Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH KEBIJAKAN INDONESIA TIMUR

TENTANG
PENYAKIT DAN KEBIJAKAN – KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DALAM
PENANGGULANGAN PENYAKIT TERSEBUT

DISUSUN OLEH :

MUSA
SITI FIRANI RAHMAWATI
ARIF RIDWAN
RESTIKA APRILIA ASTARI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KUPANG


PROGRAM STUDI KEPERAWATAN WAINGAPU
TAHUN 2021/2022
BAB I
PEMBAHASAN
1.1 PENGERTIAN

Penyakit malaria adalah suatu penyakit yang di sebabkan oleh parasit dari kelompok
Plasmodium yang berada di dalam sel darah merah, atau sel hati yang di tularkan oleh nyamuk
Anopheles. Sampai saat ini telah di teridentifikasi sebanyak 80 spesies Anopheles dan 18 spesies
diantaranya telah di konfirmasi sebagai vektor malaria.

Penyakit malaria adalah penyakit infeksi yang di sebabkan oleh sporozo dari genus
plasmodium yang berada di dalam sel darah merah, atau sel hati, yang sampai saat ini di kenal
cukup bayak spesies dari plasmodium yang terdapat pada burung, monyet, kerbau, sapi, binatang
melata. Malaria adalah penyakit infeksi dengan demam berkala yang di sebabkan oleh parasit
Plasmodium dan ditularkan oleh sejenis nyamuk Anopheles. (Tjay dan Raharja, 2017)

1.2 ETIOLOGI
Penyebab penyakit malaria adalah parasit malaria, suatu protozoa dari genus
Plasmodium. Sampai saat ini di Indonesia dikenal 4 jenis spesies plasmodium penyebab
malaria pada manusia, yaitu :

 Plasmodium falciparum, penyebab malaria tropika yang sering menyebabkan malaria


yang berat (malaria serebral dengan kematian).
 Plasmodium vivax, penyebab malaria tertiana.
 Plasmodium malariae, penyebab malaria quartana.
 Plasmodium ovale, menyebabkan malaria ovale tetapi jenis ini jarang dijumpai.
Masa inkubasi bervariasi pada setiap spesies antara 9-30 hari, gigitan nyamuk dan
munculnya gejala klinis masa inkubasi dapat dibedakan berdasarkan penyebabnya

 Plasmodium Flasiparum antara 12 hari.


 Plasmodium Vivax antara 13-17 hari.
 Plasmodium Ovale antara 13-17 hari.
 Plasmodium Malariae antara 28-30 hari.

Masa inkubasi malaria juga tergantung dan intensitas infeksi, pengobatan yang sudah pernah
didapat sebelumnya dan derajat imunitas penjamu

1.3 PATOFISIOLOGI

Patofisiologi pada malaria masih belum di ketahui dengan pasti. Berbagai macam teori
dan hipotesis telah di kemukakan. Perubahan patofisiologi pada malaria terutama mungkin
berhubungan dengan gangguan aliran darah setempat sebagai akibat melekatnya erittrosit yang
mengandung parasit pada endothelium kapiler. Perubahan ini cepat reversibel pada mereka yang
dapat tetap hidup. Peran beberapa mediator humoral msih belum pasti, tetapi mungkin terlibat
dalam patogenesis demam dan peradangan. Skizogoni eksoeritrositik mungkin dapat
menyebabkan reaksi leukosit an fagosit, sedangkan sprozoit dan gamelosit tidak mnimbulkan
perubahan patofisiologi. Patofisiologi malaria adalah multi faktor dan mungkin berhubungn
dengan hal-hal

a. Penghancuran eritrosit yang dapat menyebabkan anemia dan anoreksia jaringan, dengan
hemolisis intravaskuler yang berat dapat terjadi hemoglobinuria dan dapat
mengakibatkan gagal ginjal.
b. Pelepasan mediator endotoksin-makrofag. Pada proses ini skizoni yang melepaskan
andoktosin, makrofag melepaskan berbagai mediator endotoksin.
c. Plepasan TNF (Tumor necrosing factor, atau faktor nekrosis tumor) yang merupakan
suatu monokin yang di lepas oleh adanya parasit malaria ini bertanggung jawab terhadap
demam, hipoglikemi, ARDS.
d. Sekuetrasi eritrosit yang terinfeksi dapat membentuk knob di permukaannya. Knob ini
mengandung antigen malaria ynag kemudian akan bereaksi dengan antibody. Eritrosit
yang terinfeksi akan menempel pada endotel kapiler alat dalam dan membentu gumpalan
sehingga terjadi bendungan.

1.4 PATHWAY
1.5 MANIFESTASI KLINIS

Gejala malaria terdiri dari beberapa serangan demam dengan interval tertentu (disebut
paroksisme), diselingi oleh suatu periode yang penderitanya bebas sama sekali dari demam
(disebut periode laten). Gejala yang khas tersebut biasanya ditemukan pada penderita non-imun.
Sebelum timbulnya demam, biasanya penderita merasa lemah, mengeluh sakit kepala,
kehilangan nafsu makan, merasa mual di ulu hati, atau muntah. Masa tunas malaria sangat
tergantung pada spesies Plasmodium yang menginfeksi. Masa tunas paling pendek dijumpai pada
malaria falciparum, yang terpanjang pada malaria kuartana (Plasmodium malariae). Masa tunas
parasit malaria adalah 12 hari untuk malaria falciparum, 14 hari untuk malaria vivax, 28 hari
untuk malaria kuartana, dan 17 hari untuk malaria ovale. Malaria mempunyai gambaran
karakteristik demam periodik, anemia, dan splenomegali. Gejala yang klasik yaitu terjadinya
’Trias Malaria’ secara berurutan ;  periode dingin, periode demam, dan periode berkeringat.

 Anemia merupakan gejala yang sering dijumpai pada infeksi malaria.Beberapa


mekanisme terjadinya anemia adalah : pengrusakan eritrosit oleh parasit, hambatan
eritropoiesis sementara, hemolisis oleh karena proses complement mediated immune
complex, eritrofagositosis, penghambatan pengeluaran retikulosit, dan pengaruh sitokin.
 Splenomegali sering dijumpai pada penderita malaria, limpa akan teraba setelah tiga hari
dari serangan infeksi akut, limpa menjadi bengkak, nyeri dan hiperemis. Limpa
merupakan organ yang penting dalam pertahanan tubuh terhadap infeksi malaria.
 Pola demam malaria. Demam pada malaria ditandai dengan adanya paroksisme, yang
berhubungan dengan perkembangan parasit malaria dalam sel darah merah. Puncak
serangan panas terjadi berbarengan dengan lepasnya  merozoit-merozoit ke dalam
peredaran darah (proses sporulasi). Untuk beberapa hari pertama, pola panas tidak
beraturan, baru kemudian polanya yang klasik tampak sesuai spesiesnya. Pada malaria
falciparum, pola panas yang ireguler itu mungkin berlanjut sepanjang perjalanan
penyakitnya sehingga tahapan-tahapannya yang klasik tidak begitu nyata terlihat.Suatu
paroksisme demam biasanya mempunyai tiga stadium yang berurutan sebagai berikut :
1. Stadium dingin/cold stage Stadium ini mulai dengan menggigil dan perasaan sangat
dingin. Nadi penderita cepat, tetapi lemah. Bibir dan jari-jari sianotik. Kulitnya kering
dan pucat, penderita mungkin muntah dan pada penderita anak sering terjadi kejang.
Stadium ini berlangsung selama 15 menit-1 jam.
2. Stadium demam/hot stage Setelah menggigil/ merasa dingin, pada stadium ini penderita
mengalami serangan demam. Muka penderita menjadi merah, kulitnya kering dan
dirasakan sangat panas seperti terbakar, sakit kepala bertambah keras, dan sering disertai
dengan rasa mual atau muntah-muntah. Nadi penderita menjadi kuat kembali.
Biasanyapenderita merasa sangat haus dan suhu badan bisa meningkat sampai 41 derajat
celcius. Stadium ini berlangsung selama 2-6 jam. 
3. Stadium berkeringat/sweating stage, Pada stadium ini penderita berkeringat banyak
sekali, sampai membasahi tempat tidur. Namun suhu badan pada fase ini turun dengan
cepat, kadang-kadang sampai di bawah normal. Biasanya penderita tertidur nyenyak dan
pada saat terjaga, ia merasa lemah, tapi tanpa gejala lain. Stadium ini berlangsung 2-4
jam.Sesudah serangan panas pertama, terjadi interval bebas panas selama antara 48-72
jam, lalu diikuti dengan serangan panas berikutnya seperti yang pertama; dan demikian
selanjutnya. Gejala-gejala malaria ’klasik’ seperti yang telah diuraikan tidak selalu
ditemukan pada setiap penderita, dan ini tergantung pada spesies parasit, umur dan
tingkat imunitas penderita.

1.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Diagnosa malaria didasarkan atas manifestasi klinis dengan uji imunoserologis dan
menemukan parasit (plasmodium) malaria dalam darah si penderita. Penegakan diagnosis
melalui pemeriksaan laboraturium memerlukan persyaratan tertentu agar mempunyai nilai
diagnostik yang tinggi yaitu : waktu pengambilan sample harus tepat yaitu pada akhir periode
demam memasuki periode berkeringat, akrena periode ini umlah trophozite dalam sirkulasi
mencapai maksimal dan cukup matur sehingga sample cukup yaitu darah kapiler.

a. Secara laboratorium darah lengkap guna mengetahui kadar eritrsit, leukosit, dan
trombosit. Biasanya pada kasus malaria dijumpai jika kadar eritrositnya dan
hemoglobinnya menurun. Hal ini disebabkan karena pengrusakan eritrosit oleh parasit.
Pada malaria akut juga terjadi penghambatan eritropoesis pada sumsum tulang dapat di
jumpai trombositopenia yang dapat menganggu proses koagulasi
b. Tes antigen : p-f test yaitu untuk mendeteksi antigen dari P. Falciparum yang dapat
mendeteksi sangat cepatt hanya 3-5 menit, tidak memerlukan latihan khusus, dan alat
khusus
c. Tes serologi : mulai diperkenalkan sejak tahun 1962 dengan memakai teknik indirect
fluorescent antibody, tes ini berguna untukmendeteksi adanya antibody specific terhadap
malaria atau pada keadaan dimana parasit sangat minimal.
d. Tes PCR : dianggap sangat peka dengan teknologi amplifikasi DNA, waktu dipakai
cukup cepat dan sensivitasnya maupun spesifitasnya tinggi.

1.6 PENATALAKSANAAN

 Non farmakologi
 Semprotkan atau gunakan obat pembasmi nyamuk di sekitar tempat tidur
 Gunakan pakaian yang bisa menutupi tubuh disaat senja sampai fajar
 Gunakan kelambu di atas tempat tidur untuk menghalangi nyamuk mendekat.
 Jangan biarkan air tergenang lama di got, bak mandi, bekas kaleng, yang bisa mnejadikan
tempat nyamuk.

 Farmakologi
 Pengobatan yang diberikan oleh pengobatan radikal malaria dengan membunuh semua
stadium parasit yang ada di dalamnya tubuh manusia, adapun tujuan pengobatan radikal
unbtuk mendapat kesembuhan klinis dan parasitologik serta memutuskan rantai
penularan. Semua obat anti malaria tidak boleh di berikan dalam keadaan perut kosong
karena dapat bersifatmengiritasi lambung, oleh sebab itu penderita harus makan terlebih
dahulu setiap akna meminum obat.
 Pemberian obat malaria berat Artesurat parenteral di rekomendasikan untuk di gunakan
di Rumah Sakit dan Puskesmas dan Artemeter intramuskular dapat direkomendasikan
untuk di lapangan atau puskesmas perawatan.
 Kemoprofilaksis bertujuan untuk mengurangi resiko infeksi malaria sehingga bila
terinfeksi maka gejala klinis tidak berat , ini ditujukan oleh orang yang bepergian ke
daerah yang terjangkit

1.8 KOMPLIKASI
 Anemia parah sel darah merah tidak dapat membawa cukup oksigen ke seluruh tubuh.
Hal ini menyebabkan rasa kantuk dan penderita merasa lemas.
 Malaria otak jarang terjadi namun, pembuluh darah kecil yang menuju ke otak dapat
terhambat atau bahkan tersumbat yang menyebabkan kejang, kerusakan otak, dan koma
 Gagal fungsi organ tubuh dapat mengakibatkan gagal ginjal, gagal fungsi organ hati, dan
pecah organ limpa.
 Gangguan pernafasan yang menumpuk cairan diparu-paru yang akan menyulitkan sulit
bernafas
 Hipoglikemia kadar gula dalam darah abnormal
 Dehidrasi
 Tekanan darah menurun

1.9 PENGOBATAN DAN PENCEGAHAN PENYAKIT MALARIA

1. Klorokuin

Klorokuin adalah bentuk sintetik 4-aminokuinolin, diproduksi dalam bentuk garam fosfat
untuk pemberian secara oral. Ekskresi klorokuin melalui urin dengan mas paruh 3-5 hari, namun
waktu paruh eliminasi terminal mencapai 1-2 bulan. Klorokuin bersifat skizontosida darah yang
sangat efektif untuk semua jenis plasmodium pafa manusia dan gametosida terhadap P.vivax,
P.ovale dan P.malariae. Mekanisme kerja klorokuin adalah menghambat polimerisasi produk sisa
hemoglobin (heme) menjadi hemozoin di dalam vakuol pencernaan parasit sehingga
menghilangkan toksisitas parasit karena pembentukan heme bebas.

2. Kina/Kuinidin
Kina mulai dipakai sebagai OAM sejak tahun 1632. Obat ini merupakan alkaloid kinkona
yang dibuat dari ekstrak pohon kinkona di Amerika Selatan. Kuinidin adalah dekstrorotatori
stereoisomer dari kina. Mekanisme kerja kina sebagai OAM belum sepenuhnya dipahami,
diduga menghambat detoksifikasi heme parasit dalam vakuola makanan.

3. Proguanil

Proguanil adalah suatu biguanid yang dimetabolisme dalam tubuh (melalui enzim CYP2C19)
menjadi bentuk aktif sikloguanil. Sikloguanil menghambat pembentukan asam folat dan asam
nukleat, bersifat skizontosida darah yang bekera lambat, skizontosida jaringan terhadap
P.falcifarum, P.vivax, P.ovale, dan sporontosida.

4. Tetrasiklin

Tetrasiklin bersifat skizontosida darah untuk semua spesies plasmodium yang bekerja lambat,
skizontosida jaringan untuk P.falcifarum.

5. Klindamisin

Obat ini menghambat fase awal sintesis protein. Klindamisin bersifat skizontosida darah yang
bekerjalambat terhadap P.falciparum dan harus diberikan dalam kombinasi dengan OAM lain
seperti kina atau klorokuin

 Tindakan pencegahan
1. Usahakan tidur dengan kelambu, memberi kawat kasa, memakai obat nyamuk bakar,
menyemprot ruang tidur, dan tindakan lain untuk mencegah nyamuk berkembang di
rumah.
2. Usaha pengobatan pencegahan secara berkala, terutama di daerah endemis malaria.
3. Menjaga kebersihan lingkungan dengan membersihkan ruang tidur, semak-semak sekitar
rumah, genangan air, dan kandang-kandang ternak.
4.  Memperbanyak jumlah ternak seperti sapi, kerbau, kambing, kelinci dengan
menempatkan mereka di luar rumah di dekat tempat nyamuk bertelur.
5.  Memelihara ikan pada air yang tergenang, seperti kolam, sawah dan parit. Atau dengan
memberi sedikit minyak pada air yang tergenang.
6. Menanam padi secara serempak atau diselingi dengan tanaman kering atau pengeringan
sawah secara berkala
7. Menyemprot rumah dengan DDT.

1.10 KEBIJAKAN – KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DALAM PENANGGULANGAN


PENYAKIT TERSEBUT
Upaya penanggulangan penyakit menular mengutamakan aspek promotif dan preventif
yang ditujukan untuk menurunkan dan menghilangkan angka kesakitan, kecacatan, kematian,
membatasi penularan, serta penyebaran penyakit agar tidak meluas antar daerah maupun
antarnegara, serta berpotensi tidak menimbulkan kejadian luar biasa/wabah.

Dalam beberapa tahun terakhir muncul beberapa penyakit yang dinyatakan sebagai
penyakit Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dengan Kepedulian Internasional (Public Health
Emergency of International Concern/PHEIC) oleh WHO diantaranya Severe Acute Respiratory
Syndrome/SARS (2003), Mers CoV di wilayah TimurTengah (mulai 2012-2014), H7N9 di
Tiongkok ( 2012) dan Ebola di negara Afrika Barat (2014).

International Health Regulation (IHR) 2005, the World Organization for Animal Health
(OIE) Performance of Veterinary

Services (PVS), mengharuskan negara - negara di dunia untuk meningkatkan kewaspadaan


dan kapasitas human-animal interface pada deteksi dini dan respons terhadap penyakit menular
(infeksi emerging). Deteksi dini dan pengendalian peny aki t m enul ar m aupun infeksi penyakit
emerging pada hewan akan mencegah transmisi penyakit infeksi tersebut kepada manusia dan
meminimalkan dampak kesehatan masyarakat serta dampak keamanan sosial ekonomi
masyarakat.

 Dasar Hukum
a. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1962 tentang Karantina Laut (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1962 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 237
b. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1962 tentang Karantina Udara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1962 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 2374);
c. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3275); Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4844);

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik


Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5063); Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit


Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 49, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3447);

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1479/Menkes/SK/X/2003 tentang Pedoman


Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak
Menular Terpadu; Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 949/Menkes/Per/VIII/2004 tentang
Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa;

Permenkes 658/Menkes/PER/VIII/2009 tentang Jejaring Laboratorium Diagnosis


Penyakit Infeksi New Emerging dan Re Emerging Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1501/Menkes/Per/X/2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu yang Dapat Menimbulkan
Wabah dan Upaya Penanggulangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 503);

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 45 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Surveilans


Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor . Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 82 Tahun 2014 tentang Penanggulangan . Penyakit Menular (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 1755);
 PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR

Dalam penanggulangan penyakit menular, pemerintah baik pusat maupun daerah dan
masyarakat bertanggung jawab dalam penanggulangan penyakit menular. Mengingat banyaknya
jenis penyakit menular dan setiap wilayah di Indonesia memiliki masalah penyakit yang berbeda-
beda maka prioritas program penanggulangan baik di tingkat nasional maupun daerah ditetapkan
dengan kriteria sebagai berikut:

1. Penyakit endemis lokal


2. Penyakit menular potensial wabah
3. Penyakit dengan tingkat fatalitas tinggi/angka kematian tinggi
4. Memiliki dampak sosial, ekonomi, politik dan ketahanan yang luas; dan atau
5. Menjadi sasaran reduksi, eliminasi dan eradikasi global

 Standar Pelayanan Minimal (SPM) Penanggulangan KLB Provinsi


 Pernyataan standar

Setiap orang pada kondisi Kejadian Luar Biasa (KLB) di Provinsi mendapatkan pelayanan
kesehatan sesuai standar.

 Pengertian

` Pelayanan Kesehatan Bagi Penduduk Pada Kondisi Kejadian Luar Biasa Provinsi adalah
pelayanan kesehatan bagi setiap orang yang terdampak dan berisiko pada situasi KLB sesuai
dengan jenis penyakit dan/atau keracunan pangan yang menyebabkan KLB.

 Strategi penanggulangan penyakit menular adalah sebagai berikut:


1. Mengutamakan pemberdayaan masyarakat
2. Mengembangkan jejaring kerja, koordinasi dan kemitraan serta kerja sama lintas
program, lintas sektor dan internasional
3. Meningkatkan penyediaan sumberdaya dan pemanfaatan teknologi
4. Mengembangkan sistem informasi
5. Meningkatkan dukungan penelitian dan pengembangan
 Upaya pencegahan dilakukan untuk memutus mata rantai penularan, perlindungan
spesifik, pengendalian faktor risiko, perbaikan gizi masyarakat dan upaya lain sesuai
dengan ancaman Penyakit Menular. Upaya pencegahan, pengendalian, dan
pemberantasan dalam Penanggulangan Penyakit Menular dilakukan melalui kegiatan:
a. promosi kesehatan
b. surveilans kesehatan
c. pengendalian faktor risiko
d. penemuan kasus
e. penanganan kasus
f. pemberian kekebalan (imunisasi)
g. pemberian obat pencegahan secara massal dan
h. kegiatan lainnya yang ditetapkan oleh Menteri
 Upaya pengendalian dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan faktor risiko
penyakit dan/atau gangguan kesehatan. Dalam hal penanggulangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dimaksudkan untuk menghadapi potensi wabah, terhadap
kelompok masyarakat yang terjangkit Penyakit Menular dilakukan kegiatan sebagai
berikut:
a. penemuan penderita di fasilitas pelayanan kesehatan
b. penyelidikan epidemiologi
c. pengobatan massal
d. pemberian kekebalan massal dan
e. intensifikasi pengendalian faktor risiko
 Upaya pemberantasan dilakukan untuk meniadakan sumber atau agen penularan, baik
secara fisik, kimiawi dan biologi.

 PENYELANGGARAN PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR

Dalam hal kejadian Penyakit Menular mengalami peningkatan yang mengarah pada KLB
atau Wabah, Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat wajib melakukan kewaspadaan
dan kesiapsiagaan serta Penanggulangan Penyakit Menular sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Dalam rangka penyelenggaraan Penanggulangan Penyakit Menular pada
KLB atau Wabah, dibentuk Tim Gerak Cepat di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota. Tim
Gerak Cepat berhak mendapatkan akses untuk memperoleh data dan informasi secara cepat dan
tepat dari fasilitas pelayanan kesehatan dan masyarakat.Tim Gerak Cepat memiliki tugas dan
fungsi:

 melakukan deteksi dini KLB atau Wabah


 melakukan respon KLB atau Wabah dan
 melaporkan dan membuat rekomendasi penanggulangan

 Upaya Penanggulangan KLB dan Wabah

Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah meningkatnya kejadian kesakitan/kematian yang


bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu dan merupakan
keadaan yang menurus wabah. Wabah yaitu kejadian berjangkitnya suatu penyakit menlar dalam
masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan yang
lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka. Upaya
penanggulangan wabah yaitu:

1. Penyelidikan epidemiologis
2. Pemeriksaan, pengobatan, perawatan, dan isolasi penderita termasuk tindakan karantina
3. Pencegahan dan pengebalan
4. Pemusnahan penyebab penyakit
5. Penanganan jenazah akibat wabah
6. Penyuluhan kepada masyarakat

 Pencatatan dan Pelaporan

Dalam hal pencatatan dan pelaporan terdapat beberapa ketentuan yaitu:

a. Fasilitas pelayanan kesehatan wajib melakukan pencatatan kasus penyakit menular dan
upaya penanggulangannya kemudian melaporkan kepada dinas kesehatan
kabupaten/kota.
b. Dinas kesehatan kabupaten/kota melakuka kompilasi laporan dan melakukan analisis
untuk pengambilan kebijakan dan tindak lanjut serta melaporkannya ke dinas kesehatan
provinsi.
c. Dinas kesehatan provinsi melakukan kompilasi laporan dan melakukan analisis untuk
pengambilan kebijakan dan tindak lanjut serta melaporkannya ke Menteri dengan
tembusan.
d. Direktur Jenderal P2P melakukan kompilasi laporan dan melakukan analisis untuk
pengambilan kebijakan dan tindak lanjut serta memberikan umpan balik ke dinas
kesehatan provinsi dan menyampaikan laporan ke Menteri

 Pemantauan dan Evaluasi

Pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan penanggulangan penyakit menular dilaksanakan


oleh pusat dan daerah.

a. Pemantauan dilakukan terhadap :


 Pencegahan, dengan indikator tidak ditemukan kasus baru pada wilayah tertentu
 Pengendalian, dengan indikator tidak ada penambahan kasus baru; dan/atau
 Pemberantasan, dengan indikator mengurangi atau menghilangkan penyakit.
b. Evaluasi dilakukan terhadap :
 Pencegahan dan pengendalian , dengan indikator penyakit menular tidak menjadi
masalah kesehatan di masyarakat
 Pemberantasan, dengan indikator tidak ditemukan lagi penyakit atau penyakit tidak
menjadi masalah kesehatan.
 Penanggulangan KLB, dengan indikator dapat ditanggulangi dalam waktu paling lama 2
(dua) kali masa inkubasi terpanjang
BAB II

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS

( MALARIA )

1. Pengkajian
Hal yang perlu di kaji pada komunitas atau kelompok, antara lain sebagai berikut :
a. Inti (Core) meliputi
- Data demografi kelompok atau komunitas yang terdiri atas usia yang
berisiko, pendidikan, jenis kelamin, pekerjaan, agama, nilai- nilai, keyakinan,
serta riwayat timbulnya kelompok atau komunitas
b. Mengkaji 8 susbsistem yang mempengaruhi komunitas, antara lain :
- Perumahan, bagaimana penerangannya, sirkulasi, bagaimana kepadatannya
karena dapat menjadi stressor bagi penduduk
- Pendidikan komunitas, apakah ada sarana pendidikan yang dapat digunakan
untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat.
- Keamanan dan keselamatan, bagaimana keselamatan dan keamanan
dilingkungan tempat tinggal, apakah masyarakat merasa nyaman atau tidak,
apakah sering mengalami stress akibat keamanan dan keselamatan yang tidak
terjamin.
- Politik dan kebijakan pemerintah terkait kesehatan, apakah cukup menunjang,
sehingga memudahkan masyarakat mendapatkan pelayan di berbagai bidang
termasuk kesehatan.
- Pelayanan kesehatan yang tersedia, untuk melakukan deteksi dini dan
merawat/ memantau gangguan yang terjadi.
- System komunikasi, sarana komunikasi apa saja yang tersedia dan dapat di
manfaatkan di masyarakat tersebut untuk meningkatkan pengetahuan terkait
dengan gangguan penyakit.
- System ekonomi, tingkat social ekonomi masyakarat secara keseluruhan,
apakah pendapatan yang diterima sesuai dengan kebijakan Upah Minimun
Regional (UMR) atau sebaliknya dibawah upah minimum.
- Rekreasi, apakah tersedia sarana rekreasi, kapan saja dibuka, apakah biayanya
dapat di jangkau oleh masyakarat
c. Analisa data
Analisa data dilaksanakan berdasarkan data yang telah diperoleh dan disusun
dalam suatu format yang sistematis. Dalam menganalisa data memerlukan
pemikiran yang kritis. Data yang terkumpul kemudian dianalisa seberapa besar
faktor stressor yang mengancam dan seberapa berat reaksi yang timbul di
komunitas. Selanjutnya dirumuskan maslah atau diagnosa keperawatan. Masalah
tersebut terdiri dari:
a. Masalah sehat sakit
b. Karakteristik populasi
c. Karakteristik lingkungan
2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis di tegakkan berdasarkan tingkat reaksi komunitas terhadap stressor yang
ada.
3. Perencanaan Intervensi
Perencanaan intervensi yang dapat dilakukan berkaitan dengan diagnosis keperawatan
komunitas yang muncul.
4. Implementasi
Perawat bertanggung jawab untuk melaksanakan tindakan yang telah di rencanakan.
5. Evaluasi/ penilaian
a. Menilai respon verbal dan non verbal komunitas setelah di lakukan intervensi
b. Menilai kemajuan yang di capai oleh komunitas setelah dilakukan intervensi
keperawatan
c. Meencatat adanya kasus baru yang dirujuk ke RS .
DAFTAR PUSTAKA

Widoyono. Malaria. Dalam: Safitri Amalia, Astikawati Rina, editors. Penyakit Tropis:
Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, dan Pemberantasannya. Semarang: Erlangga; 2018: 111-
21.

Jiram AI, Vythilingam I, Noor Azian YM, Yusof YM, Azhari AH, Fong MY. Entomological
investigation of Plasmodium knowlesi vectors in Kuala Lipis, Pahang, Malaysia. Malar J. 2017;
11: 213

Kementerian Kesehatan RI. Info datin malaria. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI;
2016.

Jafar Nurhaedar. Anemia di daerah endemik malaria (tesis). Makasar: Universitas Hasanuddin;
2017

Irawan H, Merry MS, Wuryaningsih YNS, Baskoro T. Profil hematologik berdasarkan jenis
plasmodium pada pasien malaria rawat inap di RSK Lindimara, Sumba Timur. BIK DW. 2017;
2(2): 394-401.

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 82 Tahun 2014 tentang Penanggulangan Penyakit Menular
Peraturan Pemerintah No 40 Tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1501/Menkes/Per/X/2010 tentang jenis


penyakit menular tertentu yang dapat menimbulkan wabah dan upaya penanggulangan.

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 4 Tahun 2019 tentang Standar Pelayanan Minimal.

Kementerian Kesehetan Republik Indonesia, 2011., Buletin Jendela Data dan Informasi
Kesehatan: Epidemiologi Malaria di Indonesia., Jakarta

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 5 tahun 2013 tentang Pedoman Tata
Laksana malaria

Anda mungkin juga menyukai