Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Mati merupakan berhentinya kehidupan, seluruh organ vital berhenti bekerja. Ada
beberapa istilah dibakai dalam berbagai keadaan yang mendekati mati. Misalnya: Mati suri yaitu
keadaan seperti (menyerupai) mati, tetapi masih dapat diatasi dengan alat bantu aktifitas prgan
vital yang telah sangat melemah; aktifitas susunan saraf pusat masih tampak walaupun lemah.
Koma adalah keadaan tidak sadar diri, tidak dapat dibangunkan karena ada gangguan susunan
saraf pusat akibat trauma kapatis berat, keracunan, gangguan keseimbangan elektrolit, apopleksia
(yunani: apoplexia = apoplexy = pendarahan interaknial yang berdampak timbulnya gejala
mendadak-serius dari aspek neurologi, seperti kelumpuhan alat gerak sati sisi atau pada kedua
sisi disertai/tanpa disertai gangguan atau sama sekali tidak bisa berbicara); kematian somatic
(somatic dealt), keadaan dimana seluruh aktifitas berhenti.

Visum (tanda pernyataan) dokter (pemeriksaan dengan stetoskop), atas tidak


terdengarnya lagi detak jantung dan suara pernafasan penderita yang dinyatakan mati. Perubahan
post mortem dipengaruhi banyak faktor, seperti: ada tidaknya penyakit infeksi/ sepsis,
ketegangan jiwa saat menjelang kematian, perbedaan suhu badan dengan suhu sekitar.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka rumusan masalah dalam
makalah ini dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Apakah pengertian Post Mortem?
2. Apa sajakah Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Pada Kematian ?
3. Bagaimanakah penanganan individu yang mengalami cacat fisik dan mental?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Perubahan post mortem

Seseorang dikatakan mati apabila jantung tidak berdenyut lagi dan pernafasan juga
berhenti, akhir-akhir ini terutamatama berhubungan dengan kemajuan dalam hal tranplantasi
berbagai alat tubuh timbul pertentangan mengenai saatnya yang tepat seseorang dapat dinyatakan
mati. Beberapa ahli berpendapat bahwa mendatarnya EEG (electroencephalogram), yang berarti
berhentinya fungsi otak, dapat dianggap sebagai saat kematian, tanpa menghiraukan fungsi alat
tubuh lainnya.

Kematian tubuh disebut juga sebagai somatic dealth, suatu kematian yang terjadi umum,
jadi perlu dibedakan dengan kematian sel yang diikuti dengan nekrosis.

Pada saat terjadi kematian umum mungkin masih terdapat sel dan jaringan yang masih
sempat melanjutkan beberapa aktivitas misalnya sel yang sedang bermitosis masih dapat
menyelesaikan pembelahannya. Tetapi kemudian segala kegiatan pada jaringan dan sel akan
terhenti sama sekali.

2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Pada Kematian

Pada kematian tubuh terjadi serangkaian perubahan. Perubahan-perubahan ini juga


dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor. Diantaranya suhu sekitarnya, suhu tubuh pada saat
terjadinya kematian dan adanya infeksi umum:

1. Algor mortis
Ialah perubahan suhu badan, sehingga suhu badan menjadi kurang lebih sama dengan
suhu sekitarnya, perubahan ini terjadi karena metabolism yang terhenti.

2. Rigor mortis
Sesudah dua sampai tiga jam akan terjadi kaku mayat, yang disebabkan oleh otot-otot
menjadi kaku akibat aglutinasi dan presipitasi protein pada otot-otot. Mula-mula terjadi pada
otot-otot infolunter, diikuti oleh otot-otot volunter disekitar kepala dan leher, dan akhirnya
menjalar ke seluruh tubuh.kaku mayat biasanya menetap sampai 2-3 hari ,dan kemudian
menghilang.

Kaku mayat timbul lebih cepat dan lebih keras dalam keadaan tertentu. Pergerakan yang
banyak sebelum kematian ,misalnya prajurit dalam peperangan ,demam yang tinggi, kecapaian
dan suhu sekeliling yang tinggi,mempercepat terjadi nya kaku mayat.sebaiknya pada penderita
yang sakit lama,cachexia,kaku mayat timbul lebih lambat.

3. Livor mortis
Perubahan warna terjadi karena sel –sel darah mengalami hemolysis dan darah turun
ketempat yang bawah,sehingga mengakibatkan lebam – lebam mayat pada bagian – bagian
terbawah. Karena pembusukan maka terbentuk sulfida. Biasanya sekitar usus.

4. Pembekuan darah
Terjadi segera setelah penderita meninggal. Dafat pula terjadi pada masa agoni (algonial
clots). Beku darah yang terjadi setelah orang meninggal disebut post mortem clots, warna nya
merah,elastic atau seperti agar – agar (cruor clots) dan beku darah ini tidak melekat erat pada
dinding pembuluh darah jantung. Bila beku darah terbentuk nya lambat,maka beku darah
nampak berlapis-lapis ; sel darah merah karena lebih berat merupakan lapis terbawah,
diantaranya leukosit dan paling atas ialah lapis yang berwarna kuning terdiri atas plasma darah
dan sedikit leukosit. Beku darah semacam ini terdapat di dalam jantung dan dapat di temukan
pada bedah mayat. Bagian terbawah yang ,merah dan mengandung eritrosit di sebut cruor clots
dan bagian atas yang kuning karena menyerupai lemak ayam di sebut sebagai “chicken fat clot”.

5. Pembusukan (putrefatiction) dan autolysis

Akibat pengaruh fermen – fermen pada tubuh, jaringan mengalami autodigestion. Pada
jaringan tertentu seperti mukosa lambung, kandung empedu, autolysis cepat terjadi, karena itu
biasanya tidak dapat diperoleh sediaan mikroskopik yang baik.pada umumnya makin tinggi
diferensiasi jaringan,makin cepat autolysis. Sedangkan jaringan penyokong lebih awet.
Pembusukan terjadi akibat masuk nya kuman saprofitik.biasanya kuman ini berasal dari usus.
Akibat pembentukan gas H2S maka jaringan sekitar usus tampak kehijauan.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Mati merupakan berhentinya kehidupan, seluruh organ vital berhenti bekerja.

3.2 kritik dan Saran

Alhmdulillah, akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan lancar dan tepat
waktu. Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam
pembuatan makalah ini. Walaupun di dalamnya msasih banyak kekurangan, karena kami masih
dalam tahap pembelajaran. Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari rekan-rekan klususnya dari dosen pembimbing.
BAGIAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN REFERAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA SEPTEMBER 2018

REFERAT
POST MORTEM

Disusun Oleh:
Nurilmi Syam
111 2010 0024
Pembimbing:
DR. dr. Mauluddin M, SH, MH, Sp.F

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2018
DAFTAR PUSTAKA

● N. Mitchell, Ricard. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins, Edisi 7, Volume 1. Jakarta: EGC
● Robbins, dkk. 1999. Buku Saku Robbins Dasar Patologi Penyakit. Jakarta: EGC
● Tambayang, Jan. 2000. PatologiUntukKeperawatan. Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai