibat kerja
digestif enzim yang dilepaskan sel pasca kematian.
Selain itu, setelah seseorang meninggal, bakteri yang normalnya hidup dalam tubuh akan masuk
ke jaringan melalui darah. Sebagain besar berasal dari usus terutama adalah Clostridium welchii.
Perkiraan saat kematian berdasarkan tanda kematian berupa pembusukan ini dapat dilakukan
berdasarkan tahap-tahap pembusukan yang telah terjadi pada mayat :
Pembusukan baru tampak sekitar 24 jam pasca kematian berupa munculnya warna
kehijauan pada perut kanan bawah, yaitu daerah sekum yang isinya lebih cair dan penuh
dengan bakteri serta terletak di dekat dinding perut.
Secara bertahap warna kehijauan ini akan menyebar ke seluruh perut dan dada, dan bau
busuk pun mulai tercium. Kemudian kulit ari akan terkelupas atau membentuk
gelembung berisi cairan kemerahan berbau busuk.
Pembentukan gas di dalam tubuh akan dimulai dari lambung dan usus yang
mengakibatkan tegangnya perut dan keluar cairan kemerahan dari mulut dan hidung.
Selanjutnya, rambut menjadi mudah dicabut dan kuku mudah terlepas, wajah
menggembung dan berwarna ungu kehijauan, kelopak mata membengkak, pipi tembem,
bibir tebal, lidah membengkak dan sering terjulur. Keadaan seperti ini sangat berbeda
dengan wajah asli korban sehingga tidak dapat dikenali lagi oleh keluarganya.
Hewan pengerat akan merusak tubuh dalam beberapa jam pasca mati, terutama jika
mayat dibiarkan teregeletak di rumpun.
Larva lalat akan ditemukan setelah pembentukan gas pembusukan nyata, sekitar 36-48
jam pasca kematian. Kumpulan telur lalat telah dapat ditemukan beberapa jam pasca
kematian di alis mata, sudut mata, lubang hidung dan diantara bibir. Telur lalat itu
kemuadian akan menjadi larva dalam waktu 24 jam.
Dengan identifikasi spesies lalat dan mengukur panjang larvanya maka akan dapat
diketahui usia larva tersebut sehingga dapat dipergunakan untuk memperkirakan saat
kematian.
Adiposera (Lilin mayat)
Adalah terbentuknya bahan yang berwarna keputihan, lunak, atau berminyak, berbau tengik yang
terjadi di jaringan lunak tubuh pasca kematian.

Pembusukan akan terhambat oleh adanya adiposera karena derajat keasaman dan dehidrasi
jaringan bertambah. Lemak segar hanya mengandung kira-kira 0,5% asam lemak bebas, tetapi
dalam waktu 4 minggu pasca mati dapat naik menjadi 20% dan setelah 12 minggu menjadi 70%
atau lebih. Pada saat ini adiposera menjadi jelas secara makroskopik sebagai bahan berwarna
putih kelabu yang menggantikan atau menginfiltrasi bagian-bagian lunak tubuh.
Mummifikasi
Adalah proses penguapan cairan atau dehidrasi jaringan yang cukup cepat sehingga terjadi
pengeringan jaringan yang selanjutnya dapat menghentikan pembusukan. Jaringan berubah
menjadi keras, kering, berwarna gelap, berkeriput, dan tidak membusuk karena kuman tidak dapat
berkembang pada lingkungan yang kering. Mummifikasi terjadi bila suhu hangat, kelembaban
rendah, aliran udara yang baik, tubuh yang dehidrasi dalam waktu yang lama (12-14 minggu).

Selain perubahan-perubahan pada mayat tersebut diatas, beberapa perubahan lain dapat digunakan untuk
memperkirakan saat kematian, yaitu :
1. Perubahan pada mata
Bila mata terbuka pada atmosfer yang kering, sklera di kiri kanan kornea akan berwarna
kecoklatan dalam beberapa jam berbetuk segitiga dengan dasar di tepi kornea (taches noires

sclerotiques).
Kekeruhan kornea terjadi lapis demi lapis. Kekeruhan yang terjadi pada lapisan terluar dapat
dihilangkan dengan meneteskan air, tetapi kekeruhan yang telah mencapai lapisan lebih dalam
tidak dapat dihilangkan dengan tetesan air. Kekeruhan yang menetap ini terjadi sejak kira-kira 6
jam pasca mati.Baik dalam keadaan mata tertutup atau terbuka, kornea menjadi keruh kira-kira

10-12 jam pasca mati dan dalam beberapa jam saja fundus tidak tampak jelas.
Setelah kematian tekanan bola mata menurun, memungkinkan distorsi pupil pada penekanan bola
mata
Tidak ada hubungan antara diameter pupil dengan lamanya kematian
Perubahan retina dapat menunjukkan saat kematian hingga 15 jam pasca mati.
o 30 menit pasca mati tampak kekeruhan macula dan mulai memucatnya diskus optikus
o 1 jam pasca mati macula lebih pucat dan tepinya tidak tajam lagi
o 2 jam pertama pasca mati, retina pucat dan daerah sekitar diskus menjadi kuning. Warna
kuning kuga tampak di sekitar macula yang menjadi lebih gelap. Pada saat itu pola
vascular koroid yang tampak sebagai bercak-bercak dengan latar belakang merah dengan
o
o

pola segmentasi yang jelas, kemudian


3 jam pasca mati menjadi kabur
5 jam menjadi homogen dan lebih pucat

6 jam pasca mati, batas diskus kabur dan hanya pembuluh-pembuluh besar yang

mengalami segmentasi yang dapat dilihat dengan latar belakang kuning-kelabu


Dalam waktu 7-10 jam pasca mati akan mencapai tepi retina dan batas diskus akan sangat

kabur
Pada 12 jam pasca mati, diskus hanya dapat dikenali dengan adanya konvergensi

beberapa segmen pembuluh darah yang tersisa


15 jam pasca mati tidak ditemukan lagi gambaran pembuluh darah retina dan diskus,

hanya macula saja yang tampak berwarna coklat gelap


2. Perubahan pada lambung
Kecepatan pengosongan lambung sangat bervariasi , sehingga tidak dapat digunakan untuk
memberikan petunjuk pasti waktu antara makan terakhir dan mati. Namun, keadaan lambung dan
isinya mungkin membantu dalam membuat keputusan. Ditemukannya makanan tertentu (pisang, kulit
tomat, biji-bijian) dalam isi lambung dapat digunakan untuk menyimpulkan bahwa korban sebelum
meninggal telah makan makanan tersebut.
3. Perubahan rambut
Dengan memperkirakan kecepatan tumbuh rambut rata-rata 0,4 mm/hari sehingga panjang rambut
kumis dan jenggot dapat diperkirakan untuk memperkirakan saat kematian. Cara ini hanya dapat
digunakan bagi pria yang mempunyai kebiasaan mencukur kumis atau jenggotnya dan diketahui saat
terakhir ia mencukur
4. Pertumbuhan kuku
Sejalan dengan hal rambut tersebut, pertumbuhan kuku yang diperkirakan 0,1 mm/hari

dapat

digunakan untuk memperkirakan saat kematian bila dapat diketahui saat yang bersangkutan terakhir
memotong kuku
5. Perubahan dalam cairan serebrospinal
Kadar nitrogen asam amino kurang dari 14 mg% menunjukkan kematian belum lewat dari 10 jam.
Kadar nitrogen non-protein kurang dari 80mg% menunjukkan kematian belum 24 jam. Kadar
kreatinin kurang dari 5mg% dan 10 mg% masing-masing menunjukkan kematian belum mencapai 10
jam dan 30 jam
6. Dalam cairan vitreus terjadi peningkatan kadar kalium yang cukup akurat untuk memperkirakan saat
kematian antara 24 hingga 100 jam pasca mati
7. Kadar semua komponen dalam darah berubah setelah kematian sehingga analisis darah pasca mati
tidak memberikan gambaran konsentrasi zat-zat tersebut semasa hidupnya. Perubahan tersebut
diakibatkan oleh aktivitas enzim dan bakteri, serta gangguan permeabilitas dari sel yang telah mati.
Selain itu gangguan fungsi tubuh selama proses kematian dapat menimbulkan perubahan dalam darah
bahkan sebelum kematian itu terjadi.
Hingga saat ini belum ditemukan perubahan dalam darah yang dapat digunakan untuk
memperkirakan saat mati dengan labih tepat.
8. Reaksi supravital

Yaitu reaksi jaringan tubuh sesaat pasca mati klinis yang masih sama seperti reaksi jaringan tubuh
pada seseorang yang hidup.
Beberapa uji dapat dilakukan terhadap mayat yang masih segar, misalnya rangsangan listrik masih
dapat menimbulkan kontraksi otot mayat hingga 90-120 menit pasca mati dan mengakibatkan sekresi
kelenjar keringat sampai 60-90 menit pasca mati, sedangkan trauma masih dapat menimbulkan
perdarahan bawah kulit sampai 1 jam pasca mati.

Anda mungkin juga menyukai