Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Apotosis dan nekrosis merupakan mekanisme kematian sel terprogram yang sangat

penting bagi tubuh manusia. Banyak proses dalam tubuh manusia sejak dalam

kandungan melibatkan proses apoptosis. Pembentukan jari dan membuang sel yang

struktur genetiknya rusak merupakan contoh dari apoptosis. Proses patologi dan

fisiologi tubuh juga banyak melibatkan nekrosis, terutama dalam mengatasi infeksi

akibat mikroba patogenik.

Dewasa ini, penelitian mengenai apoptosis banyak berfokus pada bagaimana

menstimulasi terjadinya apoptosis pada sel kanker. Dengan demikian sel yang menjadi

tumor dapat disingkirkan dengan jalan kematian sel. Pada akhirnya strategi terapi

kanker mengalami kemajuan dan perkembangan. Nekrosis sendiri pada umumnya

menimbulkan beberapa masalah, seperti terjadinya inflamasi dan seringkali nekrosis

dapat meluas karena menulari sel sekitar yang sebenarnya sehat. Penelitian untuk

pengendalian nekrosis perlu dikembangkan, terutama pada penderita DM yang saat ini

masih menjadi masalah utama.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan kematian sel?

2. Apa yang dimaksud dengan apoptosis?

3. Apa penyebab dan bagaimana mekanisme apoptosis?

4. Bagaimana fungsi dan pengendalian apoptosis?

3
5. Apa saja penyakit akibat gangguan proses apoptosis?

6. Apa yang dimaksud dengan nekrosis?

7. Apa saja macam-macam nekrosis?

8. Apa penyebab nekrosis?

9. Bagaimana mekanisme terjadinya nekrosis?

10. Apa perbedaan nekrosis dan apoptosis?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui apa yang dimasud dengan kematian sel.

2. Untuk mengetahui apa yang dimasud dengan apoptosis.

3. Untuk mengetahui penyebab dan mekanisme apoptosis.

4. Untuk mengetahui fungsi dan pengendalian apoptosis.

5. Untuk mengetahui penyakit apa saja yang berkaitan dengan gannguan apoptosis.

6. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan nekrosis.

7. Untuk mengetahui apa saja macam-macam nekrosis.

8. Untuk mengetahui penyebab terjadinya nekrosis.

9. Untuk mengetahui bagaimana mekanisme terjadinya nekrosis.

10. Untuk mengetahui perbedaan antara apoptosis dan nekrosis.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kematian sel

Dewasa ini perkembangan penyakit amatlah pesat. Penyakit tersebut dapat

menyebabkan keatian sel. Banyak agen yang dapat menyebabkan kematian sel, salah

satunya adalah mikroba. Mikroba tersebut dapat menyebabkan berbagai masalah dalam

tubuh, seperti hipertrofi, hyperplasia, dan metaplasia. Jika respon yang diterima sel

berlebihan sehingga sel tidak mampu mengatasi maka akan terjadi jejas sel atau cedera

sel dan berlanjut pada kematian sel.

Kematian bermula dari jejas (cedera) pada sel. Jejas tersebut dapat kembali normal

apabila keadaan lingkungan mendukung. Namun ketika lingkungan tetap buruk, cedera

sel akan semakin parah yang mana sel tersebut tidak akan kembali normal (irreversible)

dan selanjutnya akan mati. Berdasarkan mekanismenya, kematian sel dibedakan

menjadi dua, apoptosis dan nekrosis.

B. Pengertian Apoptosis

Sejak pertengahan abad ke sembilan belas, banyak penelitian yang menunjukkan

kematian sel memegang peranan proses fisiologis dari organisme multiselular, terutama

selama embriogenesis dan metamorfosis. Pada tahun 1972, Keri dkk. mempublikasikan

sebuah artikel mengenai proses fisiologis dari kematian sel atau dikenal dengan istilah

apoptosis. Apoptosis berasal dari bahasa Yunani yang berarti turun jatuh dianalogikan

seperti daun yang jatuh dari pohon atau daun bunga yang jatuh dari bunga.

Menurut Linda Kurniaty Wijaya dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (2009),

apoptosis merupakan mekanisme kematian sel secara fisiologis. Apoptosis bertanggung

jaewab untuk mengatur jumlah sel dalam suatu jaringan dan menyingkirkan sel-sel yang

3
mengancam kehidupan suatu organisme. Berbeda dengan nekrosis yang merupakan

kematian sel akibat iskemia atau pengaruh bahan toksik, apoptosis diawali oleh interaksi

antara ligan dan reseptor yang telah teregulasi dengan tepat dan dirangkai dengan proses

fagositosis dengan tujuan mengeliminasi sel yang rusak atau sel normal yang sudah

tidak diperlukan lagi. Apoptosis telah dikenal sebagai kematian sel yang terjadi pada

pertengahan kehidupan jaringan. Meskipun ada bentuk lain dari kematian sel seperti

nekrosis, apoptosis menjadi homeostasis pada diferensiasi dan proliferasi tubuh

manusia, oleh karena itu apoptosis juga dikenal sebagi kematian sel terprogram.

3
C. Penyebab dan mekanisme apoptosis

1. Penyebab

Dalam Buku Ajar Patologi (Hamdani,2015), secara garis besar Robbins membagi

penyebab apoptosis menjadi dua yaitu penyebab apoptosis pada situasi fisiologis dan

penyebab apoptosis pada kondisi patologis.

a. Apoptosis pada situasi fisiologis

Kematian melalui apoptosis meruakan fenomena normal yang berfungsi

menghilangkan sel yang tidak diperlukan lagi dan untuk mempertahankan jumlah

sel pada berbagai jaringan. Hal tersebut penting untuk situasi fisiologis berikut :

1) Destruksi sel terprogram saat embriogenesis. Pertumbuhan normal dikaitkan

dengan kematian sejumlah sel serta jaringan baru. Pada manusia daerah embrio

yang berkembang menjadi kaki atau tangan pada awalnya memiliki struktur

platelike yang solid. Apoptosis menghilangkan sel-sel di daerah interdigital

(daerah antar jari), sehingga membentuk jari.

2) Involusi jaringan yang bergantung hormon pada saat terjadi kekuranga hormon,

misalnya luruhnya sel endometrium saat siklus haid, dan regresi payudara

laktasi setelah masa sapih.

3) Hilangnya sel pada populasi sel yang sedang proliferatif, misalnya epitel kripta

pada usus agar jumlah sel tetap sama.

4) Eliminasi sel yang telah selesai melakukan tugasnya, misalnya neutrofil pada

reaksi radang akut dan limfosit pada akhir respon imunologi. Pada situasi ini,

sel mengalami apoptosis karena hilangnya sinyal yang dibutuhkan untuk hidup,

misalnya faktor pertumbuhan.

3
5) Eliminasi limfosit reaktif yag berpotensi merugikan diri pada saat sebelum atau

sesudah maturasi, untuk mencegah reaksi terhadap jaringan tubuh sendiri.

6) Kematian sel oleh limfosit T sitotoksik, merupakan mekanisme pertahanan

terhadap virus dan tumor untuk membinasakan sel yang terkena infeksi virus

dan sel neoplasma.

b. Apoptosis pada kondisi patologis

Apoptosis mengeliminasi sel yang telah mengalami gangguan genetik atau

kerusakan yang tidak dapat diperbaiki, tanpa menimbulkan reaksi tubuh

berlebihan, sehingga kerusakan jaringan yang terjadi dibatasi serendah mungkin.

Kematian akibat apoptosis menyebabkan hilangnya sel pada beberapa keadaan

patologis :

1) Kerusakan DNA

Radiasi, obat sitotoksik anti kanker, temperatur yang ekstrem, dan bahkan

hipoksia dapat merusak DNA secara lagsung maupun melalui pembentukan

radikal bebas. Apabila proses perbaikan tidak dapat mengatasi jejas, sel akan

memicu mekanisme intrinsik yang menyebabkan apoptosis. Apabila DNA

rusak, akan terjadi akumulasi protein p53 di dalam sel. Mula-mula akan terjadi

penghentian siklus sel (pada fase G1) agar terjadi perbaikan DNA sebelum

terjadi replikasi. Namun apabila kerusakan terlalu berat untuk diperbaiki p53

akan memicu apoptosis, terutama dengan stimulasi sensor yang akan

mengaktifkan Bax dan Bak, dan dengan meningkatkan sintesa proapoptotik

kelompok Bcl-2. Apabila terjadi mutasi p53 atau tidak dijumpai p53, sel yang

mengandung DNA rusak, yang seharusnya mengalami apoptosis dapat

bertahan hidup.

3
Pada situasi ini, eliminasi sel merupakan alternatif yang lebih baik, daripada

mengambil risiko terjadinya mutasi di dalam DNA yang dapat berubah ganas

menjadi tumor atau kanker. Stimulus yang merugikan ini bisa menyebabkan

apoptosis bila kerusakan ringan, tetapi apabila jumlah dosis stimulus yang

sama lebih besar akan berakhir dengan nekrosis.

2) Akumulasi dari protein yag salah bentuk

Protein salah bentuk dapat terjadi akibat mutasi gen yang menyandi protein

tersebut atau karena pengauh faktor ekstrinsik, misalnya kerusakan karena

radikal bebas. Akumukasi berlebihan protein ini di ER akan menyebabkan

stress ER, yang mengaktifkan kaspase dan berakhir dengan kematian sel

apoptotik.

2. Mekanisme apoptosis

Mekanisme apoptosis sangat kompleks dan rumit. Secara garis besarnya apoptosis

dibagi menjadi 4 tahap, yaitu :

a. Adanya sinyal kematian (penginduksi apoptosis)

Apoptosis tidak memerlukan suatu proses transkripsi atau translasi DNA.

Mesin molekuler yang dibutuhkan untuk kematian sel hanya memerlukan aktivasi

yang cepat. Siynal yang menginduksi apoptosis bisa berasal dari ekstraseluler dan

intraseluler. Jalur ekstrinsik (ekstraseluler) diinisiasi melalui stimulasi dari

reseptor kematian (death reseptor) sedangkan jalur intrinsik diinisiasi melalui

pelepasan faktor sinyal dari mitokondria dalam sel. Peristiwa apoptosis jalur

ekstrinsik dimulai dari adanya pelepasan molekul sinyal yang disebut ligan oleh

sel lain tetapi bukan berasal dari sel yang akan mengalami apoptosis. Ligan

tersebut berikatan dengan death reseptor yang terletak pada transmembran sel

3
target yang menginduksi apoptosis. Death reseptor yang terletak di permukaan sel

adalah famili reseptor TNF (Tumor Necrosis Faktor), yang meliputi TNF-R1, CD

95 (Fas), dan TNF-Related Apoptosis Inducing Ligan (TRAIL)-R1 dan R2. Ligan

yang berikatan dengan reseptor tersebut akan mengakibatkan caspase inisiator 8

membentuk trimer dengan adaptor FADD (Fas Associeted Death Domain).

Kompleks yang terbentuk antara ligan-reseptor dan FADD disebut DISC (Death

Inducing Sinyaling Complex). CD 95, TRAIL-R1 dan R2 terikat dengan FADD,

sedangkan TNF-R1 terikat secara tidak langsung melalui molekul adaptor lain,

yaitu TNF-Reseptor Associeted Death Domain Protein (TRADD). Sinyal

ekstraseluler contohnya hormon.

Stress mitokondria yang menginduksi apoptosis jalur intrinsik disebabkan oleh

senyawa kimia atau kehilangan faktor pertumbuhan, sehingga menyebabkan

gangguan pada mitokondria dan terjadi pelepasan sitokrom c dari intermembran

mitokondria. Protein capcase-8 akan memotong anggota famili Bcl-2 yaitu Bid.

Kemudian Bid yang terpotong pada bagian ujungnya akan menginduksi insersi

Bax dalam membran mitokondria dan melepaskan molekul proapoptotik seperti

sitokrom c, Samc/Diablo, Apoptosis Inducing Faktor (AIF), dan omi/Htr2.

Dengan adanya dATP akan terbentuk kompleks antara sitokrom c, APAF1 dan

capcase 9 yang disebut apoptosom. Selanjutnya, capcase 9 akan mengaktifkan

downstream prokaspase-3. Protein kaspase 3 yang aktif memecah berbagai

macam substrat, diantaranya enzim DNA repair seperti Poly-ADP Ribose

Polymerase (PARP) dan DNA protein kinase yaitu protein struktural seluler di

nukleus, termasuk aparatus mitotik inti, lamina nukleus, aktin, serta endonuklease,

seperti Caspase-Aktivated Deoxyribonuklease Inhibitor (ICAD) dan konstituen

3
seluler lainnya. Selain itu, kaspase 3 juga mempunyai kemampuan untuk

mengaktifkan kaspase lainnya, seperti prokaspase-6 dan prokaspase-7 yang

memberikan amplifikasi terhadap kerusakan seluler. Adanya stres seluler

meningkatkan ekspresi dari protein p53 yang mengakibatkan terjadinya GI arrest

atau apoptosis. Siynal intraseluler misalnya radiasi ionisasi, kerusakan karena

oksidasi radikal bebas, dan gangguan pada siklus sel.

Kedua jalur penginduksi tersebut bertemu di dalam sel, berubah menjadi famili

protein pengeksekusi utama yang dikenal sebagai kaspase. Sel yang berbeda

memberikan respon yang berbeda terhadap penginduksi apoptosis. Misalnya sel

splenik limfosit akan mengalami apoptosis saat terpapar radiasi ionisasi,

sedangkan sel miosit tidak mengalami apoptosis untuk pemaparan yang sama.

b. Tahap integrasi atau pengaturan (transduksi sinyal dan induksi gen apoptosis yang

berhubungan).

Pada tahap ini terdapat molekul regulator positif atau negatif yang dapat

menghambat, memacu, mencegah apoptosis sehingga menentukan apakah sel

tetap hidup atau mengalami apoptosis (mati). Apoptosis diperantarai oleh famili

protease yang disebut kaspase, yang diaktifkan melalui proteolisis dari bentuk

prekursor inaktifnya (zimogen). Kaspase merupakan endoprotease yang memiliki

sisi aktif Cys (C) dan membelah pada terminal C pada residu Asp, oleh karena itu

dikenal sebagai Kaspases (Cys containing Asp specific protease). Saat ini telah

ditemukan 13 anggota famili kaspases pada manusia. Beberapa anggota famili

kaspase yang terlibat dalam apoptosis dibedakan menjadi 2 golongan. Golongan

yang pertama terdiri dari kaspase 8, 9, dan 10 yang mengandung prodomain yang

panjang pada terminal N, fungsinya sebagai inisiator dalam proses kematian sel.

3
Golongan yang kedua terdiri dari kaspase 3, 6, dan 7 yang mengandung

prodomain yang pendek dan berfungsi sebagai efektor, membelah berbagai

substrat yang mati yang pada akhirnya menyebabkan perubahan morfologi dan

biokimia yang tampak pada sel yang mengalami apoptosis. Molekul efektor lain

dalam apoptosis adalah Apaf-1 (apoptotic protease activating faktor) bersama

sitokrom c mengambil prokaspase 9 di ATP-dependent manner, dan menstimulasi

proses perubahan prokaspase 9 menjadi kaspase 9. Regulator apoptosis yang lain

adalah anggota famili Bcl-2. Saat ini ada 18 anggota famili Bcl-2 yang telah

diidentifikasi, dan dibagi ke dalam 3 grup berdasarkan strukturnya. Anggota grup

pertama diwakili oleh Bcl-2 dan Bcl-xL yang berfungsi sebagai anti-apoptosis.

Anggota grup kedua diwakili oleh Bax dan Bak (Bcl-2 associated killer), anggota

grup yang ketiga yaitu Bid (a novel BH3 domain-only death agonist) dan Bad (the

Bcl-2 associated death molecule), merupakan molekul pro-apoptosis.

Masing-masing kaspase mempunyai urutan yang sama, dirancang untuk

membelah, maka menjadi jelas kaspase membelah satu sama lain dalam suatu

jalur mekanisme pengaktifan. Dua rangkaian kaspase saling melibatkan. Yang

satunya menginisiasi proses aktivasi kaspase lainnya. Kaspase dapat diaktifkan

jika mereka mengumpul pada konsentrasi kritik. Ini bisa terjadi oleh ikatan

molekul sinyal bunuh diri di permukaan sel. Target kaspase apoptosis melibatkan

pemadatan inti sel, pemadatkan dan pembagian sitoplasma ke dalam selaput ikat

badan apoptotis serta perusakan kromosom ke dalam fragmen yang berisi

berbagai nukleosom.

3
c. Tahap pelaksanaan apoptosis (degradasi DNA, pembongkaran sel, dll)

1) Tahapan apoptosis jalur ekstrinsik (death reseptor pathway)

Jalur ini khas pada sistem imun dan digunakan untuk menghilangkan sel T

yang aktif pada akhir dari respon imun. Jalur ini terutama diperantarai oleh

perforin / granzim. Tahap-tahap apoptosis dalam death reseptor pathway :

a) Ikatan antara FasL, suatu TNF (Tumor Necrosis Faktor) dengan

reseptornya. TNF adalah molekul penginduksi interseluler yang berupa

asam amino-157, dihasilkan terutama oleh makrofag yang teraktivasi dan

merupakan mediator apoptosis ekstrinsik utama. Ada 2 macam reseptor

untuk TNF yaitu TNFR-1 dan TNFR-2. TNF yang berikatan dengan TNFR-

1 dapat menginisiasi jalur aktivasi kaspase. Fas (Apo-1 atau CD 95) adalah

reseptor untuk sinyal apoptosis ekstrinsik lain pada membran sel, dan

termasuk famili reseptor TNF. FasL (Fas ligan) adalah protein yang

berikatan dengan Fas untuk mengaktifkan jalur Fas. Fas merupakan protein

transmembran yang juga termasuk famili TNF.

b) Ikatan FasL dengan Fas menginduksi reseptor untuk mengelompok

(trimerisasi).

c) Pengikatan FADD (Fas associated death domain protein) pada domain

kematian (death domain).

d) DED (death effector domain) dari FADD mengikat pro-kaspase 8.

Kompleks yang terbentuk disebut DISC (death-inducing sinyaling

complex), kompleks ini mengaktivasi pro-kaspase 8.

3
e) Kaspase 8 yang teraktivasi (heterotetramer) dilepaskan dari DISC ke

sitoplasma. Kaspase 8 termasuk kaspase inisiator yang akan mengaktivasi

kaspase eksekutor terutama melalui pro-kaspase 3.

2) Jalur Mitokondria

Riset mengindikasi keterlibatan mitokondria dalam jalur apoptotis.

Sitokrom c, suatu heme protein yang bertindak sebagai suatu pembawa

elektron dalam fosforilasi oksidasi mitokondria, pemberhenti elektron

cytochrome C oxidase atau kompleks IV, keluar intermembran dan mengikat

protein sitoplasmik yang disebut Apaf-1. Yang kemudian mengaktikan suatu

inisiator kaspase-9 di sitoplasma. Protein ini keluar mitokondria setelah

perubahan potensiasi eletrokimia di membran. Perubahan potensial

menyebabkan terbukanya suatu kanal yang nonspesifik dalam membran yang

permeabel, terdiri atas dua protein selaput bagian dalam (adenine nucleotide

translocator-ANT) dan suatu protein bagian luar (porin, yang voltage-gated-

kanal anion VDAC). Protein ini bertindak bersama-sama, kemungkinan pada

sisi luar dan sisi dalam terjadi kontak. Perubahan gradien proton menyebabkan

oksidasi dan foforilasi di mitokondria dan perubahan kekuatan ion

menyebabkan pembengkakan matriks. Karena sisi bagian dalam sangat kusut

dan memilki luas permukaan jauh lebih besar dibanding selaput yang luar,

bengkak pada matriks mengarah rusaknya sisi luar, sehingga sitokrom c dan

Apaf-1 keluar masuk sitoplasma. Jalur ini biasa diaktifkan dalam respon

stimulus letal yang lain seperti pengrusakan DNA, stress oksidatif, dan

hipoksia. Mitokondria mengandung faktor proapoptosis seperti sitokrom C dan

AIF (Apoptosis Inducing Faktors). Keduanya merupakan substrat yang

3
berbahaya, akan tetapi tersimpan aman dalam mitokondria. Saat keduanya

dilepaskan ke sitoplasma dapat mengaktifkan jalur aktivasi kaspase.

Pelepasannya diatur oleh famili Bcl-2 yang terikat dengan mitokondria, yaitu

Bax dan Bad. Sitokrom c dalah protein heme yang berperan sebagai pembawa

elektron yang larut dalam air dalam fosforilasi oksidatif mitokondria. Bila

terjadi kumparan elektron melalui sitokrom c oksidase atau kompleks IV,

adanya perubahan kekuatan ion menyebabkan gelombang matriks. Saat

membran dalam mitokondria memiliki permukaan yang lebih luas dibanding

membran luar maka gelombang matriks menyebabkan nonspecific inner

membrane permeability transition pore terbuka sehingga sitokrom c keluar ke

sitoplasma. Sitokrom c yang keluar ke sitoplasma kemudian berikatan dengan

Apaf-1 membentuk CARD (Caspase Recruitment Domain). Beberapa CARD

bergabung membentuk kompleks apoptosom kemudian mengikat pro-kaspase

9 dan mengaktivasinya menjadi kaspase 9 (kaspase inisiator). Kaspase 9 ini

akan mengaktivasi prokaspase-3 menjadi kaspase 3 yang merupakan kaspase

efektor yang melaksanakan apoptosis.

Kaspase memecah protein dan menyebabkan inti sel pecah. Protein yang

merupakan target kaspase biasanya terikat dengan protein lain, yaitu sebuah

DNA endonuklease. Saat protein pecah, DNAse bebas bermigrasi ke nukleus

dan memecahnya. Perubahan membran terjadi saat kaspase 3 memecah

gelsolin, yaitu suatu protein yang terlibat dalam pemeliharaan morfologi sel.

Gelsolin yang terpecah akan membelah filamen aktin di dalam sel. Kaspase 3

juga mengaktivasi kinase yang disebut p21-activated kinase 2 (PAK2) melalui

proteolisis. PAK2 termasuk protein yang dibutuhkan dalam membentuk

3
apoptotic body. Selama apoptosis, mitokondria mengalami perubahan yang

disebabkan oleh :

a) Gangguan oksidasi-fosforilasi dan transport elektron karena radiasi dan

adanya second messenger tertentu seperti ceramide.

b) Perubahan dalam potensial redoks sel dan turunan Reactive Oxygen Species

(ROS).

c) Kerusakan DNA sehingga memacu ekspresi protein yang dikenal sebagai

p53. Protein ini menyebabkan penghambatan pembelahan sel atau

apoptosis, dimana keduanya akan menjaga sel dari menjadi sel tumor. Oleh

karena itu gen p53 adalah gen tumor suppressor.

d) Peningkatan ion Ca2+ intraseluler melalui tranduksi sinyal.

e) Death Reseptor Pathway dan Mitocondrial Pathway bertemu saat kaspase

inisiator (kaspase 8, 9, 10) menghasilkan aktivasi kaspase efektor (kaspase

3, 6, 7).

d. Fagositosis.

Sel yang terfragmentasi menjadi apoptotic body mengeluarkan sinyal “eat me”

yang dikenali oleh fagosit. Ada 2 macam fagosit, yaitu fagosit professional

contohnya sel makrofag dan fagosit semiprofesional, sel tetangga dari sel yang

mengalani apoptosis. Adanya sel-sel fagosit ini dapat menjamin tidak timbulnya

respon inflamasi setelah terjadinya apoptosis. Sel fagosit juga harus dihilangkan

setelah aktif bekerja. Sel imun aktif mulai mengekspresikan Fas beberapa hari

setelah aktivasi, mentargetkannya untuk eliminasi. Beberapa sel yang stress dapat

mengekspresikan Fas dan FasL lalu digunakan untuk bunuh diri. Akan tetapi

3
sebagian besar hanya dapat mengekspresikan Fas, sedangkan FasL diekspresikan

terutama oleh sel T aktif.

Penginduksi apoptosis dikategorikan dalam 3 grup, yaitu faktor kematian, obat

anti-kanker yang genotoksik, dan faktor deprifasi. Fas ligan, salah satu contoh

faktor kematian, berikatan dengan reseptor Fas, menyebabkan trimerisasi. Domain

kematian yang mengalami trimerisasi dalam sitoplasma mengikat pro-kaspase 8

melalui FADD/MORT1 membentuk DISC. Pro-kaspase 8 mengalami autoaktivasi

pada DISC menjadi bentuk enzim yang aktif. Ada 2 jalur aktivasi kaspase 3

melalui kaspase 8 :

1) Kaspase 8 secara langsung mengubah pro-kaspase 3 menjadi kaspase 3.

Kaspase 3 membelah berbagai protein sel termasuk ICAD sehingga CAD

dilepaskan dari ICAD, lalu mendegradasi kromosom DNA.

2) Kaspase 8 membelah Bid, molekul pro-apoptosis yang termasuk famili Bcl-2,

yang kemudian ditranslokasikan ke mitokondria untuk melepaskan sitokrom c

ke sitosol. Bcl-2 atau Bcl-xl, molekul anti-apoptosis, dapat menghambat

pelepasan sitokrom c dengan mekanisme yang belum diketahui dengan pasti.

Sitokrom c bersama Apaf-1 mengaktifkan kaspase 9, dimana kaspase 9

kemudian mengaktifkan kaspase 3. Kaspase 3 membelah berbagai protein sel

termasuk ICAD sehingga CAD dilepaskan dari ICAD lalu mendegradasi

kromosom DNA.

Obat anti-kanker yang genotoksik seperti etoposida dan radiasi γ menyebabkan

kerusakan kromosom DNA. Sinyal tersebut ditransfer ke mitokondria oleh p53

melalui mekanisme yang belum diketahui. Hal ini dapat menyebabkan pelepasan

sitokrom c dari mitokondria dan mengaktifkan kaspase 9 seperti dijelaskan di atas.

3
Apoptosis yang diinduksi oleh faktor deprifasi dapat dipelajari dengan baik

menggunakan IL-3 dependent myeloid cell lines. Dengan keberadaan IL-3, sinyal

dari reseptor IL-3 menyebabkan fosforilasi Bad, molekul pro-apoptosis famili

Bcl-2. Bad yang terfosforilasi tertangkap oleh adaptor 14-3-3. Bila IL-3 sudah

tidak ada lagi maka Bad yang tak terfosforilasi dilepaskan dari adaptor 14-3-3,

lalu ditranslokasikan ke mitokondria untuk melepaskan sitokrom c untuk

mengaktifkan kaspase 9.

Ada beberapa cirri yang dapat diamati untuk mengenali sel yang sedang

mengalami apoptosis, yaitu :

1) Sel menjadi bulat (sirkuler). Ini terjadi karena struktur protein yang menyusun

sitoskeleton dicerna oleh enzim peptidase spesifik yang disebut kaspase yang

telah diaktifkan di dalam sel.

2) Kromatin (DNA dan protein-protein yang terbungkus di dalam inti sel) mulai

mengalami degradasi dan kondensasi.

3) Kromatin mengalami kondensasi lebih lanjut, menjadi semakin memadat. Pada

tahap ini, membran yang mengelilingi inti sel masih tampak utuh, walaupun

kaspase tertentu telah melakukan degradasi protein pori inti sel dan mulai

mendegradasi lamina yang terletak dalam lingkungan inti sel.

4) Lingkungan dalam inti sel tampak terputus dan DNA di dalamnya

terfragmentasi (proses ini dikenal dengan caryorrhexis). Inti sel pecah

melepaskan berbagai bentuk kromatin atau unit nukleosom karena disebabkan

degradasi DNA.

5) Plasma membran mengalami blebbing.

3
6) Sel tersebut kemudian di’makan’ atau pecah menjadi gelembung-gelembung

yang disebut apoptotic bodies dan kemudian dimakan.

7) Penandaan inti yang mengalami kondensasi dengan pewarna fluorescence

Hoechst atau DAPI.

8) Sel yang mengalami apoptosis mengeluarkan PS (Phosphatidil Serin) pada

permukaan ekstraselulernya, sehingga dapat ditandai dengan annexin V yang

dilabeli fluorescence. PS secara normal terdapat pada cytosolic surface dari

membran plasma (di bagian dalam membran plasma), tetapi diredistribusikan

ke permukaan ekstraseluler selama apoptosis oleh protein hipotetik yang

dikenal sebagai scramblase.

9) DNA yang terfagmentasi dapat dideteksi dengan TUNEL (Terminal

deoxynuclotidyltransferase-mediated UTP and labelling) atau elektroforesis

DNA yang diisolasi dalam gel agarosa. TUNEL juga dapat digunakan untuk

mendeteksi enzim yang terlibat dalam pengrusakan inti sel.

D. Peran, fungsi, dan pengendalian apoptosis

1. Peran dan fungsi apoptosis

Apoptosis memiliki peranan penting dalam fenomena biologis. Proses apoptosis

yang tidak sempurna dapat menyebabkan timbulnya penyakit yang sangat bervariasi.

Terlalu banyak apoptosis menyebabkan sel mengalami kekacauan, sebagaimana

terlalu sedikit apoptosis juga menyebabkan proliferasi sel yang tidak terkontrol

(kanker).

3
Apoptosis juga berfungsi dalam berbagai proses metabolisme dan pengaturan tubuh.

Hal tersebut sangat penting bagi keseimbangan jumlah sel dalam tubuh manusia.

Fungsi apoptosis antara lain :

a. Sel yang rusak atau terinfeksi

Apoptosis dapat terjadi secara langsung ketika sel yang rusak tidak bisa diperbaiki

lagi atau terinfeksi oleh virus. Keputusan untuk melakukan apoptosis dapat

berasal dari sel itu sendiri, dari jaringan di sekitarnya, atau dari sel yang

merupakan bagian sistem imun. Jika kemampuan sel untuk ber-apoptosis rusak

atau jika inisiasi apotosis dihambat, sel yang rusak dapat terus membelah tanpa

batas, dan berakhir menjadi menjadi kanker.

b. Respon terhadap stress atau kerusakan DNA

Kondisi stress sebagaimana kerusakan DNA sel yang disebabkan senyawa toksik,

pemaparan sinar ultraviolet, atau radiasi ionisasi (sinar gamma atau sinar X),

dapat menginduksi sel untuk memulai proses apoptosis. Contohnya pada

kerusakan genom dalam inti sel, adanya enzim PARP-1 memacu terjadinya

apoptosis. Enzim ini memiliki peranan penting dalam menjaga integritas genom,

tetapi aktivasinya secara berlebihan dapat menghabiskan ATP, sehingga dapat

mengubah proses kematian sel menjadi nekrosis (kematian sel yang tidak

terprogram).

c. Homeostasis

Homeostasis adalah suatu keadaan keseimbangan dalam tubuh organisme yang

dibutuhkan organisme hidup untuk menjaga keadaan internalnya dalam batas

tertentu. Homeostasis tercapai saat tingkat mitosis (proliferasi) dalam jaringan

3
seimbang dengan kematian sel. Jika keseimbangan ini terganggu sel membelah

lebih cepat dari sel mati sel atau membelah lebih lambat dari sel mati.

2. Pengendalian apoptosis

Haruslah jelas sel menjaga kontrol kaspases. Dua spesies untuk menginhibisi

apoptosis adalah protein mitokondrial Bcl-2 dan Bcl-xL, yang dapat menghalangi

pelepasan sitokrom c dari mitokondria. Protein keluarga Bcl mempunyai suatu gugus

hidrofob dan terikat di sisi luar permukaan mitokondria dan organel lain seperti inti

dan retikulum endoplasma. Protein ini mampu membentuk kanal ion di liposom.

Sejauh ini 15 anggota keluarga Bcl (ced-9 yang dihubungkan dengan C. elegans)

telah ditemukan di manusia. Bcl-2 dapat juga mengikat Apaf-1 dan menghalangi

pengaktifan inisiasi kaspase 9. Bcl-2 diatur oleh perubahan ekspresi gen Bcl-2,

dengan post-translasional fosforilasi oleh kinase, atau oleh pecahnya kaspase.

Kelebihan ekpresi Bcl-2 dapat menyebabkan suatu sel menjadi suatu sel tumor.

Anggota lain yaitu Bax dan Bad mengikat mitokondria dan memfasilitasi apoptosis

dengan menstimulasi pelepasan sitokrom c. Sebagai tambahan, protein lain yang

disebut IAPS (Inhibitor of Apoptosis) dapat menghalangi kaspase atau protein

apoptotis lainnya.

E. Penyakit akibat gangguan apoptosis

1. Apoptosis pada Artritis Reumatoid

Arthritis rheumatoid adalah penyakit inflamasi kronis pada jarinagn sinovium sendi

yang berhubungan dengan morbiditas jangka panjang dan mortalitas dini, walaupun

patogenesisnya sudah banyak diketahui. Mekanisme imun memegang peranan

penting dalam pathogenesis AR. Patogen jaringan sinapsian ovial pasien

3
osteoarthritis (OA) bila dibandingkan dengan RA, maka pada sinovial RA akan

didapat jumlah fibroblast yang lebih banyak daripada OA. Lapisan intima sinovium

normal terdiri dari 1 sampai 3 lapisan tanpa membran dasar dan mengandung terutaa

makrofag dari sel Fibroblast Llike Sinoviosit (FLS). Gambaran mikroskopik

sinosium reumatid ditandai dengan hiperplasia lapisan sinosium dan di bawah

lapisan tersebut terkandung akumulasi sel T, sel plasma, makrofag, dan sel lainnya.

Makrofag terutama terdapat dalam lapisan intima yang diperkirakan berasal dari

monosit sumsum tulang yang berdiferensiasi setelah migrasi ke lapisan jaringan

sebagai respon dari faktor kemotaktik. FLS yang terdapat khusus pada sinovium

berasal dari fibroblast. FLS yang dikultur seperti halnya FLS in situ,

mengekspresikan beberapa onkogen termasuk C-myc onkogen yang merupakan

karakteristik sel yang dapat tumbuh secara abnormal. Proto-onkogen adalah protein

penyandi yang terlibat pada pertumbuhan dan diferensiasi sel. Keluarga C-myc

penyandi DNA mengikat nuclear phosphoprotein, berfungsi pada faktor transkripsi

dan merupakan sinyal yang pentinag untuk memulai proliferasi sel. Induksi C-myc

yaitu pada transisi dari fase G0 ke G1 siklus sel. Pada AR, 30% jaringan sinovial

fibroblas positif protein Myc.

2. Apoptosis Pada Systemic Lupus Erithematosus (Sle)

Salah satu mekanisme penyakit pada SLE adalah terdapatnya gangguan pada

apoptosis yang dapat menyebabkan limfosit patogenik berumur lebih panjang.

Hipotesis ini didukung penelitian pada model murine lupus, yaitu terdapatnya

kecacatan pada Fas yang akan memediasi apoptosis sehingga mengakibatkan

proliferasi limfoid dan perkembangan penyakit seperti lupus yang berat dengan

imunoglomerulonefritis.

3
Peningkatan jumlah apoptosis pada SLE secara teori akan dapat meningkatkan

kebocoran antigen ekstraselular yang dapat mnjadi pemicu respon autoimun atau

berpartisipasi untuk formasi kompleks imun. Pada keadaan normal sel yang

mengalamai apoptosis akan difagositosis oleh makrofag pada fase awal dari

kematian sel, tanpa menyebabkan respon inflamasi atau respon imun. Namun pada

studi terbaru menunjukkan, bahwa pembersihan sel yang mengalami apoptosis pada

SLE oleh makrofag terganggu. Hal ini tidak hanya terjadi pada monosit dan

makrofag yang terdapat pada darah perifer, tetapi juga pada germinal centers lymph

nodes.

Alasan mengapa terjadi gangguan pembersihan pada sel yag mengalami apoptosis

pada SLE masih belum jelas. Hal tersebut dapat saja terjadi karena efek kuantitatif

ataupun kualitatif dari protein komplemen seperti C1q, C2, atau C4. Reseptor C1q

pada permukaan sel memiliki mekanisme yang penting untuk pembersihan sel yang

mengalami apoptosis. Pasien dengan defisiensi C1q homozigot akan memiliki

kelainan autoantibody dan lupus like syndrome akibat dari ketidakmampuan untuk

membersihkan sel yang mengalami apoptosis secara efektif, yang akhirnya akan

meningkatkan paparan antigen pada system imun. Anti C1q antibody bisa ditemukan

dalam jumlah yang banyak pada pasien SLE terutama mereka dengan penyakit

ginjal. Hal ini dapat berakibat defisiensi fungsional dalam protein reseptor. Pada

pasien SLE, anti C1q antibody yang abnormal berperan pada mekanisme

kekambuhan penyakit.

3. Apoptosis pada Osteoartritis (Oa)

Apoptosis juga ditemukan pada osteosit kartilago pada OA. Pada osteoarthritis

ditemukan peningkatan jumlah kondrosit yang mengalami apoptosis. Apoptosis

3
kondrosit yang diperlihatkan melalui teknik imunohistokimia berhubungan dengan

perubahan degeneratif pada kartilago dan didapati gambaran abnormal kalsifikasi

pada artikular kartilago dan tulang subkondral. Belum dapat dipastikan apakah

kalsifikais ini berhubungan langsung dengan remodeling dari kalsifikasi kartilago

yag terdapat pada OA.

4. Apoptosis pada Kanker

Apoptosis merupakan cara untuk memastikan jika sel yang abnormal dihancurkan

untuk menjaga kesehatan tubuh. Namun pada kanker mekanisme apoptosis ini tidak

dapat bekerja. Mutasi umum yang menyebabkan sel kanker kebal terhadap apoptosis

adalah mutasi yang terjadi pada gen p53. Sel kanker bersifat immortal, yang berarti

mereka dapat menghindari apoptosis. Suatu struktur yang dikenal sebagai telomer

berlokasi di ujung kromosom. Pada sel normal telomer menjadi lebih pendek setelah

siklus pembelahan sel. Karena telomer menjadi lebih pendek, maka ia tidak mampu

melindungi ujung kromosom, dan hasilnya fragmen kromosom dan sel mati. Sel

kanker dapat mengembalikan telomer mereka menggunakan enzim telomerase,

sehingga dapat melindingi kromosom mereka dan memungkinkan untuk membelah

lagi, dan lagi.

F. Pengertian Nekrosis

Nekrosis merupakan kematian sel sebagai akibat dari adanya kerusakan selakut atau

trauma (misalnya: kekurangan oksigen, perubahan suhu yang ekstrem, dan cedera

mekanis), dimana kematian sel tersebut terjadi secara tidak terkontrol yang dapat

menyebabkan rusaknya sel, adanya respon peradangan dan sangat berpotensi

menyebabkan masalah kesehatan yang serius. Stimulus yang terlalu berat dan

3
berlangsung lama serta melebihi kapasitas adaptif sel akan menyebabkan kematian sel

di mana sel tidak mampu lagi mengompensasi tuntutan perubahan. Sekelompok sel

yang mengalami kematian dapat dikenali dengan adanya enzim-enzim lisis yang

melarutkan berbagai unsur sel serta timbulnya peradangan. Leukosit akan membantu

mencerna sel-sel yang mati dan selanjutnya mulai terjadi perubahan-perubahan secara

morfologis. Nekrosis biasanya disebabkan karena stimulus yang bersifat patologis.

Selain karena stimulus patologis, kematian sel juga dapat terjadi melalui mekanisme

kematian sel yang sudah terprogram di mana setelah mencapai masa hidup tertentu

maka sel akan mati. Mekanisme ini disebut apoptosis, sel akan menghancurkan dirinya

sendiri (bunuh diri/suicide), tetapi apoptosis dapat juga dipicu oleh keadaan iskemia.

G. Macam-macam Nekrosis

1. Nekrosis koagulatif

Terjadi akibat hilangnya secara mendadak fungsi sel yang disebabkan oleh

hambatan kerja sebagian besar enzim. Enzim sitoplasmik hidrolitik juga dihambat

sehingga tidak terjadi penghancuran sel (proses autolisis minimal). Akibatnya

struktur jaringan yang mati masih dipertahankan, terutama pada tahap awal (Sarjadi,

2003).

Terjadi pada nekrosis iskemik akibat putusnya perbekalan darah. Daerah yang

terkena menjadi padat, pucat dikelilingi oleh daerah yang hemoragik. Mikroskopik

tampak inti-inti yang piknotik. Sesudah beberapa hari sisa-sisa inti menghilang,

sitoplasma tampak berbutir, berwarna merah tua. Sampai beberapa minggu rangka

sel masih dapat dilihat (Pringgoutomo, 2002).

3
Contoh utama pada nekrosis koagulatif adalah infark ginjal dengan keadaan sel

yang tidak berinti, terkoagulasi dan asidofilik menetap sampai beberapa minggu

(Kumar; Cotran & Robbins, 2007).

2. Nekrosis likuefaktif (colliquativa)

Perlunakan jaringan nekrotik disertai pencairan. Pencairan jaringan terjadi akibat

kerja enzim hidrolitik yang dilepas oleh sel mati, seperti pada infark otak, atau akibat

kerja lisosom dari sel radang seperti pada abses (Sarjadi, 2003).

3. Nekrosis kaseosa (sentral)

Bentuk campuran dari nekrosis koagulatif dan likuefaktif, yang makroskopik

teraba lunak kenyal seperti keju, maka dari itu disebut nekrosis perkejuan. Infeksi

bakteri tuberkulosis dapat menimbulkan nekrosis jenis ini (Sarjadi, 2003). Gambaran

makroskopis putih, seperti keju didaerah nekrotik sentral. Gambaran makroskopis,

jaringan nekrotik tersusun atas debris granular amorf, tanpa struktur terlingkupi

dalam cincin inflamasi granulomatosa, arsitektur jaringan seluruhnya terobliterasi

(tertutup) (Kumar; Cotran & Robbins, 2007).

4. Nekrosis lemak

Terjadi dalam dua bentuk:

a. Nekrosis lemak traumatik

Terjadi akibat trauma hebat pada daerah atau jaringan yang banyak mengandung

lemak (Sarjadi, 2003).

b. Nekrosis lemak enzimatik

Merupakan komplikasi dari pankreatitis akut hemorhagika, yang mengenai sel

lemak di sekitar pankreas, omentum, sekitar dinding rongga abdomen.Lipolisis

disebabkan oleh kerja lypolitic dan proteolytic pancreatic enzymes yang dilepas

3
oleh sel pankreas yang rusak (Sarjadi, 2003).Aktivasi enzim pankreatik

mencairkan membran sel lemak dan menghidrolisis ester trigliserida yang

terkandung didalamnya.Asam lemak yang dilepaskan bercampur dengan kalsium

yang menghasilkan area putih seperti kapur (mikroskopik) (Kumar; Cotran &

Robbins, 2007).

5. Nekrosis fibrinoid

Nekrosis ini terbatas pada pembuluh darah yang kecil, arteriol, dan glomeruli akibat

penyakit autoimun atau hipertensi maligna. Tekanan yang tinggi akan menyebabkan

nekrosis dinding pembuluh darah sehingga plasma masuk ke dalam lapisan media.

Fibrin terdeposit disana.Pada pewarnaan hematoksilin eosin terlihat masa homogen

kemerahan (Sarjadi, 2003).

H. Penyebab Nekrosis

Nekrosis dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:

1. Iskemia

Terjadi akibat anoksia (hambatan total pasokan oksigen) atau hipoksia seluler

(kekurangan oksigen pada sel). Dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti berikut

ini (Sarjadi, 2003):

a. Obstruksi aliran darah

b. Anemia (eritrosit pembawa oksigen berkurang jumlahnya)

c. Keracunan karbon monoksida

d. Penurunan perfusi jaringan dari darah yang kaya oksigen

e. Oksigenasi darah yang buruk, sebagai akibat penyakit paru, obstruksi saluran

nafas, konsentrasi oksigen udara yang rendah

3
2. Agen biologik

Toksin bakteri dapat mengakibatkan kerusakan dinding pembuluh darah dan

trombosis.Toksin biasanya berasal dari bakteri yang virulensinya tinggi baik endogen

maupun eksogen.Virus dan parasit juga dapat mengeluarkan beberapa enzim dan

toksin yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi jaringan dan

menyebabkan nekrosis (Pringgoutomo, 2002).

3. Agen kimia

Natrium dan glukosa merupakan zat kimia yang berada dalam tubuh.Namun ketika

konsentrasinya tinggi dapat menimbulkan nekrosis akibat gangguan keseimbangan

osmotik sel. Beberapa zat tertentu dapat pula menimbulkan nekrosis ketika

konsentrasinya rendah (Pringgoutomo, 2002).

Respon jaringan terhadap zat kimia berbeda.Misalnya, sel epitel pada tubulus ginjal

dan sel beta pada pulau Langerhans mudah rusak oleh alloxan.Gas yang digunakan

pada perang seperti mustard dapat merusak jaringan paru, gas kloroform dapat

merusak parenkim hati serta masih banyak lagi (Pringgoutomo, 2002).

4. Agen fisik

Trauma, suhu yang ekstrim (panas maupun dingin), tenaga listrik, cahaya matahari,

dan radiasi dapat menimbulkan kerusakan inti sehingga menyebabkan nekrosis

(Pringgoutomo, 2002).

5. Hipersensitivitas

Hipersensitivitas (kerentanan) pada seseorang individu berbeda-beda. Kerentanan ini

dapat timbul secara genetik maupun didapat (acquired) dan menimbulkan reaksi

immunologik kemudian berakhir pada nekrosis. Sebagai contoh, seseorang yang

3
hipersensitivitas terhadap obat sulfat ketika mengonsumsi obat sulfat dapat timbul

nekrosis pada epitel tubulus ginjal (Pringgoutomo, 2002).

I. Mekanisme Nekrosis

Seperti yang dijelaskan sejak awal, nekrosis merupakan kematian sel akibat cedera

(jejas) yang bersifat irreversible. Ketika sel mengalami gangguan, makan sel akan

berusaha beradaptasi dengan jalan hipertrofi, hiperplasia, atrofi, dan metaplasia supaya

dapat mengembalikan keseimbangan tubuh. Namun, ketika sel tidak mampu untuk

beradaptasi sel tersebut akan mengalami jejas atau cedera. Jejas tersebut dapat kembali

dalam keadaan normal, apabila penyebab jejas hilang (reversible). Tetapi ketika jejas

tersebut berlangsung secara kontinu, maka akan terjadi jejas yang

bersifat irreversible (tidak bisa kembali normal) dan selanjutnya akan terjadi kematian

sel (Kumar; Cotran & Robbins, 2007).

Mekanisme cedera secara biokimia adalah sebagai berikut (Kumar; Cotran &

Robbins, 2007):

1. Deplesi ATP

ATP penting bagi setiap proses yang terjadi dalam sel, seperti mempertahankan

osmolaritas seluler, proses transport, sintesis protein, dan jalur metabolik dasar.

Hilangnya sintesis ATP menyebabkan penutupan segera jalur homeostasis.

2. Deprivasi oksigen

3. Kekurangan oksigen mendasari patogenesis jejas sel pada iskemia.

4. Hilangnya homeostasis kalsium

Kalsium bebas sitosol normalnya dipertahankan oleh transpor kalsium yang

bergantung pada ATP. Iskemia atau toksin menyebabkan masuknya kalsium

3
ekstrasel diikuti pelepasan kalsium dari deposit intrasel. Peningkatan kalsium sitosol

akan menginaktivasi fosfolipase (pencetus kerusakan membran), protease

(katabolisator protein membran dan struktural), ATPase (mempercepat deplesi ATP),

dan endonuklease (pemecah materi genetik).

5. Defek permeabilitas membran plasma

Membran plasma dpat langsung dirusak oleh toksin bakteri, virus, komponen

komplemen, limfosit sitolitik, agen fisik maupun kimiawi.Perubahan permeabilitas

membran dapat juga disebabkan oleh hilangnya sintesis ATP atau aktivasi

fosfolipase yang dimediasi kalsium.

6. Kerusakan mitokondria

Peningkatan kalsium sitosol, stress oksidatif intrasel dan produk pemecahan lipid

menyebabkan pembentukan saluran membran mitokondria interna dengan

kemampuan konduksi yang tinggi.Pori nonselektif ini memungkinkan gradien proton

melintasi membran mitokondria sehingga mencegah pembentukan ATP.

J. Perbedaan Apoptosis dengan Nekrosis

Apoptosis dan nekrosis sama-sama merupakan jenis kematian sel. Namun ada

perbedaan antara keduanya, yaitu ;

1. Apoptosis adalah kematian sel per sel (sel tunggal), sedangakan nekrosis melibatkan

sekelompok se (jaringan).

2. Membaran sel yang mengalami apoptosis akan mengalami penonjolan-penonjolan

keluar tanpa disertai hilangnya integritas membrane. Pada sel yang mengalami

nekrosis akan mengalami kehilangan integritas membran.

3
3. Sel yang mengalami apoptosis akan menciut, dan akan terbentuk badan apoptosis.

Sedangkan sel yang mengalami nekrosis akan membengkak dan kemudian akan

lisis.

4. Sel yang mengalami apoptosis lisosomnya utuh, sedangkan yang mengalami

nekrosis akan terjadi kebocoran lisosom.

5. Dengan mikroskop akan terlihat kromatin sel yang mengalami apoptosis terlihat

bertambah kompak dan membentuk masa padat yang uniform. Sedangkan sel yang

mengalami nekrosis kromatinnya bergerombol dan terjadi agregasi.

3
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Apoptosis merupakan mekanisme kematian sel terprogram yang sangat penting bagi

homeostasis tubuh. Berbagai kesalahan yang menyebabkan kegagalan apoptosis atau

pengelakan apoptosis dapat berdampak merugikan bagi tubuh manusia. Pengelakan

apoptosis dapat menjadi awal dari kanker ataupun tumor. Kegagalan pembentukan

organ juga merupakan salah satu dampak kegagalan apoptosis saat organogenesis dalam

kandungan.

Nekrosis merupakan mekanisme kematian sel yang diakibatkan agen patologik.

Berbeda dengan apoptosis, nekrosis menyebabkan respon inflamasi dan dapat menyebar

ke sel tetangga. Dan dalam perawatan luka, jaringan yang mengalami nekrosis perlu

dibuang untuk mempercepat proses penyembuhan luka.

B. Saran

Bagi generasi muda Indonesia untuk terus bersemangat mengembangkan ilmu

pengetahuan agar pengetahuan mengenai mekanisme dan peran dari apoptosis dan

nekrosis dapat berkembang. Tidak menutup kemungkinan jika mekanisme apoptosis

memegang peranan penting dalam berbagai perkembangan penyakit. Jika mekanisme

apoptosis dapat sepenuhnya dipahami maka program terapi dari suatu penyakit dapat

meningkat kualitasnya.

3
Bagi pemerintah hendaknya memberikan perhatian lebih kepada institusi atau pihak

yang terlibat dalam pengembangan suatu ilmu pengetahuan. Dapat dengan memfasilitasi

atau dengan dukungan lain. Dengan begitu akan mudah bagi ilmu untuk berkembang.

3
DAFTAR PUSTAKA

Alpers, Charles. Dkk.2015. Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi ke 9. Diterjemahkan oleh : I

Made Nasar. Singapura: Elsevier Singapura

Craft, Judy. Dkk. 2011. Understanding Pathophysiology. Australia : Elsevier Australia

Hamdani, Chairil. Dkk . 2012. Patologi Molekuler. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia

Sudoyo, Aru. Dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 2 Edisi 5. Jakarta : Interna

Publishing

Sudoyo, Aru. Dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3 Edisi 5. Jakarta : Interna

Publishing

3
LAMPIRAN

NORMAL CELL

(Homeostasis)
Stress, increased demand injurious stimulus

Inability to adapt
ADAPTATION CELL INJURY

REVERSIBLE CELL SUBCELLULAR


INJURY ALTERATION

Point of irreversibility

NECROSIS APOPTOSIS

(Sumber : Beny Syauqi, 2018 : hal 16)

Gambar I

Respon sel terhadap stimuli berbahaya dan stress

3
Tabel 1. Perbedaan Apoptosis dan Nekrosis

Perihal Apoptosis Nekrosis

Penyebab Fisiologi dan Patologi Patologi

Keterlibatan Sel Tunggal (Satu Sel) Sekelompok Sel (Jaringan)

Proses Biokimia Energi oleh DNA Homeostasis

Keutuhan Sel
Tetap Terintegrasi Lisis
Membran

Sel mengkerut dan


Morfologi Hilang
terbagi

Proses Peradangan Tidak Ada Ada

Diserap atau Difagositosis oleh netrofil


Proses Kematian Sel
difagositosis sel tetangga atau makrofag

Anda mungkin juga menyukai