Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN BBDM MODUL 3.

2
SKENARIO II
DEMAM HILANG TIMBUL

SHAFIRA MAHARANI MALIK


22010116120058

KEDOKTERAN 2016
KELAS A
BBDM 6

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2017
SKENARIO II

DEMAM HILANG TIMBUL

Seorang laki-laki 33 th datang ke puskesmas karena mengeluh demam sejak


6 hari yang lalu. Demam hilang timbul dan disertai mengigil serta berkeringat
setelah demam. Pasien juga mengeluh badan terasa lesu dan nyeri otot. Dari
anamnesis didaparkan bahwa pasien 2 minggu yang lalu baru pulang dari
Kalimantan setelah mengikuti suatu pelatihan. Pasien mengatakan tidak pergi ke
dokter sebelum berangkat untuk dapat obat pencegahan. Dari pemeriksaaan fisik
didapatkan suhu 39oC. Keadaan umum lemah, konjungtiva tampak pucat, terdapat
pembesaran hati dan limpa. Dokter kemudian meyarankan pemeriksaan
laboratorium

STEP I. TERMINOLOGI
1. Mengigil : aktivitas otot yang disengaja sehingga tubuh gemetar akibat
hipothalamus menganggap suhu tubuh normal terlalu dingin. Respon ini
diigunakan untuk mempertahankan suhu tubuh karena gerakan otot
menghasilkan panas
2. Demam hilang timbul : Peningkatan suhu tubuh karena penyakit/
peradangan, muncul pada fase tertentu sehingga hilang timbul
3. Bekeringat : Pengeluaran keringat dari pori-pori tubuh, bersumber dari
kelenjar sudorifera, fungsinya membantu menurunkan suhu tubuh
4. Nyeri otot : Perasaan subyektif adanya rasa nyeri pada otot saat digerakkan

STEP II. DEFINE THE PROBLEM


1. Mengapa Jono memerlukan obat pencegahan?
2. Mengapa gejala demam baru muncul setelah 2 minggu?
3. Mengapa demam hilang timbul?
4. Mengapa demam menyebabkan menggigil dan berkeringat?
5. Mengapa pasien mengeluhkan nyeri otot?
6. Mengapa konjungtiva pucat, lemah, dan letih?
7. Mengapa terjadi pembesaran hati dan limpa?

STEP III. BRAINSTORMING


1. Pencegahan diperlukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh Jono yang
berniat pergi ke tempat endemis Malaria, utamanya yang penyebabnya
Plasmodium falciparum dan Plasmodium knowlesi.

2. Karena masa inkubasi agen penyebab baru selesai kira kira 2 minggu setelah
terinfeksi plasmodium, sehingga baru muncul gejala demam setelahnya.

1
3. Demam hilang timbul karena tiap plasmodium memiliki waktu yang
berbeda untuk sekali daur hidupnya. Adapun demam muncul setiap kali sel
hati membelah dan pecah, lalumengeluarkan skizon matang dengan antigen
pirogennya yang melalui jalur COX menstimulasi hipotalamus untuk
meningkatkan suhu tubuh normal.

4. Karena tubuh berusaha menyamakan suhu tubuh normal yang baru dari
hipotalamus yang dipengaruhi antigen pirogen, sehingga muncullah
menggigil untuk meningkatkan panas tubuh. Adapun berkeringat terjadi
sebagai bentuk pengeluaran panas yang berlebih.

5. Dimungkinkan karena terjadi hipoglikemi dan anemia ringan sehingga ada


penumpukan asam laktat dari metabolisme anaerob (anemia pasokan 02
berkurang) yang menyebabkan otot terasa nyeri, mudah letih.

6. Dimungkinkan karena terjadi anemia ringan/ tingginya penghancuran


eritrosit/ hambatan sementara eritropoiesis sehingga Hb menurun dan
pasokan darah kaya O2 ke konjungtiva berkurang.

7. Limfe membesar karena banyaknya sampah hasil penghancuran eritrosit


yang ditampung, sehingga kerja limfe juga semakin berat dan akhirnya
membesar. Adapun hati membesar karena hati merupakan salah satu organ
yang merespon terhadap infeksi pertama kali, sehingga saat terjadi infeksi
plasmodium, hepar merespon dengan terjadinya pembesaran.

STEP IV. MIND MAP

Etiologi Malaria Epidemiologi

Pemeriksaan Pencegahan-
fisik-penunjang Edukasi
Patogenesis-
Penatalaksanaan
Patofisiologi
STEP V. LEARNING OBJECTIVES
1. Insidensi dan prevalensi malaria di Indonesia
2. Jenis-jenis infeksi malaria
3. Patofisiologi dan patogenesis infeksi malaria
4. Pemeriksaan penunjang dan diagnosis banding
5. Proses penularan melalui vektor penyakit
6. Farmakodinamik dan farmakokinetik obat anti malaria
7. Pencegahan dan faktor resiko penyakit

2
STEP VI. SELF STUDY
1. Insidensi dan prevalensi malaria di Indonesia:
Di Indonesia, malaria ditemukan tersebar luas pada semua pulau dengan
derajat dan berat infeksi yang bervariasi. Menurut daya uang berkembang,
hampir separuh dari populasi Indonesia (lebih dari 90 juta orang/ 46% dari
total populasi orang Indonesia bertempat tinggal di daerah endemik Malaria
dan diperirakan ada 30 juta kasus malaria setiap tahunnya. Pada tahun 2001,
terdapat 15 juta kasus malaria dengan 38.000 kematian setiap tahunnya

2. Jenis-jenis malaria berdasarkan agen penyebabnya:


Malaria Tertiana : disebabkan oleh Plasmodium vivax dengan hospes
definitif Anopheles betina. Masa inkubasinya 12-17 hari. Pada hari-hari
pertama panas irreguler, jarang menggigil. Pada minggu dua, terjadi
pembesaran limpa. Pada akhir minggu, tipe panas intermiten dan
periodik setiap 48 jam dengan gejala klasik trias malaria.
Malaria Kuartana : disebabkan oleh Plasmodium malariae dengan
hospes definitifnya adalah nyamuk Anopheles. Masa inkubasi 18-40
hari. Manifestasi seperti pada malaria vivax hanya berlangsung lebih
ringan, serangan demam berulang pada tiap hari ke-4, jarang terjadi
anemia, ditemukan splenomegali ringan.
Malaria Ovale : disebabkan oleh Plasmodium ovale. Merupakan bentuk
yang paling ringan dari semua jenis malaria. Masa inkubasinya 11-16
hari. Gejala klinis hampir sama dengan malaria vivax, lebih ringan,
puncak panas lebih rendah dan keberlangusngan lebih pendek, dan dapat
sembuh spontan tanpa pengobatan.
Malaria tropika : disebabkan oleh Plasmodium falciparum. Merupakan
bentuk yang paling berat, ditandai dengan panas ireguler, anemia,
splenomegali, parasitemia, dan sering terjadi komplikasi. Masa
inkubasinya 9-14 hari. Apabila infeksi memberat, nadi cepat nausea,
muntah, diarea berat diikuri kelainan paru (batuk).

3. Patofisiologi dan patogenesis infeksi malaria :


Infeksi parasit malaria pada manusai mulai saat nyamuk anopheles
betina menggigitnya dan mengeluarkan sporozoit dalam pembuluh darah
(sebagian besar dalam 45 menit akan menuju ke hati dan sebagian kecil
sisanya mati di darah). Di dalam sel parenkim hati mulailah perkembangn
bentuk aseksual skizon intrahepatik/ pre-eritrosit.
Setelah sel parenkim hati terinfeksi, terbentuk skizon hati yang akan
mengeluarkan merozoit ke sirkulasi darah jika pecah. Setelah berada di
sirkulasi darah, merozoit akan menyerang eritrosit dan masuk melalui
reseptor permukaan eritrosit. Dalam waktu kurang dari 12 jam, parasit
menjadi bentuk ring. Parasit tumbuh setelah memakan Hb dan dalam

3
metabolisme-nya membentuk pigmen yang disebut hemozoin. Erirosit yang
berparasit menjadi lebih elastik dan dinding berubah lonjong.
Selain itu, merozoit yang dilepaskan juga akan masuk ke dalam sel
RES di limpa dan mengalami fagositosis serta filtrasi. Merozoit yang lolos
dari filtrasi dan fagositosis di limpa akan menginvasi eritrosit.
Setalah 36 jam invasi ke dalam eritrosit, parasit berubah menjadi
skizon, dan bila sizon pecah akan mengeluarkan merozoit kembali dan
menginfeksi eritrosit yang lain. Bentuk aseksual parasit dalam eritorsit yang
berpotensi (EP) inilah yang bertanggung jawab dalam patogenesis
terjadinya malaria pada manusia.
EP secara garis besar mengalami 2 stadium (stadium cincin pada 24
jam I dan stadium matur pada 24 jam ke II. Permukaan EP stadium cincin
akan menampilkan antigen RESA. Permukaan membran EP stadium matur
akan mengalami penonjolan dan membentuk knov dengan Histidin Rich-
protein-1 (HRP-1) sebagai komponen utamanya. Selanjutnya bila EP
tersebut berubah menjadi merozoid, akan dilepaskan toxin malaria berupa
GPI yang merangsang pelepasan TNF dan IL-1 dari makrofag.
Keluarnya TNF setelah pecahnya skizon matang/ sporulasi, akan
dibawa ke hipotalamus yang mengatur suhu tubuh dan kemudian
memunculkan gejala klinis demam (trias malaria). Adapun akibat timbunan
sisa penghancuran parasit, pigmen, sel radang dan jaringan ikat di limpa
akan mengakibatkan splenomegali (limpa kongesti, menghitam, mengeras).

4. Pemeriksaan penunjang:
Pemeriksaan sediaan darah tebal dan tipis dengan mikroskop untuk
menentukan ada tidaknya spesies, stadium, dan kepadaran Plasmodium
(semikuantitatif, kuantitatif)
Diagnostik cepat (RDT-Rapid diagnostic test) yakni HRP-2 (Histidin
rich protein 2) yang diproduksi trofozoit, skizon, dan gametosit muda
Plasmodium falciparum, serta aldolase dan p-LDH (parasite lactate
dehydrogenase) yang diproduksi keempat plasmodium aseksual dan
seksual
Pemeriksaan unruk malaria berat: darah perofer lengkap, kimia darah,
EKG, foto thorax, analisis cairan serebrospinalis, biakan darah-uji
serologi, dan urinalisis.
Diagnosis banding:
Pada malaria berat diagnosis banding bergantung manifestasi malaria
beratnya.
Pada malaria dengan ikterus, diagnosis banding ialah demam tifoid
dengan hepatitis, kolesistitis, abses hati, dan leptospirosis
Pada malaria serebral harus dibedakan dengan infeksi pada otak lainnya
seperti meningitis, ensefalitis, tifoid ensefalopati, tripanososmiasis.
Penurunan kesadaran dan koma dapat terjadi pada ganggaun merabolik

4
(diabetes/ uremi), gangguan serebrovaskuler (stroke), eklampsia,
epiepsi, dan tumor otak.

5. Proses penularan melalui vektor penyakit

Gambar: daur hidup malaria


Proses penularan melalui vektor penyakit malaria sangat berkaitan
dengan siklus hidup Plasmodium yang terdiri dari 2, yaitu siklus sporogoni
(siklus seksual) yang terjadi pada nyamuk dan siklus skizogoni (siklus
aseksual) yang terdapat pada manusia.
Siklus ini dimulai dari siklus sporogoni yaitu ketika nyamuk
mengisap darah manusia yang terinfeksi malaria yang mengandung
plasmodium pada stadium gametosit (8). Setelah itu gametosit akan
membelah menjadi mikrogametosit (jantan) dan makrogametosit (betina)
(9). Keduanya mengadakan fertilisasi menghasilkan ookinet (10). Ookinet
masuk ke lambung nyamuk membentuk ookista (11). Ookista ini akan
membentuk ribuan sprozoit yang nantinya akan pecah (12) dan sprozoit
keluar dari ookista. Sporozoit ini akan menyebar ke seluruh tubuh nyamuk,
salah satunya di kelenjar ludah nyamuk. Dengan ini siklus sporogoni telah
selesai.
Siklus skizogoni terdiri dari 2 siklus, yaitu siklus eksoeritrositik
dan siklus eritrositik. Dimulai ketika nyamuk menggigit manusia sehat.
Sporozoit akan masuk kedalam tubuh manusia melewati luka tusuk nyamuk

5
(1). Sporozoit akan mengikuti aliran darah menuju ke hati, sehingga
menginfeksi sel hati (2) dan akan matang menjadi skizon (3). Siklus ini
disebut siklus eksoeritrositik. Pada Plasmodium falciparum dan
Plasmodium malariae hanya mempunyai satu siklus eksoeritrositik,
sedangkan Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale mempunyai bentuk
hipnozoit (fase dormant) sehingga siklus eksoeritrositik dapat berulang.
Selanjutnya, skizon akan pecah (4) mengeluarkan merozoit (5) yang akan
masuk ke aliran darah sehingga menginfeksi eritrosit dan di mulailah siklus
eritrositik. Merozoit tersebut akan berubah morfologi menjadi tropozoit
belum matang lalu matang dan membentuk skizon lagi yang pecah dan
menjadi merozoit lagi (6). Diantara bentuk tropozoit tersebut ada yang
menjadi gametosit (7) dan gametosit inilah yang nantinya akan dihisap lagi
oleh nyamuk. Begitu seterusnya akan berulang-ulang terus.
Jadi, proses penularan melalui vektornya terjadi bila nyamuk yang
mengandung parasit malaria dalam kelenjar liurnya menusuk hospes,
kemudian sporozoit yang berad dalam air liurnya masuk melalui probosis
yang ditusukkan ke dalam kulit. Sporozoit pun segera masuk ke dalam
peredaran darah dan setelah jam sampai 1 jam masuk ke sel hati, menjadu
trofozoit hati dan berkembang biak.
6. Farmakodinamik dan farmakokinetik obat anti malaria
Klorokuin
- Farmakodinamik
Salah satu mekanisme kerja klorokuin yang penting adalah
penghambatan aktivitas polimerase heme plasmodia. Polimerase
heme plasmodia sendiri berperan mendetoksifikasi heme
ferriprotoporphyrin IX menjadi bentuk hemozoin yang non-toksik.
Heme ini merupakan senyawa yg sifatnya membranolitik dan
terbentuk dari pemecahan hemoglobin di vakuol makanan patasit.
Peningkatan heme di dalam parasit menimbulkan lisis membran
parasit
Klorokuin efektif terhadap parasit dalam fase eritrosit, tidak
efektif terhadap parasit di jaringan. Efektivitas sangat tinggi
terhadap P.vivax, P.malariae, P.ovale, dan strain P.falciparum yang
sensitif klorokuin.
- Farmakokinetik
Absorpsi klorokuin setelah pemberian oral terjadi lengkap
dan cepat dan makanan (kecuali yg mengandung kaolin dan antasid)
mempercepat absorpsi ini. Kadar puncak dalam plasma dicapai
setelah 3-5 jam. Klorokuin lebih banyak diikat di jaringan (hati,
limpa, ginjal, paru, dan jaringan bermelanin, tapi hanya sedikit di
otak dan medula spinalis).
Metabolisme klorokuin dalam tubuh berlangsung sangat
lambat dan metabolitnya, moonodesetilklorokuin (juga memiliki
aktivitas antimalaria), bisdesetilklorokuin, disekresi melalui urin.

6
Primetamin
- Farmakodinamik
Primetamin merupakan skizontosid darah kerja lambat yang
anti malaria, efeknya lebih kuat dari proguanil, waktu paruhnya
lebih panjang.
Mekanisme kerja primetamin adalah menghambat enzim
dihidrofolat reduktase plasmodia yang akhirnya menyebabkan
kegagalan pembelahan inti pada pertumbuhan skizon di hati dan
eritrosit. Kombinasi dengan sulfonamid memperlihatkan sinergisme
karena keduanya mengganggu sintesis purin pada tahap yang
berurutan.
- Farmakokinetik
Penyerapan primetamin di saluran cerna berlangsung lambat
tetapi lengkap. Setelah pemberian oral, kadar puncak plasma dicapai
dalam waktu 4-6 jam. Konsentrasi obat yang berefek supresi dapat
menetap di dalam darah (+- 2 minggu). Obat ini ditimbun terutama
di ginjal, paru, hati, dna limpa, kemudian disekresi lambat dengan
waktu paruh +- 4 hari. Metabolitnya diekskresi melalui urin.
Primakuin/ 8-(4-amino-1metilbutilamino)-6-metakuinolin
(turunan 8-aminokuinolin)
- Farmakodinamik
Manfaat kliniknya yang utama ialah dalam penyembuhan
radikal malaria vivax dan ovale, karena bentuk laten jaringan
plasmodia ini dapat dihancurkan oleh primakuin. Selain itu juga
memperlihatkan efek gametosidal terhadap ke-4 jenis plasmodium
terutama P.falciparum
Mekanisme antimalaria primakuin dimungkinkan dengan
berubah menjadi elektrofil yang bekerja sebagai mediator oksidasi-
reduksi, akitivtas ini membantu aktivitas antimalaria melalui
pembentukan oksigen reaktif atau mempengaruhi transportasi
elektron parasit.
- Farmakokinetik
Setelah pemberian per oral, primakuin segera diabsorpsi, dan
didistribusikan luas ke jaringan. Primakuin tidak pernah diberikan
parenteral karena dapat mencetuskan terjadinya hipotensi yang
nyata.
Metabolismenya beralngsung cepat dan hanya sebagian kecil
dari dosis yang diberikan yang dieksresi ke urin dalam bentuk asal.
Pada pemberian dosis tunggal, konsentrasi plasma mencapai
maksimum dalam 3 jam, dan waktu paruh eliminasinya 6 jam.
Metabolisme oksidatif primakuin menghasilkan 3 macam
metabolit; turunan karboksil merupakan metabolit utama pada
manusia dan merupakan metabolit yang non-toksik, sedangkan
metabolit yang lain memiliki aktivitas hemolitik yang lebih besar

7
dair primakuin. Ketiga metabolit ini juga memiliki aktivitas
antimalaria yang lebih ringan dari primakuin.

Kina dan alkaloid sinkona


- Farmakodinamik
Kina terutama berefek skizoniosid darah dan juga
gametositosid terhadap P.vivax dan P.malariae. untuk terapi supresi
dan pengobatan serangan klinik, obat ini lebih toksik dan kurang
efektif dibandingkan dengan klorokuin. Kina tidak digunakan untuk
profilaksis malaria
Mekanisme kerja antimalarianya berkaitan dengan gugus
kuinolon yang dimilikinya, dan sebagian disebabkan kina
merupakan basa lemah, sehingga akan memiliki kepekatan yang
tinggi di dalam vakuola makanan P.falciparum. diperkirakan obat
ini bekerja dalam organel ini melalui penghambatan aktivitas heme
polimerase sehingga terjadi penumpukan substrat yang bersifat
sitotoksik yaitu heme.
Kina dan alkaloid sinkona lain memiliki efek terhadap otot
rangka yakni meningkatkan respon terhadap rangsang tunggal
maksimal yang diberikan langsung/ melalui saraf, tetapi juga
menyebabkan perpanjangan masa refrakter sehingga mencegah
terjadinya tetani. Kina menurunkan kepekaan lempeng saraf
sehingga respon terhadap rangsang berulang berkurang.
- Farmakokinetik
Kina dan turunannya diserap baik terutama melalui usus
halus bagian atas, kadar puncaknya dalam plasma dicapai dalam 1-
3 jam setelah suatu dosis tunggal. Distribusinya luas, terutama ke
hati, tetapi kurang ke paru, ginjal, dan limpa; kina juga melalui
sawar uri
Sebagian besar alkaloid sinkina dimetabolisme dalam hati,
sehingga hanya +- 20% yang diekskresi yang cepar, tidak terjadi
kumulasi dalam badan. Alkaloid sinkona diekskresi terutama
melalui urin dalam bentuk metabolit hidroksi, dan sebagian kecil
melalui tinja, getah lambung, empedu, dan liur. Ekskresi lengkap
dalam 24 jam. Ekskreso dalam urin yang asam 2x lebih cepat
dibandingkan dalam urin alkali.

7. Pencegahan:
Upaya pencegahan malaria adalah dengan meningkatkan
kewaspadaan terhadap risiko malaria: mencegah gigitan nyamuk,
pengendalia vektor, dan kemoprofilaksis. Pencegahan gigitan nyamuk dapat
dilakukan dengan menggunakan kelambu berinsektisida, repelen, kawat
kasa nyamuk, dan lain-lain.
Obat yang digunakan untuk kemoprofilaksis adalah doksisiklin
dengan dossi 100 mg/hari. Obat ini diberikan 1-2 hari sebelum bepergian,

8
selama berada di daerah tersebut sampai 4 minggu, dan setelah kembali.
Tidak boleh diberikan pada ibu hamil dan anak dibawah umur 8 tahun dan
tidak boleh diberikan lebih dari 6 bulan.
Faktor resiko:
- Berada di daerah endemis malaria
- Tidak mengonsumsi obat pencegahan
- Kebiasaan keluar rumah di malam hari
- Tidak memakai perlindungan diri dari gigitan nyamuk
- Tinggal di rumah yang berdinding kayu/ papan yang tidak rapat
(berlubang)
- Keberadaan kandang ternak yang dekat dengan rumah
- Tidak adanya kasa yang terpasang di ventilasi rumah
- Kurangnya pengetahuan mengenai malaria (kurangnya penghasilan
dan tingkat pendidikan)

9
DAFTAR PUSTAKA

1. Setiati, Siti.dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna
Publishing
2. Tanto, Chris.dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media
Aesculapius
3. Sutanto, Inge.dkk. 2015. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI
4. Gunawan, S, G.dkk. 2012. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI
5. E-prints UNDIP
6. Repository USU

10

Anda mungkin juga menyukai