Nutrisi
Disusun oleh :
M.Arief Rachman A.P 1102011147
Danu ajimantara
Pembimbing :
Dr. Dik Adi Nugraha, Sp. B
1
A. STATUS GIZI
1. Definisi
Status gizi berarti sebagai keadaan fisik seseorang atau sekelompok orang yang
ditentukan dengan salah satu atau kombinasi dari ukuran-ukuran gizi tertentu. Status
gizi merupakan suatu rangkaian interval dari pasien dengan nutrisi yang baik sampai
pasien kakexia.
Gizi adalah suatu proses menggunakan makanan yang dikonsumsi melalui
proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-
zat yang tidak digunakan untuk menghasilkan energi, mempertahankan kehidupan dan
fungsi organ-organ. Jadi,status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi
dan penggunaan zat gizi.
Pada umumnya, penderita yang akan dibedah akan berpuasa untuk waktu tertentu
sesuai dengan penyakit dan pembedahannya. Akan tetapi, tidak jarang juga penderita
datang dalam keadaan gizi yang kurang baik, misalnya yang terjadi pada penderita
penyakit saluran cerna, keganasan, infeksi kronik, dan trauma berat. Pasien malnutrisi
yang parah akan mudah menjadikan terjadinya infeksi, kebocoran anastomosis luka,
dan komplikasi lainnya.
3. Malnutrisi
Malnutrisi adalah kekurangan gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan,
perkembangan, dan kebutuhan energi tubuh. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
mendefinisikan malnutrisi sebagai “ketidakseimbangan seluler antara pasokan nutrisi
dan energi dan kebutuhan tubuh terhadap mereka untuk menjamin pertumbuhan,
pemeliharaan, dan fungsi tertentu.” Malnutrisi dapat disebabkan oleh diet yang tidak
seimbang atau tidak memadai, atau kondisi medis yang mempengaruhi pencernaan
makanan atau penyerapan nutrisi dari makanan
Malnutrisi berat mempengaruhi morbiditas karena terganggunya penyembuhan
luka dan menurunnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. Namun, malnutrisi protein-
kalori yang ringan tidak banyak memengaruhi hasil operasi. Berbeda dengan
malnutrisi akibat kelaparan, pada penderita bedah terdapat beberapa faktor lain yang
menyebabkan malnutrisi. Dua faktor utama adalah kurangnya asupan makanan dan
proses radang yang mengakibatkan katabolisme meningkat dan anabolisme menurun.
Keadaan ini dapat langsung tampak pada penurunan kadar serum albumin dan
hipotrofi otot.
Asupan nutrisi yang faali adalah melalui makanan dan minuman. Ini dapat
berupa diet yang dapat diberikan secara oral, melalui sonde hidung, atau secara
intravena. Diet juga dibedakan atas diet biasa dan diet khusus, misalnya pada penderita
diabetes. Penderita kolelitiasis juga memerlukan diet khusus yang kurang
mengandung lemak. Contoh lain adalah diet tinggi serat untuk penderita obstipasi dan
diet rendah kalori untuk penderita obesitas. Diet khusus kalori dan protein telur tinggi
dibutuhkan oleh penderita malnutrisi kronik yang mampu makan secara normal.
Makanan biasa yang dicairkan diberikan kepada penderita dengan obstruksi
esofagus atau pada orang yang tidak dapat mengunyah, seperti pada patah tulang
rahang. Kadang penderita begitu lemah dan mengalami anoreksia, atau terdapat
gangguan mekanik dan obstruksi saluran cerna yang mengakibatkan proses faali itu
tidak dapat berlangsung. Fungsi saluran cerna bisa sangat terganggu sehingga proses
pencernaan dan penyerapan sedemikian terganggu dan kebutuhan nutrisinya tidak
terpenuhi. Keadaan ini disebut kegagalan intestinal. Keadaan ini terdapat pada
sindrom usus pendek akibat reseksi sebagian besar ileum dan yeyunum, fistel usus,
gangguan motilitas usus misalnya pada paralisis usus dan pada peradangan usus yang
luas. Pada kasus khusus dan sulit ini diperlukan tambahan nutrisi secara enteral atau
parenteral.
3. Kebutuhan Nutrisi
Tujuan utama dari nutrisi suportif adalah untuk memenuhi kebutuhan energi
untuk proses metabolisme, pemeliharaan suhu basal, dan perbaikan jaringan.
Kegagalan untuk menyediakan sumber energi non protein yang memadai akan
menyebabkan penggunaan cadangan jaringan tubuh.
Untuk menentukan kebutuhan kalori harus diketahui metabolisme basal,
sedangkan untuk menentukan basal energy expenditure (BEE) ini digunakan suatu
rumus Harris-Benedict.
Rumus :
BEE (Laki-laki) = 66,47 + 13,75 (Berat badan/Kg) + 5,0 (Tinggi Badan/Cm) - 6,76
(Usia/tahun) Kkal/hari
BEE (Perempuan) = 655,1 + 9,56 (Berat badan/Kg) + 1,85 (Tinggi badan/Cm) - 4,68
(Usia/tahun) Kkal/hari
Persamaan ini, disesuaikan dengan jenis stres bedah, yang cocok untuk
memperkirakan kebutuhan energi pada lebih dari 80% pasien rawat inap. Pada trauma
atau sepsis, kebutuhan substrat energi meningkat, memerlukan kalori yang lebih besar
melebihi pengeluaran energi nonprotein yang dihitung (Tabel 2.1). Kebutuhan
tambahan kalori nonprotein ini diberikan setelah luka biasanya 1,2-2,0 kali lebih besar
daripada resting energy expenditure (REE) yang dihitung, tergantung pada jenis
cedera.
Pasien kritis sedang berada didalam stres sistemik. Keadaan ini ditandai dengan
adanya pergeseran ekstensif dari posisi metabolik basal yang normal kekeadaan
hipermetabolik atau “Increased resting energy” (REE). Respons hipermetabolik ini
meningkatkan kebutuhan enersi, mempercepat proteolisis diseluruh badan,
katabolisme, lipolisis, peningkatan cardiac out put, peningkatan komsumsi oksigen,
temperatur badan dan penurunan resistensi perifer vaskuler.
Untuk mengoreksi katabolisme yang tinggi seperti yang terjadi pascatrauma,
pascabedah, pada infeksi atau sepsis, harus ditambahkan 50% atau lebih dari BEE,
tetapi jangan melebihi 150% BEE.
Tujuan kedua dari nutrisi suportif adalah untuk memenuhi kebutuhan substrat
untuk sintesis protein. Kalori nonprotein yang sesuai: rasio nitrogen 150:1 (misalnya,
1 g N = 6,25 g protein), harus dipertahankan, yang merupakan kebutuhan kalori basal
yang diberikan untuk mencegah penggunaan protein sebagai sumber energi. Dengan
tidak adanya disfungsi ginjal atau gangguan hati yang berat dapat dugunakan rejimen
gizi standar, sekitar 0,25-0,35 g nitrogen per kilogram berat badan harus disediakan
setiap hari.(1)
Karbohidrat sebagai sumber kalori diberikan tidak lebih dari 6 g/kgBB/hari, bila
berlebihan, terjadi hipermetabolisme. Oleh karena pembatasan penggunaan
karbohidrat, lemak digunakan juga sebagai sumber kalori, sekaligus sebagai sumber
asam lemak esensial.
Penderita dengan katabolisme berat, seperti trauma ganda dan luka bakar,
memerlukan nutrisi tinggi protein dan asam amino untuk mengatasi keseimbangan
nitrogen yang negatif. Umumnya diperlukan 1,2-1,5 g protein/kgBB/hari.
Elektrolit dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan elektrolit dan asam basa,
juga untuk metabolisme sel. Unsur Na+, K+, Mg+, Ca+, P+, Cl- sama pentingnya seperti
protein dan kalori dalam proses penggantian sel yang rusak. Vitamin juga esensial
untuk proses metabolisme. Dosis tinggi vitamin tertentu, seperti vitamin C atau
vitamin E, memainkan peranan penting dalam pertahanan tubuh sebagai antioksidan.
2. Nutrisi Parenteral
Nutrisi parenteral hanya diberikan bila nutrisi enteral tak dapat dilakukan,
misalnya karena kelainan gastrointestinal sehingga fungsi digesti dan absorbsi
terganggu.
Nutrisi Cara Pemberian Contoh Indikasi
Makanan cair Oral Obstruksi esophagus, patah tulang rahang
Diet khusus Oral Diabetes, kolelitiasis, obstipasi, obesitas
Tinggi kalori protein Oral/Parenteral Malnutrisi kronis
Lengkap cair Oral/enteral Malnutrisi, respirasi buatan, koma yang
lama, perawatan intensif
Diet dasar Oral/Parenteral Penerbangan ruang angkasa, fistel usus,
ileus, morbus Crohn, colitis
Parenteral total Parenteral Fistel, short bowel syndrome, kolitis
Tabel 2.3 Diet dan nutrisi khusus.
Nutrisi parenteral total terdiri atas nutrisi intravena yang mengandung semua
nutrien yang diperlukan. Nutrisi ini dipakai pada penderita dengan ileus lama atau
fistel usus. Nutrisi parenteral total ini melalui vena sentral, sebaiknya ujung kateter
berada di vena kava superior.
Di bawah ini merupakan situasi di mana nutrisi parenteral telah digunakan dalam
upaya untuk mencapai tujuannya:
1. Bayi baru lahir dengan anomali pencernaan gastrointestinal, seperti fistula
trakeoesofagus, gastroschisis, omphalocele atau atresia usus besar.
2. Bayi yang gagal berkembang karena kekurangan pencernaan disebabkan dengan
short bowel syndrome, malabsorpsi, defisiensi enzim, ileus mekonium, atau diare
idiopatik.
3. Pasien dewasa dengan short bowel syndrome sekunder disebabkan reseksi usus
halus yang luas (<100 cm tanpa usus atau katup ileocecal, atau <50 cm dengan
katup ileocecal utuh dan usus besar).
4. Enteroenteric, enterocolic, enterovesical, atau fistula enterocutaneous dengan
output yang tinggi (> 500 mL/hari).
5. Pasien operasi dengan ileus paralitik berkepanjangan setelah operasi besar (> 7 -
10 hari), luka multipel, trauma tumpul atau perut terbuka, atau pasien dengan
refleks ileus yang rumit dengan berbagai penyakit medis.
6. Pasien dengan panjang usus normal, tetapi terdapat malabsorpsi sekunder
meliputi sariawan, hypoproteinemia, insufisiensi enzim atau pankreas, enteritis
regional, atau kolitis ulserativa.
7. Dewasa pasien dengan gangguan pencernaan fungsional seperti esofageal
diskinesia setelah kecelakaan serebrovaskular, diare idiopatik, muntah
psikogenik, atau anorexia nervosa.
8. Pasien dengan kolitis granulomatosa, kolitis ulseratif, dan enteritis TB, di mana
bagian-bagian utama dari mukosa absorptif terserang penyakit.
9. Pasien dengan keganasan, dengan atau tanpa cachexia, di antaranya gizi buruk
mungkin membahayakan keberhasilan cara pemberian pilihan terapeutik.
10. Gagal untuk mencoba memberikan kalori yang memadai dengan tabung enteral
atau terdapat sisa residu yang tinggi.
11. Pasien sakit kritis yang hipermetabolik selama lebih dari 5 hari.
4. Nutrisi Perioperatif
Dalam percobaan gizi perioperatif, hampir semua percobaan dengan hasil negatif
atau efek negatif dari gizi terjadi pada sebagian besar pasien dengan gizi yang baik.
Namun, percobaan yang menyertakan sejumlah besar pasien malnutrisi menunjukkan
manfaat yang signifikan dengan nutrisi perioperatif. Orang bisa menyimpulkan bahwa
pasien dengan gizi yang baik-yang teridentifikasi setelah anamnesis riwayat dan
pemeriksaan fisik-tidak mungkin untuk mendapatkan manfaat preoperatif baik
menggunakan nutrisi parenteral meupun makanan enteral. Namun, jika pasien
memiliki defisiensi gizi yang sudah ada sebelumnya, terdapat data-data yang
mendukung penggunaan nutrisi suportif di awal sebelum operasi dan/atau periode
pasca operasi.
DAFTAR PUSTAKA