Anda di halaman 1dari 4

MALARIA TERSIANA ( Tertiana Malariae )

Dari semua jenis malaria dan jenis plasmodium yang menyerang system tubuh, malaria
tropika merupakan malaria yang paling berat di tandai dengan panas yang ireguler, anemia,
splenomegali, parasitemis yang banyak, dan sering terjadinya komplikasi.
B. Penyebab
Menurut Harijanto (2000), plasmodium vivax, merupakan infeksi yang paling sering dan
menyebabkan malaria tertiana/ vivaks (demam pada tiap hari ke tiga).
v Karakteristik nyamuk
Menurut Harijanto (2000) malaria pada manusia hanya dapat ditularkan oleh nyamuk betina
Anopheles. Lebih dari 400 spesies Anopheles di dunia, hanya sekitar 67 yang terbukti
mengandung sporozoit dan dapat menularkan malaria. Di Indonesia telah ditemukan 24
spesies Anopheles yang menjadi vektor malaria.
Sarang nyamuk Anopheles bervariasi, ada yang di air tawar, air payau dan ada pula yang
bersarang pada genangan air pada cabang-cabang pohon yang besar (Slamet, 2002, hal 103).
Karakteristik nyamuk Anopeles adalah sebagai berikut :
a. Hidup di daerah tropic dan sub tropic, ditemukan hidup di dataran rendah
b. Menggigit antara waktu senja (malam hari) dan subuh hari
c. Biasanya tinggal di dalam rumah, di luar rumah, dan senang mengigit manusia (menghisap
darah).
d. Jarak terbangnya tidak lebih dari 2-3 km
e. Pada saat menggigit bagian belakangnya mengarah ke atas dengan sudut 48 derajat
f. Daur hidupnya memerlukan waktu 1 minggu
g. Lebih senang hidup di daerah rawa
C. Penularan dan Penyebaran Penyakit Malaria
Penularan penyakit malaria dari orang yang sakit kepada orang sehat, sebagian besar melalui
gigitan nyamuk. Bibit penyakit malaria dalam darah manusia dapat terhisap oleh nyamuk,
berkembang biak di dalam tubuh nyamuk, dan ditularkan kembali kepada orang sehat yang
digigit nyamuk tersebut.
Jenis-jenis vector (perantara) malaria yaitu:
Anopheles Sundaicus, nyamuk perantara di derah pantai
Anopheles Aconitus, nyamuk perantara malaria daerah persawahan
Anopheles Maculatus, nyamuk perantara malaria daerah perkembunan, kehutanan dan
pegunungan.
Penularan yang lain melalui tranfusi darah, namun kemungkinannya sangat kecil.
D. Patofisiologi

Daur hidup spesies malaria pada manusia yaitu:

a. Fase seksual
Fase ini terjadi di dalam tubuh manusia (Skizogoni), dan di dalam tubuh nyamuk (Sporogoni).
Setelah beberapa siklus, sebagian merozoit di dalam eritrosit dapat berkembang menjadi
bentuk- bentuk seksual jantan dan betina. Gametosit ini tidak berkembang akan mati bila
tidak di hisap oleh Anopeles betina. Di dalam lambung nyamuk terjadi penggabungan dari
gametosit jantan dan betina menjadi zigote, yang kemudian mempenetrasi dinding lambung
dan berkembang menjadi Ookista. Dalam waktu 3 minggu, sporozoit kecil yang memasuki
kelenjar ludah nyamuk (Tjay & Rahardja, 2002, hal .162-163).
Fase eritrosit dimulai dan merozoid dalam darah menyerang eritrosit membentuk
tropozoid. Proses berlanjut menjadi trofozoit- skizonmerozoit. Setelah 2- 3 generasi
merozoit dibentuk, sebagian merozoit berubah menjadi bentuk seksual. Masa antara
permulaan infeksi sampai ditemukannya parasit dalam darah tepi adalah masa prapaten,
sedangkan masa tunas/ incubasi intrinsik dimulai dari masuknya sporozoit dalam badan
hospes sampai timbulnya gejala klinis demam. (Mansjoer, 2001, hal. 409).

b. Fase Aseksual
Terjadi di dalam hati, penularan terjadi bila nyamuk betina yang terinfeksi parasit,
menyengat manusia dan dengan ludahnya menyuntikkan sporozoit ke dalam peredaran
darah yang untuk selanjutnya bermukim di sel-sel parenchym hati (Pre-eritrositer). Parasit
tumbuh dan mengalami pembelahan (proses skizogoni dengan menghasilakn skizon) 6-9 hari
kemudian skizon masak dan melepaskan beribu-ribu merozoit. Fase di dalam hati ini di
namakan Pra -eritrositer primer. Terjadi di dalam darah. Sel darah merah berada dalam
sirkulasi lebih kurang 120 hari. Sel darah mengandung hemoglobin yang dapat mengangkut
20 ml O2 dalam 100 ml darah. Eritrosit diproduksi oleh hormon eritropoitin di dalam ginjal
dan hati. Sel darah di hancurkan di limpa yang mana proses penghancuran yang di keluarkan
diproses kembali untuk mensintesa sel eritrosit yang baru dan pigmen bilirubin yang
dikelurkan bersamaan dari usus halus. Dari sebagian merozoit memasuki sel-sel darah
merah dan berkembang di sini menjadi trofozoit. Sebagian lainnya memasuki jaringan lain,
antara lain limpa atau terdiam di hati dan di sebut ekso-eritrositer sekunder. Dalam
waktu 48 -72 jam, sel-sel darah merah pecah dan merozoit yang di lepaskan dapat
memasuki siklus di mulai kembali. Setiap saat sel darah merah pecah, penderita merasa
kedinginan dan demam, hal ini di sebabkan oleh merozoit dan protein asing yang di pisahkan.
Secara garis besar semua jenis Plasmodium memiliki siklus hidup yang sama yaitu tetap
sebagian di tubuh manusia (aseksual) dan sebagian ditubuh nyamuk.
E. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang di temukan pada klien dengan malaria adalah sebagai berikut:
Suatu serangan biasa dimulai secara samara-samar dengan menggigil, di ikuti berkeringat
dan demam yang hilang timbul. Dalam 1 minggu, akan terbentuk pola yang khas dari serangan
yang hilang timbul. Suatu periode sakit kepala atau rasa tidak enak badan, diikuti oleh
menggigil. Demam berlangsung selama 1-8 jam. Setelah demam reda, penderita merasakan
sehat sampai terjadi menggigil berikutnya. Pada malaria vivax, serangan berikutnya
cenderung terjadi setiap 48 jam.
F. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan mikroskopis malaria


Diagnosis malaria sebagai mana penyakit pada umumnya didasarkan pada manifestasi klinis
(termasuk anamnesis), uji imunoserologis dan ditemukannya parasit (plasmodium) di dalam
penderita. Uji imunoserologis yang dirancang dengan bermacam-macam target dianjurkan
sebagai pelengkap pemeriksaan mikroskopis dalam menunjang diagnosis malaria atau
ditujukan untuk survey epidemiologi di mana pemeriksaan mikrokopis tidak dapat dilakukan.
Diagnosis definitif demam malaria ditegakan dengan ditemukanya parasit plasmodium dalam
darah penderita. Pemeriksaan mikrokropis satu kali yang memberi hasil negatif tidak
menyingkirkan diagnosis deman malaria. Untuk itu diperlukan pemeriksaan serial dengan
interval antara pemeriksaan satu hari.
Pemeriksaan mikroskropis membutuhkan syarat-syarat tertentu agar mempunyai nilai
diagnostik yang tinggi (sensitivitas dan spesifisitas mencapai 100%).
Waktu pengambilan sampel harus tepat yaitu pada akhir periode
demam memasuki periode berkeringat. Pada periode ini jumlah trophozoite dalam sirkulasi
dalam mencapai maksimal dan cukup matur sehingga memudahkan identifikasi spesies
parasit.
Volume yang diambil sebagai sampel cukup, yaitu darah kapiler (finger prick) dengan
volume 3,0-4,0 mikro liter untuk sediaan tebal dan 1,0-1,5 mikro liter untuk sedian tipis.
Kualitas perparat harus baik untuk menjamin identifikasi spesies plasmodium yang tepat.
Identifikasi spesies plasmodium
Identifikasi morfologi sangat penting untuk menentukan spesies plasmodium dan
selanjutnya digunakan sebagai dasar pemilihan obat.
b. QBC (Semi Quantitative Buffy Coat)
Prinsip dasar: tes floresensi yaitu adanya protein pada plasmodium yang dapat mengikat
acridine orange akan mengidentifikasi eritrosit terinfeksi plasmodium. QBC merupakan
teknik pemeriksaan dengan menggunakan tabung kapiler dengan diameter tertentu yang
dilapisi acridine orange tetapi cara ini tidak dapat membedakan spesies plasmodium dan
kurang tepat sebagai instrumen hitung parasit.
c. Pemeriksaan imunoserologis
Pemeriksaan imunoserologis didesain baik untuk mendeteksi antibodi spesifik terhadap
paraasit plasmodium maupun antigen spesifik plasmodium atau eritrosit yang terinfeksi
plasmodium teknik ini terus dikembangkan terutama menggunakan teknik radioimmunoassay
dan enzim immunoassay.
d. Pemeriksan Biomolekuler
Pemeriksaan biomolekuler digunakan untuk mendeteksi DNA spesifik parasit/ plasmodium
dalam darah penderita malaria.tes ini menggunakan DNA lengkap yaitu dengan melisiskan
eritrosit penderita malaria untuk mendapatkan ekstrak DNA.
G. Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejalanya, dimana terjadi serangan demam dan menggigil
secara periodik tanpa penyebab yang jelas. Dugaan malaria semakin kuat jika dalam waktu 1

tahun sebelumnya, penderita telah mengunjungi daerah malaria dan pada pemeriksaan fisik
ditemukan pembesaran limpa.
Untuk memperkuat diagnosis dilakukan pemeriksaan darah guna menemukan parasit
penyebabnya. Mungkin perlu dilakukan beberapa kali pemeriksaan karena kadar parasit di
dalam darah bervariasi dari waktu ke waktu. Pengobatan, komplikasi dan prognosis dari
malaria ditentukan oleh jenis parasit penyebabnya.
H. Penatalaksanaan
Berdasarkan pemeriksaan, baik secara langsung dari keluhan yang timbul maupun lebih
berfokus pada hasil laboratium maka dokter akan memberikan beberapa obat-obatan
kepada penderita. Diantaranya adalah pemberian obat untuk menurunkan demam seperti
paracetamol, vitamin untuk meningkatkan daya tahan tubuh sebagai upaya membantu
kesembuhan.
Sedangkan obat antimalaria biasanya yang dipakai adalah Chloroquine, karena harganya yang
murah dan sampai saat ini terbukti efektif sebagai penyembuhan penyakit malaria di dunia.
Namun ada beberapa penderita yang resisten dengan pemberian Chloroquine, maka
beberapa dokter akan memberikan antimalaria lainnya seperti ArtesunateSulfadoxine/pyrimethamine, Artesunate-amodiaquine, Artesunat-piperquine, Artemetherlumefantrine, dan Dihidroartemisinin-piperquine.
Penatalaksanaan malaria dapat diberikan tergantung dari jenis plasmodium, menurut Tjay &
Rahardja (2002) antara lain salah satunya adalah :
Malaria Tersiana/ Kuartana
Biasanya di tanggulangi dengan kloroquin namun jika resisten perlu di tambahkan mefloquin
single dose 500 mg p.c (atau kinin 3 dd 600 mg selama 4-7 hari). Terapi ini disusul dengan
pemberian primaquin 15 mg /hari selama 14 hari)
I. Pencegahan
Orang-orang yang tinggal di daerah malaria atau yang mengadakan perjalanan ke daerah
malaria bisa melakukan hal-hal berikut:
Menggunakan semprotan pembasmi serangga di dalam dan di luar rumah
Memasang tirai di pintu dan jendela
Memasang kawat nyamuk
Mengoleskan obat anti nyamuk di kulit
Mengenakan pakaian yang menutupi tubuh sehingga mengurangi daerah tubuh yang digigit
nyamuk.
Beberapa hal yang perlu diingat mengenai malaria:
Obat-obat yang digunakan dalam tindakan pencegahan tidak 100% efektif
Gejalanya bisa timbul 1 bulan atau lebih setelah gigitan nyamuk
Gejala awalnya tidak spesifik dan seringkali disalahartikan sebagai influenza

Anda mungkin juga menyukai