Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

LATAR BELAKANG
Menurut World Health Organization (WHO) kematian merupakan hilangnya
tanda kehidupan secara permanen yang terjadi setiap saat setelah kelahiran hidup.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan, Pasal 117 menyatakan : Seseorang dinyatakan mati apabila fungsi
sistem jantung, sirkulasi dan sistem pernafasan terbukti telah berhenti secara
permanen, atau apabila kematian batang otak telah dapat dibuktikan.
Kematian pada manusia dapat ditentukan secara klinis oleh dokter dengan
memeriksa serta memberikan surat keterangan kematian. Meskipun hal ini
biasanya kurang memuaskan, namun harus kita ketahui tidak semua kematian
dapat diautopsi untuk memastikan sebab mati karena terkadang keluarga yang
bersangkutan tidak mengijinkan.
Semua manusia akan mengalami kematian, terlepas dari apakah proses
kematian tersebut berjalan wajar atau tidak. Terkait dengan masalah hukum maka
pemeriksaan terhadap suatu kematian dapat memberi gambaran terhadap suatu
perkara. Pemeriksaan sebab kematian dapat juga berfungsi untuk memeriksa lama
waktu kematian yang menjadi titik acuhan terhadap suatu kasus pembunuhan.
Hal inilah yang akan menjadi tolak ukur untuk membantu atau memperberat
tindak pidana tersebut. Lama waktu kematian dapat diperkirakan dengan
perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuh jenazah. Perubahan eksternal
paling banyak digunakan sebagai tanda pasti kematian, karena selain
permeriksaannya tidak sulit dan dapat dilakukan dalam waktu yang singkat
walaupun sebagian besar penilaiannya masih subjektif. Perubahan eksternal yang
dapat dinilai antara lain adalah penurunan suhu jenazah, adanya lebam mayat,
dan kaku mayat serta proses pembusukan termasuk keberadaan serangga dan
perubahan internal berupa perubahan biokimiawi maupun perubahan yang terjadi
didalam sel.

1.2

TUJUAN
1. Untuk mengetahui definisi dan patofisiologi dari kaku mayat (rigor mortis).
2. Untuk mengetahui gejala dan pemeriksaan dari kaku mayat (rigot mortis).
3. Sebagai persyaratan ujian pada kepaniteraan klinik Ilmu Kedokteran Forensik
dan Medikolegal.
1

1.3

MANFAAT
Diharapkan dari hasil penulisan makalah ini adalah :
1. Sebagai bekal dalam menjalankan profesi sebagai dokter muda.
2. Mengetahui segala keseluruhan apa yang dimaksud mengenai kaku mayat
(rigor mortis).
3. Mengetahui langkah-langkah dan metode dalam penulisan makalah di bidang
kedokteran.
4. Sebagai media

pengabdian

masyarakat

terutama

kasus-kasus

yang

berkembang di masyarakat khususnya dalam bidang Ilmu Kedokteran


Forensik dan Medikolegal.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

DEFINISI
Kaku mayat atau rigor mortis adalah kekakuan yang terjadi pada otot setelah
periode pelemasan atau relaksasi primer. Kaku mayat mulai terdapat sekitar 2 jam
2

post mortal dan mencapai puncaknya setelah 10 12 jam post mortal, keadaan ini
akan menetap selama 24 jam, dan setelah 24 jam kaku mayat mulai menghilang
sesuai dengan urutan terjadinya, yaitu dimulai dari otot otot wajah, leher,
lengan, dada, perut, dan tungkai.1,3
Kekakuan pertama ditemukan pada otot otot kecil, bukan karena itu terjadi
pertama kali disana, melainkan karena adanya sendi yang tidak luas, seperti
contohnya tulang rahang yang lebih mudah diimobilisasi.2,5
Kaku menyebar ke seluruh otot dalam beberapa kondisi dapat mencapai nilai
maksimum antara 6 12 jam. Kondisi ini tidak berubah sampai massa otot mulai
menjalani autolisis, dimana akan melemas berangsur angsur kembali seperti
periode perubahan awal post mortem. Kekakuan mayat lengkap dapat terjadi
antara 18 36 jam.4,5
2.2

PATOFISIOLOGI
Menurut Szen - Gyorgyi di dalam pembentukan kaku mayat peranan ATP
adalah sangat penting. Seperti diketahui bahwa serabut otot dibentuk
oleh dua jenis protein, yaitu aktin dan myosin, dimana kedua jenis protein
ini bersama dengan ATP membentuk suatu masa yang lentur dan dapat
berkontraksi. Bila kadar ATP menurun, maka akan terjadi pada
perubahan pada akto-miosin, dimana sifat lentur dan kemampuan untuk
berkontraksi menghilang sehingga otot yang bersangkutan akan menjadi kaku dan
tidak dapat berkontraksi.1,2

Gambar: Kontraksi otot


O l e h k a r e n a k a d a r g l i k o g e n ya n g t e r d a p a t p a d a s e t i a p o t o t
i t u berbeda-beda, sehingga sewaktu terjadinya pemecahan glikogen
menjadi a s a m l a k t a t d a n e n e r g i p a d a s a a t t e r j a d i n y a k e m a t i a n
s o m a t i k , d i m a n a energi tersebut digunakan untuk resintesa ATP, akan
menyebabkan adanya perbedaan kadar ATP dalam setiap otot. Keadaan
tersebut dapat menerangkan mengapa kaku mayat akan mulai nampak pada
jaringan otot ya n g j u m l a h s e r a b u t o t o t n ya s e d i k i t . At a s d a s a r
itulah

mengapa

pada

kematian

karena

infeksi,

konvulsi

k e l e l a h a n f i s i k s e r t a k e a d a a n s u h u s e keliling yang tinggi akan


dapat mempercepat terbentuknya kaku mayat, demikian pula pada
mereka yang keadaan gizinya jelek akan lebih cepat terjadi kaku mayat
bila dibandingkan dengan korban yang mempunyai tubuh yang baik.3
Secara biokimiawi saat relaksasi primer, pH protoplasma sel otot
masih alkalis. Perubahan alkalis menjadi asam terjadi 2-6 jam
kemudian karena adanya perubahan biokimia, yaitu glikogen menjadi asam
sarkolaktik

atau

fosfor.

Perubahan

protoplasma

menjadi

asam

menyebabkan otot menjadi kaku (rigor). Relaksasi sekunder terjadi setelah ada
4

perubahan

biokimia,

ya i t u

asam

berubah

menjadi

alkalis

k e m b a l i s a a t terjadi pembusukan.4
2.3

FAKTOR-FAKTOR
Sebagai suatu proses kimia, kecepatan dan durasi dari kekakuan dipengaruhi
oleh temperatur. Semakin tinggi suhu lingkungan, akan memperlambat proses ini.
Mayat yang terdapat pada daerah dingin atau salju tidak akan mengalami
kekakuan bahkan sampai 1 minggu setelah kematian, namun saat mayat tersebut
dipindahkan ke tempat yang hangat, maka dengan cepat akan mengalami
kekakuan. Sebaliknya, cuaca panas atau tropis dapat mempercepat, sehingga
kekakuan akan terjadi dalam beberapa jam atau bahkan kurang. Kekakuan total
terbentuk cepat, kemudian akan hilang semenjak hari pertama terjadinya
pembusukan.2,3,5
Faktor lainnya adalah aktifitas fisik sebelum mati. Ketersediaan glikogen dan
ATP dalam otot adalah elemen terpenting dalam terbentuknya kekakuan. Kerja
otot mempengaruhi interaksi dari substansi tersebut dan dapat mempercepat onset
terjadinya kekakuan. Cadaveric spasme, merupakan bentuk variasi dari kekakuan
yang dipercepat.5,6
Faktor-Faktor yang mempengaruhi kaku mayat :1,2,6,7
a. Kondisi Otot

Persediaan

glikogen

Cepat lambat kaku mayat tergantung persediaan


glikogen

otot.

Pada kondisi tubuh sehat sebelum

meninggal, kaku mayat akan l a m b a t d a n l a m a , j u g a


pada

orang

yang

sebelum

mati

b a n y a k makan

karbohidrat, maka kaku mayat akan lambat.1

Gizi
Pada mayat dengan kondisi gizi jelek saat mati, kaku
mayat akan cepat terjadi.1

K e g i a t a n

O t o t

P a d a o r a n g ya n g m e l a k u k a n k e g i a t a n o t o t s e b e l u m
m e n i n g g a l maka kaku mayat akan terjadi lebih cepat.3,4
b. Usia
5

Pada orang tua dan anak-anak lebih cepat dan


t i d a k berlangsung lama. 7,8

Pada bayi premature tidak terjadi kaku mayat, kaku mayat


terjadi pada bayi cukup bulan.7,8

Kaku biasanya tidak terjadi pada janin yang tidak lebih dari 7
bulan, tapi masih bisa ditemukan pada bayi yang cukup bulan.
Kaku bisa timbul dan menghilang dengan sangat dini. 2

c. Keadaan Lingkungan

Keadaan kering lebih lambat dari pada panas dan


lembab.9

Pada mayat dalam air dingin, kaku mayat akan


c e p a t t e r j a d i dan berlangsung lama.9,10

Pada udara suhu tinggi, kaku mayat terjadi


l e b i h c e p a t d a n singkat, tetapi pada suhu rendah
k a k u m a ya t l e b i h l a m b a t d a n lama. 9,10

Kaku mayat tidak terjadi pada suhu dibawah 10C, kekakuan yang
terjadi pembekuan atau cold stiffening. 9,10

d. Cara Kematian

Pada mayat dengan penyakit kronis dan kurus,


k u k u m a y a t lebih cepat terjadi dan berlangsung tidak lama.6,7

Pada mati mendadak, kaku mayat terjadi lebih


l a m b a t d a n berlangsung lebih lama. 9,10

Faktor yang mempengaruhi onset dan durasi kaku mayat3,5,7,8


Temperatur
Nysten (1811) mengatakan bahwa kekakuan bertahan lama di dalam
dingin, udara lembab dibanding udara kering. Hal ini menyebabkan
kenapa onset kekakuan berjalan lambat dan durasinya berjalan lama
pada negara dingin atau cuaca dingin sedangkan onsetnya cepat dan
durasi cepat pada cuaca panas. Hal ini dikarenakan perusakan ATP
lebih cepat pada cuaca panas.2
Kondisi fisiologis sebelum mati
Berdasarkan observasi, tubuh seseorang yang kurus atau mati karena
penyakit akan melalui proses yang cepat menuju kekakuan, dimana
6

biasanya dengan durasi yang cepat. Pada kasus orang yang meninggal
karena septikemia, kaku mayat terlihat lebih dini sejak 3 setengah
menit pertama dan hilang pada 15 menit sampai 1 jam, saat
pembusukan dimulai. Pada kematian karena asfiksia, perdarahan hebat,
apoplexy, pneumonia, dan penyakit saraf dengan paralisis otot, maka
onset akan lebih lama.2
Kondisi otot sebelum mati
Onset akan berjalan lambat dan durasi berjalan lama pada kasus
dimana otot dalam kondisi sehat sebelum kondisi mati. Onset akan
berjalan cepat jika otot berada dalam kondisi kelelahan. Pada orang
yang mati saat lari, kaku akan terbentuk dengan cepat pada daerah kaki
sebelum menuju ke daerah lainnya.2
Pengaruh sistem saraf pusat
Pada saat stres, kaku mayat terjadi karena perubahan kimia yang
terjadi pada otot setelah kematian sebagai bentuk dari aktifitas selular
dan enzimatik.2
2.4

GEJALA KLINIS
Kaku mayat akan terjadi pada seluruh otot, baik otot l u r i k m a u p u n o t o t
p o l o s . D a n b i l a t e r j a d i p a d a o t o t r a n g k a , m a k a a k a n didapatkan
suatu

kekakuan

yang

mirip

atau

menyerupai

papan

sehingga

dibutuhkan cukup tenaga untuk dapat melawan kekakuan tersebut , bila


hal ini terjadi otot dapat putus sehingga daerah tersebut tidak mungkin lagi terjadi
kaku mayat.4,5

Gambar : Kaku mayat pada lengan dan leher


Kaku mayat mulai terdapat sekitar 2 jam post mortem dan m e n c a p a i
p u n c a k n ya s e t e l a h 1 0 - 1 2 j a m p o s m o r t e m , k e a d a a n i n i a k a n
7

menetap selama 24 jam dan setelah 24 jam kaku mayat mulai menghilang sesuai
dengan urutan terjadinya, yaitu dimulai dari otot - otot wajah, leher, lengan, dada,
perut, dan tungkai.6
Adanya kejanggalan dari postur pada mayat dimana kaku mayat
telah terbentuk dengan posisi sewaktu mayat ditemukan, dapat menjadi
petunjuk bahwa pada tubuh korban telah dipindahkan setelah mati. Ini
mungkin dimaksudkan untuk menutupi sebab kematian atau cara kematian yang
sebenarnya.6,7
Terdapat kekakuan pada pada mayat yang menyerupai kaku mayat :

Cadaveric spasme (instantaneous rigor)


Bentuk kekakuan
kematian

dan

otot

yang

terjadi

menetap.

pada

Cadaveric

saat

spasme

s e s u n g g u h n y a m e r u p a k a n k a k u m a y a t ya n g timbul dengan
intensitas

sangat

kuat

tanpa

didahului

oleh

relaksasi

primer.

Penyebabnya adalah akibat habisnya cadangan glikogen d a n


ATP y a n g b e r s i f a t s e t e m p a t p a d a s a a t m a t i k l i n i s
k a r e n a kelelahan atau emosi yang hebat sesaat sebelum meninggal.2,3,6
Kepentingan

medikolegalnya

adalah

menunjukkan

sikap

terakhir masa hidupnya. Misalnya, tangan yang menggenggam erat


benda yang d i r a i h n y a p a d a k a s u s t e n g g e l a m , t a n g a n y a n g
m e n g g e n g g a m p a d a kasus bunuh diri.3,4,5,6

Heat stiffening
Kekakuan otot akibat koagulasi protein otot oleh panas. Otot-otot
berwarna merah muda, kaku, tepi r a p u h ( m u d a h r o b e k ) . K e a d a a n
ini dapat dijumpai pada korban

mati terbakar. Pada saat

stiffening

memendek

serabut

menimbulkan

serabut

fleksi

ototnya

l e h e r,

siku,

paha,

sehingga
danlutut,

membentuk sikap petinju (pugilistic attitude). Perubahan


sikap ini tidak memberikan arti tertentu bagi sikap semasa
hidup, intravitalitas, penyebab atau cara kematian.8,9,10,11

Cold stiffening
K e k a k u a n t u b u h a k i b a t l i n g k u n g a n dingin (dibawah 3,5 oC
atau

4 0 oF), sehingga terjadi pembekuan

cairan

tubuh,
8

termasuk cairan sendi, pemadatan jaringan lemak subkutan dan


otot, bila cairan sendi yang membeku menyebabkan sendi tidak dapat
digerakan. Bila sendi di bengkokkan secara paksa maka akan terdengar
suara es pecah. Dan mayat yang kaku ini akan m e n j a d i l e m a s
kembali bila diletakkan ditempat yang hangat, kemudian
rigor

mortis

akan

terjadi

dalam

waktu

ya n g

sangat

singkat.3,6,11
Waktu terjadinya rigor mortis (kaku mayat) :3,4,6,11

2.5

Kurang dari 3 4 jam post mortem : belum terjadi rigor mortis

Lebih dari 3 4 jam post mortem : mulai terjadi rigor mortis

Rigor mortis maksimal terjadi 12 jam setelah kematian

Rigor mortis dipertahankan selama 12 jam

Rigor mortis menghilang 24 36 jam post mortem

PEMERIKSAAN
a.

Rigor Mortis Pada Jaringan Tubuh


Kekakuan juga terjadi pada seluruh jaringan muskular dan organ sama
seperti terjadi pada otot skelet. Kekakuan dapat terjadi tidak sama pada tiap
mata, membuat letak pupil tidak sama, hal ini memastikan bahwa posisi post
mortem menjadi indikator yang tidak dapat dipercaya pada kondisi toksik atau
neurologis selama hidup.5,7,8,11
Pada jantung, kekakuan menyebabkan kontraksi ventrikel, yang
menyerupai pembesaran ventrikel kiri, hal ini dapat dihindari dengan
pengukuran berat total, menilai ukuran normal jantung kiri, mengukur
ketebalan ventrikel, dan yang paling penting dengan pembedahan dan
membandingkan berat kedua ventrikel.5,7,9,11
Kekakuan muskulus dartos pada skrotum dapat menghimpit testes dan
epididimis, dimana akan membuat kontraksi serabut otot vesikula seminalis
dan prostat menyebabkan terjadinya ekstrusi semen dari uretra eksterna pada
post mortem.3,5,10
Kekakuan pada muskulus erector pili yang menempel pada folikel
rambut dapat mengakibatkan gambaran dengan elevasi dari folikel rambut

b.

(goose flesh appearence).1,2,5,10


Aspek Medikolegal Pada Rigor Mortis1,3,5,11
9

Kegunaan pemeriksaan kaku mayat :

Tanda pasti kematian.


Dapat memperkirakan waktu atau saat kematian.
Dapat memperkirakan atau melihat adanya tanda tanda manipulasi.
Dapat memperkirakan penyebab (walaupun sulit).
Dapat memperkirakan posisi.

BAB III
PENUTUP
3.1

KESIMPULAN
Kaku mayat atau rigor mortis adalah kekakuan yang terjadi pada otot setelah
periode pelemasan atau relaksasi primer. Kaku mayat mulai terdapat sekitar 2 jam
post mortal dan mencapai puncaknya setelah 10 12 jam post mortal, keadaan ini
akan menetap selama 24 jam, dan setelah 24 jam kaku mayat mulai menghilang
sesuai dengan urutan terjadinya, yaitu dimulai dari otot otot wajah, leher,
lengan, dada, perut, dan tungkai.

3.2

SARAN
Penulisan makalah ini adalah jauh dari sempurna, saya penulis meminta
masukan dan pendapat agar para pembaca dapat memperbaharui isi dan penelitian
dari bertambahnya kemajuan pengetahuan di kemudian nanti. Semoga makalah
ini dapat bermanfaat sebagai media pengabdian masyarakat terutama kasus-kasus
10

yang berkembang di masyarakat khususnya dalam bidang Ilmu Kedokteran


Forensik dan Medikolegal.

DAFTAR PUSTAKA
1. Dahlan, Sofwan. 2007. Ilmu Kedokteran Forensik. Pedoman Bagi Dokter dan
Penegak Hukum. Badan Penerbit Universitas Diponegoro: Semarang. 47-65.
2. Ilmu Kedokteran Forensik, Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.1997. Thanatologi. Halaman 25-35
3. Idris, M A Dr. Saat kematian. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Bina Rupa Aksara.
1997 : 53-77.44.
4. Abraham dkk. Tanya Jawab Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi II. Semarang: Badan
Penerbit Universitas Diponegoro, 2010; p.43-50.
5. Van De Graff, K M. Muscle Tissue and The Mode of Contraction. Schaums Outline of
Human Anatomy. Mc-Graw Hill. 2001 : 51-53.10. Dix Jay. Time Of Death and
Decompotition
6. Vij K. 2005. Textbook of Forensic Medicine and Toxicology Principles and Practises
5th ed. India: Elsevier.
7. Sharma, R.K. 2011. Concice textbook of forensic medicine & toxicology 3rd ed. New
Delhi : Global Education Consultants. page 14-6
11

8. Wheeler, C. Russel. 1984. Wheelers dental anatomy, physiology, and oclusion. WB


Saunders Company
9. Saukko, P., Knight, B . 2004. Knights forensic pathology 3th ed. London: Hodder
Arnold. page 60-2, 534
10. Hueske E. Firearms and Tool Mark The Forensic Laboratory Handbooks, Practice and
Resource. 2006.
11. NN., Ilmu Kedokteran Forensik, 1997. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia bagian forensik.

12

Anda mungkin juga menyukai