Anda di halaman 1dari 23

REFERENSI ARTIKEL

APOPTOSIS DAN CASPASE 3

Oleh:
Pritami G99141112
Sylva Medika P G99141113
Faris Khairuddin S G99141114
Icha Dithyana G99141115

Pembimbing

dr. Agung Susanto, SpPD, FINASIM

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI
SURAKARTA
2016
HALAMAN PENGESAHAN

Makalah Refrat Ilmu Penyakit Dalam dengan judul:

APOPTOSIS DAN CASPASE 3

Oleh :

Pritami G99141112

Sylva Medika P G99141113

Faris Khairuddin S G99141114

Icha Dithyana G99141115

Telah disetujui untuk dipresentasikan pada tanggal :

Pembimbing

dr. Agung Susanto, SpPD, FINASIM


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI................................................................................................. 1
BAB I PENDAHULUAN. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3
BAB III PENUTUP ........ 16
DAFTAR PUSTAKA ...... 17

1
BAB I
PENDAHULUAN

Setiap organisme yang hidup terdiri dari ratusan tipe sel, yang semuanya
berasal dari fertilisasi sel telur. Selama perkembangannya sejumlah sel bertambah
secara dramatis yang kemudian akan membentuk berbagai jenis jaringan dan
organ. Seiring dengan pembentukan sel yang baru tersebut, sel yang mati
merupakan proses regulasi yang normal pada sejumlah sel dari jaringan.
Pengendalian terhadap eliminasi sel-sel yang mati ini disebut dengan kematian sel
yang terprogram atau apoptosis.

Apoptosis berasal dari bahasa Greek, yang artinya gugurnya putik bunga
ataupun daun dari batangnya. Apoptosis pertama diidentifikasikan sebagai bentuk
kematian sel berdasarkan kepada morfologinya. Penelitian mengenai insiden
biokomiawi dan genetik merupakan prediksi dari peranannya dalam mengontrol
sel ditentukan secara genetik dan alamiah sehingga kontrol genetik dan
mekanisme biokimia dari apoptosis menjadi lebih dimengerti dalam
perkembangan dan strategi terapi yang mengatur kejadian dalam proses penyakit.
Usulan bahwa apoptosis adalah suatu fenomena yang berlainan terhadap
perbedaan fundamental dari degeneratif kematian sel atau nekrosis berdasarkan
pada morfologi, biokimia, dan insiden (Robbins and Cotran, 2005; DeVita V and
Rosenberg S, 2005; Rastogi, 2009).

Dalam tiga dekade terakhir ini, dua bentuk sel mati berbeda secara
mendasar, apoptosis dan nekrosis. Telah didefinisikan dalam istilah morfologi,
biokimia dan insidennya. Dalam keadaan normal, sel-sel tubuh dapat memberikan
respon atau adaptasi terhadap lingkungannya. Bila aktivitas yang dilakukan sel
tersebut meningkat, atau stimulus yang diterimanya meningkat, maka untuk
mencapai keseimbangan dalam merespon hal tersebut, sel akan mengalami
hipertropi. Sebaliknya bila stimulus berkurang atau terjadi penurunan aktivitas sel,
maka sel tersebut akan mengalami atropi (DeVita V and Rosenberg S, 2005;
Rastogi, 2009).

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kematian Sel
Patologi adalah ilmu atau bidang studi tentang penyakit. Patofisiologi
adalah ilmu yang mempelajari fungsi yang berubah atau terganggu, misalnya
perubahan-perubahan fisiologis yang ditimbulkan penyakit pada makhluk
hidup. Empat aspek dalam proses penyakit yang membentuk inti patologi
adalah:
1. Penyebab penyakit (etiologi)
2. Mekanisme terjadinya penyakit (patogenesis)
3. Perubahan struktural yang ditimbulkan oleh penyakit di dalam sel jaringan
(manifestasi klinis)
4. Sel normal memerlukan keseimbangan antara kebutuhan fisiologik dan
keterbatasan-keterbatasan strukur sel dan kemampuan metabolik, hasilnya
adalah hasil yang terus seimbang atau homeostatis.
Keadaan fungsional sel dapat berubah ketika bereaksi terhadap stress
yang ringan untuk mempertahankan keadaan yang seimbang. Konsep keadaan
normal bervariasi: Setiap orang berbeda satu dengan yang lain karena
perbedaan susunan genetik Setiap orang memiliki perbedaan dalam
pengalaman hidup dan interaksinya dengan lingkungan Pada tiap individu
terdapat perbedaan parameter fisiologi karena adanya pengendalian dalam
fungsi mekanisme (Robbins and Cotran, 2005).
1. Nekrosis
Nekrosis merupakan kematian sel sebagai akibat dari adanya
kerusakan sel akut atau trauma (misalnya: kekurangan oksigen,
perubahan suhu yang ekstrem, dan cedera mekanis), di mana kematian
sel tersebut terjadi secara tidak terkontrol yang dapat menyebabkan

3
rusaknya sel, adanya respon peradangan dan sangat berpotensi
menyebabkan masalah kesehatan yang serius. Stimulus yang terlalu berat
dan berlangsung lama serta melebihi kapasitas adaptif sel akan
menyebabkan kematian sel di mana sel tidak mampu lagi
mengompensasi tuntutan perubahan. Sekelompok sel yang mengalami
kematian dapat dikenali dengan adanya enzim-enzim lisis yang
melarutkan berbagai unsur sel serta timbulnya peradangan. Leukosit akan
membantu mencerna sel-sel yang mati dan selanjutnya mulai terjadi
perubahan-perubahan secara morfologis. Nekrosis biasanya disebabkan
karena stimulus yang bersifat patologis. Selain karena stimulus patologis,
kematian sel juga dapat terjadi melalui mekanisme kematian sel yang
sudah terprogram di mana setelah mencapai masa hidup tertentu maka sel
akan mati. Mekanisme ini disebut apoptosis, sel akan menghancurkan
dirinya sendiri, tetapi apoptosis dapat juga dipicu oleh keadaan iskemia
(Robbins and Cotran, 2005; Elmore S. 2007).
2. Onkosis
Onkosis adalah kematian sel karena kegagalan pompa natrium
dalam pengeluaran natrium intrasel yang menyebabkan sel pecah.
Kegagalan pompa natrium ini disebabkan karena kurangnya ATP.
Karena sifat natrium yang menarik air maka natrium yang berada di
dalam sel maka akan menimbun air di dalam sel. Sehingga semakin
banyak natrium yang masuk ke dalam sel, volume intrasel akan
bertambah dan saat melebihi batas akan pecah (Robbins and Cotran,
2005; Elmore S. 2007).
3. Apoptosis
Apoptosis adalah suatu proses kematian sel yang terprogram,
diatur secara genetik, bersifat aktif, ditandai dengan adanya kondensasi
chromatin, fragmentasi sel dan fagositosis sel tersebut oleh sel
tetangganya. Apoptosis adalah kematian sel terprogram yang
merupakan proses penting dalam pengaturan homeostasis normal, proses
ini menghasilkan keseimbangan dalam jumlah sel jaringan tertentu

4
melalui eliminasi sel yang rusak dan proliferasi fisiologis dan dengan
demikian memelihara agar fungsi jaringan normal. Kematian sel yang
terprogram atau apoptosis merupakan suatu komponen yang normal
pada perkembangan dan pemeliharaan kesehatan pada organisme
multiseluler. Sel yang mati ini merupakan respon terhadap berbagai
stimulus dan selama apoptosis sel ini dikontrol dan diregulasi, sel yang
mati kemudian difagosit oleh makrofag (Robbins and Cotran, 2005;
DeVita V and Rosenberg S, 2005; Rastogi, 2009).

Gambar 1. Perbedaan Apoptosis dan Nekrosis

5
Tabel 1. Perbedaan Apoptosis dan Nekrosis

B. Peran Apoptosis dalam Homeostasis


Apoptosis memiliki peranan penting dalam fenomena biologis, proses
apoptosis yang tidak sempurna dapat menyebabkan timbulnya penyakit yang
sangat bervariasi. Terlalu banyak apoptosis menyebabkan sel mengalami
kekacauan, sebagaimana terlalu sedikit apoptosis juga menyebabkan
proliferasi sel yang tidak terkontrol (kanker). Beberapa contoh penyakit yang
ditimbulkan karena apoptosis yang tidak sempurna antara lain:
1. Penyakit autoimun disebabkan karena sel T/B yang autoreaktif terus
menerus.
2. Neurodegenerasi, seperti pada penyakit Alzheimer dan Parkinson, akibat
dari apoptosis prematur yang berlebihan pada neuron di otak. Neuron yang
tersisa tidak mempunyai kemampuan untuk meregenerasi sel yang hilang.
3. Stroke iskemik, aliran darah ke bagian-bagian tertentu dari otak dibatasi
sehingga dapat menyebabkan kematian sel saraf melalui peningkatan
apoptosis.
4. Kanker, sel tumor kehilangan kemampuannya untuk melaksanakan
apoptosis sehingga proliferasi sel meningkat.
Pada apoptosis sel-sel yang mati memberikan sinyal yang diperantarai
oleh beberapa gen yang mengkode protein untuk enzym pencernaan yang
disebut dengan caspase. Gen caspase ini merupakan bagian dari cystein
protease yang akan aktif pada perkembangan sel maupun merupakan sinyal
untuk aktif pada destruksi sel tersebut (Beebe, 2013).

6
Kematian sel melalui apoptosis merupakan fenomena yang normal,
yaitu terjadi eliminasi sel yang tidak diperlukan lagi. Proses apoptosis secara
fisiologis diperlukan untuk terminasi sel, mempertahankan homeostasis,
perkembangan embrional, interaksi limfosit dan involusi hormonal pada usia
dewasa.
Keseimbangan (homeostasis) ini dapat tercapai bila kecepatan mitosis
pada jaringan seimbang dengan kematian sel. Bila keseimbangan ini
terganggu, maka akan dapat mengakibatkan
a. Bila kecepatan pembelahan sel lebih tinggi daripada kecepatan
kematian sel terbentuk tumor
b. Bila kecepatan pembelahan sel lebih rendah dari kecepatan
kematian sel jumlah sel menjadi berkurang
c. Kelainan kongenital
(Robbins, 2005; Rastogi, 2009)

7
Gambar 2. Penyakit yang disebabkan oleh malfungsi apoptosis

C. Mekanisme Apoptosis
Mekanisme apoptosis sangat kompleks dan rumit. Secara garis besarnya
apoptosis dibagi menjadi 4 tahap, yaitu adanya sinyal penginduksi apoptosis,
tahap integrasi atau pengaturan, tahap pelaksanaan apoptosis dan fagositosis
(Robbins, 2005).

1. Sinyal penginduksi apoptosis


Proses apoptosis dikendalikan oleh berbagai tingkat sinyal sel,
yang dapat berasal dari pencetus ekstrinsik maupun intrinsik . Yang
termasuk pada sinyal ekstrinsik antara lain hormon, faktor pertumbuhan,
nitric oxide dan cytokine. Semua sinyal tersebut harus dapat menembus
membran plasma ataupun transduksi untuk dapat menimbulkan respon.
Sinyal intrinsik apoptosis merupakan suatu respon yang diinisiasi oleh sel
sebagai respon terhadap stress dan akhirnya dapat mengakibatkan
kematian sel. Pengikatan reseptor nuklear oleh glukokortikoid, panas,

8
radiasi, kekurangan nutrisi, infeksi virus dan hipoksia merupakan keadaan
yang dapat menimbulkan pelepasan sinyal apoptosis intrinsik melalui
kerusakan sel.
Apoptosis tidak memerlukan suatu proses transkripsi atau translasi.
Molecular machine yang dibutuhkan untuk kematian sel dianggap
mengalami dormansi dan hanya memerlukan aktivasi yang cepat. Signal
yang menginduksi apoptosis bisa berasal dari ekstraseluler dan
intraseluler.
Signal ekstraseluler contohnya hormon hormon. Hormon tiroksin
menginduksi apoptosis pada ekor tadpole. Apoptosis juga bisa dipicu oleh
kurangnya signal yang dibutuhkan sel untuk bertahan hidup seperti growth
factor. Sel lain, sel berhubungan dengan sel yang berdekatan juga bisa
memberikan signal untuk apoptosis. Signal intraseluler misalnya radiasi
ionisasi, kerusakan karena oksidasi radikal bebas, dan gangguan pada
siklus sel.
2. Integrasi
Sebelum terjadi proses kematian sel melalui enzym, sinyal
apoptosis harus dihubungkan dengan pathway kematian sel melalui
regulasi protein. Pada regulasi ini terdapat dua metode yang telah
dikenali untuk mekanisme apoptosis, yaitu : melalui mitokondria dan
penghantaran sinyal secara langsung melalui adapter protein.
a. Jalur Ektrinsik
Pathway ini diinisiasi oleh pengikatan receptor kematian pada
permukaan sel pada berbagai sel. Reseptor kematian merupakan bagian
dari reseptor tumor nekrosis faktor yang terdiri dari cytoplasmic
domain, berfungsi untuk mengirim sinyal apoptotic. Reseptor kematian
yang diketahui antara lain TNF reseptor tipe 1 yang dihubungkan
dengan protein Fas (CD95). Pada saat Fas berikatan dengan ligandnya,
membran menuju ligand (FasL). Tiga atau lebih molekul Fas bergabung
dan cytoplasmic death domain membentuk binding site untuk adapter
protein, FADD (Fas associated death domain). FADD ini melekat

9
pada reseptor kematian dan mulai berikatan dengan bentuk inaktif dari
caspase 8. Molekul procaspase 8 ini kemudian dibawa keatas dan
kemudian pecah menjadi caspase 8 aktif. Enzym ini kemudian
mencetuskan cascade aktifasi caspase dan kemudianmengaktifkan
procaspase lainnya dan mengaktifkan enzym untuk mediator pada fase
eksekusi. Pathway ini dapat dihambat oleh protein FLIP, tidak
menyebabkan pecahnya enzym procaspase 8 dan tidak menjadi aktif
(Ricci, 2008).
Jalur ini khas pada sistem imun dan digunakan untuk
menghilangkan sel T yang aktif pada akhir dari respon imun. Jalur ini
terutama diperantarai oleh perforin / granzyme. Tahap-tahap apoptosis
dalam death receptor pathway:
a. Ikatan antara FasL, suatu TNF (Tumor Necrosis Factor) dengan
reseptornya.
b. Ikatan FasL dengan Fas menginduksi reseptor untuk mengelompok
(trimerisasi)
c. Pengikatan FADD (Fas associated death domain protein) pada
domain kematian (death domain).
d. DED (death effector domain) dari FADD mengikat pro-caspase 8.
Kompleks yang terbentuk disebut DISC (death-inducing signaling
complex), kompleks ini mengaktivasi pro-caspase 8.
e. Caspase 8 yang teraktivasi (heterotetramer) dilepaskan dari DISC ke
sitoplasma. Caspase 8 termasuk caspase inisiator yang akan
mengaktivasi caspase eksekutor terutama melalui pro-caspase 3
Peristiwa apoptosis jalur ekstrinsik dimulai dari adanya
pelepasan molekul signal yang disebut ligan oleh sel lain tetapi bukan
berasal dari sel yang akan mengalami apoptosis. Ligan tersebut
berikatan dengan death receptor yang terletak pada transmembran sel
target yang menginduksi apoptosis. Death receptor yang terletak di
permukaan sel adalah famili reseptor TNF (Tumor Necrosis Factor),
yang meliputi TNF-R1, CD 95 (Fas), dan TNF-Related Apoptosis

10
Inducing Ligan (TRAIL)-R1dan R2.
Ligan yang berikatan dengan reseptor tersebut akan
mengakibatkan caspase inisiator 8 setelah membentuk trimer dengan
adaptor FADD (Fas Associeted Death Domain). Kompleks yang
terbentuk antara ligan-reseptor dan FADD disebut DISC (Death
Inducing Signaling Complex). CD 95, TRAIL-R1 dan R2 terikat
dengan FADD, sedangkan TNF-R1 terikat secara tidak langsung
melalui molekul adaptor lain, yaitu : TNF-Reseptor Associeted Death
Domain protein (TRADD) (Elmore, 2007).

b. Jalur Intrinsik
Pathway ini terjadi oleh karena adanya permeabilitas
mitokondria dan pelepasan molekul pro-apoptosis ke dalam
sitoplasma,tanpa memerlukan reseptor kematian. Faktor pertumbuhan
dan siinyal lainnya dapat merangsang pembentukan protein
antiapoptosis Bcl2, yang berfungsi sebagai regulasi apoptosis (Rastogi,
2009).

Protein anti apoptosis yang utama adalah : Bcl-2 dan Bcl-x,


yang pada keadaan normal terdapat pada membran mitokondria dan
sitoplasma. Pada saat sel mengalami stress, Bcl-2 dan Bcl-x menghilang
dari membran mitokondria dan digantikan oleh pro-apoptosis protein,
seperti Bak, Bax, Bim. Sewaktu kadar Bcl-2, Bcl-x menurun,
permeabilitas membran mitokondria meningkat , beberapa protein dapat
mengaktifkan cascade caspase. Salah satu protein tersebut adalan
cytochrom-c yang diperlukan untuk proses respirasi pada mitokondria.
Di dalam cytosol, cytochrom c berikatan dengan protein Apaf-1
(apoptosis activating factor-1) dan mengaktivasi caspase-9. Protein
mitokondria lainnya, seperti Apoptosis Inducing Factor (AIF)
memasuki sitoplasma dengan berbagai inhibitor apoptosis yang pada
keadaan normal untuk menghambat aktivasi caspase (Elmore, 2007).

11
Stress mitokondria yang menginduksi apoptosis jalur intrinsik
disebabkan oleh senyawa kimia atau kehilangan faktor pertumbuhan,
sehingga menyebabkan gangguan pada mitokondria dan terjadi
pelepasan sitokrom c dari intermembran mitokondria. Protein capcase-8
akan memotong anggota famili Bcl-2 yaitu Bid. Kemudian Bid yang
terpotong pada bagian ujungnya akan menginduksi insersi Bax dalam
membran mitokondria dan melepaskan molekul proapoptotik seperti
sitokrom c, Samc/Diablo, Apoptosis Inducing Factor (AIF), dan
omi/Htr2. dengan adanya dATP akan terbentuk kompleks antara
sitokrom c, APAF1 dan caspase 9 yang disebut apoptosom.
Selanjutnya, capcase 9 akan mengaktifkan downstream procaspase-3
(Elmore, 2007).
Protein caspase 3 yang aktif memecah berbagai macam substrat,
diantaranya enzim DNA repair seperti poly-ADP Ribose Polymerase
(PARP) dan DNA protein kinase yaitu protein struktural seluler dan
nukleus, termasuk aparatus mitotik inti, lamina nukleus, dan aktin
serta endonuklease, seperti Caspase-Aktivated
Deoxyribonuklease Inhibitor (ICAD) dan konstituen seluler lainnya.
Selain itu, caspase 3 juga mempunyai kemampuan untuk mengaktifkan
caspese lainnya, seperti procaspase-6 dan procaspase-7 yang
memberikan amplifikasi terhadap kerusakan seluler.
Adanya seluler stres meningkatkan ekspresi dari protein p53
yang mengakibatkan terjadinya GI arrest atau apoptosis. Anggota dari
apoptosis Stimulating Protein p53 (ASPP) yaitu ASPP 1 dan ASPP 2
secara spesifik menstimulasi fungsi transsktivasi p53 pada promotor
gen proapoptotik seperti Bax dan p53 Inducible Gene 3 (PIG 3), tapi
tidak pada promotor gen yang menyebabkan cell cycle arrest, yaitu p21
dan MDM2 (Elmore, 2007).

Riset mengindikasi keterlibatan mitokondria dalam jalur


apoptotis. Sitokrom c, suatu heme protein yang bertindak sebagai suatu

12
pembawa elektron dalam fosforilasi oksidasi mitokondria, pemberhenti
elektron cytochrome C oxidase atau kompleks IV, keluar intermembran
dan mengikat protein sitoplasmik yang disebut Apaf-1. Yang kemudian
mengaktikan suatu inisiator caspase-9 di sitoplasma.
Protein ini keluar mitokondria setelah perubahan potensiasi
eletrokimia di membran. Perubahan potensial menyebabkan terbukanya
suatu kanal yang non-spesifik dalam membran yang permeabel, terdiri
atas dua protein selaput bagian dalam (adenine nucleotide translocator-
ANT) dan suatu protein bagian luar (porin, yang voltage-gated-kanal
anion VDAC). Protein ini bertindak bersama-sama, kemungkinan pada
sisi luar dan sisi dalam terjadi kontak. Saluran ini dapat dilewati zat
yang memiliki bobot molekular kurang dari 1500. Perubahan gradien
proton menyebabkan oksidasi dan foforilasi di mitokondria perubahan
kekuatan ion menyebabkan pembekakan matriks. Karena sisi bagian
dalam sangat kusut dan memilki luas permukaan jauh lebih besar
dibanding selaput yang luar, bengkak pada matriks mengarah rusaknya
sisi luar, sehingga sitokrom c dan Apaf-1 keluar masuk sitoplasma.
Jalur ini biasa diaktifkan dalam respon stimulus letal yang lain
seperti pengrusakan DNA, stress oksidatif, dan hipoksia. Mitokondria
mengandung faktor pro-apoptosis seperti sitokrom c dan AIF (apoptosis
inducing factors). Keduanya merupakan substrat yang berbahaya, akan
tetapi tersimpan aman dalam mitokondria. Saat keduanya dilepaskan ke
sitoplasma dapat mengaktifkan jalur aktivasi caspase. Pelepasannya
diatur oleh famili Bcl-2 yang terikat dengan mitokondria, yaitu Bax dan
Bad (Rastogi, 2009)

Sitokrom c adalah protein heme yang berperan sebagai


pembawa elektron yang larut dalam air dalam fosforilasi oksidatif
mitokondria. Bila terjadi kumparan elektron melalui sitokrom c oxidase
atau kompleks IV, adanya perubahan kekuatan ion menyebabkan
gelombang matriks. Saat membran dalam mitokondria memiliki

13
permukaan yang lebih luas dibanding membran luar maka gelombang
matriks menyebabkan nonspecific inner membrane permeability
transition pore terbuka sehingga sitokrom c keluar ke sitoplasma.
Sitokrom c yang keluar ke sitoplasma kemudian berikatan dengan
Apaf-1 membentuk CARD (Caspase Recruitment domain). Beberapa
CARD bergabung membentuk kompleks apoptosome kemudian
mengikat pro-caspase 9 dan mengaktivasinya menjadi caspase 9
(caspase inisiator). Caspase 9 ini akan mengaktivasi procaspase-3
menjadi caspase 3 yang merupakan caspase efektor yang melaksanakan
apoptosis (Elmore, 2007).
3. Apoptosis
Selama apoptosis mitokondria mengalami perubahan yang
disebabkan oleh:
i. Gangguan oksidasi-fosforilasi dan transport elektron karena radiasi
dan adanya second messenger tertentu seperti ceramide.
ii. Perubahan dalam potensial redoks sel dan turunan Reactive Oxygen
Species (ROS).
iii. Kerusakan DNA.
iv. Kerusakan DNA memacu ekspresi protein yang dikenal sebagai p53.
protein ini menyebabkan penghambatan pembelahan sel atau
apoptosis, dimana keduanya akan mnjaga sel dari menjadi sel tumor.
Oleh karena itu gen p53 adalah gen tumor suppressor.
v. Peningkatan ion Ca2+ intraseluler melalui tranduksi signal.
(Ricci, 2008)

14
Gambar 3. Gambaran Apoptosis

4. Fagositosis
Sel yang terfragmentasi menjadi apoptotic body mengeluarkan
signal eat me yang dikenali oleh fagosit. Ada 2 macam fagosit, yaitu :
Fagosit professional, contohnya sel makrofag.
Fagosit semiprofesional, sel tetangga dari sel yang mengalani
apoptosis. Adanya sel-sel fagosit ini dapat menjamin tidak timbulnya
respon inflamasi setelah terjadinya apoptosis.
Sel yang mati pada tahap akhir apoptosis mempuyai suatu
fagositotik molekul pada permukaannya (contoh: phosphatidylserine).
Phosphatidylserine ini pada keadaan normal berada pada permukaan
cytosolic dari plasma membran, tetapi pada proses apoptosis tersebar
pada permukaan ekstraseluler melalui protein scramblase. Molekul ini
merupakan suatu penanda sel untuk fagositosis oleh sel yang
mempunyai reseptor yang sesuai, seperti makrofag. Selanjutnya
sitoskeleton memfagosit melalui engulfment pada molekul tersebut.
Pengangkatan sel yang mati melalui fagosit terjadi tanpa disertai
dengan respon inflamasi.

15
Sel fagosit juga harus dihilangkan setelah aktif bekerja. Sel
imun aktif mulai mengekspresikan Fas beberapa hari setelah aktivasi,
mentargetkannya untuk eliminasi. Beberapa sel yang stress dapat
mengekspresikan Fas dan FasL lalu digunakan untuk bunuh diri.
Akan tetapi sebagian besar hanya dapat mengekspresikan
Fas, sedangkan FasL diekspresikan terutama oleh sel T aktif (Robbins,
2005; Beebe, 2013).

D. Peran Caspase dalam Apoptosis5,8,10,11


Apoptosis diperantarai oleh famili protease yang disebut caspase, yang
diaktifkan melalui proteolisis dari bentuk prekursor inaktifnya (zymogen).
Caspase merupakan endoprotease yang memiliki sisi aktif Cys (C) dan
membelah pada terminal C pada residu Asp, oleh karena itu dikenal sebagai
Caspases (Cys containing Asp specific protease) (Rastogi dkk., 2009; Li dan
Yuan, 2008).
Saat ini telah ditemukan 13 anggota famili caspases pada manusia.
Beberapa anggota famili caspase yang terlibat dalam apoptosis dibedakan
menjadi 2 golongan. Golongan yang pertama terdiri dari caspase 8, 9,10 yang
mengandung prodomain yang panjang pada terminal N, fungsinya sebagai
inisiator dalam proses kematian sel. Golongan yang kedua terdiri dari caspase

16
3, 6, 7 yang mengandung prodomain yang pendek dan berfungsi sebagai
efektor, membelah berbagai substrat yang mati yang pada akhirnya
menyebabkan perubahan morfologi dan biokimia yang tampak pada sel yang
mengalami apoptosis. Molekul efektor lain dalam apoptosis adalah Apaf-1
(apoptotic protease activating factor) bersama sitokrom c mengambil pro-
caspase 9 di ATP-dependent manner, dan menstimulasi proses perubahan pro-
caspase 9 menjadi caspase 9 (Li dan Yuan, 200; Park, 2012; David, 2013).
.

Regulator apoptosis yang lain adalah anggota famili Bcl-2. Saat ini
ada 18 anggota famili Bcl-2 yang telah diidentifikasi, dan dibagi ke dalam 3
grup berdasarkan strukturnya. Anggota grup pertama diwakili oleh Bcl-2 dan
Bcl-xL yang berfungsi sebagai anti-apoptosis. Anggota grup kedua diwakili
oleh Bax dan Bak (Bcl-2 associated killer), sebagaimana anggota grup yang
ketiga yaitu Bid (a novel BH3 domain-only death agonist) dan Bad (the
Bcl-2 associated death molecule),merupakan molekul pro-apoptosis (Park,
2012).
Menurut David, (2013) apoptosis melibatkan:
1. pemadatan inti sel
2. pemadatan dan pembagian sitoplasma ke dalam selaput ikat badan apoptotis
3. rusaknya kromosom ke dalam fragmen yang berisi berbagai nukleosom

17
Target protein pada umumnya harus protein lain, suatu DNA
endonuklease. Ketika protein target pecah, DNase bebas untuk berpindah
tempat ke inti dan mulai pelaksanaan. Perubahan dalam apoptosis terjadi
ketika caspase 3 membelah gelsolin,suatu protein dilibatkan dalam
pemeliharaan morfologi sel. Gelsolin yang dibelah membelah actin filamen di
dalam sel. Protein yang lain diperlukan untuk membentuk badan apopotic:
suatu kinase yang disebut p21-activated kinase 2 (PAK-2). Kinase ini
diaktifkan oleh caspase-3 dengan proteolisis terbatas (Park, 2012; David,
2013).
Caspase memecah protein menyebabkan inti sel pecah. Protein yang
merupakan target caspase biasanya terikat dengan protein lain, yaitu sebuah
DNA endonuklease. Saat protein pecah, DNase bebas bermigrasi ke nukleus
dan memecahnya. Perubahan membran terjadi saat caspase 3 memecah
gelsolin, suatu protein yang terlibat dalam pemeliharaan morfologi sel.
Gelsolin yang terpecah akan membelah filamen aktin di dalam sel. Caspase 3
juga mengaktivasi kinase yang disebut p21-activated kinase 2 (PAK 2)
melalui proteolisis. PAK2 termasuk protein yang dibutuhkan dalam
membentuk apoptotic body ((Park, 2012; David, 2013).
Ada 2 jalur aktivasi caspase 3 melalui caspase 8 :
1) Caspase 8 secara langsung mengubah pro-caspase 3 menjadi caspase 3.
Caspase 3 membelah berbagai protein sel termasuk ICAD sehingga CAD
dilepaskan dari ICAD, lalu mendegradasi kromosom DNA.
2) Caspase 8 membelah Bid, molekul pro-apoptosis yang termasuk famili Bcl-
2, yang kemudian ditranslokasikan ke mitokondria untuk melepaskan
sitokrom c ke sitosol. Bcl-2 atau Bcl-xl, molekul anti-apoptosis, dapat
menghambat pelepasan sitokrom c dengan mekanisme yang belum diketahui
dengan pasti (Rastogi dkk., 2009; Li dan Yuan, 2008).
Sitokrom c bersama Apaf-1 mengaktifkan Caspase 9, dimana caspase
9 kemudian mengaktifkan caspase 3. Caspase 3 membelah berbagai protein
sel termasuk ICAD sehingga CAD dilepaskan dari ICAD lalu mendegradasi
kromosom DNA. Adanya seluler stres meningkatkan ekspresi dari protein p53

18
yang mengakibatkan terjadinya GI arrest atau apoptosis. Anggota dari
apoptosis Stimulating Protein p53 (ASPP) yaitu ASPP 1 dan ASPP 2 secara
spesifik menstimulasi fungsitranssktivasi p53 pada promotor gen proapoptotik
seperti Bax dan p53 Inducible Gene 3 (PIG 3), tapi tidak pada promotor gen
yang menyebabkan cell cycle arrest, yaitu p21 dan MDM2 (Park, 2012;
David, 2013).
Caspase memecah protein menyebabkan inti sel pecah. Protein yang
merupakan target caspase biasanya terikat dengan protein lain, yaitu sebuah
DNA endonuklease. Saat protein pecah, DNase bebas bermigrasi ke nukleus
dan memecahnya. Perubahan membran terjadi saat caspase 3 memecah
gelsolin, suatu protein yang terlibat dalam pemeliharaan morfologi sel.
Gelsolin yang terpecah akan membelah filamen aktin di dalam sel. Caspase 3
juga mengaktivasi kinase yang disebut p21-activated kinase 2 (PAK 2)
melalui proteolisis. PAK2 termasuk protein yang dibutuhkan dalam
membentuk apoptotic body (Park, 2012; David, 2013).

19
BAB IV
PENUTUP

Apoptosis adalah kematian sel terprogram yang merupakan proses


penting dalam pengaturan homeostasis normal, proses ini menghasilkan
keseimbangan dalam jumlah sel jaringan tertentu melalui eliminasi sel yang rusak
dan proliferasi fisiologis dengan demikian memelihara agar fungsi jaringan
normal. Hal yang penting dari apoptosis adalah masalah stimulasi dan inhibisi
apoptosis.

Apoptosis diperantarai oleh famili protease yang disebut caspase, yang


diaktifkan melalui proteolisis dari bentuk prekursor inaktifnya (zymogen).
Caspase 8, 9,10 yang mengandung prodomain yang panjang pada terminal N,
fungsinya sebagai inisiator dalam proses kematian sel. Caspase 3, 6, 7 yang
mengandung prodomain yang pendek dan berfungsi sebagai efektor, membelah
berbagai substrat yang mati yang pada akhirnya menyebabkan perubahan
morfologi dan biokimia yang tampak pada sel yang mengalami apoptosis.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Robbins and Cotran Pathology Basis of Disease. 2005 7thEd, Philadelphia.


Elsevier Saunders. 1041- 1042
2. DeVita V, Rosenberg S.2005. Cancer Principal & Practice of Oncology,
Book 1 , 7th Ed. Lippincott Williams and Wilkins. 95 - 102
3. Elmore S. 2007. Apoptosis: A Review of Programmed Cell Death.
Toxicologic Pathology. 35:495516
4. Kalimuthu S, Se-Kwon K. 2013. Cell Survival and Apoptosis Signaling as
Therapeutic Target for Cancer: Marine Bioactive Compounds. Marine
Bioprocess Research Center, Department of Chemistry, Pukyong National
University., 14, 2334-2354;
5. Rastogi RP, Richa, Sinha. 2009. Apoptosis: Molecular Mechanisms And
Pathogenicity. Excli Journal. 8:155-181
6. Beebe SJ, Sain NM, Ren W. 2013. Induction of Cell Death Mechanisms
and Apoptosis by Nanosecond Pulsed Electric Fields (nsPEFs). Frank
Reidy Research Center for Bioelectrics, Old Dominion University. Cells.
2, 136-162
7. M. Stacey Ricci, ScD, and Wafik S. El-Deiry, MD, PhD. 2008. The
Extrinsic Pathway of Apoptosis Cancer Drug Discovery and Development
Apoptosis, Senescence, and Cancer
8. J Li and J Yuan.2008. Caspases in apoptosis and beyond. Oncogene 27,
61946206
9. Susan Elmore. 2007. Apoptosis: A Review of Programmed Cell Death.
Toxicologic Pathology, 35:495516
10. Hyun Hyo Park. 2012. Structural Features of Caspase-Activating
Complexes. Int. J. Mol. Sci. 13, 4807-4818
11. David R. McIlwain, 2013. Caspase Functions in Cell Death and Disease.
Thorsten Berger, and Tak W. Mak. Cold Spring Harb Perspect Biol. 5:
a008656

21

Anda mungkin juga menyukai