Sampai sekarang belum ada cara yang dapat dipakai untuk menentukan dengan tepat saat
kematian seseorang, jadi selalu masih ada ‘range’ hanya saja makin sempit ‘range´ ini makin
baik. Perlu diingat bahwa saat kematian seorang korban terletak diantara saat korban terakhir
dilihat dalam keadaan masih hidup dan saat korban ditemukan keadaan mati. Oleh karena
sulitnya untuk menentukan waktu kematian dengan pasti, maka yang dapat dilakukan adalah
memperkirakan interval waktu kematian. Ada berbagai cara yang dapat dilakukan untuk
memperkirakan interval waktu kematian dimana semuanya berdasarkan atas penilaian secara
terhadap perubahan pada tubuh jenazah dari waktu ke waktu. Beberapa perubahan dalam tubuh
jenazah yang sering dikombinasikan untuk memperkirakan interval waktu kematian adalah livor
mortis, rigor mortis, algor mortis, dekomposisi dan berbagai perubahan lainnya. Namun, metode
ini cenderung bersifat subjektif karena berdasarkan penilaian pemeriksa, sehingga bisa timbul
perbedaan hasil pemeriksaan antar pemeriksa yang berbeda.1
Pada saat sesudah mati, terjadi karena adanya proses pemindahan panas dari badan ke benda-
benda di sekitar yang lebih dingin secara radiasi, konduksi, evaporasi dan konveksi.2
PMI : 37oc – RT o c + 3
PMI : 98,6oF-RToF/1,5
Lebam mayat terjadi akibat terkumpulnya darah pada jaringan kulit dan subkutan disertai
pelebaran pembuluh kapiler pada bagian tubuh yang letaknya rendah atau bagian tubuh yang
tergantung. Keadaan ini memberi gambaran berupa warna ungu kemerahan. Setelah seseorang
meninggal, mayatnya menjadi suatu benda mati sehingga darah akan terkumpul sesuai dengan
hukum gravitasi.1
Kaku mayat akan terjadi setelah tahap relaksasi primer. Keadaan ini berlangsung setelah
terjadinya kematian tingkat sel, dimana aktivitas listrik otot tidak ada lagi. Otot menjadi kaku.
Fenomena kaku mayat ini pertama sekali terjadi pada otot – otot mata, bagian belakang leher,
dada, abdomen bagian atas dan terakhir pada otot tungkai. Akibat kaku mayat ini seluruh mayat
menjadi kaku, otot memendek dan persendian pada mayat akan terlihat dalam posisi sedikit
fleksi. 3
Pembusukan
Pembusukan adalah suatu keadaan dimana bahan-bahan organik tubuh mengalami dekomposisi
baik yang disebabkan oleh karena adanya aktivitas bakteri maupun karena autolisis. Proses
pembusukan pada jenazah disebabkan oleh pengaruh enzim proteolitik dan mikroorganisme.
Pada umumnya proses pembusukan dimulai 18 sampai 24 jam setelah seseorang meninggal.4
4-6 jam: telah mulai dingin (suhu rektal 34-35 derajat Celsius), kaku mayat di rahang
telah ada, begitu juga di beberapa persendian, lebam mayat masih hilang pada penekanan.
10-12 jam: mayat mulai dingin (suhu sekitar 29-30 derajat Celsius), kaku mayat lengkap
di seuruh tubuh seperti papan, bila diangkat kaki, panggul dan punggu juga terangkat,
lebam mayat sangat jelas dan tidak hilang pada penekanan.
16-18 jam: mayat dingin sama dengan suhu ruangan (28-29 derajat Celsius). Kaku mayat
di beberapa persendian telah hilang, mulai tampak tanda-tanda oembusukan terutama di
perut bagian kanan bawah tampak biru kehijauan, lebam mayat luas di bagian terendah
dari tubuh.
30-36 jam: mayat menggembung, muka bengkak, mata tertutup, bibir menebal, keluar
gas dan air pembusukan keluar dari hidung dan mulut, tampak garis pembuluh darahn di
permukaan tubuh (marble appearance).
40-48 jam: gelembung pembusukan diseluruh tubuh, skrotum bengkak, lidah bengkak
dan menonjol keluar, Sebagian gelembung pecah, kulit mudah terkelupas.
3 hari: pembusukan lanjut, uterus bisa prolaps. Demikian juga anus, mata menonjol
keluar, muka sangat bengkak kehitaman, rambut dan kuku mudah dicabut
4-5 hari: perut mengempes Kembali karena gas keluar dari celah jaringan yang rusak
garis miring hancur, sutura kepala merenggang, otak mengalami perlunakan menjadi
seperti bubur.
6-10 hari: jaringan lunak tubuh melembek dan lama-lama menjadi hancur, rongga dada
dan perut bisa terlihat karena sebahagian otot sudah hancur dan seterusnya hingga tulang
belulang.
REFERENSI
1. Budianto a dkk. Ilmu kedokteran forensic. Bagian kedokteran forensik fakultas
kedokteran Indonesia
2. Amir A., Ilmu Kedokteran Forensik, edisi kedua., bagian ilmu kedokteran forensic
dan medicolegal fakultas kedokteran usu medan., 2019, p:45-71
3. Kori. S., Time since Death from Rigor Mortis: Forensic Prospectiv., journal of
forensic science abd criminal investigation, ISSN: 2476-1311., 2018
4. Ritongga Mistar: Penentuan Lama kematian Dilihat Dari Keadaan Tulang; USU
Digital Library, Universitas Sumatera Utara, Medan, 2004.
5. Utami. P..A.D.P.,L., Memperkirakan Interval Waktu Kematian Dengan Analisis
Kekeruhan Kornea Berdasarkan Model Warna Rgb Pada Jenazah Di Rsup Sanglah
Jurnal Medika Udayana, VOL. 9 NO.12., ISSN: 2597-8012.,2020
6. Spitz. W. Medicolegal Investigation of Death. Charles C. Thomas. Publisher
Springfield. Illionis, USA. 1973
7. Camps. F. E. Recent advances in Forensic Pathology. J&A. Churchill LTD. 104
Gloucester Place. London. 1969