Anda di halaman 1dari 31

makalah

KEMATIAN SEL ( NEKROSIS DAN APOPTOSIS )

(disusun dan didiskusikan pada mata kuliah Pengantar Biologi yang diampu oleh

Dr. Djuna Lamondo, M.Si)

DI SUSUN OLEH:

KELOMPOK 7
Desi permatasari (432419059)
Moh. Rivan Rahim (432419024)
Hija Siondong (432419023)

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO


2
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan YME yang telah melimpahkan karunia dan nikmat bagi umat-
Nya. Alhamdulillah, makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini disusun
untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sitohistoteknologi dengan judul “KEMATIAN
SEL ” Karena terbatasnya ilmu yang dimiliki oleh penulis, maka makalah ini jauh dari sempurna.
Untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan.
Penulis menyadari bahwa tugas makalah ini tidak akan dapat diselesaikan tanpa adanya
bantuan dari beberapa pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada: Bunda
Devi Cynthia Dewi, S.Si, M.Imun
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, penulis mengharap kritik dan saran dari pembaca.
Semoga makalah ini berman faat bagi penulis dan pembaca.

Gorontalo,24 Janari 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman Judul ………………………………………………………….

Kata Pengantar ……………………………………………………….... i

Daftar Isi ………………………………………………………………... ii

BAB I PEMBAHASAN

1.1 Pengertian Kematian Sel ………………………………....... 3

1.2 Etiologi/Penyebab Kematian Sel …………………………… 5

1.3 Tanda Dan Gejala (Patofisiologi) Kematian Sel …………. 7

1.4 Karakteristik Kematian Sel ………………………………… 8

1.5 Tahap-Tahap Kematian Sel (Jaringan)………. 11

1.6 Penyebab Nekrosis dan Apoptosis …………………………. 14

1.7 Mekanisme Nekrosis dan Apoptosis ……………………….. 15

1.8 Macam-Macam Nekrosis …………………………………… 22

BAB II PENUTUP

3.1 Kesimpulan………………………………………………….. 27
3.2 Saran…………………………………………………………. 27

Daftar Pustaka ………………………………………………………….. 1V

ii
BAB I
PEMBAHASAN

Stimulus yang terlalu berat dan berlangsung lama serta melebihi kapasitas adaptif sel
akan menyebabkan kematian sel dimana sel tidak mampu lagi mengkompensasi tuntutan
perubahan. Sekelompok sel yang mengalami kematian dapat dikenali dengan adanya enzim-
enzim lisis yang melarutkan berbagai unsur sel serta timbulnya peradangan. Leukosit akan
membantu mencerna sel-sel yang mati dan selanjutnya mulai terjadi perubahan-perubahan secara
morfologis. Kematian sekelompok sel atau jaringan pada lokasi tertentu dalam tubuh disebut
nekrosis. Nekrosis biasanya disebabkan karena stimulus yang bersifat patologis. Selain karena
stimulus patologis, kematian sel juga dapat terjadi melalui mekanisme kematian sel yang sudah
terprogram dimana setelah mencapai masa hidup tertentu maka sel akan mati. Mekanisme ini
disebut apoptosis, sel akan menghancurkan dirinya sendiri (bunuh diri/suicide), tetapi apoptosis
dapat juga dipicu oleh keadaan iskemia.

2.1 Pengertian Kematian Sel


a) Kematian Sel (Nekrosis)
Stimulus yang terlalu berat dan berlangsung lama serta melebihi kapasitas adaptif sel
akan menyebabkan kematian sel dimana sel tidak mampu lagi mengkompensasi tuntutan
perubahan. Sekelompok sel yang mengalami kematian dapat dikenali dengan adanya enzim-
enzim lisis yang melarutkan berbagai unsur sel serta timbulnya peradangan. Leukosit akan
membantu mencerna sel-sel yang mati dan selanjutnya mulai terjadi perubahan-perubahan secara
morfologis.
Kematian sekelompok sel atau jaringan pada lokasi tertentu dalam tubuh disebut
nekrosis. Nekrosis biasanya disebabkan karena stimulus yang bersifat patologis. Selain karena
stimulus patologis, kematian sel juga dapat terjadi melalui mekanisme kematian sel yang sudah
terprogram dimana setelah mencapai masa hidup tertentu maka sel akan mati. Mekanisme ini
disebut apoptosis, sel akan menghancurkan dirinya sendiri (bunuh diri/suicide), tetapi apoptosis
dapat juga dipicu oleh keadaan iskemia.

1
Dalam artian lainnya Nekrosis merupakan kematian sel sebagai akibat dari adanya
kerusakan sel akut atau trauma (mis: kekurangan oksigen, perubahan suhu yang ekstrem, dan
cedera mekanis), dimana kematian sel tersebut terjadi secara tidak terkontrol yang dapat
menyebabkan rusaknya sel, adanya respon peradangan dan sangat berpotensi menyebabkan
masalah kesehatan yang serius.

b) Apoptosis
Apoptosis adalah kematian sel yang terprogram (programmed cell death), adalah suatu
komponen yang normal terjadi dalam perkembangan sel untuk menjaga keseimbangan pada
organisme multiseluler. Sel-sel yang mati adalah sebagai respons dari beragam stimulus dan
selama apoptosis kematian sel-sel tersebut terjadi secara terkontrol dalam suatu regulasi yang
teratur.
Informasi genetik pemicu apoptosis aktif setelah sel menjalani masa hidup tertentu,
menyebabkan perubahan secara morfologis termasuk perubahan pada inti sel. Kemudian sel akan
terfragmentasi menjadi badan apoptosis, selanjutnya fragmen tersebut diabsorpsi sehingga sel
yang mati menghilang.
Atau dalam artian yang lain adalah merupakan kematian sel yang terprogram, melalui
proses kerusakan kromatin pada nukleus / inti sel, sel menyusut dengan pembentukan badan-
badan apoptosom (apoptotic body) dan sel mengepak dirinya sendiri untuk dimakan makrofag.
Apoptosis terjadi setiap hari dalam tubuh kita. Sel dalam tubuh ada yang berproliferasi (lahir)
dan ada yang mati. Untuk terjadi apoptosis ada berbagai macam stimulus. Stimulusnya sangat
regulated fashion (sangat terkontrol bukan sesuatu yang asal lalu mati). Apoptosis dibedakan
dengan necrosis karena necrosis menginduksi inflamasi yang dapat menimbulkan masalah
kesehatan yang serius. Proses dimana sel memegang peranan dalam kematiannya sendiri.

2
2.2 Etiologi/Penyebab Kematian Sel
Mekanisme biologic yang berperan pada jejas dan kematian sel adalah sebagai berikut:
1. ATP depletion. ATP penting utk proses sintesa dan degradasi.dalam sel. ATP
dibentuk melalui oxidative fosforilasi ADP dan melalui glycolysis. Jejas ishemik dan
toksik menyebabkan ATP depletion dan sintesa ATP menurun.
2. Oxygen dan oxygen derived radikal bebas.(gb 1). Energi dihasilkan dari oxygen ->
air. Timbul produk sampingan: reaktif oxygen a.l. radikal bebas yg merusak lipid,
protein dan nucleic acid. Radikal scavenging system mencegah kerusakan oleh
radikal bebas.
3. Ca intraselluler dan hilangnya homeostasis Ca. Konsentrasi Ca intrasel rendah
sebaliknya extrasel lebih tinggi. Jejas _> Ca masuk sel, Ca mitochondria,ER lepas _>
Ca intrasel meningkat -> aktivasi enzym2
4. Defek permeabiltas membran sel. Mempengaruhi mito-chondria dan membran2
dalam sel.
5. Kerusakan mitochondria yang irreversibel menyebabkan kematian sel.

Adapun penyebab / etiologi dari kematian sel adalah :


a. Pada perkembangan sistem saraf tulang belakang, lebih dari setengah sel saraf
umumnya mati setelah mereka dibentuk.

3
b. Pada manusia dewasa yang sehat, milyaran sel mati pada sumsum tulang dan saluran
pencernaan setiap jamnya.
c. Untuk apa sel dalam jumlah banyak ini mati dalam keadaan yang sangat sehat?
Apoptosis merupakan suatu bentuk kematian sel yang didesain untuk menghilangkan sel-sel host
yang tidak diinginkan melalui aktivasi serangkaian peristiwa yang terprogram secara internal
melalui serangkaian produk gen. Adapun terjadinya penyebab diatas sebagai berikut:
1. Selama proses perkembangan
2. Sebagai suatu mekanisme homeostatik untuk memelihara sel di jaringan.
3. Sebagai suatu mekanisme pertahanan seperti reaksi imun
4. Apabila sel-sel dihancurkan oleh penyakit atau agent-agent yang berbahaya.
5. Proses Penuaan.

Faktor-faktor yang bertanggungjawab dari serangkaian peristiwa apoptosis baik fisiologis,


adaptif maupun patologis adalah:
a. Kerusakan sel yang terprogram selama embriogenesis termasuk implantasi,
organogenesis, involusi perkembangan dan metamorfosis yang tidak selalu
didefinisikan secara fungsional sebagai kematian sel yang terprogram, Oleh ahli
Embriologi terminologi ini sering digunakan.
b. Proses involusi yang tergantung hormon pada orang dewasa seperti penurunan sel
endometrium selama siklus menstruasi, atresia folikuler ovarium pada menopause,
regresi payudara setelah menyapih dan atropi prostat setelah katrasi.
c. Delesi sel pada populasi sel-sel yang berproliferasi seperti epitel kripta usus
(intestinum).
d. Kematian sel pada tumor paling sering selama regresi tapi juga pada tumor dengan
pertumbuhan sel yang aktif.
e. Kematian netropil selama respon respon inflamasi akut.
f. Kematian sel-sel imun baik limfosit B & T, setelah deflesi sitokin, seiring dengan
delesi sel-sel T autoreaktif pada timus yang sedang berkembang.
g. Kematian sel yang diinduksi oleh sel-sel T Sitotoksik, seperti pada penolakan imum
seluler.

4
h. Atropi patologis pada organ parenkim setelah obtruksi duktus, seperti yang terjadi di
pankreas, kelenjer parotis & ginjal.
i. Lesi sel pada penyakit virus tertentu, misalnya pada hepatitis virus, dimana sel-sel
yang mengalami apoptosis dihepar yang dikenal sebagai badan Councilman
j. Kematian sel akibat berbagai stimulus lesi yang mampu menyebabkan nekrosis,
kecuali bila diberikan dosis rendah, contohnya panas, radiasi, obat-obat anti kanker
sitotoksik & hipoksia dapat menyebabkan apoptosis jika kerusakan ringan, tapi dosis
besar dengan stimulus yang sama menyebabkan kematian sel nekrotik.

2.3 Tanda Dan Gejala (Patofisiologi) Kematian Sel


Sel yang mengalami apoptosis menunjukkan morfologi unik yang dapat dilihat menggunakan
mikroskop.
a. Sel terlihat membulat. Hal itu terjadi karena struktur protein yang menyusun
cytoskeleton mengalami pemotongan oleh peptidase yang dikenal sebagai caspase.
Caspase diaktivasi oleh mekanisme sel itu sendiri.
b. Kromatin mengalami degradasi awal dan kondensasi.
c. Kromatin mengalami kondensasi lebih lanjut dan membentuk potongan-
potongan padat pada membran inti.
d. Membran inti terbelah-belah dan DNA yang berada didalamnya terpotong-
potong.
e. Lapisan dalam dari membran sel, yaitu lapisan lipid fosfatidilserina akan
mencuat keluar dan dikenali oleh fagosit, dan kemudian sel mengalami
fagositosis, atau
f. Sel pecah menjadi beberapa bagian yang disebut badan apoptosis, yang
kemudian difagositosis.

Ada tujuh khas morfologi pola nekrosis


Coagulative nekrosis biasanya terlihat pada hipoksia (oksigen rendah) lingkungan, seperti
infark sebuah. Menguraikan sel tetap setelah kematian sel dan dapat diamati oleh cahaya
mikroskop .

5
Liquefactive nekrosis (atau nekrosis colliquative) biasanya terkait dengan kerusakan
seluler dan nanah pembentukan (misalnya, pneumonia ). Ini adalah khas bakteri atau,
kadang-kadang, infeksi jamur karena kemampuan mereka untuk merangsang reaksi
inflamasi. Sangat menarik untuk dicatat bahwa iskemia (pembatasan suplai darah) di otak
menghasilkan liquefactive, daripada coagulative, nekrosis, karena tidak adanya stroma
mendukung substansial.
Gummatous nekrosis dibatasi untuk nekrosis yang melibatkan spirochaetal infeksi
(misalnya, sifilis ).
Berdarah nekrosis disebabkan penyumbatan drainase vena dari suatu organ atau jaringan
(misalnya, dalam torsi testis ).
nekrosis Caseous adalah bentuk khusus dari koagulasi nekrosis biasanya disebabkan oleh
mikobakteri (misalnya, TB ), jamur , dan beberapa zat asing. Hal ini dapat dianggap sebagai
kombinasi nekrosis coagulative dan liquefactive.
nekrosis lemak hasil dari aksi lipase pada jaringan lemak (misalnya, pankreatitis akut ,
payudara jaringan nekrosis).

Fibrinoid nekrosis disebabkan oleh kekebalan yang dimediasi vaskular kerusakan. Hal ini
ditandai oleh pengendapan fibrin -seperti protein materi dalam arteri dinding

2.4 Karakteristik Kematian Sel


Gambaran morfologi dapat dilihat dengan mikroskop elektron yang menggambarkan :
a. Pengerutan sel
Sel berukuran lebih kecil , sitoplasmanya padat, meskipun organella masih normal
tetapi tampak padat.
b. Kondensasi Kromatin (piknotik)
Ini gambaran apoptosis yang paling khas. Kromatin mengalami agregasi diperifer
dibawah selaput dinding inti menjadi massa padat yang terbatas dalam berbagai
bentuk dan ukuran. Intinya sendiri dapat pecah membentuk 2 fragmen atau lebih (
karyorhexis)
c. Pembentukan tonjolan sitoplasma dan apoptosis.

6
Sel apoptotik mula-mula menunjukkan “blebbing” permukaan yang luas kemudian
mengalami fragmentasi menjadi sejumlah badan apoptosis yang berikatan dengan
membran yang disusun oleh sitoplasma dan organella padat atau tanpa fragmen inti.
d. Fagositosis badan Apoptosis
Badan apoptosis ini akan difagotosis oleh sel-sel sehat disekitarnya, baik sel-sel
parenkim maupun makropag. Badan apoptosis dapat didegradasi di dalam lisosom
dan sel-sel yang berdekatan bermigrasi atau berproliferasi untuk menggantikan
ruangan sebelumnya diisi oleh sel apoptosis yang hilang.

Karakteristik apoptosis mempengaruhi sel tunggal yang terpencar tidak ada kelompok sel yang
bergabung. Pada nekrosis pengenalan lebih awal perubahan morfologi adalah tersusun padat
(kompak) dan agregasi kromatin inti, dengan terbentuk gambaran yang jelas, masa granular yang
seragam dengan jelas menjadi kecil membungkus inti dan pemadatan sitoplasma. Kelanjutan
pemadatan itu didampingi oleh lilitan (kekusutan) gambaran baru inti dan sel ini diikuti oleh
pemecahan inti kedalam fragmen berlainan yang dikelilingi oleh lapisan pembungkus double dan
tunas sel secara keseluruhan menghasilkan apoptosis bodies yang dikelilingi membran
sedangkan yang lain kekurangan komponen inti. Sebagai tambahan, tingkatan/luas dari inti dan
tunas seluler bervariasi dari tipe sel, sering secara relative dibatasi pada sel–sel kecil dengan
rasio inti sitoplasma yang tinggi seperti limfosit. Organel sitoplasma terbentuk pada apoptosis
bodies yang baru tetap terpelihara dengan baik.

Apoptotic bodies yang muncul di jaringan secara cepat diserap (ingested) oleh sel di dekatnya
dan dihancurkan oleh sel lisosomnya. Tidak ada hubungan inflamasi dengan adanya fagosit
khusus dalam jaringan seperti terjadi dengan nekrosis dan tipe sel yang beragam dari sel
tetangga, termasuk sel epitel yang berpartisipasi dalam sipatnya. Pada tumor-tumor, sel-sel
neoplastis yang viabel biasanya terlibat adalah makrofak sekitarnya. Akan tetapi bentukan
apoptotic bodies pada kultur sel kebanyakan hilang oleh fogositosis dan bahkan degenerasi.
Awal kejadian seluler dalam apoptosis diselesaikan dengan cepat dengan hanya beberapa menit
berlalu antara perjalanan proses dan pembentukan suatu kelompok apoptosic bodies. Oleh karena
itu tunas-tunas sel dan garis besar yang kusut jarang diamati pada potongan jaringan. Ukuran
kecil dari apoptosis bodies membuat mereka secara relatif tak dikenal dangan mikroskop cahaya.

7
Setelah fagositosis, pencernaan mereka lengkap dalam beberapa jam. Kenyataan ini telah
melahirkan pikiran kapan apoptosis dapat ditentukan secara histologi.

Perbedaan antara apoptosis dan nekrosis dengan tegas terlihat pada penelitian dengan mikroskop
elektron dan secara praktis, dua proses dapat dikenali dengan memakai mikroskop cahaya.
Pemadatan kromatin inti terjadi pada stadium awal nekrosis, tetapi kromatin tidak secara radikal
terdistribusi kembali, sebagai mana dalam apoptosis, dan sudut gumpalan kromatin cenderung
irregular dan terlihat dengan jelas Sebagai tambahan, inti sel nekrotik tidak pernah terpisah
menjadi berlainan, membran disertai fragmen-fragmen. Nekrosis berlanjut sampai kromatin
menghilang. Sitoplasma sel nekrotik menjadi pembengkakan yang mencolok, plasma dan
membran organella secara progresif disintegrasi Walaupun ini konfigurasi sel secara keseluruhan
cenderung diawetkan sampai dipindahkan oleh fagosit mononuklear. Keterlibatan kelompok sel
berdekatan dan adanya suatu eksudat inflamasi biasanya didapatkan tambahan konfirmasi bukti-
bukti kategorisasi kematian sel yang ada disekitarnya sebagai nekrosis. Dalam tumor, seperti
fokus-fokus dari nekrosis cenderung terlokasi di pusat nodul, sedangkan sel- sel individual yang
berlangsung apoptosis diamati pada jaringan tumor viabel.

Perbedaan antara Nekrosis dan Apoptosis


Nekrosis Apoptosis
Kematian oleh faktor luar sel Kematian diprogram oleh sel
Sel membengkak Sel tetap ukurannya
Pembersihan debris oleh fagosit dan Pembersihan berlangsung cepat
sistem imun sulit
Sel sekarat tidak dihancurkan fagosit Sel sekarat akan ditelan fagosit karena
maupun sistem imun ada sinyal dari sel
Lisis sel Non-lisis
Merusak sel tetangga (inflamasi) Sel tetangga tetap hidup normal

8
2.5 Tahap-Tahap Kematian Sel(Jaringan)
Proses apoptosis dikendalikan oleh beragam sinyal sel , yang dapat berasal baik ekstrasel
(inducers ekstrinsik) atau intra (inducers intrinsik). Extracellular signals may include toxins [ 9 ] ,
[ 10 ]
hormones , growth factors , nitric oxide or cytokines , and therefore must either cross the
plasma membrane or transduce to effect a response. Sinyal ekstraselular mungkin termasuk
racun hormon , faktor pertumbuhan , oksida nitrat atau sitokin , dan karena itu baik harus
menyeberang membran plasma atau transduce untuk efek tanggapan. These signals may
positively (ie, trigger) or negatively (ie, repress, inhibit, or dampen) affect apoptosis. Sinyal-
sinyal positif mungkin (yaitu, memicu) atau negatif (yaitu, menekan, menghambat, atau
mengurangi) terhadap apoptosis. (Binding and subsequent initiation of apoptosis by a molecule
is termed positive induction , whereas the active repression or inhibition of apoptosis by a
molecule is termed negative inductio n.) (Binding berikutnya dan inisiasi apoptosis oleh molekul
disebut induksi positif, sedangkan represi aktif atau penghambatan apoptosis oleh molekul
disebut negatif inductio n.)
A cell initiates intracellular apoptotic signalling in response to a stress, which may bring
about cell suicide. Sebuah sel memulai sinyal apoptosis intraseluler sebagai respons terhadap
stres, yang dapat membawa tentang bunuh diri sel. The binding of nuclear receptors by
glucocorticoids, heat , radiation , nutrient deprivation, viral infection, hypoxia and increased
intracellular calcium concentration , for example, by damage to the membrane, can all trigger the
release of intracellular apoptotic signals by a damaged cell. Pengikatan reseptor nuklir oleh
glukokortikoid , panas , radiasi, kurang nutrisi, infeksi virus, hipoksia dan meningkatkan
intraseluler kalsium konsentrasi, misalnya, oleh kerusakan membran, semua bisa memicu
pelepasan sinyal apoptosis intraseluler oleh sel yang rusak. A number of cellular components,

9
such as poly ADP ribose polymerase , may also help regulate apoptosis. Sejumlah komponen
selular, seperti ribosa polimerase ADP poli , juga dapat membantu mengatur apoptosis.
Before the actual process of cell death is precipitated by enzymes, apoptotic signals must cause
regulatory proteins to initiate the apoptosis pathway. Sebelum proses sebenarnya kematian sel
dipercepat oleh enzim, sinyal apoptosis harus menyebabkan protein peraturan untuk memulai
jalur apoptosis. This step allows apoptotic signals to cause cell death, or the process to be
stopped, should the cell no longer need to die. Langkah ini memungkinkan sinyal apoptosis
untuk menyebabkan kematian sel, atau proses harus dihentikan, harus sel tidak perlu lagi mati.
Several proteins are involved, but two main methods of regulation have been identified: targeting
mitochondria functionality, or directly transducing the signal via adaptor proteins to the
apoptotic mechanisms. Beberapa protein yang terlibat, tetapi dua metode utama peraturan telah
diidentifikasi: penargetan mitokondria fungsi, atau langsung transducing sinyal melalui adaptor
protein pada mekanisme apoptosis. Another extrinsic pathway for initiation identified in several
toxin studies is an increase in calcium concentration within a cell caused by drug activity, which
also can cause apoptosis via a calcium binding protease calpain. Lain jalur ekstrinsik untuk
inisiasi yang diidentifikasi dalam studi beberapa toksin adalah peningkatan konsentrasi kalsium
dalam sel yang disebabkan oleh aktivitas obat, yang dapat juga menyebabkan apoptosis melalui
calpain protease kalsium mengikat.
Dengan memeriksa kondisi dimana apoptosis terjadi, dapat disimpulkan bahwa
apoptosis dapat diaktifkan oleh beberapa sinyal yang mencetuskan kematian, berkisar dari
kurangnya faktor atau hormon pertumbuhan, sampai interaksi Ligand –reseptor positif dan agent-
agent lesi spesifik sebagai tambahan ada koordinasi tapi sering pula ada hubungan yang
berlawanan antara pertumbuhan sel dan apoptosis sebenarnya.
a. Peran aktivitas
Mekanisme terjadinya apopotosis untuk tiap sel berbeda-beda. Aktivasi
mekanisme apoptosis untuk tiap sel tertentu disebabkan oleh aktivitas yang
berbeda-beda pula.
b. Kadar ion kalsium
Apabila terjadi aktivitas stimulus terhadap sel dan aktivitas apoptosis , akan
++ ++
terjadi peningkatan kadar ion Ca didalam inti sel. Ion Ca ini mengaktifkan

10
enzim Kalsium dependen Nuklear Indo Nuklease yang terdiri dari Endonoklease ,
Protease Transglutaminase.
c. Reseptor Makrofag.
Proses Fagositosis terhadap apoptotic bodies atau sel lain ditentukan oleh reseptor
yang ada di permukaan makrofag atau sel fagosit tersebut: contoh sel makrofag
yang mengandung viktonektin reseptor, suatu beta 3 integrin, memudahkan
fagositas apoptotic netropil.
d. Regulasi genetik
Beberapa gen bila distimulasi akan menyebabkan apoptosis, seperti Heta shock
protein dan proto onkogen. Tetapi stimulasi gen ini tidak berhubungan langsung
dengan proses mulainya apoptosis.
Proses biokimia:
Fragmentasi inti DNA yang cepat dan teratur sudah sejak lama dianggap pertanda utama
dari apoptosis. Perubahan biokimia yang utama adalah terjadinya double strand break dari DNA.
Terbentuknya fragmen gen yang terdiri dari 180-200 pasang basa. Pragment ini dengan
pemeriksaan agoroze gel elektroforesis dapat diketahui. Sitogenetik proteinase seperti interleukin
I B converting enzyme (ICE) dan granzime B terlihat dalam memproduksi perubahan yang
bermakna dari sel pada apoptosis, sedangkan tranglutaminase jaringan yang teraktivasi pada
akhir apoptosis menghasilkan hubungan silang yang erat dari protein suplasmalemal, yang
mencegah pelepasan enzim intraseluler yang berpotensi merusak badan apoptotic sebelum
difagosit. Fagositosis yang cepat dari badan apoptotik oleh sel yang berdekatan ini nampaknya
tergantung pada perubahan kimiawi yang spesifik dalam badan apoptotic.
Pengaturan genetik dari apoptosis sampai saat ini belum dapat dijelaskan secara lengkap. Gen
yang sudah diketahui berhubungan dengan pengaturan p-53 dan bcl-2. Pada nekrosis, degradasi
DNA terdiri dari 300-500 kilo pasangan basa. Degradasi ini diketahui disebabkan oleh enzyme
++ ++ ++
endonuklease, yang aktif bila kadar ion Ca dan Mg meningkat, dan dihambat bila kadar Zn
meningkat Ringkasnya perubahan kimia pada apoptosis dimulai dengan aktifnya Ca++
dependent enzymes yaitu endonuclease, protease dan tranglutaminase

11
2.6 Penyebab Nekrosis dan Apoptosis
A. Kematian Sel (Nekrosis)
1. Iskhemi

Iskhemi dapat terjadi karena perbekalan (supply) oksigen dan makanan untuk suatu alat
tubuh terputus. Iskhemi terjadi pada infak, yaitu kematian jaringan akibat penyumbatan
pembuluh darah. Penyumbatan dapat terjadi akibat pembentukan trombus. Penyumbatan
mengakibatkan anoxia. Nekrosis terutama terjadi apabila daerah yang terkena tidak
mendapat pertolongan sirkulasi kolateral. Nekrosis lebih mudah terjadi pada jaringan-
jaringan yang bersifat rentan terhadap anoxia. Jaringan yang sangat rentan terhadap anoxia
ialah otak.

2. Agens biologic

Toksin bakteri dapat mengakibatkan kerusakan dinding pembuluh darah dan trombosis.
Toksin ini biasanya berasal dari bakteri-bakteri yang virulen, baik endo maupun eksotoksin.
Bila toksin kurang keras, biasanya hanya mengakibatkan radang. Virus dan parasit dapat
mengeluarkan berbagai enzim dan toksin, yang secara langsung atau tidak langsung
mempengaruhi jaringan, sehingga timbul nekrosis.

3. Agens kimia

Dapat eksogen maupun endogen. Meskipun zat kimia merupakan juga merupakan juga zat
yang biasa terdapat pada tubuh, seperti natrium dan glukose, tapi kalau konsentrasinya tinggi
dapat menimbulkan nekrosis akibat gangguan keseimbangan kosmotik sel. Beberapa zat
tertentu dalam konsentrasi yang rendah sudah dapat merupakan racun dan mematikan sel,
sedang yang lain baru menimbulkan kerusakan jaringan bila konsentrasinya tinggi.

4. Agens fisik Trauma,

12
suhu yang sangat ekstrem, baik panas maupun dingin, tenaga listrik, cahaya matahari, tenaga
radiasi. Kerusakan sel dapat terjadi karena timbul kerusakan potoplasma akibat ionisasi atau
tenaga fisik, sehingga timbul kekacauan tata kimia potoplasma dan inti.

5. Kerentanan (hypersensitivity)

Kerentanan jaringan dapat timbul spontan atau secara didapat (acquired) dan menimbulkan
reaksi imunologik. Pada seseorang bersensitif terhadap obat-obatan sulfa dapat timbul
nekrosis pada epitel tubulus ginjal apabila ia makan obat-obatan sulfa. Juga dapat timbul
nekrosis pada pembuluh-pembuluh darah. Dalam imunologi dikenal reaksi Schwartzman
dan reaksi Arthus.

B) Apoptosis
Kematian sel terprogram di mulai selama embriogenesis dan terus berlanjut sepanjang
waktu hidup organisme. Rangsang yang menimbulkan apoptosis meliputi isyarat hormon,
rangsangan antigen, peptida imun, dan sinyal membran yang mengidentifikasi sel yang menua
atau bermutasi. Virus yang menginfeksi sel akan seringkali menyebabkan apoptosis, yang
akhirnya yang mengakibatkan kematian virus dan sel penjamu (host). Hal ini merupakan satu
cara yang dikembangkan oleh organisme hidup untuk melawan infeksi virus. Virus tertentu
(misalnya; Virus EpsteinBarr yang bertanggung jawab terhadap monunukleosis) pada gilirannya
menghasilkan protein khusus yang menginaktifkan respons apoptosis. Defisiensi apoptosis telah
berpengaruh pada perkembangan kanker dan penyakit neuro degeneratif dengan penyebab yang
tidak diketahui, termasuk penyakit Alzheimer dan sklerosis lateral amiotrofik (penyakit Lou
Gehrig). Apoptosis yang dirangsang-antigen dari sel imun (sel T dan sel B) sangat penting dalam
menimbulkan dan mempertahankan toleransi diri imun (Elizabeth J. Corwin, 2009).

2.7 Mekanisme Nekrosis dan Apoptosis


 Mekanisme Apoptosis
Apoptosis ditimbulkan lewat serangkaian kejadian molekuler yang berawal dengan
berbagai cara yang berbeda tapi pada akhirnya berpuncak pada aktivasi enzim kaspase.

13
Mekanisme apoptosis secara filogenetik dilestarikan; bahkan pemahaman dasar kita tentang
apoptosis sebagian besar berasal dari eksperimen cacing nematoda Caenorhabditis elegans;
pertumbuhan cacing ini berlangsung melalui pola pertumbuhan sel yang sangat mudah
direproduksi, diikuti oleh kematian sel. Penelitian terhadap cacing mutan menemukan adanya
gen spesifik (dinamakan gen ced singkatan dari C. elegans death; gen ini memiliki homolog
pada manusia) yang menginisiasi atau menghambat apoptosis.
Proses apoptosis terdiri dari fase inisiasi (kaspase menjadi aktif) dan fase eksekusi, ketika
enzim mengakibatkan kematian sel. Inisiasi apoptosis terjadi melalui dua jalur yang berbeda
tetapi nantinya akan menyatu (konvergen), yaitu: jalur ekstrinsik atau, yang dimulai dari
reseptor, dan jalur intrinsik atau jalur mitokondria (Mitchell; Kumar; Abbas & Fausto, 2008).

Apoptosis
Aksi bunuh diri sel yang dikenal juga sebagai kematian terprogram, di mana program
‘bunuh diri’ ini diaktivasi dan diregulasi oleh sel itu sendiri.
Urutan kronologis tahapan yang terjadi antara lain:
1. fragmentasi DNA
2. penyusutan dari sitoplasma
3. perubahan pada membran
4. kematian sel tanpa lisis atau merusak sel tetangga

 Fungsi apoptosis
Hubungan dengan kerusakan sel atau infeksi
Apoptosis dapat terjadi misalnya ketika sel mengalami kerusakan yang sudah tidak dapat
diperbaiki lagi. Keputusan untuk melakukan apoptosis berasal dari sel itu sendiri, dari jaringan
yang mengelilinginya, atau dari sel yang berasal dari sistem imun.

Bila sel kehilangan kemampuan untuk melakukan apoptosis (misalnya karena mutasi), atau bila
inisiatif untuk melakukan apoptosis dihambat (oleh virus), sel yang rusak dapat terus membelah
tanpa terbatas, yang akhirnya menjadi kanker. Sebagai contoh, salah satu hal yang dilakukan
oleh virus papilloma manusia (HPV) saat melakukan pembajakan sistem genetik sel adalah
menggunakan gen E6 yang mendegradasi protein p53. Padahal protein p53 berperan sangat

14
penting pada mekanisme apoptosis. Oleh karena itu, infeksi HPV dapat berakibat pada
tumbuhnya kanker serviks.

 Sebagai respon stress atau kerusakan DNA


Kondisi yang mengakibatkan sel mengalami stress, misalnya kelaparan, atau kerusakan DNA
akibat racun atau paparan terhadap ultraviolet atau radiasi (misalnya radiasi gamma atau sinar
X), dapat menyebabkan sel memulai proses apoptosis.

 Sebagai upaya menjaga kestabilan jumlah sel


Pada organisme dewasa, jumlah sel dalam suatu organ atau jaringan harus bersifat konstan pada
range tertentu. Sel darah dan kulit, misalnya, selalu diperbarui dengan pembelahan diri sel-sel
progenitornya, tetapi pembelahan diri tersebut harus dikompensasikan dengan kematian sel yang
tua.
Diperkirakan 50-70 milyar sel mati setiap harinya karena apoptosis pada manusia dewasa. Dalam
satu tahun, jumlah pembelahan sel dan kematian yang terjadi pada tubuh seseorang mencapai
kurang lebih sama dengan berat badan orang tersebut.

Keseimbangan (homeostasis) tercapai ketika kecepatan mitosis (pembelahan sel) pada jaringan
disamai oleh kematian sel. Bila keseimbangan ini terganggu, salah satu dari hal berikut ini akan
terjadi:

 Bila kecepatan pembelahan sel lebih tinggi daripada kecepatan kematian sel, akan
terbentuk tumor
 Bila kecepatan pembelahan sel lebih rendah daripada kecepatan kematian sel, akan terjadi
penyakit karena kekurangan sel.

Kedua keadaan tersebut dapat bersifat fatal atau sangat merusak.

 Sebagai bagian dari pertumbuhan


Kematian sel terprogram merupakan bagian penting pada perkembangan jaringan tumbuhan dan
metazoa (organisme multisel). Sel yang mengalami apoptosis mengkerut dan inti selnya
mengecil, sehingga sel tersebut dapat dengan mudah difagositosis. Proses fagositosis

15
memungkinkan komponen-komponen sel yang tersisa digunakan kembali oleh makrofag atau
sel-sel yang berada di sekitarnya.

 Regulasi sistem imun


Sel B dan sel T adalah pelaku utama pertahanan tubuh terhadap zat asing yang dapat
menginfeksi tubuh, maupun terhadap sel-sel dari tubuh sendiri yang mengalami perubahan
menjadi ganas.

Dalam melakukan tugasnya, sel B dan T harus memiliki kemampuan untuk membedakan antara
"milik sendiri" (self) dari "milik asing" (non-self), dan antara antigen "sehat" dan "tidak sehat".
(Antigen adalah bagian protein yang dapat berkomplemen secara tepat dengan reseptor unik
yang dimiliki sel B dan T pada membran selnya).

"Sel T pembunuh" (killer T cells) menjadi aktif saat terpapar potongan-potongan protein yang
tidak sempurna (misalnya karena mutasi), atau terpapar antigen asing karena adanya infeksi
virus. Setelah sel T menjadi aktif, sel-sel tersebut bermigrasi keluar dari lymph node,
menemukan dan mengenali sel-sel yang tidak sempurna atau terinfeksi, dan membuat sel-sel
tersebut melakukan kematian sel terprogram.

 Proses apoptosis
Secara morfologi - Sel yang mengalami apoptosis menunjukkan morfologi unik yang dapat
dilihat menggunakan mikroskop:

1. Sel terlihat membulat. Hal itu terjadi karena struktur protein yang menyusun cytoskeleton
mengalami pemotongan oleh peptidase yang dikenal sebagai caspase. Caspase diaktivasi
oleh mekanisme sel itu sendiri.
2. Kromatin mengalami degradasi awal dan kondensasi.
3. Kromatin mengalami kondensasi lebih lanjut dan membentuk potongan-potongan padat
pada membran inti.
4. Membran inti terbelah-belah dan DNA yang berada didalamnya terpotong-potong.
5. Sel mengalami fagositosis, atau

16
6. Sel pecah menjadi beberapa bagian yang disebut badan apoptosis, yang kemudian
difagositosis.

 Mekanisme Nekrosis
Seperti yang dijelaskan sejak awal, nekrosis merupakan kematian sel akibat cedera
(jejas) yang bersifat irreversible. Ketika sel mengalami gangguan, maka sel akan berusaha
beradaptasi dengan jalan hipertrofi, hiperplasia, atrofi, dan metaplasia supaya dapat
mengembalikan keseimbangan tubuh. Namun, ketika sel tidak mampu untuk beradaptasi sel
tersebut akan mengalami jejas atau cedera. Jejas tersebut dapat kembali dalam keadaan normal,
apabila penyebab jejas hilang (reversible). Tetapi ketika jejas tersebut berlangsung secara
kontinu, maka akan terjadi jejas yang bersifat irreversible (tidak bisa kembali normal) dan
selanjutnya akan terjadi kematian sel (Kumar; Cotran & Robbins, 2007).
Mekanisme cedera secara biokimia adalah sebagai berikut (Kumar; Cotran & Robbins,
2007):
1. Deplesi ATP
ATP penting bagi setiap proses yang terjadi dalam sel, seperti mempertahankan
osmolaritas seluler, proses transport, sintesis protein, dan jalur metabolik dasar. Hilangnya
sintesis ATP menyebabkan penutupan segera jalur homeostasis.
2. Deprivasi oksigen
Kekurangan oksigen mendasari patogenesis jejas sel pada iskemia.
3. Hilangnya homeostasis kalsium
Kalsium bebas sitosol normalnya dipertahankan oleh transpor kalsium yang bergantung
pada ATP. Iskemia atau toksin menyebabkan masuknya kalsium ekstrasel diikuti pelepasan
kalsium dari deposit intrasel. Peningkatan kalsium sitosol akan menginaktivasi fosfolipase
(pencetus kerusakan membran), protease (katabolisator protein membran dan struktural), ATPase
(mempercepat deplesi ATP), dan endonuklease (pemecah materi genetik).
4. Defek permeabilitas membran plasma
Membran plasma dpat langsung dirusak oleh toksin bakteri, virus, komponen
komplemen, limfosit sitolitik, agen fisik maupun kimiawi. Perubahan permeabilitas membran

17
dapat juga disebabkan oleh hilangnya sintesis ATP atau aktivasi fosfolipase yang dimediasi
kalsium.
5. Kerusakan mitokondria
Peningkatan kalsium sitosol, stress oksidatif intrasel dan produk pemecahan lipid
menyebabkan pembentukan saluran membran mitokondria interna dengan kemampuan konduksi
yang tinggi. Pori nonselektif ini memungkinkan gradien proton melintasi membran mitokondria
sehingga mencegah pembentukan ATP

Nekrosis
Nekrosis merupakan kematian sel sebagai akibat dari adanya kerusakan sel akut atau
trauma (mis: kekurangan oksigen, perubahan suhu yang ekstrem, dan cedera mekanis), dimana
kematian sel tersebut terjadi secara tidak terkontrol yang dapat menyebabkan rusaknya sel,
adanya respon peradangan dan sangat berpotensi menyebabkan masalah kesehatan yang serius.

1. Perubahan Mikroskopis
Perubahan pada sel yang nekrotik terjadi pada sitoplasma dan organel-organel sel lainnya.
Inti sel yang mati akan menyusut (piknotik), menjadi padat, batasnya tidak teratur dan berwarna
gelap. Selanjutnya inti sel hancur dan meninggalkan pecahan-pecahan zat kromatin yang tersebar
di dalam sel. Proses ini disebut karioreksis. Kemudian inti sel yang mati akan menghilang
(kariolisis).

2. Perubahan Makroskopis
Perubahan morfologis sel yang mati tergantung dari aktivitas enzim lisis pada jaringan yang
nekrotik. Jika aktivitas enzim lisis terhambat maka jaringan nekrotik akan mempertahankan
bentuknya dan jaringannya akan mempertahankan ciri arsitekturnya selama beberapa waktu.

18
Nekrosis ini disebut nekrosis koagulatif, seringkali berhubungan dengan gangguan suplai darah.
Contohnya gangren.

Jaringan nekrotik juga dapat mencair sedikit demi sedikit akibat kerja enzim dan proses ini
disebut nekrosis liquefaktif. Nekrosis liquefaktif khususnya terjadi pada jaringan otak, jaringan
otak yang nekrotik mencair meninggalkan rongga yang berisi cairan.

Pada keadaan lain sel-sel nekrotik hancur tetapi pecahannya tetap berada pada tempatnya selama
berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun dan tidak bisa dicerna. Jaringan nekrotik ini tampak
seperti keju yang hancur. Jenis nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa, contohnya pada
tuberkulosis paru.

Jaringan adiposa yang mengalami nekrosis berbeda bentuknya dengan jenis nekrosis lain.
Misalnya jika saluran pankreas mengalami nekrosis akibat penyakit atau trauma maka getah
pankreas akan keluar menyebabkan hidrolisis jaringan adiposa (oleh lipase) menghasilkan asam
berlemak yang bergabung dengan ion-ion logam seperti kalsium membentuk endapan seperti
sabun. Nekrosis ini disebut nekrosis lemak enzimatik.

3. Perubahan Kimia Klinik

Kematian sel ditandai dengan menghilangnya nukleus yang berfungsi mengatur berbagai
aktivitas biokimiawi sel dan aktivasi enzim autolisis sehingga membran sel lisis. Lisisnya
membran sel menyebabkan berbagai zat kimia yang terdapat pada intrasel termasuk enzim
19
spesifik pada sel organ tubuh tertentu masuk ke dalam sirkulasi dan meningkat kadarnya di
dalam darah.

Misalnya seseorang yang mengalami infark miokardium akan mengalami peningkatan kadar
LDH, CK dan CK-MB yang merupakan enzim spesifik jantung. Seseorang yang mengalami
kerusakan hepar dapat mengalami peningkatan kadar SGOT dan SGPT. Namun peningkatan
enzim tersebut akan kembali diikuti dengan penurunan apabila terjadi perbaikan.

2.8 Macam-macam Nekrosis


1. Nekrosis koagulatif
Terjadi akibat hilangnya secara mendadak fungsi sel yang disebabkan oleh hambatan kerja
sebagian besar enzim. Enzim sitoplasmik hidrolitik juga dihambat sehingga tidak terjadi
penghancuran sel (proses autolisis minimal). Akibatnya struktur jaringan yang mati masih
dipertahankan, terutama pada tahap awal (Sarjadi, 2003).
Terjadi pada nekrosis iskemik akibat putusnya perbekalan darah. Daerah yang terkena
menjadi padat, pucat dikelilingi oleh daerah yang hemoragik. Mikroskopik tampak inti-inti yang
piknotik. Sesudah beberapa hari sisa-sisa inti menghilang, sitoplasma tampak berbutir, berwarna
merah tua. Sampai beberapa minggu rangka sel masih dapat dilihat (Pringgoutomo, 2002).
Contoh utama pada nekrosis koagulatif adalah infark ginjal dengan keadaan sel yang tidak
berinti, terkoagulasi dan asidofilik menetap sampai beberapa minggu (Kumar; Cotran &
Robbins, 2007).

20
2. Nekrosis likuefaktif (colliquativa)
Perlunakan jaringan nekrotik disertai pencairan. Pencairan jaringan terjadi akibat kerja enzim
hidrolitik yang dilepas oleh sel mati, seperti pada infark otak, atau akibat kerja lisosom dari sel
radang seperti pada abses (Sarjadi, 2003).

3. Nekrosis kaseosa (sentral)


Bentuk campuran dari nekrosis koagulatif dan likuefaktif, yang makroskopik teraba lunak kenyal
seperti keju, maka dari itu disebut nekrosis perkejuan. Infeksi bakteri tuberkulosis dapat
menimbulkan nekrosis jenis ini (Sarjadi, 2003). Gambaran makroskopis putih, seperti keju
didaerah nekrotik sentral. Gambaran makroskopis, jaringan nekrotik tersusun atas debris granular

21
amorf, tanpa struktur terlingkupi dalam cincin inflamasi granulomatosa, arsitektur jaringan
seluruhnya terobliterasi (tertutup) (Kumar; Cotran & Robbins, 2007).

4. Nekrosis lemak

Terjadi dalam dua bentuk:


a. Nekrosis lemak traumatik
Terjadi akibat trauma hebat pada daerah atau jaringan yang banyak mengandung lemak
(Sarjadi, 2003).
b. Nekrosis lemak enzimatik
Merupakan komplikasi dari pankreatitis akut hemorhagika, yang mengenai sel lemak di
sekitar pankreas, omentum, sekitar dinding rongga abdomen. Lipolisis disebabkan oleh kerja
lypolitic dan proteolytic pancreatic enzymes yang dilepas oleh sel pankreas yang rusak (Sarjadi,
2003). Aktivasi enzim pankreatik mencairkan membran sel lemak dan menghidrolisis ester
trigliserida yang terkandung didalamnya. Asam lemak yang dilepaskan bercampur dengan

22
kalsium yang menghasilkan area putih seperti kapur (mikroskopik) (Kumar; Cotran & Robbins,
2007).

5. Nekrosis fibrinoid
Disebabkan oleh kerusakan pembuluh darah imun. Hal ini ditandai dengan adanya
pengendapan fibrin bahan protein seperti dinding arteri yang tampak kotor dan eosinofilik pada
pada mikroskop cahaya. Nekrosis ini terbatas pada pembuluh darah yang kecil, arteriol, dan
glomeruli akibat penyakit autoimun atau hipertensi maligna. Tekanan yang tinggi akan
menyebabkan nekrosis dinding pembuluh darah sehingga plasma masuk ke dalam lapisan media.
Fibrin terdeposit disana. Pada pewarnaan hematoksilin eosin terlihat masa homogen kemerahan
(Sarjadi, 2003).

a. Jenis kelainan tergantung waktu


- 24 - 48 jam : daerah pucat, reaksi radang, serabut (-)
- Beberapa minggu : jaringan mati dibuang  jaringan lemah (rupture pada jantung
10 hari post infark)  diganti jaringan ikat.
- s/d bulan : fibrosis.

b. Bentuk tergantung sistem pembuluh darah


- Infark putih, pada organ solid, tanpa anastomosei.

23
- Infark merah, ada anastomose atau dua pasokan pembuluh darah atau pada infark
vena.
Jadi abses bila ada kontaminasi kuman.

2. Apoptosis (kematian jaringan terprogram)

 Nekrosis

Kematian sel dan jaringan secara tidak alami.


Urutan kronologis tahapan yang terjadi antara lain.
1. pembengkakan sel
2. digesti kromatin
3. rusaknya membran (plasma dan organel)
4. hidrolisis DNA
5. vakuolasi oleh ER
6. penghancuran organel
7. lisis sel
8. Pelepasan isi intrasel setelah rusaknya membran plasma adalah penyebab dari inflamasi /
peradangan pada nekrosis.

 Pengobatan Nekrosis
Pengobatan nekrosis biasanya melibatkan dua proses yang berbeda. Biasanya, penyebab
nekrosis harus diobati sebelum jaringan mati sendiri dapat ditangani. Sebagai contoh, seorang
korban gigitan ular atau laba-laba akan menerima anti racun untuk menghentikan penyebaran
racun, sedangkan pasien yang terinfeksi akan menerima antibiotik. Bahkan setelah penyebab
awal nekrosis telah dihentikan, jaringan nekrotik akan tetap dalam tubuh. Respon kekebalan
tubuh terhadap apoptosis, pemecahan otomatis turun dan daur ulang bahan sel, tidak dipicu oleh
kematian sel nekrotik.
Terapi standar nekrosis (luka,luka baring, lukabakar, dll) adalah bedah
pengangkatan jaringan nekrotik. Tergantung pada beratnya nekrosis, ini bisa berkisar dari
penghapusan patch kecil dari kulit, untuk menyelesaikan amputasi anggota badan yang terkena

24
atau organ. Kimia penghapusan, melalui enzimatik agen debriding, adalah pilihan lain. Dalam kasus
pilih, khusus belatung terapi telah digunakan dengan hasil yang baik.

25
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Nekrosis merupakan kematian sel sebagai akibat dari adanya kerusakan sel akut
atau trauma, dimana kematian sel tersebut terjadi secara tidak terkontrol yang dapat
menyebabkan rusaknya sel, adanya respon peradangan dan sangat berpotensi menyebabkan
masalah kesehatan yang serius.
Apoptosis adalah kematian sel yang terprogram (programmed cell death), adalah suatu
komponen yang normal terjadi dalam perkembangan sel untuk menjaga keseimbangan pada
organisme multiseluler.
Nekrosis hanya dapat diobati sebelum jaringan sel tersebut mati.

3.2 Saran
Nekrosis merupakan kematian sel sebagai akibat dari adanya kerusakan selakut atau
trauma, di mana kematian sel tersebut terjadi secara tidak terkontrol. Maka kita harus
mempraktekkan gaya hidup sehat, dengan makan makanan yang sehat dan melakukan aktivitas
yang teratur sebelum mendapatkan hal yang tidak diinginkan.

26
DAFTAR PUSTAKA

Gavrieli, Y., Y. Sherman, and S.A. Ben-Sasson. (1992) Identification of programmed cell death
in situ via specific labeling of nuclear DNA fragmentation. J. Cell Biol. 119: 493-501.
Thompson, H.J., R. Strange and P.J. Schedin. (1992) Apoptosis in the genesis and prevention of
cancer. Cancer Epidem. Biomarkers and Prevention 1: 597-602.
file:///C:/Users/ACER/Pictures/MAKALAH%20MEKANISME%20KEMATIAN%20JARINGA
N%20DAN%20NEKROSIS.htm

27

Anda mungkin juga menyukai