Anda di halaman 1dari 24

PEMICU

Ibu JS, wanita umur 45 tahun, datang ke praktek dokter dengan keluhan utama sering
buang air kecil dan sering terbangun malam hari untuk buang air kecil. Hal ini dialami oleh
os sudah 3 bulan disertai berat badan menurun 8 kg, walaupun makan lebih banyak dari
biasanya, disertai badan lemah dan mudah lelah.

More info

BB = 76 kg, TB 158 cm
Dari pemeriksaan darah diperoleh Gula darah sewaktu 210 mg/dl.
Dari profil lipid : LDL 158 mg/dl, trigliserida 292 mg/dl, HDL 45 mg/dl
Urine rutin : reduksi (+)

Bagaimana pendapat anda sekarang mengenai penyakit yang diderita ibu JS ?

UNFAMILIAR TERMS

Nilai normal LDL

: < 150 (mg/dl)

MASALAH
1. Sering BAK dan terbangun malam hari hanya untuk BAK yang dialami selama 3
bulan.
2. BB
8 kg,walaupun makan lebih banyak dari biasanya
3. Badan lemah dan mudah lelah
4. Gula darah meningkat
5. Trigilserida meningkat

ANALISA MASALAH
Makan banyak

+pemecahan cadangan makan

BB

Glukosa

Di filtrasi di glomerulus
Glukosa
ginjal melebihi ambang
Tidak
ginjal
bisa di absorbsi seluruhnya

Retensi air pada lumen


Glukosa
akbiat yang
tekanan
masih
osmotik
tertinggal di lumen tubulus gin
poliuria

Diabetes Militus tipe 2


BLOK 13.SEMESTER 5

Tutorial kelompok 1

HIPOTESIS
Diabetes melitus tipe 2

LEARNING ISSUE
1. ANATOMI DAN HISTOLOGI PANKREAS
2. FISIOLOGI
INSULIN
HORMON-HORMON
METABOLISME
3. DD PEMICU
4. DIABETES MELITUS
DEFINISI
KLASIFIKASI
ETIOLOGI
5. DIABETES MELITUS TIPE 2
DEFINISI
EPIDEMIOLOGI
ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISI
FAKTOR RESIKO
SIGN AND SYMTOM
PATOFISIOLOGI
PENEGAKAN DIAGNOSA
PENATALAKSAAN
KOMPLIKASI
PROGNOSIS

YANG

MENGATUR

1.ANATOMI DAN HISTOLOGI PANKREAS


Diabetes Militus tipe 2
BLOK 13.SEMESTER 5

Tutorial kelompok 1

A. Anatomi Pankreas
Pankreas merupakan suatu organ berupa kelenjar dengan panjang dan tebal sekitar 12,5
cm dan tebal + 2,5 cm (pada manusia). Pankreas terbentang dari atas sampai ke lengkungan
besar dari perut dan biasanya dihubungkan oleh dua saluran ke duodenum (usus 12 jari),
terletak pada dinding posterior abdomen di belakang peritoneum sehingga termasuk organ
retroperitonial kecuali bagian kecil caudanya yang terletak dalam ligamentum lienorenalis.
Strukturnya lunak dan berlobulus.
Fungsi pankreas merupakan sturktur berlobulus yang memliki fungsi eksokrin dan
endokrin. Kelenjar eksokrin mengeluarkan cairan pankreas menuju duktus pankreatikus, dan
akhirnya ke duodennum. Sekresi ini penting untuk pencernaan dan absorpsi protein, lemak,
dan karbohidrat. Endokrin pankreas bertanggung jawab untuk produksi serta sekeresi
glukagon dan insulin, yang terjadi dalam sel-sel khusus di pulau Langerhans.
1. Bagian Pankreas
Pankreas dapat dibagi ke dalam:
a. Caput Pancreatis(KEPALA), berbentuk seperti cakram dan terletak di dalam bagian
cekung duodenum. Sebagian caput meluas di kiri di belakang arteri dan vena
mesenterica superior serta dinamakan Processus Uncinatus.
b. Collum Pancreatis(LEHER) merupakan bagian pancreas yang mengecil dan
menghubungkan caput dan corpus pancreatis. Collum pancreatis terletak di depan
pangkal vena portae hepatis dan tempat dipercabangkannya arteria mesenterica
superior dari aorta.
c. Corpus Pancreatis(BADAN) berjalan ke atas dan kiri, menyilang garis tengah. Pada
potongan melintang sedikit berbentuk segitiga.
d. Cauda Pancreatis(EKOR) berjalan ke depan menuju ligamentum lienorenalis dan
mengadakan hubungan dengan hilum lienale.

2. Vaskularisasi
Arteri
Diabetes Militus tipe 2
BLOK 13.SEMESTER 5

Tutorial kelompok 1

A.pancreaticoduodenalis superior (cabang A.gastroduodenalis )


A.pancreaticoduodenalis inferior (cabang A.mesenterica cranialis)
A.pancreatica magna dan A.pancretica caudalis dan inferior cabang A.lienalis

Vena
Venae yang sesuai dengan arteriaenya mengalirkan darah ke sistem porta.

3. Aliran Limfatik
Kelenjar limfe terletak di sepanjang arteria yang mendarahi kelenjar. Pembuluh eferen
akhirnya mengalirkan cairan limfe ke nodi limfe coeliaci dan mesenterica superiores.

4. Ductus Pancreaticus
a. Ductus Pancreaticus Mayor (Wirsungi)
Mulai dari cauda dan berjalan di sepanjang kelenjar menuju ke caput, menerima banyak
cabang pada perjalanannya. Ductus ini bermuara ke pars desendens duodenum di
sekitar pertengahannya bergabung dengan ductus choledochus membentuk papilla
duodeni mayor Vateri. Kadang-kadang muara ductus pancreaticus di duodenum
terpisah dari ductus choledochus.
b. Ductus Pancreaticus Minor (Santorini)
Mengalirkan getah pancreas dari bagian atas caput pancreas dan kemudian bermuara ke
duodenum sedikit di atas muara ductus pancreaticus pada papilla duodeni minor.
c. Ductus Choleochus et Ductus Pancreaticus
Ductus choledochus bersama dengan ductus pancreaticus bermuara ke dalam suatu
rongga, yaitu ampulla hepatopancreatica (pada kuda). Ampulla ini terdapat di dalam
Diabetes Militus tipe 2
BLOK 13.SEMESTER 5

Tutorial kelompok 1

suatu tonjolan tunica mukosa duodenum, yaitu papilla duodeni major. Pada ujung
papilla itu terdapat muara ampulla.

b. Histologi Pankreas
Pankreas berperan sebagai kelenjar eksokrin dan endokrin. Kedua fungsi tersebut
dilakukan oleh sel-sel yang berbeda.
Diabetes Militus tipe 2
BLOK 13.SEMESTER 5

Tutorial kelompok 1

1) Bagian Endokrin
Bagian endokrin pankreas, yaitu Pulau Langerhans, tersebar di seluruh pankreas dan
tampak sebagai massa bundar, tidak teratur, terdiri atas sel pucat dengan banyak pembuluh
darah yang berukuran 76175 mm dan berdiameter 20 sampai 300 mikron tersebar di seluruh
pankreas, walaupun lebih banyak ditemukan di ekor daripada kepala dan badan pankreas.
Pulau ini dipisahkan oleh jaringan retikular tipis dari jaringan eksokrin di sekitarnya dengan
sedikit serat-serat retikulin di dalam pulau. Sel-sel ini membentuk sekitar 1% dari total
jaringan pankreas.
Pada manusia, pulau Langerhans terdapat sekitar 1-2 juta pulau. Masing-masing memiliki
pasokan darah yang besar. Darah dari pulau Langerhans mengalir ke vena hepatika. Sel-sel
dalam pulau dapat dibagi menjadi beberapa jenis bergantung pada sifat pewarnaan dan
morfologinya.

Dengan pewarnaan khusus, ssel-sel pulau Langerhans terdiri dari empat macam:
1. Sel Alfa, sebagai penghasil hormon glukagon. Terletak di tepi pulau, mengandung
gelembung sekretoris dengan ukuran 250nm, dan batas inti kadang tidak teratur.
2. Sel Beta, sebagai penghasil hormon insulin. Sel ini merupakan sel terbanyak dan
membentuk 60-70% sel dalam pulau. Sel beta terletak di bagian lebih dalam atau
Diabetes Militus tipe 2
BLOK 13.SEMESTER 5

Tutorial kelompok 1

lebih di pusat pulau, mengandung kristaloid romboid atau poligonal di tengah, dan
mitokondria kecil bundar dan banyak.
3. Sel Delta, mensekresikan hormon somatostatin. Terletak di bagian mana saja dari
pulau, umumnya berdekatan dengan sel A, dan mengandung gelembung sekretoris
ukuran 300-350 nm dengan granula homogen.
4. Sel F, mensekresikan polipeptida pankreas. Pulau yang kaya akan sel F berasal dari
tonjolan pankreas ventral.

2.FISIOLOGI INSULIN
Proses Pembentukan dan Sekresi Insulin
Diabetes Militus tipe 2
BLOK 13.SEMESTER 5

Tutorial kelompok 1

Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino, dihasilkan oleh sel
beta kelenjar pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan pada sel beta, insulin
disintesis dan kemudian disekresikan kedalam darah sesuai kebutuhan tubuh untuk
keperluan regulasi glukosa darah. Secara fisiologis, regulasi glukosa darah yang baik diatur
bersama dengan hormone glukagon yang disekresikan oleh sel alfa kelenjar pankreas.
Sintesis insulin dimulai dalam bentuk preproinsulin (precursor hormon insulin) pada
retikulum endoplasma sel beta. Dengan bantuan enzim peptidase, preproinsulin mengalami
pemecahan sehingga terbentuk proinsulin, yang kemudian dihimpun dalam gelembunggelembung (secretory vesicles) dalam sel tersebut. Di sini, sekali lagi dengan bantuan enzim
peptidase, proinsulin diurai menjadi insulin dan peptida-C (C-peptide) yang keduanya sudah
siap untuk disekresikan secara bersamaan melalui membran sel.
Mekanisme diatas diperlukan bagi berlangsungnya proses metabolisme secara normal,
karena fungsi insulin memang sangat dibutuhkan dalam proses utilisasi glukosa yang ada
dalam darah. Kadar glukosa darah yang meningkat, merupakan komponen utama yang
memberi rangsangan terhadap sel beta dalam memproduksi insulin. Disamping glukosa,
beberapa jenis asam amino dan obat-obatan, dapat pula memiliki efek yang sama dalam
rangsangan terhadap sel beta. Mengenai bagaimana mekanisme sesungguhnya dari
sintesis dan sekresi insulin setelah adanya rangsangan tersebut, merupakan hal yang cukup
rumit dan belum sepenuhnya dapat dipahami secara jelas.
Diketahui ada beberapa tahapan dalam proses sekresi insulin, setelah adanya
rangsangan oleh molekul glukosa. Tahap pertama adalah proses glukosa melewati
membrane sel. Untuk dapat melewati membran sel beta dibutuhkan bantuan senyawa lain.
Glucose transporter (GLUT) adalah senyawa asam amino yang terdapat di dalam berbagai
sel yang berperan dalam proses metabolisme glukosa. Fungsinya sebagai kendaraan
pengangkut glukosa masuk dari luar kedalam sel jaringan tubuh. Glucose transporter 2
(GLUT 2) yang terdapat dalam sel beta misalnya, diperlukan dalam proses masuknya
glukosa dari dalam darah, melewati membran, ke dalam sel. Proses ini penting bagi tahapan
selanjutnya yakni molekul glukosa akan mengalami proses glikolisis dan fosforilasi didalam
sel dan kemudian membebaskan molekul ATP. Molekul ATP yang terbentuk, dibutuhkan
untuk tahap selanjutnya yakni proses mengaktifkan penutupan K channel pada membran
sel. Penutupan ini berakibat terhambatnya pengeluaran ion K dari dalam sel yang
menyebabkan terjadinya tahap depolarisasi membran sel, yang diikuti kemudian oleh tahap
pembukaan Ca channel. Keadaan inilah yang memungkinkan masuknya ion Ca sehingga
menyebabkan peningkatan kadar ion Ca intrasel. Suasana ini dibutuhkan bagi proses
sekresi insulin.
Seperti disinggung di atas, terjadinya aktivasi penutupan K channel tidak hanya
disebabkan oleh rangsangan ATP hasil proses fosforilasi glukosa intrasel, tapi juga dapat
oleh pengaruh beberapa faktor lain termasuk obat-obatan. Namun senyawa obat-obatan
tersebut, misalnya obat anti diabetes sulfonil urea, bekerja pada reseptor tersendiri, tidak
pada reseptor yang sama dengan glukosa, yang disebut sulphonylurea receptor (SUR)
pada membran sel beta.

Diabetes Militus tipe 2


BLOK 13.SEMESTER 5

Tutorial kelompok 1

Dinamika Sekresi Insulin


Dalam keadaan fisiologis, insulin disekresikan sesuai dengan kebutuhan tubuh normal
oleh sel beta dalam dua fase, sehingga sekresinya berbentuk biphasic. Seperti
dikemukakan, sekresi insulin normal yang biphasic ini akan terjadi setelah adanya
rangsangan seperti glukosa yang berasal dari makanan atau minuman. Insulin yang
dihasilkan ini, berfungsi mengatur regulasi glukosa darah agar selalu dalam batas-batas
fisiologis, baik saat puasa maupun setelah mendapat beban. Dengan demikian, kedua fase
sekresi insulin yang berlangsung secara sinkron tersebut, menjaga kadar glukosa darah
selalu dalam batas-batas normal, sebagai cerminan metabolisme glukosa yang fisiologis.
Sekresi fase 1 (acute insulin secretion responce = AIR) adalah sekresi insulin yang
terjadi segera setelah ada rangsangan terhadap sel beta, muncul cepat dan berakhir juga
cepat. Sekresi fase 1 (AIR) biasanya mempunyai puncak yang relatif tinggi, karena hal itu
memang diperlukan untuk mengantisipasi kadar glukosa darah yang biasanya meningkat
tajam, segera setelah makan. Kinerja AIR yang cepat dan adekuat ini sangat penting bagi
regulasi glukosa yang normal karena pasa gilirannya berkontribusi besar dalam
pengendalian kadar glukosa darah postprandial. Dengan demikian, kehadiran AIR yang
normal diperlukan untuk mempertahankan berlangsungnya proses metabolisme glukosa
secara fisiologis. AIR yang berlangsung normal, bermanfaat dalam mencegah terjadinya
hiperglikemia akut setelah makan atau lonjakan glukosa darah postprandial (postprandial
spike) dengan segala akibat yang ditimbulkannya termasuk hiperinsulinemia kompensatif.
Selanjutnya, setelah sekresi fase 1 berakhir, muncul sekresi fase 2 (sustained phase,
latent phase), dimana sekresi insulin kembali meningkat secara perlahan dan bertahan
dalam waktu relatif lebih lama. Setelah berakhirnya fase 1, tugas pengaturan glukosa darah
selanjutnya diambil alih oleh sekresi fase 2. Sekresi insulin fase 2 yang berlangsung relatif
lebih lama, seberapa tinggi puncaknya (secara kuantitatif) akan ditentukan oleh seberapa
besar kadar glukosa darah di akhir fase 1, disamping faktor resistensi insulin. Jadi, terjadi
semacam mekanisme penyesuaian dari sekresi fase 2 terhadap kinerja fase 1 sebelumnya.
Apabila sekresi fase 1 tidak adekuat, terjadi mekanisme kompensasi dalam bentuk
Diabetes Militus tipe 2
BLOK 13.SEMESTER 5

Tutorial kelompok 1

peningkatan sekresi insulin pada fase 2. Peningkatan produksi insulin tersebut pada
hakikatnya dimaksudkan memenuhi kebutuhan tubuh agar kadar glukosa darah
(postprandial) tetap dalam batas batas normal. Dalam prospektif perjalanan penyakit, fase 2
sekresi insulin akan banyak dipengaruhi oleh fase 1. Pada gambar dibawah ini ( Gb. 2 )
diperlihatkan dinamika sekresi insulin pada keadaan normal, Toleransi Glukosa Terganggu
( Impaired Glucose Tolerance = IGT ), dan Diabetes Mellitus Tipe 2.
Biasanya, dengan kinerja fase 1 yang normal, disertai pula oleh aksi insulin yang juga
normal di jaringan ( tanpa resistensi insulin ), sekresi fase 2 juga akan berlangsung normal.
Dengan demikian tidak dibutuhkan tambahan ( ekstra ) sintesis maupun sekresi insulin pada
fase 2 diatas normal untuk dapat mempertahankan keadaan normoglikemia. Ini adalah
keadaan fisiologis yang memang ideal karena tanpa peninggian kadar glukosa darah yang
dapat memberikan dampak glucotoxicity, juga tanpa hiperinsulinemia dengan berbagai
dampak negatifnya.

051015202530(minute)

Gb.2 Dinamika sekresi Insulin setelah beban glukosa intravena pada

Aksi Insulin
Insulin mempunyai fungsi penting pada berbagai proses metabolisme dalam tubuh
terutama metabolisme karbohidrat. Hormon ini sangat krusial perannya dalam proses
utilisasi glukosa oleh hampir seluruh jaringan tubuh, terutama pada otot, lemak, dan hepar.
Pada jaringan perifer seperti jaringan otot dan lemak, insulin berikatan dengan sejenis
reseptor (insulin receptor substrate = IRS) yang terdapat pada membran sel tersebut. Ikatan
antara insulin dan reseptor akan menghasilkan semacam sinyal yang berguna bagi proses
regulasi atau metabolisme glukosa didalam sel otot dan lemak, meskipun mekanisme kerja
yang sesungguhnya belum begitu jelas. Setelah berikatan, transduksi sinyal berperan dalam
meningkatkan kuantitas GLUT-4 (glucose transporter-4) dan selanjutnya juga pada
mendorong penempatannya pada membran sel. Proses sintesis dan translokasi GLUT-4
inilah yang bekerja memasukkan glukosa dari ekstra ke intrasel untuk selanjutnya
mengalami metabolism (Gb. 3). Untuk mendapatkan proses metabolisme glukosa normal,
Diabetes Militus tipe 2
BLOK 13.SEMESTER 5

10

Tutorial kelompok 1

selain diperlukan mekanisme serta dinamika sekresi yang normal, dibutuhkan pula aksi
insulin yang berlangsung normal. Rendahnya sensitivitas atau tingginya resistensi jaringan
tubuh terhadap insulin merupakan salah satu faktor etiologi terjadinya diabetes, khususnya
diabetes tipe 2.
Baik atau buruknya regulasi glukosa darah tidak hanya berkaitan dengan metabolisme
glukosa di jaringan perifer, tapi juga di jaringan hepar dimana GLUT-2 berfungsi sebagai
kendaraan pengangkut glukosa melewati membrana sel kedalam sel. Dalam hal inilah
jaringan hepar ikut berperan dalam mengatur homeostasis glukosa tubuh. Peninggian kadar
glukosa darah puasa, lebih ditentukan oleh peningkatan produksi glukosa secara endogen
yang berasal dari proses glukoneogenesis dan glikogenolisis di jaringan hepar. Kedua
proses ini berlangsung secara normal pada orang sehat karena dikontrol oleh hormon
insulin. Manakala jaringan ( hepar ) resisten terhadap insulin, maka efek inhibisi hormon
tersebut terhadap mekanisme produksi glukosa endogen secara berlebihan menjadi tidak
lagi optimal. Semakin tinggi tingkat resistensi insulin, semakin rendah kemampuan
inhibisinya terhadap proses glikogenolisis dan glukoneogenesis, dan semakin tinggi tingkat
produksi glukosa dari hepar.

Gambar. 3. Mekanisme normal dari aksi insulin dalam transport glukosa di jaringan
perifer ( Girard, 1995 )
Keterangan:
1. binding ke reseptor
2. translokasi GLUT 4 ke membran sel,
3. transportasi glukosa meningkat
4.disosiasi insulin dari resepto
5. GLUT 4 kembali menjauhi membran
6. kembali kesuasana semula.

Diabetes Militus tipe 2


BLOK 13.SEMESTER 5

11

Tutorial kelompok 1

3. DD PEMICU

Diabetes Militus
Polidipsia
Poliuria
Polifogia
Penrunan berat badan
Polineuropati
Luka yang susah sembuh

Diabetes Insipidus
Poliuria
Polidipsi
Frekuensi BAK meningkat
Volume urine meningkat
Kekentalaan urin = lebih ecer
Dehidrasi lebih cepat

ISK

Sering BAK,tetapi sedikit volumenya


Air seni pekat/kental
Demam
Nyeri pinggang

Perbedaan DM Tipe 1 dengan DM Tipe 2


BERAT BADAN
ETIOLOGI
GENETIK
RIWAYAT KELUARGA

DM TIPE 1

DM TIPE 2

<40 Tahun
Normal/kurus
Autoimun,idiopatik
40% kembar identik
Terkaitan HLA
Sering ketosidosis

>40 Tahun
obesitas
Resistensi insulin
60-80% kembar identik
Tidak ada HLA
jarang

4.DIABETES MELITUS
Diabetes Militus tipe 2
BLOK 13.SEMESTER 5

12

Tutorial kelompok 1

A.DEFINISI
Suatu penyakit dimana kadar glukosa didalam darah tinggi karena tubuh tidak dapat
melepaskan
insulin
cukup
(Soegondo,2005)
Sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam
darah/hiperglikemia
(Burnner dan Suddarth,2002)
Suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi
karena
kelainan
sekresi
insulin,kerja
insulin/kedu-duanya
(American Diabetes Association ADA,2004

B.KLASIFIKASI BERDASARKAN ETIOLOGI


Klasifikasi
diabetes
melitus
mengalami
perkembangan
dan
perubahaNdari waktu ke waktu. Dahulu diabetes diklasifikasikan berdasarkan
waktu munculnya (time of onset). Diabetes yang muncul sejak masa kanakkanakdisebut juvenile diabetes, sedangkan yang baru muncul setelah
seseorangberumur di atas 45 tahun disebut sebagai adult diabetes. Namun
klasifikasi ini sudah tidak layak dipertahankan lagi, sebab banyak sekali
kasus-kasus diabetes yang muncul pada usia 20-39 tahun, yang
menimbulkan kebingungan untuk mengklasifikasikannya.
Pada tahun 1968, ADA (American Diabetes Association) mengajukan
rekomendasi mengenai standarisasi uji toleransi glukosa dan mengajukan
istilah-istilah Pre-diabetes, Suspected Diabetes, Chemical atau Latent
Diabetes dan Overt Diabetes untuk pengklasifikasiannya. British Diabetes
Association (BDA) mengajukan istilah yang berbeda, yaitu Potential Diabetes,
LatentDiabetes, Asymptomatic atau Sub-clinical Diabetes, dan Clinical
Diabetes. WHO pun telah beberapa kali mengajukan klasifikasi diabetes
melitus.
Pada tahun 1965 WHO mengajukan beberapa istilah dalam
pengklasifikasian diabetes, antara lain Childhood Diabetics, Young Diabetics,
Adult Diabetics dan Elderly Diabetics. Pada tahun 1980 WHO mengemukakan
klasifikasi baru diabetes melitus memperkuat rekomendasi National Diabetes
Data Group pada tahun 1979 yang mengajukan 2 tipe utama diabetes
melitus, yaitu "Insulin- Dependent Diabetes Mellitus" (IDDM) disebut juga
Diabetes Melitus Tipe 1 dan "Non-Insulin-Dependent Diabetes Mellitus"
(NIDDM) yang disebut juga Diabetes Melitus Tipe 2. Pada tahun 1985 WHO
mengajukan revisi klasifikasi dan tidak lagi menggunakan terminologi DM
Tipe 1 dan 2, namun tetap mempertahankan istilah "Insulin-Dependent
Diabetes Mellitus" (IDDM) dan "Non-Insulin-Dependent Diabetes Mellitus"
(NIDDM), walaupun ternyata dalam publikasi-publikasi WHO selanjutnya
istilah DM Tipe 1 dan 2 tetap muncul.
Diabetes Militus tipe 2
BLOK 13.SEMESTER 5

13

Tutorial kelompok 1

Disamping dua tipe utama diabetes melitus tersebut, pada klasifikasi


tahun 1980 dan 1985 ini WHO juga menyebutkan 3 kelompok diabetes lain
yaitu Diabetes Tipe Lain, Toleransi Glukosa Terganggu atau Impaired Glucose
Tolerance (IGT) dan Diabetes Melitus Gestasional atau Gestational Diabetes
Melitus
(GDM).
Pada
revisi
klasifikasi
tahun
1985
WHO
juga
mengintroduksikan satu tipe diabetes yang disebut Diabetes Melitus terkait
Malnutrisi atau Malnutrition-related Diabetes Mellitus (MRDM. Klasifkasi
ini akhirnya juga dianggap kurang tepat dan membingungkan sebab banyak
kasus NIDDM (Non-Insulin-Dependent Diabetes Mellitus) yang ternyata juga
memerlukan terapi insulin. Saat ini terdapat kecenderungan untuk melakukan
pengklasifikasian lebih berdasarkan etiologi penyakitnya.

Diabetes Militus tipe 2


BLOK 13.SEMESTER 5

14

Tutorial kelompok 1

5.DIABETES MELITUS TIPE 2


A.Definisi
DM tipe 2 disebut juga sebagai Non Insulin Dependen Diabetes Melitus (NIDDM),
disebabkan oleh karena resisitensi insulin.

B.Epidemiologi
Menurut penelitian epidemiologi yang sampai saat ini dilaksanakan di Indonesia,
kekerapan diabetes di Indonesia berkisar antara 1,4 dengan 1,6 %, kecuali di dua tempat yaitu
di pekajangan, suatu desa dekat semarang, 2,3% dan di Manado 6%.Di pekajangan prevalensi
ini agak tinggi disebabkan di daerah itu banyak perkawinan antara kerabat. Sedangkan di
Manado, Waspadji menyimpulkan mungkin angka itu tinggi karena pada studi itu
populasinya terdiri dari orang-orang yang dating dengan sukarela, jadi agak lebih selektif.
Tetapi kalau dilihat dari segi geografi dan budayanya yang dekat dengan Filipina, ada
kemungkinan bahwa prevalensi diabetes di Filipina juga tinggi yaitu sekitar 8,4% sampai
12% di daerah urban dan 3,85% sampai 9,7% di daerah rural.Suatu penelitian yang dilakukan
di Jakarta tahun 1993, kekerapan DM di daerah urban yaitu di kelurahan kayu putih
dilakukan adalah 5,69%, sedangkan di daerah rural yang dilakukan oleh Augusta Arifin di
suatu daerah di Jawa Barat tahun 1995, angka itu hanya 1,1%. Di sini jelas ada perbedaan
antara prevalensi di daerah urban dengan daerah rural. Hal ini mungkin disebabkan tingginya
prevalensi Diabetes Melitus terkait Malnutrisi (DMTM) atau yang sekarang disebut diabetes
tipe lain di daerah rural di Jawa Timur, yaitu sebesar 21,2% dari seluruh diabetes di daerah
itu.

C.Etiologi
Resisitensi insulin
Kegagalan relative sel

D.Faktor predisposisi
Resistensi terhadap insulin (kaitan pengeluaran adipokrin)
Diet karbohidrat

Diabetes Militus tipe 2


BLOK 13.SEMESTER 5

15

Tutorial kelompok 1

E.Faktor resiko
Riwayat

Obesitas
Etnik/ras
Umur
Hipertensi
Hyperlipidemia
Factor lain

Diabetes dalam keluarga Diabetes


Gestasional melahirkan bayi dengan berat
badan >4kg, Kista ovarium (polycystic
Ovary Ayndrome) IFG (Impaired Fasting
Glucose) atau IGT (Impaired Glucose
Tolerance)
>120% berat badan ideal
20-59 tahun: 8,7%. >65 tahun: 18%
>140/90 mmHg
Kadar HDL rendah<35mg/dl, Kadar lipid
darah tinggi >250mg/dl
Kurang olahraga
Pola makan rendah serat

F.Sign and symtom

Poliurine
Sering haus
Luka susah sembuh
Polifagia
Berat badan turun drastis
Sering BAK
Lemah dan cepat lelah
Gampang terkena infeksi
Gangguan penglihatan
Kebas-kebas pada ekstremitas
Gatal di kulit
Gangguan hubungan Seks

H.Penegakan Diagnosa

Diabetes Militus tipe 2


BLOK 13.SEMESTER 5

16

Tutorial kelompok 1

Cara pelaksanaan TTGO (WHO 1994) :

Diabetes Militus tipe 2


BLOK 13.SEMESTER 5

17

Tutorial kelompok 1

1
2
3
4
5
6
7

3 (tiga) hari sebelum pemeriksaan, tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan
karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa.
Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air
putih tanpa gula tetap diperbolehkan.
Diperiksa konsentrasi glukosa darah puasa.
Diberikan glukosa 75 gr (orang dewasa) atau 1,75 gr/kgBB (anak-anak), dilarutkan
dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu 5 menit.
Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah
minum larutan glukosa selesai.
Diperiksa glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa.
Selama proses pemeriksaan, subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.

Tabel 1. Kriteria Diagnosis DM


1

2
3

Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu 200 mg/dL (11,1 mmol/L)


Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari
tanpa memperhatikan waktu makan terakhir.
Atau
Gejala klasik DM + glukosa plasma puasa 126 mg/dL (7,0 mmol/L)
Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam.
Glukosa plasma dalam 2 jam pada TTGO 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang
setara dengan 75 gr glukosa anhidus yang dilarutkan ke dalam air.

I.Penatalaksanaan
Terapi diet
Anjuran kalori dari Food and Nurition Boand For Adults membedakan penurunan
aktivitas rata-rata berdasarkan umur dan bersikar antara 175 kJ/kg berat badan( 42
kkal/kg)pada laki-laki berumur 18 tahun dan140 kJ/kg (133 kkal/kg) untuk perempuan
berumur 75 tahun.Sukrosa biasanya tidak diinzinkan dalam diet diabetik,pada jumlah
terbatas gula biasa tidak memperbesarhiperglikemia setelah makan.Diiet diabetik
menekan lemak tidak jenuh tunggaldapat digunakan.Diet lemak 50 persen yang
mengandung 33 persen adam lemak tidak jenuh tunggal dan 35 persen karbohidrat
menurunkan kadar glukosa,kebutuhan insulin dan konsentrasi VLDL sementara
meningkatkan HDL

KOMPOSISI MAKANAN PENGGANTI


Pengganti

kJ (kkal)

Diabetes Militus tipe 2


BLOK 13.SEMESTER 5

Karbohidrat

18

Lemak

Protein (gram)
Tutorial kelompok 1

Susu
Sayuran
Buah-buahan
Roti tawar
Daging
Lemak

711 (170)
146 (35)
167 (40)
293 (70)
314 (75)
188 (45)

(gram)
10
5
5

12
7
10
15
-

8
2
2
7
-

Dalam menghitung indeks glikemik,kadar glukosa plasma rata-rata diukur selama 2-3
jam setelah makan makanan uji dan direspons terhadap acuan standar dengan komposisi
tertentu.
DIIT DIABETES 922 Kj (2200 kkal) (50 persen karbohidrat)
Penukaran
Protein
(gram)
Susu
Sayuran
Buah
Roti
Jagung
Lemak
Total

No

Kj (kkal)

Karbohidrat
(gram)

Lemak
(gram)

1420 (340)

24

20

16

7
12
8
4

1170 (280)
3520 (840)
2510 (600)
750 (180)
9370 (2240)

70
180
274
(50%)

40
20
80
(33%)

24
56
96
(17%)

Insulin
Cukup mudah mengendalikan gejala diabetes dengan insulin tetapi sulit
mempertahankan darah normal selama 24 jam meskipun menggunakan multipel insulin
reguler.Ketika makanan masuk,terjadi peningkatan cepat pelepasan insulin sehingga
karbohidrat yang terserap cepat dibawa ke hati dan jaringan lain.Kadar glukosa plasma
turun dibawah pengaruh insulin,pelepasan hormon berkurang dan pengatur kontra
memasuki sirkulasi untuk mencegah hipoglikemia,memastikan pengendalian lembut
glukosa plasma melalui proses penyerapan.
Dewasa dengan berat badan normal dapat mulai 15-20 unit sehari(perkiraan kecepatan
produksi insulin harian pada individu nondiabetik ukuran normal 25 unit per
hari).Pasien obes,karena resistensi insulin dapat mulai dengan 25-30 unit sehari.Secara
umum, perubahan sebaiknya tidak lebih dari 5-10 unit setiap kali.Hampir selalu
digunakan dua suntikan jika dosis total mencapai 50 atau 60 unit sehari tetapi dosis
lebih kecil sangat membantu karena dosis rendah dapat menghasilkan aktivitas
maksimal lebih awal dan lebih cepat menghilang dibandingkan dosis besar.

Pemantauan sendiri kadar glukosa


Keefektifan terapi diabetes dipantau melaui gejala penyerta dan pengukuran glukosa
pada individu normal adalah dalam rentang glukosa plasma 10-11 mmol/L (180-200
mg/dL) dan dapat meningkat dengan adanya penyakit ginjal.
Diabetes Militus tipe 2
BLOK 13.SEMESTER 5

19

Tutorial kelompok 1

Kadar glukosa darah dapat diperkirakan secara visual dengan strip bereagen,lebih
baik menggunakan alat untuk pembacaan.karena sulit bagi pasien untuk membedakan
perubahan warna dan subjektivitas dapat mempengaruhi perkiraan.Pasien harus
mendapat latihan teknik pemeriksaan dan pemeriksaan sitmultan kadar glukosa darah di
laboraterium harus diperiksa secara berkala untuk menguji ketepatan analisis sendiri.

Obat oral
Diabetes tidak tergantung insulin yang tidak dapat dikendalikan dengan penagturan
diet seringkali berespons terhadap sulfonilurea.Ketakutan bahwa sulfonilurea dapat
meningkatkan kematian karena serangan jantung.sebaliknya penggunan obat oral sudah
menurun bersama dengan penekanan pengendalian yang lebih baik sebagai upaya
memperlambat perkembangan komplikasi lanjut.
Sulfonilurea terutama bekerja dengan memacu pelepasan insulin dari sel beta.Obat ini
mempunyai kemampuan meningkatkan jumlah reseptor insulin pada jaringan target dan
memperbesar ketidak tergantungan pembuangan glukosa yang diperantai insulin pada
peningkatan pengikat insulin.Kerja awal obat adalah meningkatkan pelepasan insulin
dengan merendahkan kadar glukosa darah.Karena kadar glukosa turun,kadar insulin
juga turun karena glukosa darah merupakan pemicu utama pelepaasan insulin,dengan
demikian menutupi stimulasi awal sekresi insulin.Kemudian efek insulinogenik dapat
ditunjukan oleh peningkatan glukosa ke kadar yang tinggi.
SULFONILUREA

Obat

Dosis
(mg/hari)

Dosis
Perhari

Lama
Kerja Metabolisme
Hiperglikemia, Ekskresi
jam

Asetoheksamid
Klorpropamid
Tolazamid
Tolbutamid
Gliburide
Glipizid
Glibornirid

250-1500
100-500
100-1000
500-3000
1,25-20
2,5-40
12,5-100

1-2
1
1-2
2-3
1-2
1-2
1-2

12-18
60
12-14
6-12
Sampai 24
Sampai 24
Sampai 24

Hati/Ginjal
Ginjal
Hati
Hati
Hati/Ginjal
Hati/Ginjal
Hati/Ginjal

Pemantauan pengendalian diabetes


Hemoglobin A1c untuk menilai pengendalian jangka panjang.Hemoglobin A1c sebuah
komponen hemoglobin minor yang cepat bergerak terdapat pada individu normal tetapi
meningkat pada keadaan hiperglikemia.Mobilitas elektroforetiknya yang di perbesar
disebabkan oleh glikasi nonenzimatik asam amino valin dan lisin. Basa schiff
mengalami penyusunan ulang membentuk hemoglobin A1C,suatu ketomain.
Pembentukan aldimin bersifat reversibel,sedangkan pembentukan ketoamin irreversibel
karena stabi. Metode kolorimetrik dengan asam tiobarbiturat tidak mengukur fraksi pra
A1c labil. Nilai normal harus dicapai oleh setiap laboraterium: rata-rata individu non
diabetes mempunyai nilai Hb A1C kurang dari 6%,sedangkan pada individu yang tidak
terkendali dapat mencapai 10-12%.Pengukuran hemoglobin terglikasi memberikan
penilaian yang objektif pengendalian metabolik.Ketidak sesuaian antara kadar glukosa
Diabetes Militus tipe 2
BLOK 13.SEMESTER 5

20

Tutorial kelompok 1

plasma yang dilaporkan dan konsentrasi hemoglobin A1C menunjukkan bahwa


pengukuran atau lapaoran kadar glukosa plasma tidak akurat.Pengukuran albumin
terglikasi,karena paruh waktunya pendek,dapat digunakan untuk memantau kendalian
diabetes selama periode 1-2 minggu.Tetapi secara klinis jarang digunakan

J.Komplikasi
Patogenesis Komplikasi Diabetes
Morbiditas yang berkaitan dengan kedua tipe diabetes kronis terjadi akibat komplikasi,
seperti mikroangiopati, retinopati, nefropati, neuropati, dan percepatan aterosklerosis. Dasar
komplikasi jangka panjang ini merupakan subjek bagi sejumlah besar penelitian. Bukti
eksperimen dan klinis yang ada mengisyaratkan bahwa sebagian besar komplikasi diabetes
terjadi akibat gangguan metabolisme, terutama hiperglikemia. Selain itu, adanya hipertensi,
yang sering ditemukan pada pengidap diabetes, ikut berperan dalam aterosklerosis. Bukti
paling kuat yang mengaitkan kelainan metabolik dengan komplikasi diabetes datang dari
temuan bahwa ginjal yang dicangkokkan dari donor nondiabetes akan mengalami lesi
nefropati diabetes dalam 3 hingga 5 tahun setelah transplantasi. Sebaliknya, ginjal dengan lesi
nefropati diabetes memperlihatkan perbaikan jika dicangkokkan ke resipien normal.
Akhirnya, penelitian multisentra jelas memperlihatkan perlambatan perkembangan penyulit
diabetes jika hiperglikemia dapat dikendalikan dengan ketat.
Banyak mekanisme yang mengaitkan hiperglikemia dengan komplikasi jangka-panjang
diabetes telah dieksplorasi. Saat ini, terdapat dua mekanisme yang dianggap penting :
1. Glikosilasi nonenzimatik
Proses perlekatan glukosa secara kimiawi ke gugus amino bebas pada protein
tanpa bantuan enzim.produk glikosilasi kolagen dan protein lain yang berumur
panjang dalam jaringan interstisium dan dinding pembuluh darah mengalami
serangkaian tata ulang kimiawi ( yang berlangsung lambat ) untuk membentuk
irreversible advanced glycosylation end products (AGE ), yang terus menumpuk di
dinding pembuluh. AGE memiliki sejumlah sifat kimiawi dan biologik yang
berpotensi patogenik :
Pembentukan AGE pada protein, seperti kolagen.
AGE berikatan dengan reseptor pada banyak tipe sel-endotel, monosit,
makrofag, limfosit, dan sel mesangium.

2. Hiperglikemia intrasel disertai gangguan pada jalur-jalur poliol


Merupakan mekanisme utama kedua yang diperkirakan berperan dalam timbulnya
komplikasi yang berkaitan dengan hiperglikemia. Pada sebagian jaringan yang tidak
memerlukan insulin untuk transport glukosa ( misal, sel saraf, lensa, ginjal, pembuluh
darah), hiperglikemia menyebabkan peningkatan glukosa intrasel, yang kemudian
dimetabolisme oleh aldosa reduktase menjadi sorbitol, suatu poliol, dan akhirnya
menjadi fruktosa. Perubahan ini menimbulkan beberapa efek yang tidak diinginkan.
Diabetes Militus tipe 2
BLOK 13.SEMESTER 5

21

Tutorial kelompok 1

Penimbunan sorbitol dan fruktosa menyebabkan peningkatan osmolaritas intrasel dan


influks air dan, akhirnya, cedera sel osmotik. Di lensa, air yang masuk secara osmotis
menyebabkan pembengkakan dan opasitas.
Temuan patologis di pankreas bervariasi dan tidak selalu mencolok. Perubahan
morfologi penting dalam diabetes berkaitan dengan banyak komplikasi tahap
lanjutnya, karena komplikasi tersebut merupakan penyebab utama morbiditas dan
mortalitas. Onset, keparahan, dan organ (-organ) yang terkena komplikasi ini sangat
berbeda-beda diantara para pasien. Pada mereka yang mengendalikan diabetes secara
ketat, onset mungkin tertunda. Namun, pada sebagian besar pasien, kemungkinan
terjadi perubahan morfologik di arteri (aterosklerosis), membran basal pembuluh
halus (mikroangiopati), ginjal ( nefropati diabetes), retina ( retinopati), dan jaringan
lain setelah 10 hingga 15 tahun. Perubahan ini ditemukan pada kedua tipe diabetes.

PANCREAS
Lesi di pankreas tidak konstan dan jarang bernilai diagnostik. Perubahan khas lebih sering
berkaitan dengan diabetes tipe 1 daripada tipe 2. Mungkin ditemukan satu atau lebih
perubahan berikut :

Berkurangnya jumlah dan ukuran islet


Pada diabetes tipe 2, kerusakan sel terjadi belakangan dan biasanya tidak lebih
dari 20% hingga 50%.
Penggantian islet oleh amiloid
Amiloid tampak sebagai endapan merah muda amorf yang berawal di dan
sekeliling kapiler dan terdapat di antara sel-sel. Pada stadium lanjut, islet mungkin
lenyap, dan juga dapat ditemukan fibrosis. Perubahan ini paling sering terlihat pada
kasus diabetes tipe 2 yang sudah lama. Seperti telah disebutkan, amiloid pada kasus
ini sebagian terdiri atas fibril amilin yang berasal dari sel . Lesi serupa mungkin di
temukan pada orang berusia lanjut nondiabetes, yang tampaknya merupakan bagian
proses penuaan normal.

SISTEM VASKULAR
Aterosklerosis, pada aorta serta arteri ukuran besar dan sedang
Pada arteri koronaria, ekstremitas bawah, dan arteri renalis.
Arteriolosklerosis hialin
Kelainan ini mengambil bentuk penebalan hialin amorf dinding arteriol, yang
menyebabkan lumen menyempit.

MIKROANGIOPATI DIABETES
Diabetes Militus tipe 2
BLOK 13.SEMESTER 5

22

Tutorial kelompok 1

Salah satu gambaran morfologi paling konsisten pada diabetes adalah penebalan difus
membran basal

NEFROPATI DIABETES
Ditemukan tiga kelainan penting :

lesi glomerulus
lesi vaskular ginjal, terutama arteriolosklerosis
pielonefritis, termasuk papilitis nekrotikans

KOMPLIKASI MATA PADA DIABETES


Kelainan mata dapat berupa retinopati, pembentukan katarak, atau glaukoma. Lesi di
retina memperlihatkan dua bentuk; retinopati nonproliferatif ( latar belakang ) dan retinopati
proliferatif.

NEUROPATI DIABETES
Sistem saraf sentral dan perifer juga terkena oleh diabetes. Pola keterlibatab yang
paling sering terjadi adalah neuropati perifer simetris di ekstremitas bawah yang mengenai
baik fungsi motorik maupun sensorik,tetapi terutama yang terakhir.

K.Prognosis
Prognosis baik jika gula darah terkontrol
Onset, keparahan, dan organ ( -organ) yang terkena komplikasi sangat berbeda-beda
diantara para pasien. Pada mereka yang mengendalikan diabetes secara ketat, onset
mungkin tertunda.

KESIMPULAN
Pasien ibu JS, wanita umur 45 tahun menderita penyakit Diabetes Mellitus type 2.
Diketahui dari keluhan utama pasien yaitu : sering buang air kecil dan sering terbangun
malam hari untuk buang air kecil, berat badan menurun, badan lelah, sering makan. Dan dari
pemeriksaan penunjang yang dilakukan kadar gula sewaktu sekitar 210 mg/dl.
Profil lipid : LDL 158 mg/dl, tridliserida 292 mg/dl, HDL 45 mg/dl. Urine rutin :
reduksi (+). Pengobatan yang dilakukan secara non-farmakologi dan farmakologi.
Diabetes Militus tipe 2
BLOK 13.SEMESTER 5

23

Tutorial kelompok 1

DAFTAR PUSTAKA

Sudoyo, A. W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta : FK UI ;

2009
Guyton, A.C. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta : EGC ; 2002
Robins, dkk. Buku Ajar Patologi Jilid 2. Jakarta : EGC ; 2007
Isselbacher, dkk. Prinsip Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Edisi 13 Volume 5. Jakarta :

EGC ; 2000

Diabetes Militus tipe 2


BLOK 13.SEMESTER 5

24

Tutorial kelompok 1

Anda mungkin juga menyukai