PENDAHULUAN
Memahami apoptosis dalam kondisi penyakit sangat penting, karena hal itu bukan
saja memberikan pengertian tentang patogenesis penyakit tetapi juga memberikan
kemungkinan untuk mengembangkan cara pengobatan. Pada kanker terjadi ketidak
seimbangan antara pembelahan sel dengan kematian sel dan sel yang seharusnya mati tidak
memperoleh sinyal untuk mati. Masalahnya dapat terjadi di sepanjang jalur tahapan
apoptosis. Apoptosis merupakan pedang bermata ganda, yaitu apoptosis dapat merupakan
penyebab masalah tetapi juga dapat digunakan untuk memecahkan masalah, khususnya pada
kanker yang metode pengobatannya diarahkan untuk menghasilkan apoptosis. Karena itu
apoptosis memegang peranan penting baik pada karsinogenesis maupun pengobatan kanker.1,2
Ada berbagai bukti yang menyatakan bahwa apoptosis, seperti halnya karsinogenesis,
berhubungan dengan berbagai gen yang mengatur perkembangan sel, dan bahwa kelainan
pada aktivitas proliferasi sel juga berkaitan erat dengan kontrol apoptosis, sehingga ada
dugaan, bahkan ada bukti-bukti, bahwa pada kanker terjadi kelainan pada berbagai gen yang
terlibat dalam apoptosis yang berakibat disregulasi proses apoptosis. 3,4,5,6 Apoptosis yang juga
dikenal sebagai programmed cell death, terjadi normal selama proses perkembangan dan
penuaan sebagai mekanisme homeostatik untuk memelihara populasi sel dalam jaringan.
Apoptosis juga terjadi sebagai mekanisme pertahanan, misalnya reaksi imun atau apabila sel
rusak akibat penyakit atau gen perusak. Walaupun ada berbagai jenis rangsangan dan
keadaan, baik fisiologik maupun patologik, tidak semua sel harus mati sebagai respon
terhadap rangsangan yang sama. Iradiasi atau obat yang digunakan untuk terapi kanker
menyebabkan kerusakan DNA dalam sel yang dapat berakibat apoptosis melalui jalur p53.
Beberapa jenis hormon seperti kortikosteroid dapat menyebabkan apoptosis pada beberapa
jenis sel (misalnya thymocyte) walaupun jenis sel lain tidak terkena dampak atau bahkan
terstimulasi. Pada beberapa kasus, jenis dan derajat stimulus menentukan apakah sel akan
mati melalui apoptosis atau nekrosis. Pada dosis rendah, berbagai jenis stimulus seperti suhu
tinggi, radiasi, hipoksia dan obat sitotoksik anti-kanker dapat menginduksi apoptosis, tetapi
1
stimulus yang sama dengan dosis tinggi dapat berakibat nekrosis.7 Apoptosis perlu dibedakan
dari jenis kematian sel yang lain yaitu nekrosis dan autofagi. Nekrosis adalah kematian sel
tidak terkontrol yang diinduksi oleh kehilangan ATP atau gangguan pompa membran
mitokondria, walaupun nekrosis juga dapat diinduksi oleh apoptosis (nekrosis sekunder). Ada
bukti-bukti bahwa TNF-R yang merupakan salah satu death-receptor untuk apoptosis juga
dapat memediasi nekrosis, demikian pula bahwa TRAF2 dan FADD (Fas-associated death
domain dalam jalur apoptosis) dapat bertindak sebagai mediator untuk produksi ROS pada
nekrosis.4 Autofagi merupakan mekanisme degradatif yang terutama memperantarai siklus
ulang (recycling) dan turnover berbagai konstituen dalam sel eukariotik. Autofagi diaktivasi
sebagai respon terhadap starvasi nutrient, rangsangan diferensiasi dan perkembangan. Ia
merupakan proses adaptif yang merespon stres metabolik yang berakibat degradasi proteinprotein intrasel dan organel.8 Mekanisme kematian sel bergantung pada tingkat kerusakan
DNA akibat paparan terhadap berbagai konsentrasi obat anti-kanker. Sel-sel yang resisten
terhadap apoptosis dan jalur transduksi yang menghambat apoptosis dapat menginduksi
mekanisme kematian sel non-apoptotik. Karena itu jenis kematian sel non-apoptotik ini juga
perlu mendapat perhatian dalam menentukan strategi pengobatan kanker.4 Apoptosis
dikoordinasi dan sering merupakan proses bergantung-energi (energy-dependent) yang
melibatkan aktivasi keluarga cysteine-protease yang disebut caspase melalui kaskade
kompleks yang menghubungkan stimulasi awal dengan akhir kehidupan sel.5,7 Akhir-akhir ini
juga terbukti bahwa selain cysteine-protease (caspase), golongan non-caspase-protease yaitu
serine-protease juga berperan dalam apoptosis9, namun besar kemungkinan bahwa noncaspase-protease ini tidak bertindak sebagai eksekutor apoptosis melainkan mengamplifikasi
dan mempercepat terjadinya apoptosis.10
Homeostasis jaringan tidak hanya bergantung pada pertumbuhan dan proliferasi sel
tetapi juga pada keseimbangan antara sel yang hidup dan sel yang mati. Dengan demikian
pertumbuhan tumor juga bergantung pada peningkatan fraksi sel-sel yang membelah diri dan
fraksi sel-sel yang mengalami kematian sel terprogram atau yang dikenal dengan istilah
apoptosis. Tumor dengan fraksi kematian sel yang tinggi kelihatan tumbuh lambat walaupun
fraksi pertumbuhannya tinggi.11 Apoptosis adalah suatu proses fisiologis yang dikendalikan
dengan kontrol genetik yang ketat, berlangsung melalui proteolisis, kondensasi dan
fragmentasi DNA disusul dengan pengerutan sel. Secara biokimiawi terjadi aktivasi berbagai
endonuklease dan protease, DNA dipecah menjadi fragmen-fragmen dengan panjang
berbeda. Proses ini berakhir dengan dimakannya sel-sel tersebut oleh sel-sel yang berada di
2
MEKANISME APOPTOSIS
Mekanisme terjadinya apoptosis sangat kompleks dan canggih, melibatkan suatu
kaskade aktivasi berbagai molekul bergantung energi (energy-dependent). Caspases adalah
molekul-molekul utama dalam mekanisme apoptosis karena molekul-molekul itu merupakan
inisiator maupun eksekutor apoptosis. Ada 2 jalur, melalui mana caspases dapat diaktivasi,
4
yaitu jalur ekstrinsik atau jalur reseptor kematian (death receptor pathway) dan jalur intrinsik
atau jalur mitokhondria. Kedua jalur menuju ke arah jalur bersama (common pathway) yang
merupakan jalur eksekutor apoptosis. Ada bukti-bukti bahwa jalur ekstrinsik dan intrinsik
terhubung satu sama lain dan bahwa molekul di jalur yang satu dapat mempengaruhi molekul
di jalur yang lain.1 Selain itu ada jalur tambahan yang melibatkan sitotoksisitas yang
dimediasi oleh sel T dan pembunuhan sel yang bergantung pada perforin/granzim (gambar
1)7, namun jalur ekstrinsik dan intrinsik yang paling berperan dalam bidang onkologi.
Gambar 1. Tiga jalur apoptosis yaitu jalur ekstrinsik (death-receptor pathway), jalur intrinsik
yang juga disebut jalur mitokhondria dan jalur perforin/granzim.7
Jalur Ekstrinsik
Jalur ekstrinsik yang mengawali apoptosis melibatkan interaksi yang dimediasi oleh
reseptor transmembran, mencakup antara lain reseptor kematian (death-receptor) keluarga
TNF. Reseptor dari keluarga ini memiliki domain ekstrasel yang kaya akan cystein dan
memiliki domain sitoplasmik yang disebut death-domain yang berperan penting dalam
meneruskan sinyal kematian dari permukaan sel ke jalur pensinyalan intrasel. Saat ini telah
diketahui ada beberapa jenis ligand untuk masing-masing reseptor yang karakteristik dan
5
Urutan peristiwa yang terjadi pada jalur ekstrinsik dimulai dengan pengikatan ligand,
misalnya FasL dengan FasR, disusul dengan rekrutmen protein-protein adaptor sitoplasmik
yang merupakan death domain yang berikatan dengan reseptor tersebut. Dalam hal jalur
FasL/FasR, death domain-nya adalah FADD (Fas associated death domain), sedangkan pada
jalur TNF/TNFR adapter protein yang terikat adalah TRADD (TNF receptor associated
death domain). FADD dan TRADD kemudian berikatan dengan pro-caspase-8 melalui
dimerisasi domain efektor kematian (death effector domain). Pada saat ini terbentuklah death
inducing signaling complex (DISC) yang menyebabkan aktivasi autokatalitik pro-caspase-8.
Setelah caspase-8 diaktivasi, terjadi stimulasi fase eksekusi. Apoptosis yang dimediasi oleh
reseptor kematian dapat dihambat oleh protein yang disebut c-FLIP yang mengikat FADD
dan caspase-8 sehingga keduanya menjadi tidak efektif.7 Pengetahuan tentang adanya jalur
apoptosis melalui ligand/reseptor kematian ini telah merangsang pengembangan obat anti-
kanker dengan sasaran reseptor kematian, misalnya obat-obat dengan sasaran Fas, DR4, DR5,
dengan hasil yang menjanjikan.20
Jalur Intrinsik
Jalur intrinsik yang mengawali apoptosis melibatkan sejumlah besar stimulus yang
tidak dimediasi reseptor (non-receptor-mediated), yang menghasilkan sinyal intraseluler yang
langsung beraksi dengan sasaran intrasel dan berkaitan erat dengan mitochondria. Stimulus
yang mengawali jalur intrinsik menghasilkan sinyal intrasel yang dapat berupa sinyal negatif
atau sinyal positif. Sinyal negatif terjadi pada kondisi ketiadaan faktor pertumbuhan, sitokin
atau hormon tertentu yang menyebabkan kegagalan supresi program kematian, sehingga
berakibat kematian, sedangkan sinyal positif di antaranya dihasilkan oleh radiasi, toksin,
hipoksia, hipertermia, infeksi virus atau radikal bebas. Semua stimulus ini menyebabkan
perubahan pada pori membran mitokhondria sehingga menjadi permeable dan dilepaskannya
2 kelompok protein pro-apoptotik ke dalam sitosol. Tabel 2 memperlihatkan sebagian dari
protein-protein jalur instrinsik, singkatan dan nomenklatur alternatif.
Kelompok pertama terdiri atas cytochrome-c, Smac/DIABLO (second mitochondria
derived activator of caspase/Direct IAP Binding protein with Low pI), dan serine protease
HtrA2/Omi. Protein-protein ini mengaktivasi jalur mitokhondria yang bergantung pada
caspase. Cytochrome-c mengikat Apaf-1 dan pro-caspase-9 dan membentuk apoptosom.
Smac/DIABLO dan HtrA2/Omi mempromosikan apoptosis dengan cara menghambat IAP
(inhibitor of apoptosis protein). Kelompok kedua adalah AIF, endonuklease G dan CAD,
yang dilepaskan pada saat sel akan mengalami (committed) apoptosis. Pengontrolan dan
pengaturan proses dalam jalur mitokhondria dilakukan melalui keluarga protein BCL2.7
Tabel 2: Protein-protein jalur intrinsik, singkatan dan nomenklatur alternatif.
Jalur Bersama
Jalur bersama (common pathway) yang merupakan fase eksekusi dari apoptosis
melibatkan sejumlah caspases. Caspase arah hulu dari jalur intrinsik adalah caspase-9
sedangkan untuk jalur ekstrinsik adalah caspase-8. Jalur intrinsik dan jalur ekstrinsik
keduanya menuju ke arah caspase-3. Caspase-3 kemudian merombak inhibitor caspaseactivated deoxyribonuclease yang bertanggungjawab atas terjadinya apoptosis nukleus.
Disamping itu, caspase arah hilir menginduksi perombakan protein kinase, protein
sitoskeletal, protein DNA repair dan subunit inhibitor keluarga endonuklease. Molekulmolekul itu juga memberi dampak pada sitoskeleton, siklus sel dan jalur pensinyalan selular,
yang secara bersama berkontribusi pada perubahan morfologi pada apoptosis.1
diantaranya fragmentasi DNA, degradasi berbagai jenis protein dan lain-lain menjadi lebih
jelas. Semua sel mengalami apoptosis menurut pola tertentu dan mengandung inhibitor
sintesis protein cycloheximide, yang menunjukkan bahwa sel-sel tersebut mengekspresikan
semua komponen protein yang diperlukan untuk meng-eksekusi kematian sel. 21 Gambar 2
memperlihatkan salah satu model pengaturan apoptosis.
Apoptosis dapat diinduksi oleh kerusakan subnekrosis atau melalui sinyal yang
diterima oleh reseptor pada permukaan sel. Proses induksi apoptosis yang terjadi selanjutnya
dalam fase ini bergantung pada stimulus, sehingga jalur ini merupakan jalur privat dan
heterogen. Integrasi berbagai jalur privat ke dalam jalur umum yang berlaku bagi semua jalur
apoptosis dan tidak bergantung pada apa yang menginduksinya, berlangsung melalui transisi
permeabilitas mitokhondria (PT). Onkoprotein BCL2 mengatur induksi PT dan sebagai
respon terhadap induksi PT, mitokhondria melepaskan apoptosis inducing factor (AFP) yang
memberikan sinyal apoptosis pada nukleus. Disamping itu, PT mengakibatkan pelepasan
reactive oxygen species (ROS) dan ekspresi phosphatidyl serine (PS) pada permukaan sel
dalam waktu singkat. PT diduga berhubungan dengan aktivasi protease spesifik dan
pelepasan ROS, perubahan sitoplasma dan apoptosis nukleus mungkin merupakan peristiwa
yang tidak bergantung satu sama lain dan bukan merupakan sebab akibat satu dari yang
lain.7,22
10
Fas (DC95), suatu resepor pada permukaan sel yang berikatan dengan FasL (CD95L)
merupakan awal dari sinyal apoptosis. Pada gambar 3 tampak bahwa sekuen asam amino
yang merupakan unsur-unsur death domains, death effector domains, FAD dan
procaspase-8 saling berikatan untuk menginduksi fase efektor. Pengikatan CD95 pada FADD
terjadi akibat interaksi homotipik antara death domain kedua protein. Faktor-faktor lain
yang berperan pada inisiasi apoptosis adalah reseptor TNF (TNFR), CD27, CD30, CD40,
DR3, DR4, dan DR5. Seperti halnya molekul CD95, molekul TNFR1, DR3, DR4, dan DR5
juga memiliki death domain, walaupun masing-masing meneruskan sinyal apoptosis
melalui jalur yang tidak sama. Beberapa penelitian terakhir mengungkapkan bahwa pada saat
berlangsung sinyal apoptosis melalui Fas, yang pertama terbentuk adalah Fas-DISC (Fasdeath inducing signal). Salah satu komponen Fas-DISC adalah SADS (small accelarator for
death signaling) yang fungsinya meningkatkan interaksi antara FADD dengan procaspase-8.
Hambatan terhadap SADS memperlambat apoptosis.7,11,23,24
Apoptosis juga dapat berlangsung melalui reseptor sel T (TCR). Hal ini terjadi apabila
sel T mengenali antigen-diri (self antigen) dan merupakan suatu proses yang diperlukan
untuk menyingkirkan sel-sel T autoreaktif.5 Apoptosis ini disebut apoptosis yang diinduksi
aktivasi (activation induced apoptosis). Jalur apoptosis melalui TCR diperlihatkan secara
skematis pada gambar 4. Apoptosis yang diinduksi aktivasi ini juga terdiri atas fase induksi
yang dirangsang dengan pengikatan TCR, disusul oleh fase efektor dimana terjadi berbagai
reaksi biokimia untuk melangsungkan apoptosis.7
11
Sinyal yang diberikan oleh TNF/TNFR mengatur interface antara fase induksi awal
yang mengatur ekspresi TNF/TNFR dengan fase efektor yang melibatkan aktivasi caspases.
ALG-3 dan NFAT merupakan regulator positif ekspresi FasL selama apoptosis dengan
perantaraan TCR/CD3, sedangkan RAR (retinoic acid receptor) menghambat proses ini.
TNFR tidak mengandung death domain tetapi menggunakan protein TRAF sebagai adaptor
sinyal untuk merekrut molekul-molekul transduksi seperti TRADD, cIAP dan TRIP. Fas
mengandung death domain pada bagian intrasitoplasmik dan berinteraksi dengan molekul
adaptor sinyal yang juga mengandung death domain (FADD) dan dengan demikian merekrut
molekul transduksi sinyal misalnya FLICE. ZAP-70 dan Lck merupakan enzim kinase yang
merupakan pengatur sinyal melalui TCR. Protein-protein yang berfungsi sebagai efektor
tampak pada bagian kanan gambar 4.
12
anoksia. Di lain pihak, p53 yang wild type dapat mengkompensasi kehilangan Rb1 sehingga
dengan demikian dapat mencegah terjadinya trasnformasi.21
Gen retinoblastoma (Rb) mencegah berlangsungnya siklus sel pada fase G1/S dengan
menghambat fungsi faktor transkripsi E2F dan dengan demikian menghambat fungsi berbagai
gen yang bekerja pada fase S, termasuk diantaranya myc, myb, dan DNA polimerasi .
Sebagian besar partner Rb1 dalam mengatur siklus sel adalah regulator transkripsi
seperti E2F yang telah disebut di atas, c-Abl dan Mdm2. Mdm2 merupakan salah satu faktor
yang menghambat apoptosis. Pada saat apoptosis Mdm2 mengalami degradasi oleh caspases.
Pada induksi apoptosis terjadi cleavage pada C-terminal molekul Rb oleh caspases sehingga
terjadi akumulasi Rb1. Fragmen Rb1 ini secara biologis tetap aktif karena domain
fungsional minimal Rb1 sebagai gen supresor terletak pada bagian ini, sehingga apoptosis
lebih banyak diasosiasikan dengan kehilangan seluruh rantai Rb1 dan tidak bergantung pada
akumulasi Rb1. Walaupun tetap aktif secara biologis, Rb1 kehilangan kemampuan untuk
mengikat Mdm2 yang mengakibatkan Mdm2 lebih peka terhadap degradasi oleh caspases.
Karena itu cleavage Rb1 dan Mdm2 oleh caspases secara bersama menyebabkan aktivasi
E2F-1 dan p53, yang diketahui merupakan pemicu apoptosis.18 Rb1 pada keadaan hilangnya
fungsi Rb, siklus sel tetap berlanjut ke fase S, tetapi gen p53 yang aktif akan menginduksi sel
tersebut untuk apoptosis. Gambar 5 memperlihatkan model peran p53, sedangkan pada
gambar 6 model peran Rb1 pada apoptosis.21
13
Gen myc
Onkogen myc juga banyak dipelajari peranannya dalam proliferasi sel maupun
apoptosis. Ekspresi c-myc dihubungkan dengan rangsangan mitogenik dan diperlukan untuk
pertumbuhan sel. Ekspresi myc diperlukan dan cukup untuk mengakibatkan sel dalam fas G0
masuk ke dalam siklus sel, tetapi pada sel yang terus berproliferasi ekspresi myc juga dapat
dijumpai pada fase G1. Walaupun c-myc berperan dalam proliferasi sel, ia sekaligus juga
dapat berperan dalam apoptosis.3 model peran gen yang bertentangan ini dijelaskan dengan
model sinyal ganda, dimana myc merangsan jalur proliferasi sekaligus jalur apoptosis. Dalam
model ini, sementara mitogen mengaktifkan jalur proliferasi, jalur apoptosis secara aktif
dihambat oleh faktor-faktor anti-apoptosis, misalnya oleh keluarga gen BCL2.14,16
Dalam fungsinya myc membentuk heterodimer dengan gen max. Kompleks
onkoprotein myc-max meningkatkan apoptosis bila sel kehilangan faktor pertumbuhan, atau
bila ada intervensi farmakologis.14,26 Dimerisasi myc-max diperlukan baik untuk proliferasi
maupun apoptosis. Walaupun demikan myc dan max masing-masing memodulasi jalur
apoptotik yang berbeda. Hal ini dibuktikan dalam beberapa penelitian yang menyatakan
bahwa Bcl-xL menghambat apoptosis sel yang mengekspresikan max berlebihan tetapi tidak
pada sel-sel yang mengekspresikan c-myc berlebihan.14,27,28
beberapa anggota keluarga yang lain ternyata bersifat memudahkan apoptosis (Bax, BCL-xs,
Bad, Bak, dan lain-lain). Gambar 7 memperlihatkan beberapa subtipe keluarga BCL2.
Sebagian besar keluarga protein BCL2 mengandung rantai asam amino hidrofobik
pada sisi carboxy-terminal yang setelah di-translasi mengakibatkan mereka dapat menancap
pada membran biologis, khususnya membran mitokhondria, envelop nukleus dan bagian dari
retikulum endoplasmik.14,21 Ekspresi relatif anggota keluarga BCL2 yang pro-apoptotik dan
anti-apoptotik menunjukkan bahwa suatu sel dengan mudah mengalami apoptosis bila
dihadapkan pada stimulus yang tepat. Beberapa protein anggota keluarga BCL2 terdapat
secara luas dalam jaringan yang bervariasi sesuai fase proliferasi dan diferensiasi yang
seringkali unik untuk sel tertentu.14,21 Belum diketahui pasti bagaimana mekanisme BCL2
menghambat apoptosis, tetapi beberapa data akhir-akhir ini menunjukkan bahwa BCL2 dan
anggota keluarga lainnya yang anti-apoptotik, melangsungkan sedikitnya 2 aktivitas yang
independen.
Protein-protein tersebut membentuk pori pada membran yang ditancapnya, dan
berinteraksi dengan berbagai jenis protein intraseluler lain yang secara langsung atau tidak
langsung terlibat dalam proses apoptosis (gambar 8). BCL2 dan BCL-xL demikian juga
dengan Bax/Bak diketahui dapat berinteraksi dengan berbagai protein yang bukan anggota
16
keluarganya (non-familial) (lihat gambar 9 dikutip dari Reed 14), misalnya protein CED-4,
Raf-1 (-kinase) dan fosfatase calcineurin (tabel 3).
17
Interaksi ini menunjukkan bahwa salah satu peran BCL2 adalah memberikan tempat
bagi protein lain untuk berlabuh sehingga aktivitas seluler protein bersangkutan terhenti.
Peristiwa ini menyebabkan terperangkapnya protein-protein seperti CED-4 atau calcineurin
sehingga mereka tidak dapat berinteraksi dengan protein lain dalam sitosol. Peristiwa
berlabuhnya protein, misalnya Raf-1, pada BCL2 itu juga mengakibatkan protein tersebut
melekat pada membran dan berinteraksi dengan protein membran yang lain. Raf-1 yang
merupakan suatu enzim kinase, yang dalam keadaan normal terdapat dalam sitosol, berpindah
tempat (translokasi) ke membran, menjadi aktif kemudian menginduksi fosforilasi protein
pro-apoptotik Bad sehingga Bad menjadi inaktif. Homolog gen BCL2 yang bersifat antiapoptotik juga terdapat pada virus herpes yang menyebabkan kanker, termasuk diantaranya
virus Epstein Barr (EBV) dan virus sarkoma Kaposi (KSV).14
Tabel 3. Protein pengikat BCL2
BCL2 mengontrol checkpoint kematian di bagian hulu dari jalur aktivasi caspase, sehingga
memungkinkan mereka mengendalikan jalur apoptotik (bergantung-caspase) maupun nonapoptotik (tidak bergantung caspase).14
19
Aktivasi caspase dapat terjadi melalui interaksi antar caspase satu dengan yang lain
melalui suatu kaskade aktivasi, tetapi dapat terjadi juga akibat diaktivasi oleh protease lain
misalnya granzyme B yang diintroduksikan ke dalam sel oleh limfosit sitotoksik dan
merangsang apoptosis melalui aktivasi caspase-3. Caspase dengan prodomain pendek yang
tidak memiliki kandungan protein interaksi (caspase 3,-6,-7) mungkin terutama diaktivasi
melalui protease lain, dan caspase ini disebut caspase down stream, efektor atau eksekutor.
Agregasi pro-caspase cukup untuk mengawali auto- atau transprocessing untuk menghasilkan
caspase yang aktif. Agregasi pro-caspase terjadi melalui pengikatan molekul adaptor pada
domain interaksi yang terdapat pada caspase, diantaranya yang merupakan death effector
domain (DEDs) dan caspases recruitment domain (CARDs).
Faktor lain yang berperan pada apoptosis adalah cytochrome-c. Pelepasan
cytochrome-c oleh mitokhondria tidak bergantung pada caspases, dan dampaknya tidak selalu
diasosiasikan dengan terjadinya pori pada membran mitokhondria. Atas rangsangan apoptosis
(pengikatan Fas atau TNFR), Bax yang merupakan faktor pro-apoptotik dari keluarga gen
BCL2 segera berpindah tempat dari sitoplasma ke mitokhondria dan secara langsung dapat
menginduksi pelepasan cytochrome-c melalui pori yang dibuatnya pada membran
mitokhondria. Apabila aktivasi caspase-8 melalui cara ini inefesien, ditempuh jalur lain yaitu
melalui Bid, faktor pro-apoptotik anggota keluarga BCL2 yang lain. Bid segera mengalami
cleavage dan fragmen C-terminalnya segera merangsang mitokhondria untuk melepaskan
cytochrome-c (gambar 11).22
20
21
apoptosis berperan dalam menimbulkan kanker dengan cara menghasilkan lingkungan yang
memungkinkan terjadinya instabilitas genetik dan akumulasi kelainan gen yang
menyebabkan checkpoint siklus sel tidak taat lagi pada pengendalian siklus sel yang dalam
keadaan normal menginduksi terjadinya apoptosis, dan peningkatan ketahanan hidup sel.29
Gambar 12. Mekanisme yang berkontribusi pada disregulasi apoptosis dan karsinogenis
(dikutip dari Wong,1)
Mutasi somatik gen yang dihubungkan dengan apoptosis dapat mencakup berbagai
protein, di antaranya mutasi dalam keluarga caspase. Mutasi gen caspase-8 sering terjadi pada
berbagai jenis kanker, di antaranya kanker lambung, NSCLS, dan leukimia akut. Selain
mutasi, disfungsi caspase-8 juga dapat disebabkan hipermetilasi. Mutasi pada gen caspase
yang lain juga dapat terjadi, misalnya mutasi gen caspase-9 dan caspase-3. Seperti telah
23
disebut di atas, caspase-3 merupakan caspase-eksekutor, dan sering mengalami mutasi pada
berbagai jenis kanker termasuk kanker payudara.3 Pada kanker sering terjadi gangguan jalur
death receptor (DR). ekspresi DR pada kanker sering tertekan sebagai bagian dari respons
stress adaptif, misalnya gangguan transport reseptor dari tempat penyimpanan intrasel
(endoplasmic reticulum) ke permukaan sel, atau penurunan ekspresi DR akibat hipermetilasi
promoter gen sebagai respons terhadap sinyal stres.30,31
Selain mutasi pada caspase, resistensi terhadap apoptosis pada kanker dapat terjadi
melalui berbagai jalur. Beberapa jenis keganasan hematologik menunjukkan resistensi
terhadap stimulasi Fas/Fasl. Salah satu diantaranya adalah leukimia mielositik kronik (CML).
Diketahui bahwa pada sebagian besar CML terjadi fusi antara gen bcr dengan c-abl yang
menghasilkan protein abnormal BCR-ABL. Protein abnormal ini terbukti dapat
meningkatkan ketahanan hidup sel; salah satu caranya adalah melalui resistensi terhadapp
stimulasi apoptotik oleh Fas/FasL.32
Peran BCL2 dalam tumorigenesis, seperti telah diuraikan di atas adalah melalui: 1)
pencegahan dikeluarkannya cytochrome-c dari mitokhondria dan 2) gangguan aktivasi
caspases oleh cytochrome-c dan Apaf-1. Diduga bahwa ekspresi berlebihan BCL2 dan BCLxL dapat meningkatkan kedua proses di atas dan meningkatkan kemungkinan terjadinya
transformasi. Ekspresi berlebihan BCL2 dan BCL-xL dijumpai pada berbagai jenis kanker.
Ekspresi berlebihan gen ini dapat terjadi akibat translokasi t (14,18) seperti yang dijumpai
pada limfoma sel B. ekspresi berlebihan BCL2 juga dijumpai pada keganasan hematologik
lain seperti mieloma multipel, CLL, dan AML. Pada ketiga keganasan ini tidak dijumpai
kelainan struktural BCL2 seperti halnya pada limfoma, sehingga diduga ekspresi berlebihan
BCL2 pada keadaan ini disebabkan ketidak seimbangan faktor transkripsi atau akibat mutasi
gen BCL2 yang mengakibatkan stimulasi BCL2 berlebihan. Mutasi gen BCL2 yang sering
dijumpai adalah substitusi basa pada segmen penyandi (coding region) atau pada prolinerich loop yang mengatur fosforilasi. Hilangnya loop ini akibat mutasi mengakibatkan
fosforilasi BCL2 terganggu dan sel resisten terhadap rangsangan apoptosis.14 Protein berbagai
jenis virus memiliki sekuen yang homolog dengan BCL2 atau BCL-xL, misalnya p19-E1B
dari adenovirus, p30 dari Baculovirus dan BHFR-1 dari Virus Epstein Barr (EBV). Karena
virus-virus tersebut sering dihubungkan dengan kanker, diduga protein-protein tersebut
mempunyai fungsi yang sama dengan BCL2, yaitu antiapoptosis.33
24
Mutasi gen Rb1 yang menyebabkan gen tersebut resisten terhadap capcase dapat
mengakibatkan sel resisten terhadap apoptosis yang diinduksi melalui TNF- (lihat gambar
4), sedangkan defek pada SADS (small accelerator for death signaling) menyebabkan sel
resisten terhadap mekanisme apoptosis yang diinduksi oleh Fas. Keadaan ini dijumpai pada
beberapa jenis kanker, di antaranya kanker kolon.21
Berbagai penelitian akhir akhir ini mengungkapkan bahwa beberapa jenis kanker
mempunyai mekanisme lain untuk melindungi dirinya terhadap apoptosis, yaitu dengan cara
mengaktivasi faktor transkripsi NFk-B. Seperti diketahui NFk-B biasanya berada dalam
status inaktif dalam sitoplasma dan sebagai respons terhadap sinyal fisiologik tertentu ia
dilepaskan dan translokasi ke nukleus di mana ia mengaktifkan sejumlah dalam fungsi proinflamasi dan angiogenesis, tetapi sebagian lagi berfungsi sebagai antagonis apoptosis,
termasuk di antarannya IAP-1, IAP-2, XIAP, TRAF-1 dan TRAF-2, yang memblok program
apoptosis jalur ekstrinsik dan intrinsik. Selain itu, mekanisme lain yang terungkap adalah
mekanisme melalui inaktivasi gen yang menyandi caspase-8 oleh ekspresi N-myc berlebihan
seperti yang diperlihatkan pada neuroblastoma dan supresi TNFR melalui metilasi promoter
gen yang menyandi TNFR.21 Tabel 5 memperlihatkan berbagai contoh anti-apoptotik yang
terjadi pada kanker.
Tabel 5. Contoh mekanisme anti-apoptotik yang terjadi pada kanker
25
26
Gambar 13. Urutan terapi, mulai dari inkorporasi suicide gene ke dalam gen pejamu,
aktivasi dengan prodrug yang sesuai dengan apoptosis.34
Salah satu upaya lain yang dikembangkan untuk terapi kanker yang didasarkan atas
mekanisme apoptosis, adalah terapi dengan jalur pensinyalan apoptosis sebagai sasaran.
Seperti telah diuraikan di atas keluarga BCL2 memegang peranan penting sebagi komponen
anti-apoptotik sehingga banyak upaya untuk menghambat jalur BCL2 dalam terapi kanker
dengan memberikan inhibitor protein ini, diantaranya yang sudah dikenal adalah BCL2antisense-oligonucleotide (oblimersen sodium).2 Preparat lain dengan sasaran jalur apoptosis
yang diketahui adalah molekul inhibitor yang didesain untuk mengikat BH3, atau
menginduksi oligomerisasi Bax atau Bak yang selanjutnya akan menyebabkan depolarisasi
membran mitokhondria sehingga cytochrome-c bisa keluar dari mitokhondria. 14 Sedangkan
yang lain adalah pengembangan obat penginduksi apoptosis berdasarkan akumulasi p53. 32
Beberapa target lain dalam jalur apoptosis yang digunakan untuk terapi kanker adalah sistem
TRAIL ligand/reseptor dan protein inhibitor apoptosis.2,19
Sejak lama diketahui bahwa hormon estrogen berperan menstimulasi pertumbuhan
dan menghambat apoptosis melalui mekanisme reseptor estrogen. Tetapi secara paradoksal
akhir-akhir ini mengungkapkan bahwa deprivasi estrogen dalam jangka panjang (long term
estrogen deprivation, LTED) pada cell-line kanker payudara yang bergantung hormon
(hormone-dependent) MCF-7 berakibat sel-sel tersebut mengalami perubahan adaptif yang
paradoksal, dimana estradiol berbalik dari agen proliferatif menjadi agen penghambat
pertumbuhan dan penginduksi apoptosis. Sel-sel LTED juga menjadi lebih sensitif terhadap
estradiol dibanding MCF-7 wild-type. Peningkatan sensitifitas terhadap estradiol dikaitkan
dengan peningkatan ekspresi ER- dan MAPK, PI3K. sebaliknya mekanisme aapoptosis
27
estradiol pada sel-sel LTED diduga melibatkan jalur DR maupun jalur mitokhondria. Proses
molekuler spesifik yang terjadi adalah aktivasi jalur FasL/FasR, penglepasan cytochrome-c
dan perubahan BCL2 serta penekanan NF-kB. Dengan penemuan-penemuan ini dapat
dijelaskan mekanisme pemberian estrogen dosis tinggi pada kanker payudara yang sejak lama
digunakan pada pasien pasca-menopause, tetapi sekarang juga dimungkinkan untuk
mengembangkan obat anti-kanker payudara dengan estrogen dosis rendah yang
dikombinasikan dengan agen penginduksi apoptosis pada kanker payudara ER-negatif.36
RINGKASAN
Apoptosis merupakan bentuk kematian sel yang diperlukan, baik untuk perkembangan
sel normal maupun homeostosis jaringan. Peristiwa ini dikendalikan secara ketat oleh
berbagai gen, baik gen yang bersifat apoptotik maupun anti-apoptotik. Apoptosis terjadi
melalui 3 fase berturut-turut, yaitu fase inisiasi, fase efektor, dan fase eksekusi atau degradasi.
Kanker diketahui sebagai akibat mutasi genetik, diantaranya mutasi gen yang terlibat dalam
siklus sel dan mekanisme apoptosis. Pengetahuan mengenai mekanisme apoptosis pada
keadaan normal maupun pada kanker penting untuk menentukan respons penderita terhadap
terapi, bahkan di kemudian hari mungkin dapat digunakan sebagai landasan terapi gen yang
dikenal dengan suicine gene therapy.
28
RUJUKAN
1. Wong RSY. Apoptosis and cancer: from pathogenesis to treatment. J Ecp & Clin
Cancer Res 2011; 30: 87. Diunduh dari http://wwwjeccr.com/content/30/1/87
2. Fulda S. Targeting apoptosis signaling pathways for anticancer therapy. Frontiers in
Oncol 2011;1. Doi: 10.3389/fonc.2011.00023
3. Vogelstein B, Kinzler KW. Cancer genes and the pathways they control. Nat Med
2004; 10(8); 789-99
4. Kim R, Emi M, Tanabe K. The role of apoptosis in cancer cell survival and
therapeutic outcome. Cancer Biol Ther 2006; 5(11): 1429-42
5. Ghavani S, Hashemi M, Ande SR, Yeganeh B, Xiao W, Eshragi M, et al. apoptosis
and cancer; mutations within caspase genes. J Med Genes 2009; 46: 497-510
6. Cichorek M. mechanisms of tumor cells ability to avoid apoptosis. Dermatol Estet
2008; 10: 1 10
7. Elmore S. Apoptosis: A review of programmed cell death. Toxicol Pathol 2007;
35:495-516
8. Shintani T, Klionsky DJ. Autophagy in health and disease: a double-edged sword.
Science 2004; 306:990-95
9. Moffitt KL, Martin SL, Walker B. The emerging role of serine proteases in apoptosis.
Biochem Soc. Transact 2007; 35(3):559-60
10. Schroder K, Hual J, Jockel H, Oberle C, Bomer B. Non-caspase proteases: triggers or
amplifiers of Apoptosis? Cell Mol Life Sc 2010;67(10): 1607-18
11. Lockshin RA, Zakeri Z. Cell death in health and disease. J Cell Mol Med 2007;
11(6):12114-24
12. Savill J, Fadok V. Corpse clearence defines the meaning of cell death. Nature
2000;407: 784-88
13. Kurosaka K, Takahashi M, Watanabe N, Kobayashi Y. silent clean up of very early
apoptotic cells by macropages. J Immunol 2003; 171: 4672-79
14. Reed CJ. Bcl-2 family proteins and hematologic malignancies: history and future
prospects. Blood 2008; 111(7):3322-30
15. De Vries EGE, de Jong S. Exploiting the apoptotic route for cancer treatment; A
single hti will rarely result in a home run. J clin Oncol 2008; 26(32): 5151-53
29
16. Kang MH, Reynolds CP. Bcl-2 inhibitors: targeting mitochondrial apoptotic pathways
in cancer therapy. Clin Cancer Res 2009; 15(4): 1126-32
17. Pecina Slaus N. Wnt signal transduction pathway and apoptosis: A review. Cancer
Cell internl 2010; 10: 22. Diunduh dari http://www.cancerci.com/content/10/1/22
18. Rosen LS, Ashurst AL, Chap L. targeting signal transduction pathways in metastatic
breast cancer: a comprehensive review. The oncol 2010; 15: 216-35
19. Fulda S. targeting apoptosis signaling in pancreatic cancer. Cancers 2011; 3: 241-51
20. Duiker EW, Van Der Zee AGJ, de Graeff P, Boersman-van Ek W, Hollema H, de Bock
GH, et al. The extrinsic apoptosis pathway and its prognostic impact in ovarian
cancer. Gynecol Oncol 2010; 116: 549-55
21. Weinberg RA. P53 and apoptosis: master Guardian and executioner. Dalam the
biology of cancer. New York, Garland Sc 2007: 307-56
22. Green DR. apoptotic pathways; Road to ruin. Cell. 1998; 94: 695-98
23. Suzuki A, Obata S, Hayashiba M, et al. SADS: A new component of Fas-DISC is the
accelerator for cell death signaling and is downregulated in patiens with colon
carcinoma. Nature Med. 2001; 7: 88-93
24. Takahashi H. A SADS defect in tumor cells provide optimism. Nature Med 2001;
7:26-27
25. Evan GIAH, Gilbert CS, Littlewood TD, et al. induction of apooptosis in fibroblasts
by c-Myc protein,. Cell. 1992; 69:119-28
26. Amati A, Littlewood TD, Evan GI and Land H. The c-Myc protein induces cell cycle
progression and apoptosis through dimerization with Max. EMBO J 1993; 12: 508387
27. Amati B and Land H. Myc-Max-Mad: A transcription factor network controlling cel
cycle progression, differrentiation and death. Current Biol 1994; 4: 102-108
28. Nesbit CE, Fan S, Zhang H, and Prochownik EV. Distinct apoptotic responses
imparted by c-myc and max. Blood 1998; 92(3): 1003-10
29. Reed JC. Mechanism of apoptosis avoidance in cancer. Current opinion Oncol
1999;11:66-75
30. Fulda S, Evasion of apoptosis as a cellular stress response in cancer. Internl J Cell
Biol 2010. Diunduh dari http://www.apo-sys-eufaposys/publication2010-pdf
31. Los M, Stroh , Janicke RU, et al. Caspases: more than just killers. Trends in
Immunol. 2001; 22(1); 31-34
32. Selleri C, Maciejwksi JP, Pane F, et al. Fas mediated Modulation of BCR/ABL in
chronic myelogenous leukimia results in differential effects on apoptosis. Blood 1998;
92(3): 981-89
33. Oltvai ZN, Milliman CL, and Korsmeyer SJ. Bcl-2 heterodimerizes in vio with
conserved homolog, bag, that accelerates programmed cell death. Cell,: 1993; 74:
609-19
34. Lat S. lauer UM, Niethammer D, et al. suicide genes: past, present, and future
perspective. Immunol Today 2000; 21: 4853
35. Tai CJ, Hsu CH, Shen SC, Lee WR, Jiang MC. Cellular apoptosis susceptibility
(CSE1L/CAS) protein in cancermetastasis and chemotherapeutic drug-induced
apoptosis. J Ecp Clin Cancer 2010; 29: 110-. Diunduh dari
http://www.jeccr.com/content/29/1/110
36. Lewis-Wambi JS, Jordan VC. Estrogen regulation of apoptosis: How can one
hormone stimulate and inhibit: Breast Cancer Res 2009; 11:206. Diunduh dari
http://breast-cancr-research.com/content/11/3/206
30