Anda di halaman 1dari 23

SKENARIO 3

MALARIA Pak Mardoni, seorang pegawai Biro Pusat Statistik di Jakarta baru kembali dari melakukan studi lapangan di Papua selama dua minggu. Dua minggu setelah kembali dari Papua pak Mardoni dirawat di RS YARSI karena mengalami demam selama seminggu. Demam dirasakan setiap dua kali sehari dimana setiap kali demam didahului menggigil dan setelah demam berkeringat. Setelah demam Pak Mardoni dapat pulih seperti biasa. Dokter menduga pak Mardoni menderita malaria. Setelah melakukan pemeriksaan sediaan hapus darah tepi, dokter mengatakan pak Mardoni terinfeksi Plasmodium falciparum. Menjawab pertanyaan dokter tentang obat profilaksis malaria, Pak Mardoni mengatakan sudah mendapat obat tetapi tidak meminumnya Pak Mardoni bertanya apakah keluarganya yang tinggal serumah dapat tertular dari dirinya. Dokter menjelaskan karena vektor malaria yaitu nyamuk Anopheles tidak terdapat di jakarta maka keluarga pak Mardoni kecil kemungkinan akan tertular malaria dari ayahnya. Dokter kemudian memberikan penyuluhan/KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi) yang merupakan salah bentuk implementasi strategi kegiatan Gerakan Berantas Kembali Malaria (Gebrak Malaria) yang telah dicanangkan oleh Depkes RI pada tahun 2000.

1. Memahami dan menjelaskan tentang plasmodium penyebab malaria pada

manusia
1.1 Spesies plasmodium

Plasmodium vivax Plasmodium falciparum Plasmodium malariae Plasmodium ovale

1.2 Morfologi spesies plasmodium

Plasmodium vivax : Pada trofozid muda terdapat bentuk cincin, eritrosit membesar, dan mulai tampak titik schuffner. Pada trofozoid tua sitoplasma berbentuk ameboid, titik schuffner jelas. Pada skizon muda, inti membelah 4-8 skizon matang inti membelah 12-24 buah, dan pigmen kuning tengguli. Pada makrogametosit bulat, sitoplasma berwarna biru, initi kecil, padat berwarna merah. Pada mikrogametosit bulat, sitoplasma pucat, biru kelabu inti pucat. Plasmodium falciparum : Trofoid muda (bentuk cincin) eritrosit tidak membesar dan terdapat titik maurer. Hanya ada satu parasit dalam sebuah eritrosit. Pada trofozid (multipel) terdapat lebih dari satu parasit dalam sebuah eritrosit. Skizon muda jumlah inti 2-6, pigmen sudah menggumpal warna hitam. Skizon matang inti membelah 8-24. Makrogametosit bentuk pisang, agak lonjong, plasma biru, inti padat kecil, pigmen di sekitar inti. Mikrogametosit bentuk sosis, plasma pucat, merah muda, inti tidak padat, pigmen tersebar. Plasmodium malariae : stadium trofozoid muda dalam darah tepi tidak berbeda dengan plasmodium vivax, meskipun sitoplasmanya lebih tebal dan pada pulasan giemza lebih gelap. Trofozoid yang lebih tua bila membulat besarnya setengah eritrosit. Pada sediaan darah tipis, stadium trofozoid dapat melintang di sepanjang sel darah merah dan membentuk seperti pita. Plasmodium Ovale : trofozoid muda berukuran kira-kira 2 mikron (1/3 eritrosit). titik schufner terbentuk saat dini dan tampak jelas. stadium trofozoid berbentuk bulat dan kompak dengan granula pigmen yang lebih kasar tetapi tidak sekasar pigmen P.malariae.pada stadium ini eritrosit agak membesar dan sebagian besar berbentuk lonjong. Stadium gamettosit betina bentuk bulat.puna inti kecilkompak dan sitoplasma warna biru.gametosit jantan punya inti difus.sitoplasma warna pucat kemerah-merahan berbentuk bulat.
1.3 Daur hidup plasmodium

2. Memahami dan menjelaskan tentang malaria 2.1 Definisi Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual di dalam darah. Infeksi malaria memberiakan gejala berupa demam, menggigil, anemia dan splenomegali. Dapat berlangsung akut maupun kronik. Infksi malaria dapat berlangsung tanpa komplikasi ataupun mengalami komplikasi sistemik yang dikenal sebagai malaria berat. Sejenis infeksi parasit yang menyerupai malaria ialah infeksi babesiosa yang menyebabkan babesiosis 2.2 Etiologi Penyebab infeksi malaria adalah plasmodium, yang selain menginfeksi manusia juga menginfeksi binatang seperti golongan burung, reptil dan mamalia. Termasuk genus plasmodium dari famili plasmodidae. Plasmodium ini pada manusia mmengifeksi eritrosit(sel darah merah dan mengalami pembiakan aseksual di jarinagan hati dan di eritrosit. Perkembangan seksual juga terrjadi pada tubuh nyamuk yaitu anopheles betina. Parasit malaria yang terdapat di Indonesia Plasmodium vivix yang menyebabkan penyakit malaria tertiana ( benigh malaria )dan plasmodium falcifarum yang menyebabkan malaria tropika (malignan malaria). Plasmodium malariae juga pernah dijumpai tetapi sangat jarang. Plasmodium ovale pernah di laporkan dijumpai di irian jaya, pulau timor, pulau owi(utara irian jaya).
3

2.3 Manifestasi Manifestasi malaria tergantung pada imunitas penderita, tingginya infeksi malaria. Berat/ringannya infeksi dipengaruhi oleh jennis plasmodium(P. Falcifarum yang sering menimbulakan komplikasi), daerah asal infeksi (pola resistensi terhadap pengobatan), umur (usia lanjut dan bayi sering lebih berat), ada dugaan konstitusi genetik, keadaan kesehatandan nutrisi, kemoprofilaktis dan pengobatan sebelumnya. Malaria mempunyai gambaran kararekteristik demam priodik, Anemia dan Splenomegali. Masa inkubasi bervariasi pada masing-masing plasmodium. Keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam berupa kelesuan, malaise, sakit kepala, sakit belakang, merasa sakit di punggung, nyeri sendi dan tulang, demam ringan, anoreksia , perut tak enak, diare ringan dan kadang-kadang dingin. Keluhan prodromal pada P. Vivax dan P. Ovale, sedangkan P. Falcifarum dan P. Malariae keluhan prodromal tidak jelas bahkan gejala dapat mendadak. Gejala yang kelasik yaitu terjadinya Trias Malaria secara berurutan : priode dingin(15-60 menit) : mulai menggigil, penderita membungkus diri dengan selimut atau sarung pada saat menggigilsering seluruh badan bergetar dan gigi-gigi saling terantuk, diikuti dengan meningkatnya temperatur. Priode panas : penderita muka merah, nadi cepat dan panas badan tetap tinggi beberapa jam diidkuti dengan keadaan berkeringat. Periode berkeringat : penderita berkeringat banyak dan temperatur turun, dan penderita merasa sehat. Trias malaria lebih sering terjadi infeksi pada P. Vivax, pada P. Falcifarum menggigil dapat berlangsungberat maupun tidak ada. Periode tidak panas berlangsung 12 jam pada P.falcifarum, 36 jam pada P. Vivax dan P. Ovale, 60 jam pada P. Malariae. karena proses complement mediated immune complex, eritrofagositosis, penghambatan pengeuaran retikulosit, dan pengaruh sitokin. Pembesaran limpa(Splenomegali), limpa akan teraba setelah 3 hari dari serangan infeksi akut, limpa menjadi bengkak, nyeri dan hiperemis. Limpa merupakan organ yang penting dalam pertahana tubuh terhadap infeksi malaria, penelitian pada binatang percobaan limpa menghapuskan eritrosit yang terinfeksi melalui perubahan metabolisme, antigenik dan rheological dari eritrosit yang terinfeksi. Hipoglikemi, merupakan manifestasi malaria falcifarum yang penting. Dapat ditemukan sebelum pengobatan terutama pada ibu hamil dan anak atau setelah pemberian infus kina pada penderita malaria berat. Manifestasi klinis berupa cemas, berkeringat, dilatasi pupil, napas pendek, oliguria, kedingan, takikardi dan kepala terasa ringan(melayang). Gejala klinis ini dapat menjadi gaduh gelisah, kejang, syok dan koma. Demam tinggi, suhu tubuh dapat mencapai 39oC-40oC terutama pada anak. Hal ini menyebabkan kejang-kejang dan gangguan kesadaran. Pada ibu hamil, demam tinggi dapat menyebabkan fatal distrees. Untuk menurunkan suhu tubuh dapat diberikan parasetamol 15 mg/kgbb baik per oral, supositoria atau nasogastric tube. Pemberian kompres juga membantu. Beberapa keadaan klinik dalam perjalanan infeksi malaria : Serangan primer : keadaan mulai dari akhir inkubasi dan mulai terjadi serangan paroksismal yang terdiri dari dingin/menggigil, panas dan berkeringat.

Periode latent : priode yang tanpa gejala dan tanpa parasitemia selama terjadinya infeksi malaria. Recrudescense : berulangnya gejala klinik dan parasitemia dalam masa 8 minggu sesudah berakhirnya serangan primer. Relepse atau Rechute : berulangnya gejala klinik atau parasitemia yang lebih lama dari waktu diantara serangan priodik dari infeksi primer yaitusetelah priode yang lama dari masa latent(sampai 5 tahun),biasanya terjadi karena infeksi tidak sembuh/ oleh bentuk diluar eritrosit(hati) pada malaria vivax atau ovale.

Penyakit yang berhubungan dengan malaria yaitu : Sindrom Splenomegali Tropik(SST), Sindrom Nefrotik(NS), Burkitts Limfoma(BL) Pola malaria 1. Malaria Vivax & Ovale. Suatu serangan bisa dimulai secara samar-samar dengan menggigil, diiukuti berkeringat dan demam yang hilang-timbul. Dalam 1 minggu, akan terbentuk pola yang khas dari serangan yang hilang timbul. Suatu periode sakita kepala atau rasa tidak enak badan akan diikuti oleh menggigil. Demam berlangsung selama 1-8 jam. Setelah demam reda, penderita merasakan sehat sampai terjadi menggigil berikutnya. Pada malaria vivax, serangan berikutnya cenderung terjadi setiap 48 jam.
2. Malaria falciparum.

Suatu serangan bisa diawali dengan menggigil. Suhu tubuh naik secara bertahap kemudian tiba-tiba turun. Serangan bisa berlangsung selama 20-36 jam. Penderita tampak lebih sakit dibandingkan dengan malaria vivax dan sakit kepalanya hebat. Diantara serangan (dengan selang waktu 36-72 jam), penderita biasanya merasa tidak enak badan dan mengalami demam ringan. 3. Malaria malariae. Suatu serangan seringkali dimulai secara samar-samar. Serangannya menyerupai malaria vivax dengan selang waktu antara dua serangan adalah 72 jam.

2.4 Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejalanya, dimana terjadi serangan demam dan menggigil secara periodik tanpa penyebab yang jelas. Dugaan malaria semakin kuat jika dalam waktu 1 tahun sebelumnya, penderita telah mengunjungi daerah malaria dan pada pemeriksaan fisik ditemukan pembesaran limpa. Untuk memperkuat diagnosis dilakukan pemeriksaan darah guna menemukan parasit penyebabnya. Mungkin perlu dilakukan beberapa kali pemeriksaan karena kadar parasit di dalam darah bervariasi dari waktu ke waktu. Pengobatan, komplikasi dan prognosis dari malaria ditentukan oleh jenis parasit penyebabnya.
5

2.5 Penatalaksanaan

Penanganan penderita tanpa komplikasi Semua individu dengan infeksi malaria yaitu mereka dengan ditemukannya plasmodium aseksual di dalam darahnya, malaria klinis tanpa di temukannya parasit dalam darahnya perlu diobati. Prinsip pengobatan malaria:
1) Penderita terolong malaria biasa(tanpa komplikasi)atau penderita malaria berat/dengan

komplikasi. penderita dengan komplikasi/malaria berat memakai obat parentral, malaria biasanya diobati dengan per oral.
2) Penderita malaria harus mendapatkan pengobatan yang efektif, tidak tejadi kegagalan

pengobatan dan mencegah terjadinya transmisi ATC(Artemisin base Combination Therapy)

yaitu

dengan

pengobatan

3) Pemberian pengobatan dengan ACT harus berdasarkan hasil pemeriksaan malaria yang positif dan dilakukan monitoring efek/respon pengobatan 4) Pengobatan malaria klinis/tanpa hasil pemeriksaan malaria memakai obat non ACTf

Penanganan penderita dengan komplikasi


1. Malaria cerebral

Didefinisikan sebagai unrousable coma pada malaria falsiparum, suatu perubahan sensorium yaitu manifestasi abnormal behaviour/kelakuan abnormal pada seorang penderita dari mulai yang paling ringan sampai koma yang dalam. Terbanyak bentuk yang berat. Diantaranya berbagai tingkatan penurunan kesadaran berupa delirium, mengantuk, stupor, dan ketidak sadaran dengan respon motorik terhadap rangsang sakit yang dapat diobservasi/dinilai. Onset koma dapat bertahap setelah stadium inisial konfusi atau mendadak setelah serangan pertama. Tetapi ketidak sadaran post iktal jarang menetap setelah lebih dari 30-60 menit. Bila penyebab ketidaksadaran masih ragu-ragu, maka penyebab ensefalopahty lain yang lazim ditempat itu, seperti meningoensefalitis viral atau bakterial harus disingkirkan. Manifestasi neurologis ( 1 atau beberapa manifestasi ) berikut ini bisa ada :

Ensefalopathy difus simetris. Kejang umum atau fokal. Tonus otot dapat meningkat atau turun. Refleks tendon bervariasi. Terdapat plantar fleksi atau plantar ekstensi. Rahang mengatup rapat dan gigi kretekan (seperti mengasah).
6

Mulut mencebil (pouting) atau timbul refleks mencebil bila sisi mulut dipukul. Motorik abnormal seperti deserebrasi rigidity dan dekortikasi rigidity. Tanda-tanda neurologis fokal kadang-kadang ada.

2. Hypoglikemia (Gula darah < 40 mg %)

Sering terjadi pada penderita malaria berat terutama anak usia < 3 tahun, ibu hamil sebelum atau sesudah pemberian terapi kina (kina menyebabkan hiperinsulinemia), maupun penderita malaria berat lain dengan terapi kina. Penyebab lain diduga karena terjadi peningkatan uptake glukosa oleh parasit malaria. Tindakan : a. Berikan 100 ml Glukosa 40 % IV secara injeksi bolus (anak-anak : 1 ml/Kg BB) b. Infus glukosa 5 % atau 10 % perlahan-lahan untuk mencegah hipoglikemia berulang. c. Monitoring teratur kadar gula darah setiap 4-6 jam. Bila sarana pemeriksaan gula darah tidak tersedia, pengobatan sebaiknya diberikan berdasarkan kecurigaan klinis adanya hipoglikemia.
3. Perdarahan & gangguan pembekuan darah (coagulopathy)

Perdarahan dan koagulopathi jarang ditemukan di daerah endemis pada negara-negara tropis. Sering terjadi pada penderita yang non-imun terhadap malaria. Biasanya terjadi akibat trombositopenia berat ditandai manifestasi perdarahan pada kulit berupa petekie, purpura, hematom atau perdarahan pada hidung, gusi dan saluran pencernaan. Gangguan koagulasi intra vaskuler jarang terjadi. Tindakan : Beri vitamin K injeksi dengan dosis 10 mg intravena bila protrombin time atau partial tromboplastin time memanjang. Periksa Hb : bila < 5 gr% direncanakan transfusi darah, 10 - 20 ml /kgBB Hindarkan pemberian korttikosteroid untuk trombositopenia. Perbaiki keadaan gizi penderita.
4. Gagal ginjal akut (acute renal failure / ARF )

Terjadi sebagai akibat hipovolemia atau ischemik sehingga terjadi gangguan mikrosirkulasi ginjal yang menurunkan filtrasi glomerulus. Paling sering terjadi gagal ginjal pre-renal akibat dehidrasi diatas (>50 %), sedangkan gagal ginjal renal akibat tubuler nekrosis akut hanya terjadi pada 5-10 % penderita. Namun ARF sering terdeteksi terlambat setelah pasien sudah mengalami overload (dekompensasi kordis) akibat rehidrasi yang berlebihan (overhidrasi) pada penderita dengan oliguria/anuria, dan karena tidak tercatatnya balans cairan secara akurat. Pada pasien severe falciparum malaria, bila memungkinkan sebaiknya kadar serum kreatinin diperiksa 2-3 x/minggu. Bila terjadi oliguria (volume urin < 400 ml/24 jam atau < 20 ml/jam pada dewasa atau < 0,5 ml/Kg BB/jam pada anak-anak setelah diobservasi/diukur selama 4-6 jam) disertai tanda klinik
7

dehidrasi maka berikan cairan untuk rehidrasi dengan terus berhati-hati/ mengawasi apakah ada tanda-tanda overload. Untuk itu awasi semua tanda-tanda vital, monitoring balans cairan, pemeriksaan auskultasi paru, jugular venous pressure (JVP) dan central venous pressure (CVP) bila tersedia dan observasi volume urin. Bila terjadi anuria. Berikan diuretik : Furosemid inisial 40 mg IV, observasi urin output. Bila tidak ada respon, dosis furosemid ditingkatkan progresif sampai maksimum 200 mg [dosis furosemid: 10-30 mg/jam] dengan interval 30 menit. Bila masih tidak respon (urin output ( - ) atau < 120 ml/2jam) periksa kadar ureum & kreatinin serum karena mungkin telah terjadi ARF. Persiapkan penderita untuk dialisis atau rujuk ke RS dengan fasilitas dialisis bila terjadi ARF. ARF biasanya reversibel apabila ditanggulangi secara cepat dan tepat. ARF yang disertai tanda-tanda overload (dekompensasi jantung) sangat berbahaya bila tidak ditanggulangi secara cepat. Tanda-tanda overload dari ringan sampai berat berupa : batuk-batuk, tensi meningkat/sedikit meningkat, nadi cepat, auskultasi paru ada ronki basah di basal bilateral paru, auskultasi jantung mungkin terdengar bunyi jantung tambahan (bunyi ke 3) dan JVP meningkat, serta pasien terlihat agak sesak sampai sesak nafas berat. Bila ada tandatanda overload, segera hentikan pemberian cairan. Rencanakan dialisis dengan ultrafiltrasi atau peritoneal dialisis, atau rujuk ke RS dengan fasilitas dialisis. Periksa juga kadar elektrolit darah dan EKG bila tersedia untuk mencari terjadinya hiperkalemia, asidosis metabolik serta gangguan keseimbangan asam-basa.
2.6 Prognosis

1. Prognosis malaria berat tergantung kecepatan diagnosa dan ketepatan & kecepatan pengobatan. 2. Pada malaria berat yang tidak ditanggulangi, maka mortalitas yang dilaporkan pada anakanak 15 %, dewasa 20 %, dan pada kehamilan meningkat sampai 50 %. 3. Prognosis malaria berat dengan kegagalan satu fungsi organ lebih baik daripada kegagalan dua fungsi organ. 4. Mortalitas dengan kegagalan 3 fungsi organ, adalah > 50 % 5. Mortalitas dengan kegagalan 4 atau lebih fungsi organ, adalah > 75 % 6. Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan klinis malaria berat yaitu: Kepadatan parasit < 100.000, maka mortalitas < 1 % , kepadatan parasit > 100.000, maka mortalitas > 1 % , Kepadatan parasit > 500.000, maka mortalitas > 50 %
3. Memahami dan menjelaskan tentang vektor malaria di Indonesia

3.1 macam-macam vektor malaria Nyamuk ANOPHELINI yang berperan sebagai vector malaria hanyalah genus anopheles. Di seluruh dunia, genus Anopheles jumlahnya kurang lebih 2000 spesies, di antaranya 60 spesies sebagai vector malaria. Jumlah nyamuk ANOPHELINI di Indonesia kira-kira 80 spesies dan 16 spesies telah dibuktikan berperan sebagai vector malaria, yang berbeda-beda dari satu daerah
8

ke daerah lain bergantung kepada bermacam-macam factor, seperti penyebaran geografik, iklim dan tempat perindukan. Morfologi nyamuk ANOPHELINI berbeda jika dibandingkan dengan morfologi nyamuk CULICINI. Telur ANOPHELINI yang diletakkan satu per satu di atas permukaan air berbentuk seperti perahu yang bagian bawahnya konveks dan bagian atasnya konkaf dan mempunyai sepasang pelampung yang terletak pada sebelah lateral. Larva ANOPHELINI yang di tempat perindukannya mengapung sejajar dengan permukaan air, mempunya bagian-bagian badan yang bentuknya khas, yaitu spirakel pada bagian posterior abdomen, tergal plate pada bagian tengah sebelah dorsal abdomen dan bulu palma pada bagian lateral abdomen. Stadium pupa mempunyai tabung pernapasan (respiratory trumpet) yang bentuknya lebar dan pendek dan digunakan untuk pengambilan O2 dari udara. Pada stadium dewasa palpus nyamuk jantan dan nyamuk betina mempunyai panjang hampir sama dengan panjang probosisnya. Perbedaannya adalah pada nyamuk jantan ruas palpus bagian apical berbentuk ganda (club form), sedangkan pada nyamuk betina ruas tersebut mengecil. Sayap pada bagian pinggir (kosta dan vena I) ditumbuhi sisik-sisik sayap yang berkelompok membentuk gambaran belang-belang hitam dan putih. Bagian ujung sisik sayap membentuk lengkung (tumpul). Bagian posterior abdomen tidak seruncing nyamuk aedes dan juga tidak setumpul nyamuk Mansonia, tetapi sedikit melancip. 3.2 Daur hidup Nyamuk Anophelini mengalami metamorfosis sempurna. Telur menetas menjadi larva yang kemudian melakukan pengelupasan kulit / eksoskelet sebanyak 4 kali. Lalu tumbuh menjadi pupa dan akhirnya menjadi nyamuk dewasa jantan atau betina. Waktu yang diperlukan untuk pertumbuhan sejak telur diletakan sampai menjadi dewasa bervariasi antara 2-5 minggu, tergantung pada spesies, makanan yang tersedia dan suhu udara. Tempat perindukan nyamuk anophelini bermacam-macam tergantung kepada spesies dapat dibagi menurut tiga kawasan, yaitu kawassan pantai, pedalaman, kaki gunung, dan kawasan gunung. Dikawasan pantai dengan tanaman bakau di danau pantai atau lagun (lagoon), rawa dan empang sepanjang pantai, ditemukan Anopheles sundaicus dan anopheles subpictus, terutama danau dipantai dan empang. Dikawasan pedalaman yang ada sawah, rawa, empang, saluran irigasi dan sungai ditemukan An.aconitus, An. barbirostris, An.farauti, An.bancrofti, An.subpictus, An.nigerrimus, An.sinensis. Dikawasan kaki gunung dengan perkebunan atau hutan ditemukan An.balabacensis, sedang didaerah gunung ditemukan An.maculatus. Umumnya Anophelini aktif menghisap darah hos[es pada malam hari atau sejak senja sampai dini hari. Umur nyamuk dewasa anophelini di alam bebas 1-2 minggu, tetapi di laboratorium dapat mencapai 3-5 minggu. 3.3 Epidemiologi Berbagai faktor yang perlu diketahui untuk menentukan vektor disuatu daerah endemi malaria adalah
9

pada pembedahan nyamuk alam positif mengandung sporozoit kebiasaan nyamuk anophelini mengisap darah manusia (antripofilik) umur nyamuk betina lebih dari 10 hari kepadatan yang tinggi dan mendominasi spesies yang lain hasil infeksi percobaan di laboratorium yang menunjukan kemampuan untuk mengembangkan plasmodium menjadi stadium sporozoit.

Prevalensi kasus malaria disuatu daerah endemi malaria dengan daerah lainnya tidak sama, tergantung pada perilaku spesies nyamuk yang menjadi vektor. Didaerah Cilacap misalnya yang vektor malarianya An.sundaicus, kasus malaria ditemukan lebih banyak pada musim kemarau, jika dibandingkan musim hujan, karena pembentukan tempat perindukan dimuara sungai untuk An.sundaicus meningkat jumlahnya pada musim hujan. Sebaliknya untuk daerah Jawa Barat yang vektor malarianya An.aconitus kasus malaria meningkat jumlahnya pada musim hujan, karena disawah terbentuk tempat-tempat perindukan untuk An. Aconitus, Kedua kejadian diatas terjadi akibat kurangnya perhatian terhadap adanya pengaturan air atau tidak teraturnya saluran irigasi. pemberantasan malaria dapat dilakukan melalui berbagai cara, diantaranya: mengobati penderita malaria mengusahakan agar tidak terjadi kontak antara nyamuk Anophelini dengan manusia, yaitu dengan memasang kawat kasa dibagian-bagian terbuka dirumah (jendela dan pintu) penggunaan kelambu dan repellent mengadakan penyuluhan tentang sanitasi lingkungan dan pendidikan kesehatan kepada masyarakat yang berkaitan dengan upaya memusnahkan tempat-tempat perindukan nyamuk dan openempatan kandang ternak diantara tempat perindukan dan rumah penduduk.

4. Memahami dan menjelaskan tentang obat-obat anti malaria KLASIFIKASI ANTIMALARIA Berdasarkan kerjanya pada ytahapan perkembangan plasmodium, antimalaria dibedakan atas skizontosid jaringan dan darah, gametosid dan sporontosid. Dengan klasifikasi ini antimalaria dipilih sesuai dengan tujuan pengobatan. Untuk mengendalikan serangan klinik digunakan skizontosid darah yang bekerja terhadap merozoid di eritrosit (fase eritrosit). Dengan demikian tidak terbentuk skizon baru dan tidak terjadi penghancuran eritrosit yang menimbulkan gejala klinik. Contoh golongan obat ini ialah klorokuin, kuinin, meflokuin, halofantrin dan qinghaosu (artemisinin). Antimalaria golongan antifolat dan antibiotik juga merupakan skizontosid darah tetapi kurang efektif dan kerjanya lambat.
10

Pengobatan supresi ditujukan untuk menyingkirkan semua parasit dari tubuh pasien dengan memberikan skizontosid darah dalam waktu yang lebih lama dari masa hidup parasit. Pada pencegahan kausal digunakan skizontosid jaringan yang bekerja pada skizon yang baru memasuki jaringan hati. Dengan demikian tahap infeksi eritrosit eritrosit dapat dicegah dan transmisi lebih lanjut dihambat. Kloroguanid (proguanil) efektif untuk profilaksis kausal malaria falciparum. Meskipun primakuin juga memiliki aktivitas terhadap P.falciparum, obat yang berpotensi toksik ini dicadangkan untuk penggunaan klinik yang lain. Pencegahan relaps juga menggunakan skizontosid jaringan. Senyawa ini bekerja pada bentuk laten jaringan P.vivax dan P.ovale, setelah bentuk primernya dijaringan hati dilepaskan ke sirkulasi skizontosid jaringan dimanfaatkan untuk profilaksis terminal atau penyembuhan radikal. Untuk profilaksis terminal obat tersebut diberikan segera sebelum atau segera sesudah meninggalkan daerah endemik sedangkan untuk memperoleh penyembuhan radikal obat tersebut diberikan selama masa infeksi laten atau selama serangan akut. Pada serangan akut, skizontosid jaringan diberikan bersama skintozoid darah. Klorokuin dipakai untuk memusnahkan P.vivax dan P.ovale fase eritrosit sedangkan skizontosid jaringan untuk memusnahkan bentuk laten jaringan yang dapat menimbulkan serangan baru lagi. Primakuin adalah obat prototip yang digunakan untuk mencegah relaps, yang dicadangkan khusus infeksi eritrosit berulang akibat plasmodia yang tersembunyi dijaringan hati. Pengobatan rradikal dimaksudkan untuk memusnahkan parasit dalam fase eritrosit dan eksoeritrosit. Untuk ini digunakan kombinasi skizontosid dara dan jaringan. Bila telah dicapai penyembuhan radikal maka individu ini diperbolehkan menjadi donor darah. Tetapi sulit untuk mencapai penyembuhan radikal karena adanya bentuk laten jaringan, kecuali pada infeksi P.falciparum, pengobatan untuk mengatasi serangan klinik infeksi P.falciparum juga merupakan pengobatan radikal. Individu yang tinggal didaerah endemik tidak cocok untk mendapat pengobatan radikal karena kemungkinan terinfeksi besar. Pengobatan seperti ini ditujukan kepada pasien yang kambuh setelah meninggalkan daerah endemik. Gametositosid membunuh gametosit yang berada dalam eritrosit sehingga transmisinya ke nyamuk dihambat. Klorokuin dan kinamemperlihatkan efek gametosidal pada P.vivax, P.ovale, dan P.malariae, sedangkan gametosit P.falciparum dapat dibunuh oleh primakuin. Sporontosid menghambat perkembangan gametosid lebih lanjut ditubuh nyamuk yang menghisap darah pasien, dengan demikian rantai penularan terputus. Kerja seperti ini terlihat dengan primakuin dan kloroguanid. Obat antimalaria biasanya tidak dipakai secara klinis untuk tujuan ini. KLOROKUIN dan TURUNANYA Klorokuin (7-kloro-4-(4 dietilamino-1-metil-butiamnio) kuinolin ialah turunan 4aminokuinolin. Pada mamalia bentuk d-isomernya. Amodiakuin dan hidroksiklorokuin merupakan turunan klorokuin yang sifatnya mirip klorokuin. Walaupun in vitro dan in vivo amodiakuin lebih aktif terhadap P.falciparum yang mulai resisten terhadap klorokuin. Obat ini tidak digunakan rutin karena efek samping agranulositosis yang fatal dan toksik pada hati. FARMAKODINAMIK Selain sebagai antimalaria, klorokuin juga memperlihatkan antiradang. Efek ini kadang-kadang dimanfaatkan dalam pengobatan artritis reumatoid, lupus erithromatosus, lupus diskoid dll.
11

Untuk pengobatan penyakit tersebut dibutuhkan dosis yang jauh lebih tinggi daripada dosis untuk malaria sehingga kemungkinan intoksikasi harus dipertimbangkan. Bentuk hidroksikasi harus dipertimbangkan. Bentuk hidroksiklorokuin mempunyai toksisitas yang lebih rendah. AKTIVITAS MALARIA Klorokuin hanya efektif terhadap parasit dalam fase eritrosit, sama sekali tidak efektif terhadap parasit dijaringan. Efektivitasnya sangat tinggi terhadap P.vivax, P.malariae, P.ovale dan terhadap strain P.falciparum yang sensitif klorokuin. Selain itu, klorokuin juga efektif terhadap ketiga gamet plasmodium tersebut, tetapi tidak terhadap P.falciparum. untuk bentuk laten jaringan klorokuin tidak bermanfaat. Klorokuin sangat efektif menekan serangan akut terhadap P.vivax tetapi setelah obat dihentikan relaps akan terjadi sehingga untuk mengeradikasi infeksi P.vivax klorokuin perlu diberikan bersama dengan primakuin sampai pasien meninggalkan daerah endemik tersebut. Klorokuin juga memiliki efektivitas tinggi untuk profilaksis maupun penyembuan malaria yang terinfeksi dengan P.malariae dan P.falciparum yang senditif. Gejala klinik dan parasetemia serangan akut malaria akan cepat dikendalikan oleh klorokuin. Demamnya akan hilang dalam 24 jam dan sediaan apus darah, umumnya negatif dalam waktu 48-72 jam. Bila tidak ada perbaikan sampai hari kedua mungkin telah terjadi resistensi, khususnya pada P.falciparum. dalam hal ini perlu dipertimbangkan pemberian kina atau skizontosid darah lainnya. Mekanisme kerja klorokuin masih kontroversial. Salah satu mekanisme yang penting adalah penghambatan aktivitas polimerase heme plasmodia oleh klorokuin. Polimerase heme plasmodia berperanan mendetoksifikasi heme ferriprotoporphyrin IX menjadi bentuk hemozin yang tidak toksik. Heme ini merupakan senyawa yang bersifat membranolitik dan terbentuk dari pemecahan hemoglobin di vakuol makanan parasit. Peningkatan heme di dalam parasit menimbulkan lisis membran parasit. Resistensi terhadap klorokuin kini banyak ditemukan pada P.falciparum. Mekanisme terjadinya resistensi ini melibatkan berbagai mekanisme genetik yang kompleks dan masih diteliti hingga kini. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa verapamil, desipranin dan klorfe niramin dapat memulihkan sensitivitas plasmodium yang resisten terhadap klorokuin, tetapi penggunaanya secara klinik masih perlu diteliti lebih lanjut. FARMAKOKINETIK Absorbsi klorokuin setelah pemberian oral terjadi lengkap dan cepat, dan makanan mempercepat absorbsi ini, sedangkan kaolin dan antasid yang mengandung kalsium atau magnesium dapat mengganggu absorbsi klorokuin. Sehingga, obat ini sebaiknya jangan diberikan bersama-sama dengan klorokuin. Kadar puncak dalam plasma dicapai setelah 3-5 jam. Kira-kira 55% dari jumlah obat dalam plasma akan terikat pada non-diffusible plasma constituent. Klorokuin lebih banyak diikat dijaringan, pada hewan coba ditemukan klorokuin dalam hati, limpa, ginjal, paru dan jaringan bermelanin sebanyak 200-700 kali kadarnya dalam plasma. Sebaliknya otak dan medula spinalis hanya mengandung klorokuin 10-30 kali kadarnya dalam plasma.
12

Metabolisme klorokuin dalam tubuh berlangsung lambat sekali dan metabolitnya menodesetiklorokuin dan bisdesetiklorokuin dieksresi melalui urin. Metabolit utamanya, monodesetil klorokuin juga mempunyai aktivitas anti malaria. Kadarnya di plasma sekitar 20-35% dari senyawa induknya. Asidifikasi akan mempercepat eksresi klorokuin. Waktu paruh terminalnya berkisar antara 30-60 hari. Sejumlah kecil klorokuin masih ditemukan dalam urin bertahun-tahun setelah pemberian dihentikan. Dosis harian 300mg menyebabkan kadar kira-kira 125 m/L, sedangkan dengan dosis oral 0,5 gram tiap minggu dicapai kadar plasma antara 150-250g/L dengan kadar lembah antara 2040g/L. Jumlah ini berada dalam batas kadar terapi untuk P.falciparum yang sensitif dan P.vivax yaitu masing-masing 30 dan 15 g/L. EFEK SAMPING dan KONTRAINDIKASI Dengan dosis yang tepat, klorokuin merupakan obat yang sangat aman. Efek samping yang mungkin ditemukan pada sakit kepala ringan gangguan pencernaan , gangguan penglihatan, dan gatal-gatal. Pengobatan kronik sebagai terapi suspresi kadang kala menimbulkan sakit kepala, penglihatan kabur, diploma erupsi kulit likenoid, rambut putih dan perubahan gambaran EKG. Pemberian klorokuin lebih dari 250 mg/hari untuk jangka lama (biasanya bukan untuk malaria) dapat menimbulkan ototoksisitas dan retinopati yang menetap. Retinopati ini diduga berhubungan dengan akumulasi klorokuin di jaringan yang kaya melanin. Dosis tinggi parenteral yang diberikan secara cepat dapat menimbulkan toksisitas terutama pada sistem kardiovaskular berupa hipotensi, vasodilatasi, penekanan fungsi miokard, yang pada akhirnya dapat menimbulkan henti jantung. Dosis berkisar 30-50 mg/kgBB yang diberikan secara parenteral biasanya fatal, sehingga klorokuin parentteral sebaiknya diberikan dengan cara infus lambat atau IM dan SK dosis kecil. Klorokuin harus digunakan secara hati-hati pada pasien dengan penyakit hati, atau pada pasien gangguan saluran cerna, neurologik dan darah yang berat. Bila terjadi gangguan selama terapi, maka pengobatan harus dihentikan. Pada pasien dengan defisiensi G PD, klorokuin dapat menyebabkan hemolisis. Dermatitis dapat timbul pada pemberian klorokuin bersamaan dengan meflokuin tidak dianjurkan karena meningkatkan resiko kejang sedangkan pemberian klorokuin bersamaan dengan amidaron atau halofantrin dapat meningkatkan risiko terjadinya aritmia jantung. Pada pasien porfiria kutanea tarda atau psoriasism klorokuin dapat menyebabkan reaksi yang lebih berat. Untuk pasien yang menggunakan klorokuin dosis besar jangka alama, diperlukan pemeriksaan oftamologi dan neurologi berkala setiap 3-6 bulan. SEDIAAN dan POSOLOGI Untuk pemakaian oral tersedia garam klorokuin fosfat dalam bentuk tablet 250 mg dan 500 g yang masing-masing setara dengan 150 mg dan 300 mg bentuk basanya : juga tersedia bentuk sirup klorokuin fosfat 50 mg/5mL. Untuk pengobatan malaria, dosis awalnya ialah10 mg/kgBB klorokuin basa, dilanjutkan dengan dosis 5 mg/kgBB klorokuin basa pada 6, 12, 24, dan 36 jam berikutnya sehingga tercapai dosis total 30 mg/kgBB dalam 2 hari.
13

Untuk malaria yang terinfeksi dengan P.vivax atau P.ovale, 5 mg/kgBB klorokuin basa diulang pemberiannya pada hari ke 7 dan ari ke 14. Untuk malaria berat dimana pemberian oral tidak memungkinkan maka diberikan klorokuin HCL parenteral. Klorokuin HCL tersedia dalam bentuk larutan 50 mg/mL yang setara dengan 40 mg/mL klorokuin basa. Obat ini diberikan secara IV dengan kecepatan tetap yang tidak melebihi 0,83 mg/kgBB klorokuin basa per jam atau dengan suntikan SK atau IM berulang dengan dosis tidak melebihi 3,5 mg/kgBB klorokuin basa sampai tercapai dosis total 25mg/kgBB klorokuin basa. Untuk profilaksis pada orang dewasa diberikan klorokuin fosfat per oral 500 mg setiap minggu, dimulai 1 minggu sebelum masuk daerah endemik dan diteruskan sampai 4 minggu meninggalkan daeraj tersebut. Pada anak digunakan 8,3 mg/kgBB klorokuin fosfat dengan cara pemberian yang sama.

PIRIMETAMIN Pirimetamin ialah turunan pirimidin yang berbentuk bubuk putih, tidak berasa, tidak larut dalam asam klorida. Nama kimia pirimetamin ialah 2,4-diamino-5-p-klorofenil-6-etilpirimidin. FARMAKODINAMIK Pirimetamin merupakan skizontosid darah kerja lambat yang mempunyai efek antimalaria yang mirip dengan efek proguanil tetapi lebih kuat karena bekerja langsung, waktu paruuhnya pun lebih panjang. Untuk profilaksis primetamin dapat diberikan seminggu sekali sedangkan proguanil harus diberikan setiap hari. Dalam bentuk kombinasi, pirimetamin dan sulfadoksin digunakan secara luas untuk profilaksis dan supresi malaria, terutama yang disebabkan oleh strain P.falciparum yang resistem klorokuin. Pirimetamin tidak memperlihatkan efektivitas yang jelas terhadap P.falciparum dijaringan hati bahkan terhadap bentuk laten jaringan P.vivax pirimetamin gagal mengeradikasi. Gametosit semua jenis plasmodium juga gagal dimusnahkan oleh pirimetamin. Dosis tinggi pirimetamin yang diberikan bersama dengan sulfa diazin, digunakan untuk terapi toksoplasmosis, yang disebabkan oleh T.gondii. MEKANISME KERJA Pirimetamin menghambat enzim dihidrofolat reduktase plasmodia pada kadar yang jauh lebih rendah daripada yang diperlukan untuk menghambat enzim yang sama pada manusia. Enzim ini bekerja dalam rangkaian reaksi sintesis purin, sehingga penghambatannya menyebabkan gagalnya pembelahan inti pada pertumbuhan skizon dalam hati dan eritrosit. Kombinasi dengan sulfonamid memperlihatkan sinergisme karena keduanya mengganggu sintesis purin pada tahap yang berurutan. Resistensi terhadap pirimetamin dapat terjadi akibat mutasi pada gen-gen yang menghasilkan perubahan asam amino sehingga mengakibatkan penurunan afinitas pirimetamin terhadap enzim dihidrofolat reduktase plasmodia. FARMAKOKINETIK
14

Penyerapan pirimetamin di saluran cerna berlangsung lambat tetapi lengkap. Setelah pemberian oral, kadar puncak plasma dicapai dalam waktu 4-6 jam. Konsentrasi obat yang berefek supresi dapat menetap di dalam darah selama kira-kira 2 minggu. Obat ini ditimbun terutama di ginjal, paru, hati, dan limpa kemudian dieksresi lambat dengan waktu paruh kira-kira 4 hari. Metabolitnyya dieksresi melalui urin. EFEK SAMPING dan KONTRAINDIKASI Dengan dosis besar dapat terjadi anemia makrositik yang serupa dengan yang terjadi pada defisisensi asam folat. Gelaja ini akan hilang bila pengobatan dihentikan atau dengan pemberian asam folinat (leukovin), untuk mencegah anemia, trombositopenia dan leukopenia, leukovorin ini dapat pula diberikan bersamaan dengan pirimetamin. Pirimetamin dosis tinggi bersifat teratogenik pada hewan coba, tetapi pada manusia belum terbukti. Pemberian pirimetamin sebaiknya disertai pemberian suplemen asam folat. SEDIAAN dan POSOLOGI Pirimetamin tersedia sebagai tablet 25mg, selain itu terdapat juga sediaan kombinasi tetap dengan sulfadoksin 500mg. PRIMAKUIN Primakuin atau 8-(4-amino-1-metilbutilamino)-6-metakuinolin ialah turunan 8-aminokuinolon. FARMAKODINAMIK Berbeda dengan kina, primakuin dosis terapi tidak mmemiliki efek lain selain efek antimalaria. Efek toksiknya terutama terlihat pada darah. AKTIVITAS ANTIMALARIA Manfaat kliniknya yang utama ialah dalam penyembuhan radikal malaria vivax dan ovale karena bentuk laten jaringan plasmodia ini dapat dihancurkan oleh primakuin. Maka primakuin merupakan obat terpilih untuk maksud ini. Primakuin sendiri tidak menekan serangan malaria vivax meskipun ia memperlihatkan aktivitas terhadap fase eritrosiit. Demikian juga secara klinis tidak digunakan untuk mengatasi serangan malaria fallciparum sebab tidak efektif terhadap fase eritrosit. Golongan 8-aminokuinolin memperlihatkan efek gametosidal terhadap ke 4 jeenis plasmodium teruatama P.falciparum. MEKANISME ANTIMALARIA Primakuin berubah menjadi elektrofil yang bekerja sebagai mediator oksidasi reduksi. Aktivitas ini membantu aktivitas antimalaria. Aktivitas menonjol pada fase skizon jaringan dan gametosit. RESISTENSI Beberapa strain P.vivax dibeberapa negara, termasuk asia tenggara relatif telah menjadi resisten terhadap primakuin. Bentuk skizon jaringan dari strain ini tidak dapat lagi dimusnahkan dengan pengoobatan standar tunggal, tetapi memerlukan pengobatan berulang dengan dosis yang
15

ditinggalkan misalnya 30mg primakuin basa per hari selama 14 hari untuk penyembuhan radikal. KINA Farmakodinamik Untuk terapi supresi dan pengobatan serangan klinis, kedudukan kina sudah tergeser oleh antimalaria lain yang lebih aman dan efektif. Misalnya klorokuin. Kina terutama berefek skizontosid darah dan juga berefek gametosid terhadap P.vivax dan P.malariae, tetapi tidak untuk P.falciparum. Farmakokinetik Diserap baik terutama melalui usus halus bagian atas. Distribusinya luas terutama ke hati tetapi kurang ke paru, ginjal dan limpa, kina juga melalui sawar uri. Dimetabolisme dihati sehingga hanya kira-kira 20% yang di eksresi dalam bentuk utuh di urin. Karena perombakan dan eksresi yang cepat. Tidak terjadi kumulasi dalam badan. Waktu paruh eliminasi kina pada orang sehat 11 jam, sedangkan pada pasien malaria berat 18 jam. Efek samping Dosis terapi Kina sering menyebabkan sinkonisme yang tidak selalu memerlukan penghentian pengobatan. Gejalanya mirip salisilismus yaitu tinnitus, sakit kepala, gangguan pendengaran, pandangan kabur, diare dan mual. Gejala ringan lebih dahulu tampak disistem pendengaran dan penglihatan. Hemoglobinemia dan hemoglobinuria merupakan suatu reaksi hipersensitivitas kina yang kadang terjadi pada pasien malaria yang hamil. Obat malaria lain Proguanil Meflokuin Halofantrin Tertrasiklin Kombinasi sulfadoksin pirimetamin Artemisin Kemoprofilaksisa

PENGOBATAN MALARIA DENGAN KOMPLIKASI Definisi malaria berat/komplikasi adalah ditemukannya Plasmodium falciparum stadium aseksual dengan satu atau beberapa manifestasi klinis dibawah ini (WHO,1997): 1. Malaria serebral (malaria otak) 2. Anemia berat (Hb<5 gr% atau hematokrit <15%) 3. Gagal ginjal akut (urin<400 mI/24 jam pada orang dewasa atau<1 ml/kgbb/jam pad anak setelah dilakukari rehidrasi; dengan kreatinin darah >3 mg%). 4. Edema paru atau Acute Respiratory Distress Syndrome.
16

5. Hipoglikemi: gula darah< 40 mg%. 6. Gagal sirkulasi atau syok: tekanan sistolik <70 mm Hg (pada anak: tekanan nadi_ 20 rnmHg); disertai keringat dingin. 7. Perdarahan spontan dari hidung, gusi, alat pencernaan dan/atau disertai kelainan laboratorik adanya gangguan koagulast intravaskuler 8. Kejang berulang > 2 kali per 24 jam setelah pendinginan pada hipertermia 9. Asidemia (pH:< 7,25) atau asidosis (bikarbonat plasma < 15 mmol/L). 10.Makroskopik hemoglobinuri oleh karena infeksi malaria akut (bukan karena obat anti malaria pada seorang dengan defisiensi G-6-PD). Beberapa keadaan lain yang juga digolongkan sebagai malaria berat: 1. Gangguan kesadaran ringan (GCS < 15) 2. Kelemahan otot (tak bisa duduk/berjalan) tanpa kelainan neurologik 3. Hiperparasitemia > 5 %. 4. lkterus (kadr bilirubin darah > 3 mg%) 5. Hiperpireksia (temperatur rektal > 40 C pada orang dewasa, >41 C pada anak) Perbedaan manifestasi malaria berat pada anak dan dewasa dapat dilihat pada tabel III.4.1 Tabel III.4.1. Manifestasi Melaria Berat Pada Anak dan Dewasa Manifestasi malaria berat pada Anak Koma (malaria serebral) Distres pernafasan Hipoglikemia (sebelum terapi kina) Anemia berat Kejang umum yang bertulang Asidosis metabolik Kolaps sirkulasi, syok hipovolemia, hipotensi (tek. sistolik<50mmHg) Gangguan kesadaran selain koma Kelemahan yang sangat (severe prostation) Hiperparasitemia Ikterus Hiperpireksia (SUhu>410C) Hemoglobinuria (blackwater fever) Perdarahan spontan Gagal ginjal Manifestasi malaria berat pada Dewasa Koma (malaria serebral) Gagal ginjal akut Edem paru, termasuk ARDS# Hipoglikaemia (umumnya sesudah terapi kina) Anemia berat (< 5 gr%) Kejang umum yang berulang Asidosis metabolik Kolaps sirkulasi, syok Hipovolemia, hipotensi Perdarahan spontan Gangguan kesadaran selain koma Hemoglobinuria (blackwater fever) Hiperparasitemia (>5%) Ikterus (Bilirubin total >3 mg%) Hiperpireksia (Suhu >40C)

Komplikasi dibawah ini lebih sering pada dewasa: Komplikasi terbanyak pada anak : Gagal ginjal akut Hipoglikemia (sebelum pengobatan kina) Edem paru Anemia berat. Malaria serebral Ikterus Keterangan : # Adult Respiratory Distress Syndrom
17

Anemia berat ( Hb<5 g%, Ht<15%) Sering pada anak umur 1-2 tahun. Gula darah <40mg% lebih sering pada anak <3 tahun. Pengobatan malaria berat ditujukan pada pasien yang datang dengan manifestasi klinis berat termasuk yang gagal dengan pengobatan lini pertama. Apabila fasilitas tidak atau kurang memungkinkan, maka penderita dipersiapkan untuk dirujuk ke rumah sakit atau fasilitas pelayanan yang lebih lengkap. Penatalaksanaan kasus malaria berat pada prinsipnya meliputi: 1. 2. 3. 4. Tindakan umum Pengobatan simptomatik Pemberian obat anti malaria Penanganan komplikasi Pilihan utama : derivat artemisinin parenteral Artesunat Intravena atau intramuskular Artemeter Intramuskular Pemberian obat anti malaria berat Artesunat parenteral direkomendasikan untuk digunakan di Rumah Sakit atau Puskesmas perawatan, sedangkan artemeter intramuskular direkomendasikan untuk di lapangan atau Puskesmas tanpa fasilitas perawatan. Obat ini tidak boleh diberikan pada ibu hamil trimester 1 yang menderita malaria berat. Kemasan dan cara pemberian artesunat Artesunat parenteral tersedia dalam vial yang berisi 60 mg serbuk kering asam artesunik dan pelarut dalam ampul yang berisi 0,6 ml natrium bikarbonat 5%. Untuk membuat larutan artesunat dengan mencampur 60 mg serbuk kering artesunik dengan larutan 0,6 ml natrium bikarbonat 5%. Kemudian ditambah larutan Dextrose 5% sebanyak 3-5 ml. Artesunat diberikan dengan loading dose secara bolus: 2,4 mg/kgbb per-iv selama 2 menit, dan diulang setelah 12 jam dengan dosis yang sama. Selanjutnya artesunat diberikan 2,4 mg/kgbb per-iv satu kali sehari sampai penderita mampu minum obat. Larutan artesunat ini juga bisa diberikan secara intramuskular (i.m.) dengan dosis yang sama. Bila penderitasudah dapat minum obat, maka pengobatan dilanjutkan dengan regimen artesunat + amodiakuin + primakuin (Lihat dosis pengobatan lini pertama malaria falsiparum tanpa komplikasi). Kemasan dan cara pemberian artemeter
18

Artemeter intramuskular tersedia dalam ampul yang berisi 80 mg artemeter dalam larutan minyak Artemeter diberikan dengan loading dose: 3,2mg/kgbb intramuskular Selanjutnya artemeter diberikan 1,6 mg/kgbb intramuskular satu kali sehari sampai penderita mampu minum obat Bila penderita sudah dapat minum obat, maka pengobatan dilanjutkan dengan regimen artesunat + amodiakuin + primakuin (Lihat dosis pengobatan lini pertama malaria falsiparum tanpa komplikasi). Obat alternatif malaria berat Kina dihidroklorida parenteral Kemasan dan cara pemberian kina parenteral Kina per-infus masih merupakan obat alternatif untuk malaria berat pada daerah yang tidak tersedia derivat artemisinin parenteral, dan pada ibu hamil trimester pertama Obat ini dikemas dalam bentuk ampul kina dihidroklorida 25%, Satu ampulberisi 500 mg /2 ml. Dosis dan cara pemberian kina pada orang dewasa termasuk untuk ibu hamil: Loading dose : 20 mg garam/kgbb dilarutkan dalam 500 ml dextrose 5% atau NaCI 0,9% diberikan selama 4 jam pertama. Selanjutny selama 4 jam ke-dua hanya diberikan cairan dextrose 5% atau NaCl 0,9%. Setelah itu, diberikan kina dengan dosis maintenance 10 mg/kgbb dalam larutan 500 ml dekstrose 5 % atau NaCI selama 4 jam Empat jam selanjutnya, hanya diberikan lagi cairan dextrose 5% atau NaCl 0,9% Setelah itu diberikan lagi dosis maintenance seperti diatas sampai penderita dapat minum kina per-oral. Bila sudah sadar / dapat minum obat pemberian kina iv diganti dengan kina tablet per-oral dengan dosis 10 mg/kgbb/kali, pemberian 3 x sehari (dengan total dosis 7 hari dihitung sejak pemberian kina perinfus yang pertama). Dosis anak-anak: Kina.HCI 25 % (per-infus) dosis 10 mg/kgbb (bila umur < 2 bulan : 6-8 mg/kg bb) diencerkan dengan dekstrosa 5 % atau NaCI 0,9 % sebanyak 5-10 cc/kgbb diberikan selama 4 jam, diulang setiap 8 jam sampai penderita sadar dan dapat minum obat. Kina dihidrokiorida pada kasus pra-rujukan: Apabila tidak memungkinkan pemberian kina per-irifus, maka dapat diberikan kina dihidroklorida 10 mg/kgbb intramuskular dengan masing-masing 1/2 dosis pada paha depan kiri-kanan (jangan diberikan pada bokong) Untuk pemakaian intramuskular, kina diencerkan dengan 5-8 cc NaCI 0,9% untuk mendapatkan konsentrasi 60-100 mg/ml Catatan Kina tidak boleh diberikan secara bolus intra vena, kanena toksik bagi jantung dan dapat menimbulkan kematian Pada penderita dengan gagal ginjal, loading dose tidak diberikan dan dosis maintenance kina diturunkan 1/2 nya Pada hari pertama pemberian kina oral, berikan primakuin dengan dosis 0,75 mg/kgbb.

Dosis rnaksimum dewasa : 2.000 mg/hari.

KEMOPROFlLAKSIS Kemoprofilaksis bertujuan untuk. mengurangi resiko terinfeksi malaria sehingga bila terinfeksi
19

maka gejala klinisnya tidak berat Kemoprofilaksis ini ditujukan kepada orang yang bepergian ke daerah endemis malaria dalam waktu yang tidak terlalu lama, seperti turis, peneliti, pegawai kehutanan dan lain-lain Untuk kelompok atau individu yang akan bepergian/tugas dalam jangka waktu yang lama, sebaiknya menggunakan personaI protection seperti pemakaian kelambu, repellent, kawat kassa dan Iain-lain. Sehubungan dengan laporan tingginya tingkat resistensi Plasmodium falciparum terhadap klorokuin, maka doksisiklin menjadi pilihan untuk kemoprofilaksis Doksisiklin diberikan setiap hari dengan dosis 2 mg/kgbb selama tidak Iebih dari 4-6 minggu. Doksisiklin tidak boleh diberikan kepada anak umur < 8 tahun dan ibu hamil. Kemoprofilaksis untuk Plasmodium vivax dapat diberikan klorokuin dengan dosis 5 mg/kgbb setiap minggu. Obat tersebut diminum satu minggu sebelum masuk ke daerah endemis sampai 4 minggu setelah kembali. Dianjurkan tidak menggunakan klorokuin lebih dan 3-6 bulan. 5. Memahami strategi dan kegiatan gerakan berantas kembali malaria (gebrak malaria) di Indonesia Penanggulangan malaria menganut empat prinsip, yaitu evidence based, intensifikasi, partnership dan networking serta integrated dan komprehensif. Dunia mengalami perubahan besar semenjak revolusi industri. Gerak perpindahan penduduk menjadi lebih cepat. Lingkungan yang hijau kini sudah jarang, yang nampak adalah hunian padat dan pabrik-pabrik industri di berbagai wilayah negara, termasuk Indonesia. Seiring dengan perubahan yang begitu cepat, salah satu dampak yang menyangkut aspek biopsikososial adalah perkembangan penyakit menular. Perbaikan ekonomi dan lingkungan yang diharapkan menekan masalah penyakit ini, nyata-nyata di berbagai wilayah masih mengalami masalah. Sebut saja TB Paru, Kusta, ISPA, dan lain-lain . Dalam sebuah Seminar yang diselenggarakan oleh Tropical Disease Centre Unair dan bekerjasama dengan Dinkes Jatim, berbagai masalah tentang penyakit menular yang baru-baru ini meruak kembali di masyarakat dibahas dengan gamblang. Penyakit menular dijuluki emerging infection karena penyakit-penyakit tersebut meningkat kejadiannya dalam dua dasa warsa terakhir atau cenderung meningkat di masa-masa mendatang. Emerging infection secara umum dibagi menjadi tiga kelompok. Pertama, penyakit menular baru (new infectious disease) yaitu avian influenza, yellow fever, meningitis meningococcus. Kelompok yang kedua adalah penyakit lama yang cenderung meningkat (emerging infectious disease) di antaranya adalah demam berdarah dengue, HIV/AIDS, TB paru, dan diare. Kelompok yang terakhir adalah penyakit menular lama yang menimbulkan masalah baru (re-emerging disease) misalnya malaria. Kemajuan sarana transportasi menyebabkan perpindahan penduduk menjadi lebih cepat dan lebih luas. Kondisi ini akan menyebabkan interaksi antar kelompok penduduk menjadi lebih besar, sehingga meningkatkan risiko penularan. Pembukaan lingkungan akibat pembukaan lahan hutan menyebabkan peningkatan pemaparan serangga vektor penyakit kepada manusia. Kasus malaria yang beritanya tidak sekencang demam berdarah, ternyata meningkat pesat sesudah krisis ekonomi di tanah air. Di Indonesia, data yang dianalisis sejak tahun 1989 menunjukkan tren
20

kenaikan terutama sejak terjadinya krisis monoter tahun 1997-1998. Malaria meningkat pesat di daerah endemik dan timbul kembali di daerah yang semula sudah dapat dikendalikan. Peningkatan ini ternyata tidak hanya terjadi di tanah air saja, tetapi juga di negara-negara Asia Tenggara lain, Afrika, Amerika Selatan, Eropa bahkan Amerika Serikat. Kini 300-500 orang terinfeksi malaria setiap tahunnya dan 2,7 juta di antaranya meninggal. Untuk itu, WHO mencanangkan Roll Back Malaria dan diikuti oleh "Gebrak Malaria" (Gerakan Pemberantasan Kembali Malaria). Malaria akan tampak dengan tanda dan gejala demam yang berfluktuasi sesuai dengan jenis plasmodiumnya. Keluhan lain yang menyertai adalah pusing, anemia, serta pembesaran hati dan limpa. Malaria yang menyerang ibu hamil sangat membahayakan janinnya. Bisa-bisa janin mengalami abortus, lahir mati atau lahir dengan berat badan rendah. Jika dulu malaria sudah cukup membuat ketakutan, kini sifat re-emerging malaria lebih mengkhawatirkan lagi. Gejala yang timbul bisa lebih berat. Malaria berat akan berdampak pada malaria serebral, hipoglikemia, asidosis laktat, gagal hati, gagal ginjal dan udema paru. Pada malaria berat, agen parasit penyebab (plasmodium) bersifat resisten obat, sehingga penanganannya akan sulit sekali. Keterlambatan dan miss-diagnosis masih sering terjadi di masyarakat, termasuk infrastruktur, dokter dan tenaga kesehatan lain yang un-aware. Mengapa malaria muncul kembali? Ditengarai karena semakin meningkatnya parasit yang resisten obat. Di beberapa daerah di Indonesia bahkan telah terjadi multi drug resistant, terutama terhadap chloroquin. Pemberian obat yang tidak melalui pemeriksaan laboratorium dan evaluasi mikroskopis seringkali mengakibatkan penggunaan obat yang tidak tepat dosis dan indikasi sehingga meningkatkan resistensi obat. Disamping itu, muncul kembali malaria, berkaitan erat dengan posisi geografis. Sebagian besar daerah endemis malaria terletak di daerah terpencil yang minim akses transportasi dan informasi. Selain itu, mobilitas penduduk berperan besar dalam menularkan dan menyebarkan kasus malaria dan resistensi obat. Penduduk dari luar yang berkunjung ke daerah endemis dapat tertular malaria karena belum memiliki kekebalan. Demikian pula dengan penduduk dari daerah endemis yang berpindah ke daerah non endemis, dapat menularkan malaria di tempat tinggalnya yang baru jika terdapat vektor yang suseptibel. Alasan lain, yaitu terjadinya perubahan iklim dan global-warming yang telah diteliti berpengaruh terhadap transmisi malaria. Terdapat pola jumlah kasus dan parasite rate yang mengikuti pola perubahan cuaca. Global warming memperluas distribusi malaria yang pada umumnya endemis di daerah tropis menjadi meluas ke daerah subtropis. Lantas bagaimana penanggulangannya? Menurut Dr. Sri Hidajati, salah satu pakar dan peneliti malaria dan menjadi keynote speaker dalam seminar tersebut menjelaskan bahwa penanggulangan malaria menganut empat prinsip, yaitu evidence based, intensifikasi, partnership dan networking serta integrated dan komprehensif. Prinsip evidence based adalah program pengendalian yang dilaksanakan berdasarkan pada situasi dan data, meliputi program pengobatan dan pemilihan metode pengendalian vektor. Setiap akan
21

mengambil keputusan, survei dan penelitian harus dilakukan terlebih dahulu. Intensifikasi adalah dengan benar-benar melaksanakan diagnosis, pengobatan, pengendalian vektor, dan perbaikan sistim surveilans sesuai pedoman yang ditentukan oleh Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan. Diagnosis tidak hanya ditegakkan dari gejala klinis saja, namun harus diutamakan berdasarkan pemeriksaan lab melalui rapid diagnostic test dan mikroskopis. Sedangkan pengobatan harus mempertimbangkan spesies parasit penyebab. Chloroquine yang merupakan medikamentosa utama dalam terapi malaria, akhir-akhir ini dilaporkan terjadi peningkatan resistensi oleh parasit malaria terhadap obat tersebut, sehingga perlu dimonitor jika pasien diterapi obat tersebut. Lebih lanjut Sri Hidajati mengatakan, untuk mengatasi hambatan karena minimnya akses transportasi dan tenaga kesehatan, maka perlu dibangun pos malaria desa, menunjuk kader malaria desa dan mengadakan klinik malaria keliling secara continue. Penduduk secara perorangan dapat diberi edukasi pula untuk turut mencegah penularan malaria, yaitu dengan cara penggunaan kelambu celup (ITN = insecticide-treated bednets). Juga dengan cara menghindari gigitan nyamuk dan menyegerakan mendapat pengobatan jika diketahui ada gejala demam malaria. Pengendalian vektor terutama di daerah KLB dan juga harus dilaksanakan pada bencana dan keadaan darurat. Selain itu, operational research juga diperlukan untuk mengantisipasi resistensi vektor terhadap insektisida. Sistem surveilans yang selama ini masih carut marut perlu diperbaiki dengan mengembangkan "early warning system" dengan metode berjenjang. Karena malaria kini menjadi penyakit endemis yang re-emerge, sudah sepatutnya program "Gebrak Malaria" dilaksanakan. Program ini juga mengerahkan semua sumber daya dan pemberdayaan masyarakat yang menyangkut para stakeholder yang berwenang. Melalui inilah prinsip partnership dan networking diterapkan. Prinsip keempat yang menjadi dasar pengendalian malaria adalah integrated dan komprehensif. Artinya, semua faktor risiko harus dipertimbangakan dan proses diagnosis, pengobatan, pengendalian vektor serta pengaturan lingkungan bebas malaria harus benar-benar dilaksanakan secara terintegrasi (bersamaan). Pencegahan dan pemantauan terhadap re-emerging malaria sudah selayaknya ditingkatkan, karena pengendaliannya yang lebih sulit dibandingkan kondisi sebelumnya. Perlu dicatat bahwa selama ini pengendalian di Indonesia telah mulai melibatkan peran serta masyarakat dan kerjasama kemitraan serta bantuan internasional.

DAFTAR PUSTAKA
22

1. Gandahusada S,Illahude HHD, Pribadi W (2004) Parasitologi Kedokteran edisi 3 2. Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi (2007) Farmakologi dan Terapi ed 5, FKUI,

Jakarta
3. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setiowulan (1999) Kapita Selekta

Kedokteran jilid I edisi ke 3, Media Aesculapius FKUI, Jakarta


4. Sudoyo AW, dkk (2006) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi IV, jilid III, FKUI,

Jakarta 5. www.medicastore.com 6. www.majalah-farmacia.com

23

Anda mungkin juga menyukai