Anda di halaman 1dari 3

1.

Lebam mayat
Setelah kematian klinis maka eritrosit akan menempati tempat terbawah akibat gaya gravitasi
bumi, mengisi vena dan venula, membentuk bercak warna merah ungu pada bagian terbawah
tubuh, kecuali pada bagian tubuh yang tertekan alas keras.
Lebam mayat biasanya mulai tampak 20-30 menit pasca kematian, makin lama intensitasnya
bertambah dan menjadi lengkap dan menetap setelah 8-12 jam. Sebelum waktu ini, lebam
mayat masih hilang pada penekanan dan dapat berpindah jika posisi mayat diubah.
Memucatnya lebam akan lebih cepat dan lebih sempurna apabila penekanan atau perubahan
posisi tubuh dilakukan dalam 6 jam pertama setelah mati klinis. Tetapi walaupun setelah 24 jam,
darah masih tetap cukup cair sehingga sejumlah darah masih dapat mengalir dan membentuk
lebam mayat ditempat terendah baru. Menetapnya lebam mayat disebabkan oleh
bertimbunnya sel-sel darah dalam jumlah cukup banyak sehingga sulit berpindah lagi.
Lebam mayat yang belum menetap atau masih hilang pada penekanan menunjukkan saat
kematian kurang dari 8-12 jam sebelum saat pemeriksaan.
Selain itu lebam mayat juga digunakan untuk tanda pasti kematian dilihat dari warna, misalnya
lebam berwarna merah terang akibat keracunan CO atau CN, dan dapat pula diketahui
perubahan posisi mayat yang dilakukan setelah terjadinya lebam mayat yang menetap
berdasarkan letak lebam mayat tersebut.

Pada skenario didapatkan informasi bahwa lebam mayat berwarna merah gelap, terdapat pada
kepala, leher, punggung, dan bokong, serta tidak hilang pada penekanan.
Hal ini menunjukkan waktu kematian mayat sudah diatas 12 jam.

2. Kaku mayat
Kelenturan otot setelah kematian masih dipertahankan karena metabolisme tingkat seluler
masih berjalan berupa pemecahan cadangan glikogen otot yang menghasilkan energi. Energi ini
digunakan untuk mengubah ADP menjadi ATP. Selama masih terdapat ATP maka serabut aktin
dan miosin tetap luntur. Bila cadangan glikogen dalam otot habis, maka energi tidak terbentuk
lagi, aktin dan miosin menggumpal dan otot menjadi kaku.
Kaku mayat mulai tampak sekitar 2 jam setelah mati klinis, dimulai dari bagian luar tubuh ke
dalam. Setelah mati klinis 12 jam kaku mayat manjadi lengkap, dipertahankan selama 12 jam
dan menghilang dalam urutan yang sama.
Kaku mayat dapat digunakan untuk menunjukkan tanda pasti kematian dan memperkirakan saat
kematian.
Fase rigor mortis dapat dinilai :
a. Masih lemas, kurang dari 2 jam.
b. Kaku tidak sempurna, mudah dilawan, sudah meninggal 2-12 jam.
c. Kaku sempurna, sukar dilawan, sudah meninggal 12-24 jam.
d. Kaku tidak sempurna (kembali lemas), lebih dari 24 jam.
Terdapat kekakuan pada mayat yang menyerupai kaku mayat :
a. Cadaveic spasm adalah bentuk kekakuan otot yang terjadi saat kematian dan menetap. Ini
terjadi akibat intensitas sangat kuat tanpa didahului oleh relaksasi primer.
b. Heat stiffening yaitu kekakuan otot akibat koagulasi protein otot oleh panas. Keadaan ini
dapat dijumpai pada korban mati terbakar.
c. Cold stiffening yaitu kekakuan tubuh akibat lingkungan dingin sehingga terjadi pembekuan
cairan tubuh, termasuk cairan sendi sehingga bila sendi ditekuk akan terdengar bunyi
pecahnya es dalam rongga sendi.

Pada skenario, didapatkan informasi bahwa kaku mayat terdapat pada rahang, siku,
pergelangan tangan, lutut, pergelangan kaki, jari-jari tangan dan kaki, serta sukar dilawan. Hal
ini menunjukkan bahwa waktu kematian mayat sudah 12-24 jam.

3. Penurunan Suhu (algor mortis)


Terjadi karena proses pemindahan panas dari suatu benda ke benda yang lebih dingin, melalui
cara radiasi, konduksi, evaporasi, dan konveksi. Kecepatan penurunan suhu dipengaruhi oleh
suhu keliling, aliran, dan kelembapan udara, bentuk tubuh, posisi tubuh, pakaian. Selain itu suhu
saat mati perlu diketahui utuk perhitungan perkiraan saat kematian. Penurunan suhu tubuh
akan lebih cepat pada suhu keliling yang rendah, lingkungan berangin dengan kelembapan
rendah, tubuh yang kurus, posisi terlentang, tidak berpakaian atau berpakaian tipis, dan pada
umumnya orang tua serta anak kecil.
Dapat dikemukakan bahwa formula marshall dan hoare (1962) yang dibuat dari hasil penelitian
terhadap mayat telanjang dengan suhu lingungan 15,5 derajat celcius, yaitu penurunan suhu
dengan kecepatan 0,55 derajat celcius tiap jam pada 3 jam pertama pasca mayti, 1,1 derajat
celcius tiap jam pada 6 jam berikutnya, dan kira-kira 0,8 drajat celcius tiap jam pada periode
berikutnya. Kecepatan penurunan suhu ini menurun hingga 60% bila mayat berpakaian.
Penelitian akhir-akhir ini cenderung untuk memperkirakan saat mati melalui pengukuran suhu
tubuh pada lingkungan yang menetap di TKP. Caranya adalah dengan melakukan 4-5 kali
penentuan suhu rektal dengan interval waktu yang sama (minimal 15 menit). Penelitian
membuktikan bahwa perubahan suhu lingkungan kurang dari 2 derajat celcius tidak
mengakibatkan perubahan yang bermakna. Dari ngka-angka diatas, dengan menggunakan
rumus atau grafik dapat ditentukan waktu antara saat mati dengan saat pemeriksaan.

Pada skenario tidak terdapat informasi mengenai suhu tubuh mayat.

4. Pembusukan (decomposition, putrefaction)


Proses degradasi jaringan yang terjadi akibat autolisis dan kerja bakteri. Autolisis adalah
pelunaka dan pencairan jaringan yang terjadi dalam keadaan steril. Autolisis timbul akibat kerja
digestif oleh enzim yang dilepaskan sel pasca mati dan hanya dapat dicegah dengan pembekuan
jaringan.
Setelah orang-orang meninggal, bakteri normal yang hidup dalam tubuh segera masuk ke
jaringan. Darah merupakan media terbaik bagi bakteri tersebut untuk bertumbuh. Sebagian
bear bakteri berasal dari usus dan yang terutama adalah clostridium welchii. Pada proses
pembusukan ini terbentuk gas-gas alkana, H2S dan HCN, serta asam amino dan asam lemak.
Pembusukan baru tampak kira-kira 24 jam pasca mati yang berupa warna kehijauan pada perut
kanan bawah, yaitu daerah sekum yang isinya lebih cair dan penuh dengan bakteri serta terletak
dekat dinding perut. Warna kehijauan ini disebabkan oleh terbentuknya sulf-met-Hb. Secara
bertahap warna kehijauan ini akan menyebar ke seluruh perut dan dada, dan bau busukpun
mulai tercium. Pembuluh darah bawah kulit akan tampak seperti melebar dan berwarna hijau
kehitaman.
Selanjutnya kulit ari mulai terkelupas atau membentuk gelembung berisi cairan kemerahan
berbau busuk. Pembentukan gas didalam tubuh, dimulai didalam lambung dan usus, akan
mengakibatkan tegangnya perut dan keluarnya cairan kemerahan dari mulut dan hidung. Gas
yang terdapat didalam cairan dinding tubuh akan mengakibatkan terabanya derik (krepitasi).
Gas ini menyebabkan pembengkakan tubuh yang menyeluruh, tetapi ketegangan terbesar
terdapat didaerah dengan jaringan longgar, misalnya skrotum dan payudara.. Tubuh berada
dalam sikap petinju (puggilistic attitude), yaitu kedua lengan dan tungkai dalam sikap setengah
fleksi akibat terkumpulnya gas pembusukan di dalam rongga sendi.
Selanjutnya rambut menjadi mudah dicabut dan kuku mudah terlepas, wajah menggembung
dan berwarna ungu kehijauan, kelopak mata membengkak, pipi tembem, bibir tebal, lidah
membengkak dan sering terjulur diantara gigi. keadaan seperti ini sangat berbeda dengam
wajah asli korban, sehingga tidak dapat lagi dikenali oleh keluarga.
Hewan pengerat akan merusak tubuh mayat dalam beberapa jam setelah mati, terutama bila
mayat dibiarkan tergeletak dibawah rumpun. Luka akibat gigitan binatang pengerat khas berupa
lubang-lubang dangkal dengan tepi bergerigi.
Larva lalat akan dijumpai setelah pembentukan gas pembusukan nyata, yaitu kira-kira 36-48 jam
pasca mati. kumpulan telur lalat telah dapat ditemukan beberapa jam pasca mati, di alis mata,
sudut mata, lubang hidung, dan diantara bibir. Telur lalat trsebut kemudian akan menetas
menjadi larva dalam 24 jam. Dengan identifikasi spesies lalat dan mengukur panjang larva, maka
dapat diketahui usia larva tersebut, yang dapat dipergunakan untuk memperkirakan aat mati,
dengan asumsi bahwa lalat biasanya secepatnya meletakkan telur setelah seseorang meninggal.
Alat dalam tubuh akan mengalami pembusukan dengan kecepatan yang berbeda. Perubahan
warna terjadi pada lambung terutama didaerah fundus, usus, menjadi ungu kecoklatan. Mukosa
saluran napas menjadi kemerahan, endokardium dan intima pembuluh darah juga kemerahan,
akibat hemolisis darah. Difusi empedu dari kandung empedu mengakibatkan warna cokelat
kehijauan di jaringan sekitarnya. Otak melunak, hati menjadi berongga spons, limpa melunak
dan mudah robek. Kemudian alat dalam akan mengerut. Prostat dan uterus non gravid
merupakan organ padat yang paling lama bertahan terhadap perubahan pembusukan.
Pembusukan akan timbul lebih cepat bila suhu keliling optimal (26,5 derajat celcius hingga
sekitar suhu normal tubuh), kelembapan dan udara yang cukup, banyak bakteri pembusuk,
tubuh gemuk atau menderita penyakit infeksidan sepsis. Media tempat mayat terdapat juga
berperan. Mayat yang terdapat di udara akan lebih cepat membusuk dibandingkan dengan yang
terdapat didalam air atau dalam tanah. Perbandingan kecepatan pembusukan mayat yang
berada dalam tanah:air:udara adalah 1:2:8. Bayi baru lahir umumnya lebih lambat membusuk,
karena hanya memiliki sedikit bakteridalam tubuhnya dan hilangnya panas tubuh yang cepat
pada bayi akan menghambat pertumbuhan bakteri.

Pada skenario didapat informasi bahwa belum ada tampak tanda-tanda pembusukan pada
mayat.

Anda mungkin juga menyukai