PENDAHULUAN
1.2. SKENARIO
ORANG BILANG WAJAHKU BULAT
Ny. Suci, 38 tahun memiliki keluhan nafan terasa lemah, berat badan
meningkat dan wajahnya jadi bulat. Ny. Suci berfikir apakah keluhan yang
di alami disebabkan karena penyakit diabetes mellitus, mengingat ada
LBM I 1
beberapa anggota kluargga Ny. Suci yang menderita diabetes mellitus juga
memiliki keluhan yang sma. Kemudian Ia dating ke poliklinik penyakit
dalam rumah sakit untuk pemeriksaan lengkap.
Dari anamnesa pasien mengaku sering meninum obat prednisone dalam
waktu ayang lama secara bebas tanpa resep dokter di took obat karena
pasien merasa gatal gatal, terlebih beberapa bulan terakhir ini. Pasien juga
sudah 3 bulan berturut turut tidak mensturuasi. Pada pemriksaan fisik
diproleh TD: 160/100. N: 80x/m, RR:20x/m, suhu tubuh : 37oC. ditemukan
pula obesitas sentral, moon face, buffalo hump, hirsutisme. Pada
pemeriksaan gula darah sewaaktu didapatkan 400 mg/dL.
Bagaimana anda menjelaskan apa yang terjadi pasien di atas?
1.3. TERMINOLOGI
1. Moon Face : Kondisi wajah membengkak secara bertahap
sehingga menjadi bulat.
2. Buffali hump : Penumpukan lemak di antara leher dan bahu.
3. Hirsutisme : Gejala munculnya rambut pada bagian tubuh
perempuan yang biasanya tidak ditumnuhi rambut seperti di bawah dagu
atau di atas bibir.
4. Obesitas sentral : Kumpulan lemak abdominal berlebihan di
daerah abdomen.
1.4. PERMASALAHAN
1. Anatomi dan Fisiologi Kelenjar adrenal?
2. Interpretasi sekenario?
3. Hubungan riwayat keluarga dengan riwayat penyakit sekarang?
4. Hubungan Obat dengan gejala pada sekenario?
5. Cara kerja obat prednisone?
6. DD
LBM I 2
BAB II
PEMBAHASAN
Kelenjar adrenal terletak di kutub atas kedua ginjal. Kelenjar suprarenal atau
kelenjar anak ginjal menempel pada ginjal. Terdiri dari dua lapis yaitu
bagian korteks dan medula.
1. Mineralokortikoid (aldosteron)
2. Glukokortikoid
3. Androgen
Mineralokortikoid (aldosteron) berfungsi mengatur keseimbangan elektrolit
dengan meningkatkan retensi natrium dan eksresi kalium. Membantu dalam
mempertahankan tekanan darah normal dan curah jantung.
LBM I 3
Gambar: Faskularisasi Klenjar Adrenal
2.2.INTERPRETASI SEKENARIO
1. Kenapa badan terasa lemah,berat badan meningkat dan dan wajahnya
menjadi bulat dan buffalo hump: Karna pemakaian prednisone secara
lama akan menjadikan kelebihan sekresi hormon kortisol dalam darah
dan akan menjadi Hiperkortisolisme yang akan mendorong penumpukan
lemak ke jaringan-jaringan tertentu khususnya pada wajah bagian atas
(menyebabkan moon face), diantara tulang belikat (buffalo hump) dan
mesenterik (obesitas sentral)
2. Apa kandungan dari obat prednisone dan apa hubungan dengan
scenario: Karna di scenario pasien mengeluh sering gatal gatal dan obat
prednison merupakan obat anti inflamasi yang termasuk golongan
kortikosteroid atau steroid. Obat ini memiliki fungsi untuk mengurangi
peradangan atau inflamasi yang terjadi pada sejumlah kodisi medis
seperti gatal gatal di kulit penyakit kulit asma, artritis, kelainan darah,
kelainan imunitas, dan kanker.
3. Apa efek samping dari obat prednisone: mengalami gangguan pada
saluran pencernaan seperti mual dan sakit perut mengalami Infeksi jamur
mengalami kebingungan mengalami kesulitan tidur mengalami
penambahan berat badan mengalami kelemahan pada otot mengalami
penipisan tulang atau osteoporosis mengalami menstruasi yang tidak
teratur megalami sindroma cushing mengalami peningkatan tekanan
dalam bola mata mengalami gangguan pada pertumbuhan
LBM I 4
4. Pemeriksaan fisik : Tekanan darah naik 160/100, Nadi normal 80x/m,
RR normal 20x/m, Suhu normal 37oC, Pada gula darah sewaktu
meningkat dimana normalnya kurang dari 126 dan di scenario di
temukan kadar gula darah 400 mg/mL.
LBM I 5
oleh trauma, ketakutan, infeksi, perdarahan atau infeksi yang melemahkan.
Glukokortikoid dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah dengan
jalan meningkatkan efek vasokontriktor rangsangan adrenergik pada
pembuluh darah.
2.6.DD
1. Cuhsing Sindrome
a. Definisi
Sindrom cushing adalah suatu keadaan yang diakibatkan oleh
efek metabolik gabungan dari peninggian kadar glukokortikoid
dalam darah yang menetap. Kadar yang tinggi ini dapat terjadi secara
LBM I 6
spontan atau karena pemberian dosis farmakologik senyawa-
Senyawa glukokortikoid.
Syndrome cushing : Gambaran klinis yang timbul akibat
peningkatan glukokortikoid plasma jangka panjang dalam dosisi
farmakologik (latrogen).
b. Etiologi
LBM I 7
belebihan oleh ACTH atau sebab patologi adrenal yang
mengakibatkan produksi kortisol abnormal.
6) Familial Cushing's Syndrome (Keluarga Sindrom Cushing)
Sebagian besar kasus Cushing sindrom tidak diwarisi. Jarang
Namun, beberapa individu memiliki penyebab khusus Sindrom
Cushing disebabkan oleh warisan tumor kecenderungan untuk
mengembangkan satu atau lebih kelenjar endokrin. Dalam
Micronodular berpigmen Primer Penyakit adrenal, anak-anak
atau orang dewasa muda mengembangkan usaha kecil
memproduksi kortisol-tumor dari kelenjar adrenal.
7) Alkoholisme.
Mengkonsumsi alkohol berlebih dapat memicu sekresi kortisol.
LBM I 8
hipofisis dimana lup umpan balik negatif mengalami kegagalan dan
hipofisis terus mensekresi ACTH dalam menghadapi kortisol
plasma yang tinggi ; efek pada metabolisme protein, karbohidrat, dan
lemak pada keduanya adalah karena pemajanan lama pada tingkat
hormon glukokortikoid yang tinggi. Hiperplasia primer kelenjar
adrenal dalam keadaan tanpa adanya tumor hipofisis jarang terjadi.
Pemberian kostikosteroid atau ACTH dapat pula menimbulkan
sindrom cushing. Penyebab lain sindrom cushing yang jarang
dijumpai adalah produksi ektopik ACTH oleh malignitas, karsinoma
bronkogenik merupakan tipe malignitas yang paling sering
ditemukan. Tanpa tergantung dari penyebabnya, mekanisme umpan
balik normal untuk mengendalikan fungsi korteks adrenal menjadi
tidak efektif dan pola sekresi diurnal kortisol yang normal akan
menghilang. Tanda dan gejala cushing sindrom terutama terjadi
sebagai akibat dari sekresi glukokortikoid dan androgen yang
berlebihan, meskipun sekresi mineralokortikoid juga dapat
terpengaruh.
d. Menifestasi klinis
LBM I 9
2. Muskuloskeletal
Otot-otot mengalami atropi dan menjadi lemah.
Matriks protein tulang menjadi rapuh dan menyebabkan
osteoporosis, sehingga dapat dengan mudah terjadi fraktur
patologis.
Muskulomiopati
Nekrosis aseptik femur
Atropi/kelemahan otot ekstremitas
Fraktur kompresi vertebral
3. System Imun
Gangguan penyembuhan luka akibat penipisan dinding
pembuluh darah dan melemahnya jaringan penyokong
vaskule menyebabkan mudah timbul luka memar.
Penurunan respon inflamasi.
Peningkatan kerentanan terhadap infeksi.
4. Metabolik/endokrin
Metabolisme karbohidrat dipengaruhi dengan merangsang
glukoneogenesis dan menganggu kerja insulin pada sel-sel
perifer, sebagai akibatnya penderita dapat mengalami
hiperglikemia.
Obesitas
Wajah bulan (moon face) dan gundukan lemak pada
punggung
hipokalemia dan alkalosis metabolic
retensi natrium
ketidak teraturan siklus haid
impotensi
perubahan metabolisme kalsium
Diabetes melitus.
5. Sistem urinary
Poliuri
LBM I 10
e. Diagnosis
1) Pemeriksaan fisik
a) Sistem Pernapasan
Inspeksi : Pernapasan cuping hidung kadang terlihat, tidak
terlihat retraksi intercouste hidung, pergerakan dada simetris
Palpasi : Vocal premilis teraba rate, tidak terdapat nyeri tekan
Perkusi : Suara sonor
Auskultasi : Terdengar bunyi nafas normal, tidak terdengar
bunyi nafas tambahan ronchi wheezing
b) Sistem Kardiovaskuler
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS 4-5 mid klavikula
Perkusi : Pekak
Auskultasi : S1 S2 Terdengar tunggal
c) Sistem Pencernaan
Mulut : Mukosa bibir kering
Tenggorokan: Tidak dapat pembesaran kelenjar tiroid
Limfe : Tidak ada pembesaran vena jugularis
Abdoment :
I : Simetris tidak ada benjolan
P : Tidak terdapat nyeri tekan
P : Suara redup
A : Tidak terdapat bising usus
d) Sistem Eliminasi
Adanya poliuri
e) Sistem Persyarafan
Composmentis (456)
f) Sistem Integument / ekstrimitas
Kulit : Adanya perubahan-perubahan warna
kulit,berminyak,jerawat
LBM I 11
g) Sistem Muskulus keletal
Tulang : Terjadi osteoporosis
Otot : Terjadi kelemahan
2) Pemeriksaan diagnostic
LBM I 12
3. Pengukuran kadar ACTH plasma.
4. Test stimulasi ACTH, pada adenoma didapati kenaikan
kadar sampai 2 3 kali, pada kasinoma tidak ada
kenaikan.
d) Tes untuk Tentukan Penyebab Sindrom Cushing
Setelah Sindrom Cushing telah didiagnosis, tes lain
digunakan untuk menemukan lokasi yang tepat dari
kelainan yang mengarah ke kortisol kelebihan produksi. Tes
pilihan tergantung, sebagian, pada preferensi dari
endokrinologi atau pusat tempat tes dilakukan.
Stimulasi CRH test. The CRH tes, tanpa pretreatment
dengan deksametason, membantu orang-orang yang
terpisah dari orang-orang adenomas hipofisis dengan
sindrom ACTH ektopik atau adrenal tumor. Sebagai
akibat dari CRH injeksi, orang-orang dengan hipofisis
adenomas biasanya mengalami peningkatan kadar
ACTH dan kortisol karena CRH bekerja langsung pada
hipofisis. Respons ini jarang terlihat pada orang dengan
sindrom ACTH ektopik dan praktis tidak pernah pada
orang dengan tumor adrenal.
Dosis tinggi tes supresi deksametason (HDDST).
HDDST adalah yang sama dengan LDDST, kecuali
menggunakan deksametason dosis tinggi. Tes ini
membantu orang-orang yang terpisah dengan kelebihan
produksi dari ACTH hipofisis adenomas akibat dari
orang-orang dengan penghasil ACTH ektopik tumor.
Deksametason dosis tinggi biasanya menekan kadar
kortisol pada orang dengan hipofisis adenomas tetapi
tidak pada mereka yang penghasil ACTH ektopik tumor.
Radiologic imaging: langsung visualisasi dari
kelenjar endokrin. Imaging tes menunjukkan ukuran
dan bentuk dari hipofisis dan kelenjar adrenal dan
LBM I 13
membantu menentukan apakah tumor hadir. Yang paling
umum adalah tes pencitraan computerized tomography
(CT) scan dan Magnetic Resonance Imaging (MRI). CT
scan menghasilkan serangkaian gambar x-ray
memberikan gambar penampang dari bagian tubuh. MRI
juga menghasilkan gambar organ dalam tapi tanpa
memaparkan pasien terhadap radiasi pengion. Prosedur
imaging digunakan untuk menemukan tumor setelah
diagnosis telah dibuat. Imaging tidak digunakan untuk
membuat diagnosis Sindrom Cushing karena tumor jinak
biasanya ditemukan di hipofisis dan kelenjar adrenal.
Tumor ini, kadang-kadang disebut incidentalomas, tidak
menghasilkan hormon dalam jumlah yang berbahaya.
Mereka tidak dihilangkan kecuali tes darah
menunjukkan bahwa mereka adalah penyebab gejala
atau mereka yang luar biasa besar. Sebaliknya, pituitary
tumor mungkin tidak dapat dideteksi oleh pencitraan di
hampir separuh dari orang-orang yang pada akhirnya
memerlukan operasi hipofisis Sindrom Cushing.
Sampling sinus Petrosal. Tes ini tidak selalu
diperlukan, tetapi dalam banyak kasus, ini adalah cara
terbaik untuk membedakan pituitari dari ektopik
penyebab Sindrom Cushing. Sampel darah diambil dari
sinus-petrosal vena yang menguras hipofisis-dengan
memasukkan selang kecil melalui pembuluh darah di
paha atau pangkal paha atas wilayah. Bius lokal dan
diberikan obat penenang ringan, dan sinar x yang
diambil untuk memastikan posisi yang benar dari
tabung. Sering CRH, hormon yang menyebabkan
hipofisis untuk melepaskan ACTH, diberikan selama tes
ini untuk meningkatkan akurasi diagnostik. Kadar
ACTH dalam sinus petrosal diukur dan dibandingkan
LBM I 14
dengan kadar ACTH dalam vena lengan. Tingkat yang
lebih tinggi dari ACTH dalam sinus daripada di vena
lengan bawah menunjukkan adenoma hipofisis. Tingkat
serupa ACTH dalam sinus dan petrosal menyarankan
lengan bawah sindrom ACTH ektopik.
e) CT scan
Untuk menunjukkan pembesaran adrenal pada kasus sindrom
cushing.
CT scan resolusi tinggi pada kelenjar hipofisis dapat
menunjukkan daerah-daerah penurunan atau penigkatan
densitas yang kosisten dengan mikrodema pada sekitar 30%
dari penderita-penderita ini.
f) Pemeriksaan kelenjar adrenal
CT scan kelenjar adrenal biasanya menujukkan pembesaran
adrenal pada kasus sindrom cushing tergantung ACTH dan
massa adrenal pada pasien dengan adenoma atai karsinoma
adrenal.
g) Pemeriksaan elektro kardiografi
Untuk menentukan adanya hipertensi
f. Tatalaksana
LBM I 15
fisiologik atau dengan kimia yang mampu mrnghambat atau
merusal sel-sel korteks adrenal yang mensekresi kortisol.
d. Ada 3 jenis obat yang sekarang tersedia yang digunakan untuk
menekan sekresi kortisol karsinoma. Terdiri dari metyrapone,
amino gluthemide dan o, p-DDD. Bisa digunakan untuk
mengendalikan syndrome Chusing (dan untuk mengurangi
resiko operasi) sebelum pengobatan radikal atau sebagai
alternative jika tindakan bedah merupakan kontraindikasi.
e. Jika sindrom Cushing merupakan akibat dari pemberian
kortikosteroid eksternal (eksogen), pemberian obat tersebut
harus diupayakan untuk di kurangi atau dihentikan secara
bertahap hingga tercapai dosis minimal yang adekuat untuk
mengobati proses penyakit yang ada di baliknya. Biasanya terapi
yang dilakukan setiap dua hari sekali aan menurunkan gejala
sindrom Cushing dan memungkinkan pemulihan daya
responsive kelenjar adrenal terhadap ACTH.
f. Terapi obat: metirapon (menghambat sisntesis kortisol) atau
ketokonazol (menghambat sitokrom P450) menurunkan kadar
kortisol untuk jangka pendek sebelum pembedahan atau jangka
panjang apabila pembedahan tidak mungkin dilakukan.
g. Adenoma hipofisis: adenomektomi trans-sfenoidalis
menyebabkan relaps pada > 70% kasus radioterapi dapat
digunakan untuk kasus relaps yang tidak dapat disembuhkan.
Adrenalektomi bilateral menyebabkan pembesaran tumor
hipofisis dengan cepat dan hiperpigmentasi sebagai akibat
sekresi ACTH yang berlebihan (sindrom Nelson), kecuali
apabila diberikan juga radioterapi pada hipofisis.
h. Adenoma adrenal: dapat disembuhakan dengan adrenalektomi.
i. Karsinoma adrenal: tidak dapat disembuhkan dengan
pembedahan. Terapi obat dengan miotan, sebuah obat
adrenolitik, dapat membantu.
LBM I 16
j. Sekresi ektopik: pengankatan tumor dengan embedahan bila
memungkinkan,jika tidak, berikan terapi medis atau lakukan
adrenalektomi.
2. Cuhsing Deases
a. Definisi
Penyakit Cushing adalah kondisi yang serius dari kelebihan
hormon steroid kortisol di tingkat darah yang disebabkan oleh tumor
pituitari yang mensekresikan hormon adrenokortikotropik (ACTH).
ACTH adalah hormon yang diproduksi oleh kelenjar pituitari
normal. ACTH menstimulasi kelenjar adrenal (terletak di atas ginjal)
untuk menghasilkan kortisol, yang biasa disebut hormon stres.
b. Epidemologi
Penyakit Cushing ini jarang terjadi, biasanya mempengaruhi 10-
15 orang per juta setiap tahun, umumnya pada orang dewasa berusia
antara 20-50 tahun. Wanita memiliki lebih dari 70 persen kasus.
Sebagian besar pasien dengan penyakit Cushing memiliki tumor
kecil (microenioma pituitary). Namun, sulit untuk mendiagnosis
penyakit Cushing, dan diagnosisnya sering tertunda. Seorang ahli
endokrin harus selalu mengawasi evaluasi penyakit Cushing.
c. Menifestasi klinis
LBM I 17
o Mudah memar pada kulit
3. Diabetes Millitus
a. Definisi
Diabetes Melitus ( DM ) adalah penyakit metabolik yang
kebanyakan herediter, dengan tanda tanda hiperglikemia dan
glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik akut
ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di
dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme
LBM I 18
karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme
lemak dan protein.
b. Etiologi
1. Diabetes mellitus tipe I
a. Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I sendiri, tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik
kearah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini
ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA
(human leukocyte antigen). Tipe dari gen HLA yang berkaitan
dengan diabetes tipe I (DW 3 dan DW 4) adalah yang memberi
kode kepada protein-protein yang berperan penting dalam
interaksi monosit-limfosit.
b. Faktor-faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya respons otoimun.
Respon ini merupakan respon abnormal dimana antibodi
terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi
terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah
sebagai jaringan asing. Otoantibodi terhadap sel-sel pulau
Langerhans dan insulin endogen
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel beta. Virus
atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang
menimbulkan destruksi sel beta pankreas.
LBM I 19
b. Usia
Resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65
tahun
c. Obesitas
Pada pasien obesitas berkaitan dengan resistensi insulin
sehingga dapat menimbulkan adanya kegagalan toleransi
glukosa yang menyebabkan diabetes mellitus tipe 2.
c. Patofisiolog
1) Diabetes Mellitus Tipe I: Pada diabetes tipe I terdapat
ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta
pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia
puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh
hati. Di samping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak
dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah
dan menimbulkan hiperglikemia post prandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak
dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar,
akibatnya, glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria).
Ketika glukosa yang berlebihan diekskresikan ke urin, ekskresi
ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang
berlebihan pula. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik.
Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien
akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa
haus (polidipsia). Defisiensi insulin juga mengganggu
metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan
berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan
(polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori, gejalalainnya
mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal
insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang
disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari
asam-asam amino serta substansi lain, namun pada penderita
LBM I 20
defisiensi insulin, proses ini akan terjadi. Disamping itu, akan
terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan
produksi badan keton yang merupakan produk samping
pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang dapat
mengganggu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya
berlebihan. Ketoasidosis diabetik dapat menyebabkan tanda dan
gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi,
napas berbau aseton, dan bila tidak ditangani akan menimbulkan
perubahan kesadaran, koma, bahkan kematian. Pemberian
insulin bersama dengan cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan
akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik dan
mengatasi gejala hiperglikemia serta ketoasidosis
2) Diabetes tipe II: Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama
yaitu yang berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin
dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat
dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat
terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu
rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel.
Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan
reaksi intra sel ini. Dengan demikian insuliin menjadi tidak
efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya
glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin
yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu,
keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan, dan
kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau
sedikit meningkat. Namun jika sel-sel beta tidak mampu
mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar
glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun
terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan cirri khas
diabetes tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah
yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi
LBM I 21
badan keton. Karena itu, ketoasidosis diabetic tidak terjadi pada
diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak
terkontrol dapat menimbulkan masalah akut yang disebut
sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik (HHNK).
d. Menifestasi klinis
1) DM tergantung insulin / DM Tipe I : Memperlihatkan gejala yang
eksplosif dengan polidipsi, poliuri, polifagia, turunnya BB,
lemah, mengantuk yang terjadi selama sakit atau beberapa
minggu, penderita menjadi sakit berat dan timbul ketosidosis dan
dapat meninggal kalau tidak mendapatkan pengobatan dengan
segera. Biasanya diperlukan terapi insulin untuk mengontrol
metabolisme dan umumnya penderita peka terhadap insulin.
2) DM tidak tergantung insulin / DM Tipe II: Penderita mungkin
sama sekali tidak memperlihatkan gejala apapun. Pada
hiperglikemia yang lebih berat, mungkin memperlihatkan
polidipsi, poliuri, lemah, dan somnolen, serta biasanya tidak
mengalami ketoasidosis. Jika hiperglikemia berat dan tidak
respon terhadap terapi diet mungkin diperlukan terapi insulin
untuk menormalkan kadar glukosanya. Kadar insulin sendiri
mungkin berkurang normal atau mungkin meninggi tetapi tidak
memadai untuk mem-pertahankan kadar glukosa darah normal.
Penderita juga resisten terhadap insulin eksogen.
LBM I 22
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Dapat disimpulkan dari hasil SGD klompok kami, bahwa pasien pada scenario
kemungkinan mengalami cushing syndrome, sesuai dengan gejala yang di
keluhkan oleh pasian dan hasil dari pemeriksaan fisik yang sudah dilakukan
yaitu: obesitas sentral, moon face, buffalo hump, hirsutisme. Pada pemeriksaan
gula darah sewaaktu didapatkan 400 mg/dL.
LBM I 23
DAFTAR PUSTAKA
Price dan Wilson, editor dr. Huriawati Hartano, dkk. 2006. Patofisiologi Konsep
Klinis dan Proses-proses Penyakit Edisi 6. EGC: Jakarta
Noer Sjaifullah H. M, (1999), Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, FKUI, Jakarta.
LBM I 24