“Glomus jugulare”
Oleh:
Pembimbing:
2020
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
terlambat. Namun beberapa pasien dapat memeriksakan dirinya lebih awal
karena nyeri yang menganggu, tetapi ukuran tumor merupakan kendala yang
sering tidak teridentifikasi melalui pemeriksaan fisik maupun radiologi.
Beberapa trias klasik untuk menegakkan diagnosis tumor glomus yakni
berupa nyeri sedang sampai berat, sensitif terhadap perubahan suhu (algesia
temperatur) dan point tenderness (loves pin test).
Mengetahui adanya suatu algesia ini dapat dilakukan dengan
memberikan air dingin disekitar lesi, jika dirasakan nyeri maka dapat
dikatakan positif dan nyeri akan mereda saat diberikan air hangat. Sedangkan,
love pin test dilakukan dengan cara menggunakan ujung pensil, pin, tusuk
gigi atau instrument lain dengan ujung yang runcing, test ini dilakukan untuk
melokalisir luasnya area tumor dan jika nyeri maka dikatakan positive love
pin test dan area yang tidak nyeri dapat dijadikan batasan luasnya area eksisi
oleh klinisi. Selain itu, pemeriksaan penunjang yang akurat seperti MRI
merupakan modalitas yang dapat dilakukan untuk membantu menegakkan
diagnosis ini namun karena pemeriksaan tersebut mahal maka jarang
dilakukan oleh para klinisi. MRI memiliki spesifisitas sebesar 50% untuk
menegakkan diagnosis tumor ini. Sedangkan, ultrasonography dapat
membantu melokalisasi lesi, terutama ketika ukuran tumor kurang dari 2 mm.
Akan tetapi sulit untuk menegakkan diagnosis hanya dengan pemeriksaan
fisik dan USG saja.7 Berdasarkan hal tersebut diatas, penulis tertarik untuk
mengangkat kasus tumor glomus pada pasien laki-laki 60 tahun pada regio
kruris dekstra. Oleh karena kasus tumor jinak yang jarang, maka sangat
menarik untuk dibahas sebagai sebuah laporan kasus.
BAB II
3
TINJAUAN PUSTAKA
Glomus jugulare
A. Definisi
Tumor glomus merupakan neoplasma mesenkimal yang sangat jarang,
yakni kurang dari 2% dari total seluruh tumor jaringan lunak.1 Lesi tumor
ini dapat terjadi multipel pada 10% kasus. Secara epidemiologi tumor ini
sering terdiagnosa pada usia dewasa muda baik wanita maupun pria, namun
dapat juga terjadi pada rentang umur yang lebih luas yakni 30-50 tahun.
B. Epidemiologi
Insidens tumor glomus jugularis per tahun adalah sebesar I kasus per 1,3
juta penduduk. Walaupun terhitung jarang, tumor glomus jugularis
merupakan tumor yang paling sering pada telinga tengah dan merupakan
tumor kedua terbanyak pada tulang temporal setelah tumor schwannoma.
Riwayat familial juga dapatditemukan pada tumor ini.
Tumor ini umumnya terjadi pada individu berumur 40-70 tahun, dengan
perbandingan antara laki'laki dengan perempuan adalah l:3-6. Tercatat juga
bahwa tumor ini lebih sering ditemukan pada sisi kiri.
6
cabang timpanik dari nervus IX dan X, pada tulang promontorium dekat
dengan mukosa telinga tengah.
E. Klasifikasi
Klasifikasi tumor glomus menggunakan klasifikasi menurut Glasscock-
Jackson dan menurut Fisch. Klasifikasi Fisch adalah klasifikasi yang
dikemukakan oleh Oldring, dkk. (Zurich) pada tahun 1979 dan didasarkan
pada perluasan dari tumor; klasifikasi GlasscockJackson dikemukakan oleh
Glasscock dan Jackson pada tahun 1982 (Nashville) dan didasarkan pada
tempat asal tumor dan perluasannya.
7
Tabel 2. Klasifikasi Glasscock-Jackson untuk tumor glomus5
F. Patofisiologi
Tumor glomus jugularis bersifat lokal invasif, meluas di dalam tulang
temporal melalui struktur yang tidak terlalu padat (resistensi rendah) seperti
sel-sel udara (air cells), lumen vaskular, foramen dasar tengkorak, dan tuba
eustachius; juga dapat ditemukan perluasan intra- dan ekstrakranial, sama
halnya dengan perluasan ke sinus sigmoid dan sinus petrosa inferior.
8
Gambar 6. Tumor glomus jugularis yang meluas hinga ke telinga tengah,
dengan arteri utama yang berasal dari arteri faringeal asendens (panah).
Chief cell merupakan sel asal dari tumor dan mengandung asetilkolin,
katekolamin, dan serotonin. Temuan klasik berupa kelompok chief cell yang
disebut zellballen dan dikelilingi dengan stroma fibrovaskular. Jika
dibandingkan dengan chief cell yang non neoplastik, pada chief cell yang
bersifat neoplastik memberikan gambaran pleomorfisme dengan bentuk sel
berupa bentuk ovoid hingga polihedral. Nuklei nampak vesikular hingga
hiperkromatik dan dapat berbentuk bulat atau lonjong. Pemeriksaan
imunohistokimia membantu dalam mengidentifikasi kondisi patologik dari
tumor glomus jugularis. Chromogranin, synaptopltysin, dan neuron-specific
endolase (NSE) untuk mengidentifikasi chief cell s, dan S- I 00 untuk
mengidentifikasi sustentacular cells.
9
Gambar 7. Tumor glomus jugularis. A. Tumor yang terletak di belakang
membrana timpani, B. Gambaran histopatologi tumor glomus jugularis, C.
Sejumlah wstentacular cel/s (protein 5-100), D. Sel-sel tumor berupa sel-sel
multinukleus. E dan F, Dengan pewarnaan H&E 40x dan 145x terlihat
secara histologis, tumor glomus terdiri dari jaringan padat kapiler-kapiler
sinusoidal berdinding tipis yang mengelilingi kumpulan sel-sel tumor
("Zellballen") seperti glomerulus atau alveolar seperti sarang sel tumor.
G. Gejala klinis
Perjalanan klinis dari tumor glomus jugularis mencerminkan sifat dari tumor
ini yang tumbuh lambat, sehingga sering terjadi diagnosis terlambat
ditegakkan dan tumor sudah memiliki ukuran yang besar saat pertama kali
ditemukan.
Gejala yang paling sering ditemukan adalah tuli konduktif dan tinitus
pulsatil. Gejala lainnya dapat berupa rasa penuh dalam telinga dan otorea.
Pada sekitar 2-4% kasus, hipertensi dan takikardi menjadi gejala awal dari
tumor ini, dimana hal ini disebabkan oleh produksi katekolamin,
norepinefrin, atau dopamin oleh sel-sel tumor.
10
Keterlibatan saraf-saraf kranial akan memberikan gejala berupa disfagia dan
suara serak. Kelumpuhan pada saraf IX, X, XI (sindrom foramen
jugularis/sindrom Vernet) merupakan gambaran yang patognomonik untuk
tumor ini; dan pada l}Yo kasus tumor glomus jugularis memberikan
gambaran kelumpuhan pada saraf D( sampai XII (sindrom Collet-sicard)
danjuga kelumpuhan pada nennrs fasialis (N VII).
Pada pemeriksaan otoskopi, didapatkan massa berwarna merah-kebiruan,
pulsatil di belakang membrana timpani yang memucat saat dilakukan
tekanan positif pada pemeriksaan otoskopi pneumatik (tanda Brovrn).
Pemeriksaan audiologi menunjukkan adanya kehilangan pendengaran
campuran (konduktif dan sensorineural).
H. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi berperan dalam menentukan lokasi dan perluasan
dari tumor, menentukan pendekatan surgikal yang akan dilakukan, dan
untuk memprediksi mortalitas dan morbiditas operatif. Kombinasi antara
pemeriksaan CT scan, magnetic resonance imaging (MRI), dan angiografi
dapat memberikan diagnosis dan lokasi yang tepat dari tumor.
1. Radiografi konvensional
Kecurigaan adanya tumor glomus jugularis pada radiograf
konvensional ditunjukkan dengan adanya dilatasi dari foramen jugularis
yang bersifat ireguler pada radiograf dasar tengkorak.
11
Gambar 9. Radiografkonvensional dasar tengkorak, menunjukkan
adanya dilatasi ireguler pada foramen jugul ari s (panah)
2. CT Scan
CT scan adalah teknik pencitraan yang baik dalam
mengidentifikasi paraganglioma dan adanya invasi ke tulang. CT scan
akan memberikan bayangan massa yang homogen disertai dengan
penyangatan yang sangat kuat setelah pemberian zat kontras.
Tumor glomus jugularis memiliki kualitas pencitraan yang hampir
sama dengan paraganglioma lainnya, namun adanya keterlibatan yang
dini pada tulang dasar tengkorak dan perluasan intrakranial sehingga
tumor glomus jugularis memiliki karakteristik tersendiri dibutuhkan
irisan yang cukup tipis (1-3 mm) untuk mengevaluasi struktur anatomi
yang rumit dari tulang temporal. Temuan awal diantaranya pelebaran
foramen jugularis disertai dengan iregularitas tepi tulang. Seiring
pertumbuhan dari tumor, ditemukan gambaran "motheoten" pada
foramen jugularis dan destruksi pada tulang sekitarnya, termasuk spina
karotikojugular. Erosi pada spina ini membantu untuk membedakan
tumor glomus jugularis yang telah menginvasi telinga tengah dari
paraganglioma timpanikum yang berasal dari mesotimpanum.
12
Gambar 10. Potongan koronal CT scan tulang temporal
menunjukkan tumor glomus jugularis yang meluas hingga hipotimpanum
(anak panah). Juga nampak gambaran "moth-ealen" pada daerah
bertulang bulbus jugularis
13
Magnetic resonance angiography G!m.A) adalah pemeriksaan MRI
untuk mengevaluasi struktur pembuluh darah tanpa menggunakan bahan
konfras terionisasi, sehingga dapat memberikan gambaran pembuluh
darah utama dari kepala dan leher yang sangat baik, adanya pergeseran
pembuluh darah, perluasan tumor, dan kemungkinan adanya gangguan
pada aliran darah (gambar 12).
Teknik pemeriksaan MRA dapat dikategorikan ke dalam tiga
teknik yaitu: phase contrast MM, time offlight MRI, dan contrast-
enhanced MRA.
14
Gambar 14. MRI Tl koronal dengan kontras menunjukkan massa
yang menonjol hingga ke foramen jugularis
15
Gambar16. MRI T2 aksial menunjukkan pola vaskular salt and
pepper pada substansi tumor.
4. Angiografi
Angiografi memainkan peranan penting dalam evaluasi
paraganglioma khususnya tumor glomus jugularis, terutama jika tindakan
pembedahan akan dilakukan. Pada pemeriksaan angiografi akan
didapatkan gambaran tumor yang hipervaskular yang terletak pada
daerah percabangan pembuluh darah karotis eksterna. Lokasi ini penting
untuk membedakan antara tumor glomus jugularis dengan tumlor lainnya
yang bersifat hipervaskular.
16
Gambar 18. Angiogram carotis fase akhir (vena) menunjukkan
tumor glomus jugularis yang meluas dari sinus transveisum (superior)
hingga vena jugularis inferior (inferior). (Di tunjukkan dengan panah)
I. Penatalaksanaan
1. Tatalaksana non pembedahan
a. Observasi
Tindakan ini dapat dilakukan pada pasien dengan keluhan yang
minimal, utamanya pada pasien lanjut usia; karena tumor ini
bertumbuh lambat. MRI serial dapat dilakukan untuk memantau
pertumbuhan dari tumor. Tindakan observasi ini kurang dapat
17
diterima pada pasien yang berusia lebih muda karena tumor ini dapat
bertumbuh terus seiring dengan pertambahan usia.
b. Radiasi
Terapi radiasi pada tumor glomus jugularis dapat bermanfaat pada
pasienpasien lanjut usia yang simtomatik atau pada pasien-pasien
yang tidak mau menjalani reseksi pembedahan. Terapi radiasi
stereotafttik pasca operasi dapat diberikan pada pasien-pasien
dimana tidak dapat dilakukan pengangkatan tumor secara
keseluruhan.
Indikasi radioterapi primer pada tumor glomus jugularis adalah:
pasien berusia lebih tua dari 60 tahun, adanya indikasi kontra untuk
tindakan pembedahan termasuk diantaranya alasan pribadi dari
pasien, tumor yang tidak resektabel dan berukuran besar bilateral.
Radioterapi juga digunakan sebagai terapi primer pada tumor
glomus jugularis, dimana modalitas yang digunakan adalah
radioterapi konvensional terfraksinasi dan stereotactic radiosurgery
(SRS). Pemilihan tindakan radioterapi harus didahului dengan
memastikan diagnosis baik secara histopatologi (mis. biopsi aspirasi
jarum halus) dan secara radiologis.
Terapi dikatakan berhasil jika, ukuran tumor tetap stabil atau
mengalami regresi (local control) dan gejala neurologis yang
membaik atau tidak progresif.T Radioterapi terfraksinasi pada tumor
glomus jugularis memberikan angka kontrol Iokal (local control)
sebesar 65%-100%, dengan dosis yang umum digunakan sebesar
45Gy / 5 minggu. Perbaikan neurologis bervariasi dengan rentang 0-
83%.
Komplikasi radioterapi terfraksinasi berkaitan dengan penggunaan
dosis yang berlebihan, teknik yang tidak tepat (penggunaan
orthovoltage atau implan radium), dan reiradiasi. Komplikasi yang
18
dapat timbul berupa osteoradionecrosis, otitis kronis, nekrosis pada
otak, trismus, dan neoplasma.
Dua metode digunakan untuk melakukan radiasi stereotaktik yaitu
mennggunakan sumber radioaktif cobalt (Gamma Knfe) atau
menggunakan pembentukan radiasi dari akselerator linier (LINAC).
Dosis yang digunakan berkisar antara 15 Gy sampai 32 Gy, dengan
dosis rata-rata yang digunakan sebesar 15 Gy. Metode stereotactic
radiosurgery (SRS) ini memiliki keunggulan dimana seluruh proses
(pencitraan, perencanaan tindakan, dan tatalaksana) dilakukan dalam
satu sesi. SRS memiliki keterbatasan untuk lesi yang berukuran lebih
dari 4 cm, terletak di bawah rangka stereotaktik (lesi yang berasal
atau meluas pada leher bagian atas tidak dapat terjangkau dengan
rangka stereotaktik). Komplikasi dari SRS seperti neuropati laanial,
gangguan pendengaran, dan vertigo.
2. Tatalaksana pembedahan
Untuk tumor kecil tipe B atau Cl, pembedahan dapat dilakukan jika
resiko pembedahan yang timbul dapat diterima. Pembedahan juga harus
dilakukan pada tumor paraganglioma "kompleks" seperti: 1. memiliki
perluasan intrakranial masif atau perluasan pada daerah petroklival yang
dapat memberikan gangguan pada batang otak, 2. pasien yang
sebelumnya telah mendapatkan radioterapi, 3. kemungkinan bersifat
maligna, atau 4. tumor yang terlalu besar untuk dilakukan tindakan
iradiasi (pada keadaan ini, tindakan reseksi subtotal akan diikuti dengan
radioterapi). Kontraindikasi relatif meliputi: keterlibatan luas
intrakranial dan basis kranii, umur tua, adarrya komorbid, tumor ynag
bersifat bilateral atau multipel (dapat menimbulkan morbiditas pasca
pembedahan yang tidak dapat diterim seperti kelumpuhan bilateral
nervus kranialis).
a. Embolisasi pra pembedahan
19
Tujuan utama dari embolisasi pra pembedahan adalah memberikan
bahan emboli pada pembuluh darah dari tumor secara selektif tanpa
menimbulkan migrasi bahan emboli ke arah distal. Angiografi pasca
embolisasi akan menunjukkan hilangnya'oblush" pada tumor disertai
sistem karotis eksterna yang tetap paten.
Embolisasi dapat mengurangi massa tumor hingga sebesar 25%,
yang secara klinis ditandai dengan berkurangnya bruit dan tinitus
pulsatil. Berkurangnya ukuran tumor ini memberikan keuntungan
pada saat pembedahan.
Tindakan embolisasi dapat menggunakan bahan seperti coil
(berbahan besi atau platinum), gelfoam, partikel polivinil alkohol,
dan N-butyl cyanoacrylate glue. Penggunaan bahan selain coil harus
dilakukan secara hati-hati karena dapat menimbulkan embolisasi
distal yang tidak dikehendaki.
Namun, tidak pada semua tumor glomus jugularis dilakukan
tindakan embolisasi pra bedah. Lokasi, pengalaman ahli bedah, dan
ahli intervensi harus menjadi pertimbangan untuk tindakan
embolisasi; tumor yang terletak pada rongga telinga tengah jika telah
ditangani oleh ahli bedah otologi yang berpengalaman, tidak perlu
lagi untuk dilakukan tindakan embolisasi pra bedah.
Tindakan pembedahan dilakukan dalam dua hari setelah tindakan
angiografi dan embolisasi dengan tujuan menghindari terbentuknya
pembuluh darah kolateral oleh tumor dan efek inflamasi pasca
tindakan embolisasi. Pemberian steroid kerja menengah dapat
digunakan jika diperkirakan edema pada tumor dapat mengganggu
tindakan diseksi.
b. Komplikasi
Komplikasi tindakan pembedahan pada tumor glomus
dikelompokkan dalam: cedera saraf kranial, cedera vaskular, dan
cedera pada badan karotis (carotid body).
20
Cedera saraf kranial merupakan komplikasi yang umum terjadi
pada tindakan reseksi kepala dan leher. Tumor yang besar yang
melibatkan tulang temporal dapat menginfiltrasi di antara fasikel
serafkranial,tanpa menyebabkan adanya gangguan pada
saraftersebut. Jika hendak dilakukan reseksi total tumor, maka saraf
ini harus diikutkan dalam tindakan reseksi. Perluasan intrakranial,
defisit saraf kranial pra pembedahan, dan perluasan infratemporal
dari tumor merupakan faktor prediktor keterlibatan dari saraf kranial
yang ekstensif dimana akan dibutuhkan tindakan untuk
mengorbankan seluruh saraf kranial pada foramen jugularis agar
dapat dilakukan reseksi tumor secara adekuat.
Komplikasi vaskular yang dapat timbul pada pembedahan
paraganglioma adalah stroke, dimana komplikasi ini timbul akibat
cedra pada arteri karotis interna.
Cedera pada badan karotis menyebabkan gangguan fungsi
baroreseptif (barore/lex failure syndrome) yang bermanifestasi
berupa hipertensi dan takikardia persisten. Gangguan ini biasanya
diatasi dengan pemberian antagonis-o, klonidin, maupun natrium
nitroprusid.
J. Prognosis
Tumor glomus jugularis adalah tumor yang bertumbuh lambat yang terus
bertumbuh. Metastasis dapat timbul pada 4% kasus, lesi metastatik dapat
ditemukan pada paru-paru, limfonodus, hati, tulang belakang tulang rusuk,
dan limpa.
21
BAB III
LAPORAN KASUS
22
(-)
23
Septum Deviasi (-). Kavum Nasi Sinistra : Kavum
Nasi lapang, Konkha Inferior eutrofi, Sekret (-),
Septum Deviasi (-).
Tenggorokan : Tonsil T1/T1, faring hiperemis (-)
Lidah : Atrofi papil (-)
Leher : Kelenjar tiroid normal, pembesaran
KGB (-),
Thorax :
- Cor :
Inspeksi : Tak tampak pulsasi iktus kordis
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
Perkusi : Batas kiri ICS VI aksila anterior sinistra
Batas kanan ICS V MCL dextra
Batas pinggang ICS III PSL sinistra
Auskultasi: S1S2 tunggal, regular, murmur (-)
- Pulmo :
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis, retraksi (-)
Palpasi : Vocal fremitus kanan dan kiri normal
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru.
Auskultasi: Vesikuler +/+, Rhonchi -/-, Wheezing -/-
Abdomen :
Inspeksi : Distensi (-), ascites (-)
Auskultasi: Bising usus (+) normal
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
Genitalia : Tidak dievaluasi
Ekstrimitas : Hangat di keempat ekstremitas, edema (-)
24
3.1 Pemeriksaan
a. Pemeriksaan 20 mei 2011
CT Scan Leher 20 Mei 2011, diagnosa klinis Tumor Glomus Jugularis
sinistra
25
Pemeriksaan CT Scan leher dengan pemberian media kontras iv, dengan
hasil sebagai berikut:
Tampak massa jaringan lunak hipervaskuler yang menyangat kuat
pasca pemberian kontras di regio temporal kiri mulai dari tepi superior
kanalis akustikus ekstemus meluas ke mastoid dan regio parafaring kiri
disertai dengan destruksi os sphenoid daerah tersebut.
Pneumatisasi mastoid kiri tidak terlihat lagi dan sebagian terlihat
destruksi. Massa tampak berasal dari vena jugularis, berukuran 3,09 x 3,18
x 3,51 cm yang juga mendapat feeding dari cabang-cabang arteri carotis
externa (a. maksilaris interna, a. faringea asendens dan a. temporalis).
Arteri Carotis interna bentuk dan kaliber baik, tidak tampak feeding
arteri dari cabang ini. Arteri Carotis externa dan interna sedikit terdorong
oleh massa tufiior, tidak tampak perlekatan tumor pada arteri carotis
interna. Arteri Vertebralis kiri bentuk dan caliber baik, tidak tampak
keterlibatan terhadap tumor.
Kesimpulan: Tumor vaskuler sangat mungkin glomus jugularis kiri
dengan feeding dari cabangcabang arteri carotis externa.
9 agustus 2011
Jenis Hasil Satuan Nilai
Pemeriksaan Rujukan
Hematologi
Darah Rutin
Leukosit 9.900 /µL 3800-10600
Eritrosit 5,63 Juta/µL 4.4-5.9
Hb 14.5 g/dl 13.2-17.3
Trombosit 283 Ribu/µL 150000-
450000
Hematocrit 44,4
MCH 25,8 pg 26-34
MCHC 32,7 g / dL 32- 36
26
Kimia Klinik
AST/SGOT 17 mU/dl < 33
ALT/SGPT 13 mU/dl < 50
HBsAg 0.05 nonreaktif
AntiHCV 0.620 nonreaktif
Metabolisme Karbohidrat
Gula darah 84 mg/dl < 110
sewaktu
Ginjal
Ureum 23 mg/dL 13-43
Kreatinin 0.9 mg/dL < 1.2
27
Histologik sesuai dengan glomus tumor Anjuran: Sebaiknya dilakukan
pulasan imunohistokimia (Chromogranin A, Synaptophysin, serta S-
100 protein) untuk konfirmasi diagnosisnya.
histokimia:
Synaptophysin (+) Chromogranin (+) 5-100 protein: positif pada sel-sel
di bagian tepi kelompok tumor
Kesimpulan: Pulasan imunohistokimia mendukung suatu Glomus tumor
f. Pemeriksaan 11 November 2011
BAB III
KESIMPULAN
29
DAFTAR PUSTAKA
30