Anda di halaman 1dari 10

Post Mortem

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah TIK


Dosen Pengampu: Ns. Moch.Dafid K N, S. Kep.M.gizi

Oleh:
Abdul Haris
Lukman Fajariyanto
Ulfadatussoleha

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


UNIVERSITAS BONDOWOSO
2016/2017
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat serta
hidayah-Nya semata, sehingga tugas mata kuliah ini dapat terselesaikan dengan baik. Tugas ini
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Patofisiologi yang merupakan salah satu mata kuliah
yang diberikan dalam Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Bondowoso.
Mata kuliah PATOFISIOLOGI merupakan mata kuliah yang mempelajari tentang
gangguan fungsi pada organisme yang sakit meliputi asal penyakit, permulaan perjalanan dan
akibat. Penulis yakin tanpa adanya bantuan dari semua pihak, makalah ini akan mengalami
banyak hambatan. Oleh karena itu tidak berlebihan penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Yuana Dwi Agustin, SKM, M. Kes, sebagai Ketua Program Studi DIII Keprawatan
Universitas Bondowoso
2. Ns. Moch.Dafid K N, S. Kep.M.gizi, sebagai dosen pengampu penulisan makalah
ini.
3. Semua pihak yangtelah membantu pengerjaan makalah ini.
Semoga segala sumbangsih yang diberikan kepada penulis mendapatkan imbalan dari
Allah SWT, dan penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua
pihak untuk perbaikan langkah penulis selanjutnya.

Bondowoso, Mei 2017

Penulis
Perubahan Post Mortem
1.1 PENGERTIAN POST MORTEM

Post mortem adalah meninggal/setelah kematian.


Perubahan-perubahan yang timbul setelah kematian dinamakan post mortem.

1.2 KEMATIAN SEL

Kematian sel(nekrosis sel) terjadi apabila suatu rangsangan terlalu kuat dan
berkepanjangan. Nekrosis sel dapat bersifat luas didalam tubuh sehingga menyebabkan kematian
individu. Beberapa ahli mengatakan bahwa mendatarnya EEG(electroencephalogram), yang
berarti berhentinya fungsi otak dapat dianggap saat kematian, tanpa menghiraukan fungsi alat
tubuh lainnya. Kematian tubuh disebut juga sebagai stomatic death, adalah suatu kematian sel
(nekrosis) yang terjadi secara umum. Sebab-sebab kematian sel:

Trauma

Terjadi apabila suatu sel tidak lagi dapat beradaptasi dengan baik terhadap rangsangan. Berat
ringan trauma akan menentukan apakah sel terseut dapat pulih lagi atau terjadi kematian

Hipoksia lama

Hipoksia adalah penurunan konsentrasi oksigen di dalam darah. Oksigen diperlukan oleh
mitokondria untuk fosforilasi oksidatif dan pembentukan ATP. Pada saat sel-sel kekurangan
ATP, maka mereka tidak dapat lagi mempertahankan fungsinya.

Infeksi

Adalah kerusakan yang terjadi secara langsung atau tidak langsung akibat reaksi imun dan
peradangan yang muncul sebagai respon terhadap mikroorganisme
Akibat kematian sel

Sel-sel yang mati akan mengalami pencairan atau koagulasi kemudian dibuang atau diisolasi dari
jaringan yang baik oleh sel-sel imun. Apabila dapat terjadi mitosis dan daerah nekrosisnya tidak
terlalu luas, maka sel-sel baru dengan jenis yang sama akan mengisi ke kosongan ruang yang
ditinggalkan sel mati. Pada ruang yang kosong tersebut akan timbul jaringan parut apabila
pembelahan sel tidak terjadi atau apabila daerah nekrosis terlalu luas.

1.3 PERUBAHAN POST MORTEM

Perubahan-perubahan post mortem ini juga dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor.


Diantaranya, suhu sekitar, suhu tubuh pada saat terjadi kematian dan adanya infeksi umum.

1. Algor Mortis

Adalah perubahan suhu badan, sehingga suhu badan menjadi kurang lebih sama dengan suhu
sekitarnya. Algor mortis merupakan salah satu perubahan yang dapat kita temukan pada mayat
yang sudah berada pada fase lanjut post mortem. Perubahan ini terjadi karena metabolisme yang
terhenti. Terdapat dua hal yang mempengaruhi cepatnya penurunan suhu yakni:

Faktor internal

Suhu tubuh saat mati

Sebab kematian, misalnya perdarahan otak dan septikemia, mati dengan suhu tubuh tinggi. Suhu
tubuh yang tinggi pada saat mati ini akan mengakibatkan penurunan suhu tubuh menjadi lebih
cepat. Sedangkan, pada hypothermia tingkat penurunannya menjadi sebaliknya.

Keadaan tubuh mayat

Pada mayat yang tubuhnya kurus, tingkat penurunannya menjadi lebih cepat.
Faktor eksternal

Suhu medium

Semakin besar selisih suhu antara medium dengan mayat maka semakin cepat terjadinya
penurunan suhu. Hal ini dikarenakan kalor yang ada di tubuh mayat dilepaskan lebih cepat ke
medium yang lebih dingin.

Keadaan udara di sekitarnya

Pada udara yang lembab, tingkat penurunan suhu menjadi lebih besar. Hal ini disebabkan karena
udara yang lembab merupakan konduktor yang baik. Selain itu, Aliran udara juga makin
mempercepat penurunan suhu tubuh mayat

Jenis medium

Pada medium air, tingkat penurunan suhu menjadi lebih cepat sebab air merupakan konduktor
panas yang baik sehingga mampu menyerap banyak panas dari tubuh mayat.

Pakaian mayat

Semakin tipis pakaian yang dipakai maka penurunan suhu mayat semakin cepat. Hal ini
dikarenakan kontak antara tubuh mayat dengan suhu medium atau lingkungan lebih mudah.

2. Rigor Mortis

Kaku mayat atau rigor mortis adalah kekakuan yang terjadi pada otot yang kadang-kadang
disertai dengan sedikit pemendekan serabut otot. Rigor mortis terjadi karena penipisan ATP pada
otot. Hal ini disebabkan karena terjadinya perubahan kimiawi pada protein yang terdapat pada
serabut-serabut otot. Menurut Szen-Gyorgyi di dalam pembentukan kaku mayat peranan ATP
adalah sangat penting. Seperti diketahui bahwa serabut otot dibentuk oleh dua jenis protein, yaitu
aktin dan myosin, dimana kedua jenis protein ini bersama dengan ATP membentuk suatu masa
yang lentur dan dapat berkontraksi Bila kadar ATP menurun, maka akan terjadi pada perubahan
pada akto- miosin, dimana sifat lentur dan kemampuan untuk berkontraksi berkurang.
Kaku mayat mulai terdapat sekitar 2 jam post mortem dan mencapai puncaknya setelah 10-12
jam pos mortem, keadaan ini akan menetap selama 24 jam dan setelah 24 jam kaku mayat mulai
menghilang sesuai dengan urutan terjadinya, yaitu dimulai dari otot-otot wajah, leher, lengan,
dada, perut, dan tungkai.

Faktor-Faktor yang mempengaruhi kaku mayat:

Kondisi otot
Persediaan glikogen

Cepat lambat kaku mayat tergantung persediaan glikogen otot. Pada kondisi tubuh sehat sebelum
meninggal, kaku mayat akan lambat dan lama, juga pada orang yang sebelum mati banyak
makan karbohidrat, maka kaku mayat akan lambat.

Kegiatan Otot

Pada orang yang melakukan kegiatan otot sebelum meninggal maka kaku mayat akan terjadi
lebih cepat. Pergerakan yang banyak sebelum kematian, misalnya prajurit. Demam yang tinggi,
kecapaian dan suhu sekeliling yang tinggi, mempercepat terjadinya kaku mayat. Sebaliknya pada
penderita yang sakit lama, kaku mayat lebih lama.

Gizi

Pada mayat dengan kondisi gizi jelek saat mati, kaku mayat akan cepat terjadi.

Usia

Pada orang tua dan anak-anak lebih cepat dan tidak berlangsung lama. Pada bayi premature tidak
terjadi kaku mayat, kaku mayat terjadi pada bayi cukup bulan yaitu17,18 bulan.

Keadaan Lingkungan

Keadaan kering lebih lambat dari pada panas dan lembab. Pada mayat dalam air dingin, kaku
mayat akan cepat terjadi dan berlangsung lama. Pada udara suhu tinggi, kaku mayat terjadi lebih
cepat dan singkat, tetapi pada suhu rendah kaku mayat lebih lambat dan lama. Kaku mayat tidak
terjadi pada suhu dibawah 10 derajat celcius.

Cara Kematian

Pada mayat dengan penyakit kronis dan kurus, kuku mayat lebih cepat terjadi dan berlangsung
tidak lama. Pada mati mendadak, kaku mayat terjadi lebih lambat dan berlangsung lebih lama.

Waktu terjadinya rigor mortis (kaku mayat)


Kurang dari 3 4 jam post mortem : belum terjadi rigor mortis
Lebih dari 3 4 jam post mortem : mulai terjadi rigor mortis
Rigor mortis maksimal terjadi 12 jam setelah kematian
Rigor mortis dipertahankan selama 12 jam
Kaku mayat bisanya menetap sampai 2-3 hari, dan kemudian menghilang

3. Livor Mortis

Livor mortis merupakan perubahan warna yang terjadi karena sel-sel darah merah mengalami
hemolisis dan darah turun ke bawah, sehingga mengakibatkan lebam-lebam mayat pada bagian
terbawah. Lebam mayat terbentuk bila terjadi kegagalan sirkulasi darah dalam mempertahankan
tekanan hidrostatik yang menggerakan darah mencapai capillary bed dimana pembuluh
pembuluh darah kecil afferent dan efferent saling berhubung.

Adanya eritrosit di daerah yang lebih rendah akan terlihat di kulit sebagai perubahan warna biru
kemerahan. Oleh karena pengumpulan darah terjadi secara pasif maka tempattempat di mana
mendapat tekanan lokal akan menyebabkan tertekannya pembuluh darah di daerah tersebut
sehingga meniadakan terjadinya lebam mayat yang mengakibatkan kulit di daerah tersebut
berwarna lebih pucat.

Fenomena lebam mayat yang menetap ini sifatnya lebih bersifat relatif. Perubahan lebam ini
lebih mudah terjadi pada 6 jam pertama sesudah kematian. Akan tetapi waktu yang pasti untuk
terjadinya pergeseran lebam ini adalah tidak pasti, ada beberapa pendapat yaitu Polson
mengatakan untuk menunjukan tubuh sudah diubah dalam waktu sampai 12 jam, sedangkan
Camps memberi patokan kurang lebih 10 jam.

4. Pembekuan darah

Pembekuan darah terjadi segera setelah penderita meninggal. Dapat pula terjadi pada masa agoni
(agonal clots). Beku darah yang terjadi setelah orang meninggal disebut postmortem clot,
warnanya merah elastic atau seperti agar-agar(cruor clot) dan beku darah ini tidak melekat pada
dinding pembuluh darah jantung.

Bila beku darah terbentuk lambat, maka beku darah nampak berlapis-lapis, sel darah merah
karena lebih berat maka menempati lapisan terbawah disebut juga sebagai cruor clot diantara
leukosit. Lapisan teratas terdiri dari plasma darah dan sedikit leukosit yang berwarna kuning
disebut juga sebagai chiken fat clot. Beku darah semacam ini terdapat dalam jantung dan dapat
ditemukan pada bedah mayat.

5. Pembusukan (putrefaction) dan autolisis

Pembusukan terjadi akibat pengaruh fermen-fermen pada tubuh, jaringan mengalami


autodigestion. Pada jaringan tertentu seperti mukosa lambung, kantung empedu, autolisis cepat
terjadi. Karena itu biasanya tidak dapat diperoleh sediaan mikroskopik yang baik. Pada
umumnya makin tinggi diferensiasi jaringan, makin cepat autolisis. Pembusukan terjadi akibat
masuknya kuman saprofitik. Biasanya kuman ini berasal dari usus.

Secara garis besar terdapat 17 tanda pembusukan pada jenazah, yaitu:

1. Wajah membengkak
2. Bibir membengkak
3. Mata menonjol
4. Lidah terjulur
5. Lubang hidung keluar darah
6. Lubang mulut keluar darah
7. Lubang lainnya keluar isinya seperti feses (usus), isi lambung, dan partus (gravid)
8. Badan gembung
9. Bulla atau kulit ari terkelupas
10. Aborescent pattern / morbling yaitu vena superfisialis kulit berwarna kehijauan
11. Pembuluh darah bawah kulit melebar
12. Dinding perut pecah
13. Skrotum atau vulva membengkak
14. Kuku terlepas
15. Rambut terlepas
16. Organ dalam membusuk
17. Larva lalat

Autolisis adalah perlunakan dan pencairan jaringan secara spontan yang terjadi dalam tubuh
setelah kematian dalam keadaan steril melalui proses kimia yang disebabkan oleh enzim- enzim
intraseluler, sehingga organ-organ yang kaya dengan enzim- enzim akan mengalami proses
autilisis lebih cepat daripada organ-organ yang tidak memiliki enzim, dengan demikian pankreas
akan mengalami autolisis lebih cepat dari pada jantung. Proses autolisis ini tidak dipengaruhi
oleh mikroorganisme

Proses auotolisis terjadi sebagai akibat dari pengaruh enzim yang dilepaskan pasca mati. Mula-
mula yang terkena adalah nukleoprotein yang terdapat pada kromatin dan sesudah itu
sitoplasmanya, kemudian dinding sel akan mengalami kehancuran sebagai akibatnya jaringan
akan menjadi lunak dan mencair. Autolisis mengacu pada pancernaan jaringan oleh substansi
yang dilepaskan, seperti enzim dan lisosom.
DAFTAR PUSTAKA

dr. Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi Keperawatan. Penerbit Buku Kedokteran: EGC.
Himawan, Sutisna. 1990. Patofisiologi. Bagian Patologi Anatomik FK UI.
Hartanto, Huriawati dkk. 2009. Kamus Saku Mosby: Kedokteran, Keperawatan, dan
Kesehatan Edisi 4. Penerbit Buku Kedokteran: EGC.
Corwin, J Elizabeth. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran: EGC.
http://www.scribd.com/doc/36186712/Post-Mortem-Changes-and-Time-of-Death on May
28, 2011 at 3.22 pm

Anda mungkin juga menyukai