Anda di halaman 1dari 70

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tubuh memerlukan energi untuk fungsi-fungsi organ tubuh, pergerakan tubuh,

mempertahankan suhu, fungsi enzim, pertumbuhan dan pergantian sel yang rusak.

Metabolisme merupakan semua proses biokimia pada sel tubuh. Proses

metabolisme dapat berupa anabolisme (membangun) dan katabolisme (pemecah).

Masalah nutrisi erat kaitannya dengan intake makanan dan metabolisme tubuh

serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Secara umm faktor yang

mempengaruhi kebutuhan nutrisi adalah faktor fisiologis untu kebutuhan

metabolisme bassal, faktor patologis seperti adanya penyakit tertentu yang

menganggu pencernaan atau meningkatkan kebutuhn nutrisi, faktor sosio-

ekonomi seperti adanya kemampuan individu dalam memenuhi kebutuhan nutrisi.

 Nutrisi sangat penting bagi manusia karena nutrisi merupakan kebutuhan fital

 bagi semua makhluk hidup, mengkonsumsi nutrien (zat gizi) yang buruk bagi

tubuh tiga kali sehari selama puluhan tahun akan menjadi racun yang

menyebabkan penyakit dikemudian hari. Nutrisi sangat bermanfaat bagi tubuh

kita karena apabila tidak ada nutrisi maka tidak ada gizi dalam tubuh kita.

Sehingga bisa menyebabkan penyakit / terkena gizi buruk oleh karena itu kita

harus memperbanyak nutrisi.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana anamnesa gangguan sistem pencernaan dan metabolic endokrin?

1.2.2 Bagaimana persiapan klien pada pemeriksaan barium enema, USG abdomen

dan endoskopi?

1.2.3 Bagaimana pemeriksaan fisik pada kondisi saluran cerna, bentuk abdomen,

kesulitan mengunyah dan menelan, bising usus?

1
1.2.4 Bagaimana masalah keperawatan yang terjadi pada ulkus peptikum,

gastroenteritis, thypus abdominalis, colitis, hemoroid, hepatitis, obstruksi

intestinal, diabetes melitus?

1.2.5 Bagaimana SOP tindakan keperawatan gangguan nutrisi yaitu memasang

 NGT, merawat colostomi, bilas lambung, memberikan obat sesuai program

terapi, memberikan pendidikan kesehatan?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui dan memahami askep gangguan kebutuhan nutrisi

akibat patologis sistem pencernaan dan metabolic endokrin.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi anamnesa gangguan sistem pencernaan dan metabolic

endokrin.

2. Mengidentifikasi persiapan klien pada pemeriksaan barium enema, USG

abdomen dan endoskopi.

3. Mengidentifikasi pemeriksaan fisik pada kondisi saluran cerna, bentuk abdomen,

kesulitan mengunyah dan menelan, bising usus.

4. Mengidentifikasi masalah keperawatan yang terjadi pada ulkus peptikum,

gastroenteritis, thypus abdominalis, colitis, hemoroid, hepatitis, obstruksi


intestinal, diabetes melitus.

5. Mengidentifikasi SOP tindakan keperawatan gangguan nutrisi yaitu

memasang NGT, merawat colostomi, bilas lambung, memberikan obat sesuai

 program terapi, memberikan pendidikan kesehatan.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Anamnesa Gangguan Sistem Pencernaan dan Metabolic Endokrin

 A. Anamnesa Gangguan Sistem Pencernaan

2.1.1 Keluhan Utama


Keluhan utama didapat dengan menanyakan tentang gangguan terpenting
yang dirasakan pasien sampai perlu pertolongan. Keluhan utama pada pasien
gangguan sistem pencernaan secara umum antara lain:
a. Nyeri
Keluhan nyeri dari pasien sering menjadi keluhan utama dari pasien untuk meminta
pertolongan kesehatan yang bersumber dari masalah saluran
gastrointestinal dan organ aksesori. Dalam mengkaji nyeri, perawat dapat
melakukan pendekatan PQRST, sehingga pengkajian dapat lebih komprehensif.
Kondisi nyeri biasanya bergantung pada penyebab dasar yang juga mempengaruhi
lokasi dan distribusi penyebaran nyeri.
 b. Mual muntah
Keluhan mual muntah merupakan kondisi yang sering dikeluhkan dan
 biasanya selalu berhubungan dengan kerja involunter dari gastrointestinal. Mual
(nausea) adalah sensasi subjektif yang tidak menyenangkan dan sering
mendahului muntah. Mual disebabkan oleh distensi atau iritasi dari bagian
manasaja dari saluran GI, tetapi juga dapat dirangsang oleh pusat-pusat otak yang
lebih tinggi. Interpretasi mual terjadi di medulla, bagian samping, atau bagian dari
 pusat muntah. Muntah merupakan salah satu cara traktus gastrointestinal
membersihkan dirinya sendiri dari isinya ketika hampir semua bagian atau traktus
gastrointestinal teriritasi secara luas, sangat mengembang, atau sangat terangsang.
c. Kembung dan Sendawa (Flatulens).
Akumulasi gas di dalam saluran gastrointestinal dapat mengakibatkan
sendawa yaitu pengeluaran gas dari lambung melalui mulut (flatulens) yaitu
 pengeluaran gas dari rektum. Sendawa terjadi jika menelan udara dimana cepat
dikeluarkan bila mencapai lambung. Biasanya, gas di usus halus melewati kolon
dan di keluarkan. Pasien sering mengeluh kembung, distensi, atau merasa penuh
dengan gas.
d. Ketidaknyamanan Abdomen
Ketidaknyamanan pada abdomen secara lazim berhubngan dengan gangguan
saraf lambung dan gangguan saluran gastrointestinal atau bagian lain tubuh.
Makanan berlemak cenderung menyebabkan ketidaknyamanan karena lemak tetap
 berada di bawah lambung lebih lama dari protein atau karbohidrat. Sayuran kasar dan
makanan yang sangat berbumbu dapat juga mengakibatkan penyakit berat.
Ketidaknyamanan atau distress abdomen bagian atas yang berhubungan dengan
makanan yang merupakan keluhan utama dari pasien dengan disfungsi
gastrointestinal. Dasar distress gerakan abdomen ini merupakan gerakan
 peristaltic lambung pasien sendiri. Defekasi dapat atau tidak dapat menghilangkan
nyeri.
e. Diare
Diare adalah peningkatan keenceran dan frekuensi feses. Diare dapat terjadi
akibat adanya zat terlarut yang tidak dapat diserap di dalam feses, yang disebut
diare osmotic, atau karena iritasi saluran cerna. Penyebab tersering iritasi adalah
infeksi virus atau bakteri di usus halus distal atau usus besar. Iritasi usus oleh
suatu pathogen mempengaruhi lapisan mukosa usus sehingga terjadi peningkatan
 produk-produk sekretorik termasuk mucus. Iritasi oleh mikroba jga
mempengaruhi lapisan otot sehingga terjadi peningkatan motilitas. Peningkatan
motilitas menyebabkan banyak air dan elektrolit terbuang karena waktu yang
tersedia untuk penyerapan zat-zat tersebut di kolon berkuran. Individu yang
mengalami diare berat dapat meninggal akibat syok hipovolemik dan kelainan
elektrolit.
f. Konstipasi
Konstipasi didefinisikan sebagai defekasi yang sulit atau jarang. Frekuensi
defekasi berbeda-beda setiap orang sehingga definisi ini bersifat subjektif dan
dianggap sebagai penurunan relative jumlah buang air besar pada seseorang.
Defekasi dapat menjadi sulit apabila feses mengeras dan kompak. Hal ini terjadi
apabila individu mengalami dehidrasi atau apabila tindakan BAB ditunda
sehingga memungkinkan lebih banyak air yang terserap keluar sewaktu feses
 berada di usus besar.diet berserat tinggi mempertahankan kelembaban feses
dengan cara menarik air secara osmosis ke dalam feses dan dengan merangsang
 peristaltic kolon melalui peregangan. Dengan demikian, orang yang makan
makanan rendah serat atau makananan yang sangat dimurnikan beresiko lebih
 besar mengalami konstipasi. Olah raga mendorong defekasi dengan merangsang
saluran GE secara fisik. Dengan demikian, orang yang sehari-harinya jarang
 bergerak berisiko tinggi mengalami konstipasi.

2.1.2 Riwayat kesehatan


Pengkajian riwayat kesehatan dilakukan dengan anamnesis atau wawancara
untuk menggali masalah keperawatan lainnya sesuai dengan keluhan utama dari
 pasiennya. Perawat memperoleh data subyektif dari pasien mengenai awitan
masalahnya dan bagaimana penanganan yang sudah dilakukan. Persepsi dan harapan
 pasien sehubungan dengan masalah kesehatan dapat mempengaruhi masalah
kesehatan. Yang perlu dikaji dalam sistem gastrointestinal:
1. Pengkajian rongga mulut
2. Pengkajian esofagus
3. Pengkajian lambung
4. Pengkajian intestinal
5. Pengkajian anus dan feses 6.
Pengkajian organ aksesori

a) Riwayat kesehatan sekarang


Setiap keluhan utama harus ditanyakan pada pasien sedetail-detailnya dan
semuanya di buat diriwayat penyakit sekarang. Pasien diminta untuk menjelaskan
keluhannya dari gejala awal sampai sekarang.
Tanyakan apakah pada setiap keluhan utama yang terjadi memberikan
dampak terhadap intaik nutrisi, berapa lama dan apakah terdapat perubahan berat
 badan? Pengkajian ini akan memberikan kemudahan pada perawat
untuk merencanakan intervensi dalam pemenuhan nutrisi yang tepat sesuai kondisi
 pasien. Tanyakan pada pasien apakah baru-baru ini mendapat tablet atau obat-
obatan yang sering kali dijelaskan warna atau ukurannya dari pada nama dan
dosisnya. Kemudian pasien diminta untuk memperlihatkan semua tablet-tablet
 jika membawanya dan catat semuanya.
 b) Riwayat kesehatan dahulu
Pengkajian kesehatan masa lalu bertujuan untuk menggali berbagai kondisi
yang memberikan berbagai kondisi saat ini. Perawat mengkaji riwayat MRS
(masuk rumah sakit) dan penyakit berat yang pernah diderita, penggunaan obat2
dan adanya alergi.
c) Riwayat penyakit dan riwayat MRS
Perawat menanyakan pernahkah MRS sebelumnya? Apabila ada, maka perlu
ditanyakan rumah sakit mana saat mendapatkan perawatan, berapa lama dirawat
dan apakah berhubungan dengan penyakit pada saluran gastrointestinal. Pasien
yang pernah dirawat dengan ulkus peptikum, jaundice, panyakit kandung empedu,
kolitis ,kanker gastrointestinal, pada pasca pembedahan pada seluran intestinal
mempunya predisposisi penting untuk dilakukan rawat lanjutan. Dengan
mengetahui adanya riwayat MRS, perawat dapat mengumpulkan data-data
 penunjang masalulu seperti status rekam medis saat dirawat sebelumnya, serta data-
data diagnostik dan pembedahan.
d) Riwayat penggunaan obat-obatan
Anamnesis tentang penggunaan obat atau zat yang baru baik dari segi
kuantitas maupun kualitas akan memberi dampak yang merugikan pada pasien
akaibat efeksamping dari obat atau zat yang telah dikonsumsi. Beberapa obat akan
mempengaruhi mukosa GI seperti obat anti inflamasi non-steroid (NSAIDs),
asam salisilat dan kortiko steroid yang memberikan resiko peningkatan terjadinya
gastritis atau ulkus peptikum. Kaji apakah pasien menggunakan preparat besi atau
ferum karna obatini akan mempengaruhi perubahan konsistensi dan warna feses
(agak kehitaman) atau meningkatkan resiko konstipasi. Kaji penggunaan laksantia
/laksatik pada saat melakukan BAB. Beberapa obat atau zat juga bisa bersifat
efatotoksik atau bersifat racun terhadap fisiologis kerja hati yang memberikan
resiko pada peningkatan peraadangan atau keganasan pada hati.

e) Riwayat alergi
Perawat mengkaji adanya alergi terhadap beberapa komponen makanan
atau agen obat pada masa lalu dan bagai mana pengaruh dari alergi tersebut,
apakah memberikan dampak terjadinya diare atau konstipasi.
3) Pemerikasaan fisik 
Pemeriksaan fisik keperawatan pada sistem GI dimulai dari survei umum
terhadap setiap kelainan yang terlihat atau mengklarifikasi dari hasil pengkajian
anamnesis.
a. Ikterus
Ikterus atau jaundice merupakan suatu kondisi yang sering ditemukan
 perawat di klinik dimana konsentrasi biliribin dalam darah mengalami
 peningkatan abnormal sehingga semua jaringan tubuh yang mencakup sklera dan
kulit akan berubah warna menjadi kuning atau kuning kehijauan.
Ikterus akan tampak sebagai gejala klinis yang nyata bila kadar bilirubin
serum melampaui 2-2,5 mg/dl. Peningkatan kadar bilirubin serum dan gejala
ikterus dapat terjadi akibat gangguan pada ambilan hepatic, konjugasi bilirubin,
atau ekskresi bilier.
 b. Kaheksia dan atrofi
Kegagalan saluran GI untuk menyerap makanan secara fisiologis dapat
menyebabkan kehilangan berat badan dan kaheksia (kondisi tubuh terlihat kurus
dan lemah). Keadaan ini dapat disebabkan oleh keganasan GI. Keriput pada kulit
yang terlihat diabnomen dan anggota badan menunjukkan penurunan berat badan
yang belum lama terjadi.
c. Pigmentasi kulit
Pigmen kulit secara umum dapat disebabkan oleh gangguan fumgsi hati,
hemokromatosis (akiabat stimulus hemosiderin pada melanosit sehingga
memproduksi melamin), dan sirosis primer. Malabsorpsi dapat manimbulkan
 pigmentasi tipe Addison (pigmentasi solaris)pada puting susu, lipatan palmaris,
daerah-daerah yang tertekan, dan mulut
d. Status mental dan tingkat kesadaran
Sindrom ensefalopati hepatik akibat siroses lanjut yang tidak terkonpensasi
(gagal hati kronik) atau hepatitis fulmin (gagal hati akut) merupakan kelainan
neurologis organik . kondisi penyakit ini tergantung pada etiologi dan faktor-
faktor presipitasinya.
Pada kondisi klinik pasien pada kondisi ensefalopati hepatik akan
mengalami penurunan kesadaran menjadi stupor, kemudian koma. Kombinasi
kerusakan hepatoseluler dan shunting forto sistemik akibat struktur hepatik yang
terganggu (keuanya ekstra hepatik dan intara hepatik) menimbulkan sindrom ini.
Kelainan ini mungkin berkaitan dengan kegagalan hepar untuk menyingkirkan
metabolit dari darah portal. Metabolit-metabolit yang toksik ini dapat meliputi
amonia, asam amonia, asam rantai pendek, dan amin.

Pemeriksaan fisik sistem GI terdiri atas pemeriksaan bibir, rongga mulut,


abdomen, rectum dan anus.
1. Bibir 
Bibir dikaji terhadap kondisi warna, tekstur, hidrasi, kontur, serta adanya
lesi. Dengan mulut pasien tertutup, perawat melihat bibir dari ujung ke ujung.
 Normalnya bibir berwarna merah muda, lembab, simetris, dan halus. Pasien
wanita harus menghapus lipstik mereka sebelum pemeriksaan. Bibir yang pucat
dapat disebabkan karna anemia, sedangkan sianosis desebabkan oleh masalah
 pernapasan atau kardiovaskular. Lesi seperti nodul dan ulserasi dapat
 berhubungan dengan infeksi, iritasi, atau kanker kulit.
2. Rongga mulut
Pemeriksaan fisik rongga mulut dilakukan untuk menilai kelainan atau lesi
yang mempengaruhi pada fungsi ingesti dan digesti. Untuk mengkaji rongga
oral,perawat menggunakan senter dan spatel lidah atau kasa tunggal segi empat.
Sarung tangan harus dipakai selama pemeringksaan. Selama pemeriksaan, pasien
dapat duduk dan berbaring. Pengkajian rongga mulut dilakukan perawat
denganmengingat kembali struktur rongga mulut.
Untuk melihat mukosa bukal,pasien meminta perawat untuk membuka
mulut, kemudian merektrasi pipi dengan lembut menggunakan spatel lidah atau
 jari bersarung tangan yang ditutupi dengan kasa. Permukaan mukosa harus dilihat
dari kanan kekiri dan dari atas kebawah.senter menerangi bagian paling posterior dari
mukosa. Mukosa normal berkilau merah muda,lunak, basah, dan halus.
Dengan pasien dengan pigmentasi normal, mukosa bukal merupakan tempat yang
 paling baik untuk menginspeksi adanya interik atau pucat.

3. Lidah dan dasar mulut


Lidah dan diinspeksi dengan cermat pada semua sisi dan bagian dasar mulut.
Terlebih dahulu pasien harus merilekskan mulut dan sedikit menjulurkan lidah
keluar. Perawat mencatat adanya penyimpangan, tremor, atau keterbatasan gerak.
Hal tersebut dilakukan untuk menguji fungsi safar hipoglosum. Jika pasien
menjulurkan lidahnya terlalu jauh, dapat terlihat adanya reflek muntah. Pada saat
lidah dijulurkan, lidah berada digaris tengah.
Pada beberapa keeadaan, gangguan neuro logis didapatkan ketidaksimetrisan
lidah akibat kelemahan otot lidah pada pasien yang mengalami Miastenia gravis
dengan tanda khas triple forroed . untuk menguji mobilitas lidah, perawat
meminta pasien untuk menaikan lidah keatas dan kesemping. Lidah harus
 bergerak dengan bebas.
Dengan menggunakan senter untuk pencahayaan, perawat memeriksa warna,
ukuran posisi, tekstur, dan adanya lapisan atau lesi pada lidah. Lidah harus
 berwarna merah sedang atau merah pudar, lembab, sedikit kasar pada bagian
 permukaan atasnya, dan halus sepanjang tepi lateral. Permukaan bawah lidah dan
 bagian dasar mulut sangat bersifat faskular. Kecermatan ekstra harus dilakukan
 pada saat minginspeksi area-area yang umumnya terkena lesi kanker oral.
» Kelenjar parotis
Pemeriksaan kelenjar parotis dengan melakukan palpasi kedua pipi pada
daerah parotis untuk mencari adanya pembesaran parotis. Pasien disuruh
mengatupkan giginya sehingga otot masseter dapt teraba; kelenjar parotis paling
 baik diraba dibelakang otot messeter dan didepan telinga. Parotidomegali
 berkaitan dengan pasta alkohol daripada penyakit hepar itu sendiri. Hal ini
disebabkan infiltrasi lemak, mungkin akibat sekunder dari toksisitas alkohol
dengan atau tanpa
malnutrisi.

4. Pemeriksaan fisik Abdomen


Urutan teknik pemeriksaan pada abdomen ialah inspeksi, auskultasi, palpasi,
dan perkusi. Auskultasi dilakukan sebelum kita melakukan palpasi dan perkusi
dengan tujuan agar hasil pemeriksaan auskultasi lebih akurat karena kita belum
melakukan manipulasi terhadap abdomen.bila dilakukan palpasi dan perkusi
terlebih dahulu , maka dapat mengubah frekuensi dan karakter bising usus.
 Topografi Anatomi Abdomen

Ada dua macam cara pembagian topografi abdomen yang umum dipakai
untuk menentukan lokalisasi kelainan, yaitu:
1. Pembagian atas empat kuadran, dengan membuat garis vertikal dan horizontal
melalui umbilicus, sehingga terdapat daerah kuadran kanan atas, kiri atas, kanan
 bawah, dan kiri bawah.
2. Pembagian atas sembilan daerah, dengan membuat dua garis horizontal dan dua
garis vertikal.
 Garis horizontal pertama dibuat melalui tepi bawah tulang rawan iga

kesepuluh dan yang kedua dibuat melalui titik spina iliaka anterior
superior (SIAS).
 Garis vertikal dibuat masing-masing melalui titik pertengahan antara SIAS

dan mid-line abdomen.


 Terbentuklah daerah hipokondrium kanan, epigastrium, hipokondrium kiri,

lumbal kanan, umbilical, lumbal kanan, iliaka kanan,


hipogastrium/suprapubik, dan iliaka kiri.
Pada keadaan normal, di daerah umbilical pada orang yang agak kurus dapat
terlihat dan teraba pulsasi arteri iliaka. Beberapa organ dalam keadaan normal
dapat teraba di daerah tertentu, misalnya kolon sigmoid teraba agak kaku di
daerah kuadaran kiri bawah, kolon asendens dan saecum teraba lebih lunak di
kuadran kanan bawah. Ginjal yang merupakan organ retroperitoneal dalam
keadaan normal tidak teraba. Kandung kemih pada retensio urine dan uterus
gravid teraba di daerah suprapubik.

 B. Anamnesa Metabolic Endokrin

1). Data Demografi

- Usia Untuk menentukan BB Ideal

- Jenis kelamin

- Tempat tinggal : pada masa bayi, kanak2 dan pada saat sekarang

2). Riwayat keluarga

Kaji kemungkinan adanya anggota keluarga yg mengalami gangguan seperti


yg dialami K atau gangguan secara langsung dengan gangguan hormonal:

- Obesitas : dicurigai karena hipotiroid

- Gangguan Tumbang: dicurigai adanya gangguan GH, Kel. Tiroid, dan kelenjar gonad.

- Kelainan pada tiroid

- Infertilitas

3). Riwayat Kesehatan Klien:

Kaji kondisi yang pernah dialami oleh klien diluar gangguan yang dirasakan

sekarang khususnya gangguan yang mungkin sudah berlangsung lama karena

tidak mengganggu aktivitas, kondisi ini tidak dikeluhkan, seperti:

- Tanda2 seks sekunder yg tidak berkembang : amenore, bulu rambut tidak 

tumbuh, buah dada tidak berkembang.

- BB yg tidak sesuai dgn usia, misalnya selalu kurus meskipun banyak makan

- Gangguan psikologis seperti mudah marah, sensitif, sulit bergaul dan tidak mudah

berkonsentrasi.

- Hospitalisasi : kaji alasan, kapan kejadiaanya, sudah dirawat berapa lama


- Informasi penggunaan obat-obatan yg dpt merangsang aktivitas hormonal :

hidrokortison, levothyroxine, kontrasepsi oral dan obat antihipertensi.

4). Riwayat Diet :

Perubahan status nutrisi atau gangguan pada Saluran Pencernaan dapat

mencerminkan gangguan endokrin tertentu, pola dan kebiasaan makan yang salah

dapat menjadi faktor penyebab. Oleh karena itu kondisi berikut perlu dikaji :

- Adanya nausea, muntah dan nyeri abdomen

- Penurunan atau penambahan BB yg drastis

- Selera makan yang menurun atau bahkan berlebihan

- Pola makan dan minum sehari-hari

-Kebiasaan mengkonsumsi makanan yang dapat menggangu fungsi endokrin

seperti makanan yang bersifat goitrogenik terhadap tiroid.

5). Masalah kesehatan sekarang

Pengembangan dari keluhan utama. Fokuskan pertanyaan yang menyebabkan

Klien meminta bantuan pelayanan, seperti :

- Apa yg dirasakan Klien saat ini

- Apakah masalah atau gejala yang dirasakan terjadi secara tiba-tiba atau perlahan-

lahan dan sejak kapan dirasakan.

- Bagaimana gejala tersebut mempengaruhi aktivitas hidup sehari-hari

- Bagaimana pola eliminasi : urine


- Bagaimana fungsi seksual dan reproduksi

- Apakah ada perubahan fisik tertentu yang sangat menggangu Klien.

Hal-klien lain yang perlu dikaji karena berhubungan dengan fungsi hormonal

secara umum :

6). Tingkat Energi :

Perubahan kekuatan fisik dihubangkan dengan sejumlah gangguan hormonal

khusunya disfungsi kelenjar tiroid&adrenal. Kaji kemampuan K dalam melakukan

aktifitas sehari-hari.

10
7). Pola Eliminasi dan keseimbangan cairan

Pola eliminasi khususnya urine dipengaruhi oleh fungsi endokrin secara

langsung oleh ADH, aldosteron, dan kortisol.

8). Pertumbuhan dan Perkembangan

Secara langsung tumbang dibawah pengaruh GH, Kelenjar tiroid dan

kelenjar gonad. Gangguan tumbang dapat terjadi semenjak dalam kandungan, itu

terjadi

 pada ibu hamil hipertiroid. Kaji gangguan tumbang yang dialami semenjak lahir atau

terjadi selama proses pertumbuhan. Kaji secara lengkap dari penambahan

ukuran tubuh dan fungsinya : Tingkat intelegensi, kemampuan berkomunikasi dan

rasa tanggung jawab. Kaji juga perubahan fisik dampaknya terhadap kejiwaan,

seks dan reproduksi.

9). Pada wanita kaji siklus menstruasi (lamanya), volume, frekuensi dan

 perubahan fisik terutama sensasi nyeri atau kram abdomen. Jika bersuami kaji:

- Apakah pernah hamil

- Abortus

- Melahirkan

10). Pada pria kaji apakah Klien mampu ereksi dan orgasme. Dan kaji juga apakah

terjadi perubahan bentuk dan ukuran alat genitalnya.

2.2 Persiapan Klien pada Pemeriksaan Barium Enema, USG Abdomen dan

Endoskopi

2.2.1 Barium Enema

Enema barium adalah pemeriksaan x-ray terhadap usus besar. Barium sulfat

(zat kontras tunggal) atau barium sulfat dan udara (kontras ganda atau kontras

udara) diberikan secara perlahan melalui selang rectal. Proses pengisian

dimonitor melalui fluoroskopi dan kemudian dilakukan foto ronsen. Kolon harus bebas

dari

 bahan-bahan tinja sehingga barium memperlihatkan gambaran usus besar

untuk dideteksi adanya berbagai gangguan. Teknik kontras ganda (barium dan


udara)
sangat bermanfaat untuk mengidentifikasi polip.

Prosedur: sinar x abdomen, USG, akan radionuklied, rangkaian pemeriksaan

gastrointestina bagian atas dan proktosigmoidioskopi sebaiknya dilakukan

sebelum barium enema, yang terpenting bahwa kolon bebas dari tinja.

Barium enema dapat digunakan untuk mendeteksi keberadaan polip, tumor,

atau lesi lain dari usus besar dan menunjukkan adanya kelainan anatomi atau

gangguan fungsi usus. (Brunner & Suddarth’s, 2010 hal 989)

Persiapan pemeriksaan enema barium (Brunner & Suddarth’s, 2010 hal 989:

 Pra – persiapan

1. Informed consent, serta beri penjelasan tentang procedure tindakan,


indikasi, dan kemungkinan yang terjadi agar menghilangkan rasa cemas.

2. Diet rendah sisa 1 sampai 2 hari sebelum pemeriksaan.

3. Anjuran klien untuk diet cair bening malam sebelum pemeriksaan.

4. Berikan pencahar (minyak kastor atau magnesium sitrat ) yang sebaiknya

dilakukan sehari sebelum pemeriksaan pada sore hari atau menejlang

malam (16.00 – 18.00).

5. Enema atau laksatif supositoria mis . bisakodil (dulcolax) dapat diberikan

 pada malam sebelum pemeriksaan


 Pasca – pemeriksaan

1. Menginformasikan tentang meningkatkan asupan fluida

2. Mengevaluasi buang air besar untuk mengeluarkan barium

3. Mencatat peningkatan buang air berar karena barium, osmolaritas tinggi,

dapat menarik cairan kedalam usus sehingga meningkatan isi

intraluminal dan menghasilkan outpus yang lebih besar.


2.2.2 USG Abdomen

Ultrasonography adalah teknik diagnostik invasif dimana gelombang suara

frekuensi tinggi yang masuk ke struktur tubuh internal dan gema ultrasonik dicatat

 pada osiloskop karena mereka menyerang jaringan kepadatan yang berbeda.

(Brunner & Suddarth’s, 2010 hal 987).

USG merupakan suatu prosedur diagnosis yang dilakukan diatas permukaan

kulit atau diatas rongga tubuh untuk menghasilkan suatu ultrasound di dalam

 jaringan. (Uliyah,2008). Hal ini sangat berguna dalam mendeteksi sebuah kantong

empedu yang membesar atau pankreas, adanya batu empedu, ovarium membesar,

kehamilan ektopik, atau usus buntu. Baru-baru ini teknik ini telah terbukti

 bermanfaat dalam mendiagnosis diverticulitis kolon akut. USG menggunakan

gelombang suara berfrekuensi tinggi yang dihasilkan oleh kristal piezo-elektrik 

 pada transduser gelombang tersebut berjalan melewati tubuh dan dipantulkan

kembali secara bervariasi, tergantung pada jenis jaringan yang terkena gelombang.

(hal. 7, judul buku : lecture notes: radiologi edisi 2, pencipta pradip r. Patel,

 penerbit erlangga, 2005). Alat ini dapat digunakan sebagai salah satu cara

untuk membantu menegakkan diagnosis penyakit dalam, terutama pemeriksaan

organ2 tubuh bagian dalam.

USG abdomen bertujuan untuk mendeteksi kelainan pada empedu, kandung

kemih, dan pankreas yang memungkinkan adanya pembesaran ovarium

kehamilan, atau usus buntu. (Brunner & Suddarth’s, 2010 hal 987).

Persiapan dan pelaksanaan (Uliyah,2008) :

1. Lakukan informed consent.

2. Anjurkan untuk puasa makan dan minum 8-12 jam sebelum

 pemeriksaan USG aorta abdomen, kandung empedu, hepar, limpa,

 pancreas.
3. Oleskan jelly koduktif pada permukaan kulit yang akan dilakukan

USG

4. Transduser dipegang dengan tangan dan gerakkan ke depan dan

 belakang diatas permukaan kulit.

5. Lakukan antara 10-30 menit.

6. Premedikasi jarang dilakukan, hanya bila pasien dalam keadaan

gelisah.

7. Pasien tidak boleh merokok sebelum pemeriksaan untuk mencegah

masuknya udara.

8. Pada pemeriksaan obstetrik (trimester pertama dan ke dua), pelvis dan

ginjal, pasien dianjurkan untuk minum 4 gelas air dan tidak boleh

 berkemih. Sementara untuk trimester ke tiga, pemeriksaan pada pasien

dilakukan pada saat kandung kemih kosong.

9. Bila pemeriksaan dilakukan pada otak, lepaskan semua perhiasan dari

leher dan jepit rambut dari kepala.

10. Bila pemeriksaan dilakukan pada jantung, anjurkan untuk bernapas

secara perlahan-lahan dan menahannya setelah inspirasi dalam.

2.2.3 Endoskopi

Endoskopi yang digunakan dalam penilaian saluran pencernaan


termasuk fibroscopy/esophagogastroduodenoscopy (EGD), enteroscopy usus kecil,

kolonoskopi, sigmoidoskopi, proctoskopi, anoskopi, dan endoskopi melalui

ostomy. Esophagogastroduodenoscopy Fibroscopy dari saluran pencernaan bagian

atas memungkinkan visualisasi langsung dari esofagus, lambung, dan mukosa

duodenum melalui endoskopi menyala (gastroscope). EGD adalah penting ketika

esofagus, lambung, duodenum atau gangguan atau inflamasi, neoplastik, atau

 proses infeksi yang dicurigai. Prosedur ini juga dapat digunakan

untuk mengevaluasi esophageal dan motilitas lambung dan mengumpulkan sekresi dan


spesimen jaringan untuk analisa lebih lanjut. (Brunner & Suddarth’s, 2010 hal 991)

Tujuan pemeriksaan endoskopi (Agus priyanto dkk,2009, hlm.14) :

1. Diagnostik 

a) Untuk menentukan atau menegakkan diagnosis yang pada pemeriksaan

radiologi menunjukkan hasil yang meragukan atau kurang jelas.

 b) Untuk menentukan diagnosis pada klien yang sering mengeluh nyeri

epigastrum, muntah-muntah, sulit atau nyeri telan. Sedangkan radiologi

menunjukkan hasil yang normal.

c) Melaksanakan biopsi atau sitologi pada lesi-lesi di saluran pencernaan

yang diduga keganasan.

d) Untuk menentukan sumber pendarahan secara cepat dan tepat.

e) Memantau residif pada keganasan maupun menilai klien pasca-bedah.

f) Menentukan diagnosis pada kelainan pankreatobiliter.

Persiapan dan klien dengan endoskopi (Agus Priyanto,dkk,2009,Hlm. 15)

 Pra endoskopi :

Klien yang akan dilakukan pemeriksaan endoskopi perlu dipersiapkan dengan

 baik. Persiapan yang harus dilakukan adalah:

1. Persiapan umum

a. Psikologis

Memberikan penyuluhan atau bimbingan dan konseling keperawatan kepada

klien mengenai tujuan, prosedur, dan kemungkinan yang dapat terjadi agar klien

dapat membantu kelancaran pemeriksaan endoskopi antara lain dengan

mengurangi atau menghilangkan rasa cemas dan takut.

 b. Administrasi
1). Mengisi surat pernyataan persetujuan tindakan (informed consent)
ditandatangani oleh klien atau keluarga.

2). Menjelaskan perihal pelaksanaan administrasi. Hal ini disesuaikan dengan

 peraturan masing-masing rumah sakit.

2. Persiapan khusus

a. Endoskopi atas atau saluran cerna bagian atas (SCBA) atau

esofagogastroduodenoskopi (EGD) :

1). Puasa, tidak makan dan minum sedikitnya 6 jam sebelum pemeriksaan atau

tindakan endoskopi.

2). Gigi palsu dan kacamata harus dilepas selama pemeriksaan/tindakan

endoskopi.

3). Sebelum pemeriksaan atau tindakan endoskopi, orofaring disemprot dengan

xylocain spray 10% secukupnya.

 b. Endoskopi bawah atau saluran cerna bagian bawah (SCBB) atau kolonoskopi:

1). Dua hari sebelum pemeriksaan dianjurkan diit rendah serat (bubur kecap atau

 bubur maizena).

2). Minum obat pencahar (sodium bifosfat, disodium bifosfat, sodium klorida,

 potasium klorida, sodium bikarbonat) misalnya fleet dan niflec.

c. Bronchoskopi:

1). Puasa 6jam sebelum tindakan.

2). Persetujuan tindakan


3). Gigi palsu, kontak lensa dan perhiasanharus dilepas selama pemeriksaan atau

tindakan bronkoskopi.

4). Periksa dan catat tanda-tanda vital.

5). Kaji adanya riwayat alergi terhadap obat-obatan.

6). Premedikasi

7). Pasien dibaringkan diatas meja dengan posisi terlentang atau semi fowler dengan

kepala ditengadahkan atau didudukan dikursi.

8). Tenggorokan disemprot dengan anestesi lokal. Bronkoskop dimasukan


melalui mulut atau hidung.

9). Wadah spesimen diberi label dan segera dibawa ke laboratorium.

 Post Endoskopi:

1. Puasa 1 jam setelah tindakan

2. Obat-obatan yang diberikan selama pemeriksaan endoskopi membuat pasien

merasa mengantuk untuk itu pasien tetap berada di kamar pasien sampai

efek obat-obatan menghilang.

3. Hasil pemeriksaan endoskopi akan dijelaskan oleh dokter.

4. Pasien baru diperbolehkan makan atau minum satu jam setelah tindakan

endoskopi.

5. Pasien tidak diijinkan mengemudi atau mengoperasikan mesin 12 jam pasca


tindakan.

2.3 Pemeriksaan Fisik pada Kondisi Saluran Cerna, Bentuk Abdomen,

Kesulitan Mengunyah dan Menelan, Bising Usus

2.3.1 Inspeksi

Amati bentuk perut secara umum, warna kulit, adanya retraksi, penonjolan,

adanya ketidak simetrisan, adanya asites.

2.3.2 Auskultasi

Auskultasi dilakukan pada keempat kuadran abdomen. Dengarkan peristaltik ususnya

selama satu menit penuh. Bising usus normalnya 5-30 kali/menit. Jika

kurang dari itu atau tidak ada sama sekali kemungkinan ada peristaltik ileus,

konstipasi, peritonitis, atau obstruksi. Jika peristaltik usus terdengar lebih dari

normal kemungkinan klien sedang mengalami diare.

2.3.3 Perkusi

Lakukan perkusi pada kesembilan regio abdomen. Jika perkusi terdengar timpani

berarti perkusi dilakukan di atas organ yang berisi udara. Jika terdengar 
 pekak, berarti perkusi mengenai organ padat.

2.3.4. Palpasi

Palpasi ringan: Untuk mengetahui adanya massa dan respon nyeri tekan

letakkan telapak tangan pada abdomen secara berhimpitan dan tekan secara

merata sesuai kuadran. Palpasi dalam: Untuk mengetahui posisi organ dalam

seperi hepar, ginjal, limpa dengan metode bimanual l/2 tangan.

 Cara kerja palpasi pada HEPAR 

Letakkan tangan pemeriksa dengan posisi ujung jari keatas pada bagian

hipokondria kanan, kira;kira pada interkosta ke 11-12. Tekan saat pasien inhalasi

kira-kira sedalam 4-5 cm, rasakan adanya organ hepar. Kaji hepatomegali.

 Cara kerja palpasi pada LIMPA:

Metode yang digunakkan seperti pada pemeriksaan hapar. Anjurkan pasien miring

kanan dan letakkan tangan pada bawah interkosta kiri dan minta pasien

mengambil nafas dalam kemudian tekan saat inhalasi tenntukkan adanya limpa.

Pada orang dewasa normal tidak teraba

 Cara kerja palpasi pada RENALIS:

Untuk palpasi ginjal kanan letakkan tangan pada atas dan bawah perut setinggi

Lumbal 3-4 dibawah kosta kanan. Untuk palpasi ginjal kiri letakkan tangan

setinggi Lumbal 1-2 di bawah kosta kiri. Tekan sedalam 4-5 cm setelah pasien

inhalasi jika teraba adanya ginjal rasakan bentuk, kontur, ukuran, dan respon

nyeri.

2.4 Masalah Keperawatan yang Terjadi pada Ulkus Peptikum,

Gastroenteritis, Thypus Abdominalis, Colitis, Hemoroid, Hepatitis, Obstruksi

Intestinal, Diabetes Melitus
2.4.1 Ulkus Peptikum

A. Definisi:

Ulkus peptikum adalah suatu peronggaan yang dibentuk dalam dinding

mukosa lambung, pylorus, duodenum, atau esophagus.(Brunner dan Suddarth,

2000). Ulkus peptikum merupakan keadaan di mana kontinuitas mukosa lambung

terputus dan meluas sampai ke bawah epitel (Price, Sylvia Anderson, 1995)

B. Etiologi:

Ketidakseimbangan asam gastrik dan sekresi pepsin serta perubahan mukosa.

(Charlene dkk, 2001). Faktor lain yang menyebabkan Ulkus Pepetikum: Genetik,

merokok, alkohol, kafeine, obat-obatan (NSAID), kuman Helicobacter Pylori.

C. Tanda dan gejala :

1. Nyeri

 Nyeri pekak, persisten; rasa terbakar pada mid epigastrium, atau dipunggung.

 Nyeri hilang dengan makan atau minum antasida; bila lambung telah kosong dan

alkali menghilang nyeri kembali timbul. Nyeri tekan tajam setempat yang

ditimbulkan dengan memberi tekanan kuat pada epigastrium atau sedikit tekanan

garis tengah tubuh.

2. Pirosis,(nyeri ulu hati)

Sensasi terbakar pada esophagus atau lambung; karena adanya asam.

3. Muntah

Jarang terjadi pada ulkus duodenum tak terkomplikasi. Mungkin didahului oleh

mual atau bisa saja tidak; biasanya mengikuti serangan nyeri hebat; hilang dengan

ejeksi kandungan asam lambung.

4. Konstipasi dan perdarahan,

Sebagai akibat diet dan obat. Beberapa pasien yang mengalami perdarahan

akibat ulkus akut tidak mempunyai keluhan pencernaan sebelumnya, tetapi


mengalami gejala.

D. Pemeriksaan Penunjang

a. Endoskopi, digunakan untuk mengidentifikasi perubahan inflamasi, ulkus, dan

lesi.

 b. Spesimen feses. yaitu untuk mengetahui adanya darah samar.

c. Pemeriksaan cairan lambung, digunakan untuk menentukan dalam

mendiagnosis aklorhidria.

d. Biopsi, merupakan tes laboratorium khusus yang digunakan untuk mengetahui

 bahwa ulkus lambung dapat dihubungkan dengan infeksi bakteri dengan agen

seperti H. Pylori.

E. Penatalaksanaan

1. Diet

Tujuan diet untuk pasien ulkus peptikum adalah untuk menghindari sekresi

asam yang berlebihan dan hipermotilitas saluran gastrointestinal dengan

menghindari makanan yang sifatnya meningkatkan sekresi asam lambung. Pasien

dianjurkan untuk makan apa saja yang disukainya.Selain itu untuk menetralisir 

asam dengan makan tiga kali sehari makanan biasa.


2. Berhenti Merokok 

Pasien dianjurkan untuk berhenti merokok karena penelitian terbaru

menunjukkan bahwa merokok terus menerus dapat menghambat secara bermakna

 perbaikan ulkus.

3. Penurunan Stress dan Istirahat

Penurunan stress lingkungan adalah tugas sulit yang memerlukan intervensi

fisik dan mental pada pihak pasien dan bantuan serta kerjasama anggota keluarga.

Stress dapat meningkatkan sekresi asam lambung oleh karena itu intervensi

20
 penurunan stress perlu dilakukan dengan melibatkan anggota keluarganya.

4. Obat- obatan a.

Sucralfate

Cara kerjanya adalah dengan membentuk selaput pelindung melapisi dasar ulkus

untuk mempercepat penyembuhan. Sangat efektif untuk mengobati ulkus

 peptikum dan merupakan pilihan ke dua dari antacid. Sucralfat diminum 3-4x/hari

dan tidak diserap ke dalam darah, sehingga efek sampingnya sedikit tetapi bisa

menyebabkan sembelit.

 b. Antagonis H2

Contohnya adalah cimetidine, ranitidine, famotidine, dan nizatidine. Obat ini

mempercepat penyembuhan ulkus dengan mengurangi jumlah asam dan enzim

 pencernaan di dalam lambung dan duodenum. Diminum 1x/hari dan beberapa

diantaranya diperoleh tanpa resep dokter.

c. Omeprazole dan Iansoprazole

Merupakan obat yang sangat kuat menghambat pembentukan enzim yang

diperlukan lambung untuk membuat asam. Obat ini dapat secara total

menghambat pelepasan asam dan efeknya berlangsung lama.

d. Antibiotik 

Digunakan bila penyebab utama terjadinya ulkus adalah Helicobacter Pylori.

Pengobatan ini bisa mengurangi gejala ulkus, bahkan bila ulkus tidak memberikan

respon terhadap pengobatan sebelumnya atau jika ulkus sering mengalami

kekambuhan.

e. Misoprostol

Digunakan untuk mencegah ulkus gastrikum yang disebabkan oleh obet-obet

anti peradangan non steroid.


F. Pengkajian

1. Keadaan Umum

2. Tanda –Tanda Vital: Tensi; Suhu; Nadi; Respirasi.

3. Riwayat pola makan pasien: pola makan tidak teratur, mengkonsumsi

makanan yang merangsang sekresi asam lambung seperti makanan pedas

dan masam.

4. Riwayat merokok; bila ya seberapa banyak konsumsi dalam sehari.

5. Riwayat penggunaan obat anti inflamasi non steroid yang lama. 6.

Riwayat minuman; kafein, alkohol berapa banyak dalam sehari. 7.

Riwayat muntah; warna merah terang atau seperti kopi, jumlah.

8. Riwayat psikologis ; stress terhadap pekerjaan, keluarga, penyakit .

9. Riwayat keluarga terhadap penyakit ulkus peptikum.

10. Kaji BAB Pasien; bercampur darah, atau tidak, berapa kali.

11. Pemeriksaan fisik terfokus pada ulkus peptikum:

Mata: konjungtiva merah muda,

Abdomen : pada palpasi untuk melokalisir nyeri tekan dan didapatkan nyeri tekan

kuadran atas tengah.

G. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan lesi sekunder terhadap peningkatan asam

gastrik, iritasi mukosa dan spasme otot.

Tujuan : Setelah dilakukan perawatan 1x24 jam nyeri pasien dapat berkurang.

Kriteria evaluasi:

Klien dapat menggunakan obat-obatan sesuai resep yang telah dianjurkan.

Klien menyatakan penurunan nyeri.


Intervensi:

a. Jelaskan hubungan antara sekresi asam hidroklorida dan awitan nyeri.

 b. Berikan antasida, antikolinergik, sukralfat dan bloker H2 sesuai tujuan.

c. Beri dorongan untuk melakukan aktivitas yang meningkatkan istirahat dan

relaksasi.

d. Bantu klien untuk mengidentifikasi substansi pengiritasi, misalnya merokok,

kopi.

e. Nasihatkan klien untuk makan dengan teratur.

f. Dorong klien untuk menghindari merokok dan penggunaan alcohol.

g. Dorong klien untuk menurunkan masukan minuman yang mengandung kafein.

h. Peringatkan klien berkenaan dengan penggunaan salisilat.

i. Ajarkan klien tentang pentingnya pengobatan berkelanjutan bahkan saat tidak nyeri

sekalipun.

2. Ansietas berhubungan dengan koping penyakit akut, perdarahan,

 penatalaksanaan jangka panjang.

Tujuan: Setelah dilakukan 1x24 jam perawatan terjadi penurunan kecemasan pada

klien.

Kriteria evaluasi:

Klien dapat mengekspresikan rasa takut dan masalah.

Klien dapat memahami rasional untuk berbagai pengobatan dan pembatasan.


Klien dapat mengidentifikasi situasi yang menimbulkan ansietas.

Klien dapat menggunakan strategi penatalaksanaan stress dengan tepat.

Intervensi:

a. .Kaji apa yang ingin pasien ketahui tentang penyakit dan evaluasi tingkat

ansietas; berikan dorongan untuk mengekspresikanperasaan secara terbuka.

 b. Jelaskan pemeriksaan diagnostik; berikan obat tepat jadwal.

c. Pastikan pasien bahwa perawat selalu tersedia untuk membantu masalah.

d. Berinteraksi dengan cara yang santai, Bantu dalam mengidentifikasi stressor,


dan jelaskan teknik koping efektif dan metode relaksasi.

e. Berikan dorongan keikutsertaan keluarga dalam perawatan dan berikan

dukungan emosional.

f. Jelaskan mekanisme terjadinya perdarahan dan dalam perawatannya.

3. Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nyeri

yang berkaitan dengan makan.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan 2x24 jam kebutuhan nutrisi pasien

terpenuhi.mendapatkan tingkat nutrisi optimal.

Kriteria evaluasi:

Klien dapat menghindari makanan yang mengiritasi.

Klien dapat makan makanan pada interval yang dijadwalkan secara teratur.

Klien dapat terpenuhi atau memilih lingkungan yang tenang untuk makan.

Intervensi:

a. Anjurkan makan makanan dan minuman yang tidak mengiritasi, seperti

makanan yang tidak beralkohol, pedas, kecut.

 b. Anjurkan makan sesuai jadwal.

c. Anjurkan makan pada suasana yang tenang.

4. Kurang pengetahuan mengenai pencegahan gejala dan penatalaksanaan

kondisi berhubungan dengan minimnya informasi yang pernah didapat.

Tujuan: Setelah dilakukan 2x24 jam penyuluhan tentang pencegahan dan


 penatalaksanaan penyakit ulkus peptikum pengetahuan klien bertambah.

Kriteria evaluasi:

Mengekspresikan minat dalam belajar bagaimana mengatasi penyakit.

Berpartisipasi dalam penyuluhan.

Manyatakan keinginan untuk bertanggung jawab terhadap perawatan diri.

Intervensi:

Bantu pasien dalam mengerti tentang kondisi dan faktor-faktor yang dapat atau

yang memperburuk situasi.


1. Obat-obatan

a. Ajarkan pasien obat apa yang harus diminum dirumah, termasuk nama, dosis,

frekuensi, dan kemungkinan efek samping.

 b. Ajarkan pasien obat-obat apa yang harus dihindari.

2. Diet

a. Ajarkan pasien untuk mewaspadai makanan tertentu yang dapat mengganggu

 pencernaan.

 b. Ajarkan untuk menghindari kopi, alcohol, yang mempunyai kekuatan

 pembentuk asam.

c. Berikan dorongan makan teratur dalam suasana rileks dan untuk menghindari

terlalu banyak makan.

3. Merokok 

a. Ajarkan pasien bahwa merokok dapat mengganggu penyembuhan ulkus.

 b. Buat pasien sadar terhadap program untuk membantu penghentian merokok.

4. Istirahat dan reduksi stress

a. Bantu pasien untuk waspada terhadap sumber-sumber stress dalam keluarga

dan lingkungan kerja.

 b. Bantu untuk mengidentifikasi periode istirahat selama siang hari

c. Evaluasi kebutuhan akan konseling psikologis lebih lanjut

5. Kesadaran akan Komplikasi: ingatkan pasien terhadap tanda-tanda dan gejala-


gejala komplikasi yang harus dilaporkan.

a. Hemoragi: kulit dingin, kusut pikir, frekuensi jantung meningkat, darah

dalam feses.

 b. Perforasi: nyeri abdomen hebat, abdomen kaku dan keras, muntah kenaikan

suhu, frekuensi jantung meningkat.

c. Obstruksi pilorik: mual, muntah, distensi abdomen, nyeri abdomen

6. Perawatan Pasca pengobatan


a. Ajarkan pasien bahwa supervisi tindak lanjut diperlukan selama sekitar 1

tahun.

 b. Ajarkan bahwa ulkus dapat terjadi kembali dan untuk mencari bantuan obat

 jika terjadi gejala.

c. Informasikan pasien dan keluarga bahwa tindakan bedah tidak menjamin

kesembuhan.

2.4.2 Gastroenteritis

A. Pengertian

Gastroenteritis atau diare diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal

atau bentuk tinja yang encer dengan frekwensi yang lebih banyak dari biasanya

(Mansjoer Arief dkk, 1999). Gastroenteritis adalah inflamasi pada daerah lambung

dan intestinal yang disebabkan oleh bakteri yang bermacam-macam, virus dan

 parasit yang patogen (Whaley dan wang’s, 1995).

B. Etiologi

Penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa faktor yaitu :

a) Faktor infeksi

Infeksi internal adalah infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan

 penyebab utama diare meliputi :

1) Infeksi Bakteri : vibrio E.coli Salmonella, Shigella, Campyio bacter, Aeromonas


2) Infeksi virus :  Enteriviru ( virus echo, coxsacle, poliomyelitis ), Adenovirus,

 Astrovirus, dll 
3) Infeksi parasit : Cacing (ascaris, trichuris, oxyguris) Protozoa (entamoeba

histoticia, trimonas hominis), Jamur (candida albacus)

Infeksi parental adalah infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti otitis media

akut (OMA), Bronco pneumonia, dan sebagainya.

 b) Faktor Malabsorbsi

1) Malabsorbsi karbohidrat
2) Malabsorbsi Lema

c) Faktor Makanan

Makanan yang tidak bersih, basi, beracun dan alergi terhadap makanan.

C. Patogenesis

Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare.

1) Gangguan asmotik 
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan

mengakibatkan tekanan asmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi

 pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus. Isi rongga usus yang

 berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkan sehingga timbul diare.

2) Gangguan sekresi
Akibat adanya rangsangan toksin pada dinding uterus sehingga akan terjadi

 peningkatan sekresi, air dan elektrolit kedalam rongga usus dan selanjutnya

timbul diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus.


3) Gangguan motilitas usus
Hiperistaltik akan menyebabkan berkurangnya kesempatan usus

untuk menyerap makanan sehingga timbul diare. Bila peristaltik menurun

akan menyebabkan bakteri tumbuh berlebihan, sehingga timbul diare juga.

D. Penatalaksanaan

Dasar pengobatan diare adalah pemberian cairan, dietetik (cara pemberian

makanan) dan obat-obatan. Pemberian cairan pada pasien diare dengan

mempertahankan derajat dehidrasi dan keadaan umum.


1) Cairan per oral
Pada pasien dengan dehidrasi ringan dan sedang cairan diberikan per oral

 beberapa cairan yang berisikan NaCL,NaHCO 3,KCL dan Glukosa. Untuk diare

akut dan kolera pada anak diatas umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan/sedang,

kadar Natrium 50-60 mEg/1 formula lengkap sering disebut oralit. Sebagai
 pengobatan sementara yang dibuat sendiri (formula tidak lengkap) hanya air gula

dan garam (NaCL dan sukrosa) atau air tajin yang diberi garam dan gula.
2) Cairan parental
Pada umumnya digunakan cairan Ringel laktat (RL) yang pemberiannya
 bergantung pada berat ringannya dehidrasi, yang diperhitungkan dengan

kehilangan cairan sesuai umur dan berat badannya (Ngastiyah, 1997 : 146)

2.4.3 Thypus Abdominalis

A. Definisi

Demam tifoid atau thypoid fever atau thypus abdominalis merupakan


 penyakit infeksi akut pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh kuman
Salmonella typhii, ditandai gejala demam satu minggu atau lebih disertai

gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran
(T.H. Rampengan dan I.R. Laurentz, 1995). Penularan penyakit ini hampir selalu
terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi.

B. Etiologi

Penyakit ini disebabkan oleh infeksi kuman Samonella Thypiia/Eberthela


Thypii yang merupakan kuman negatif, motil dan tidak menghasilkan spora, hidup
 baik sekali pada suhu tubuh manusia maupun suhu yang lebih rendah sedikit serta
mati pada suhu 700C dan antiseptik.

Salmonella mempunyai tiga macam antigen, yaitu antigen O (Ohne Hauch)

merupakan somatikmenyebar)
antigen H ( Hauch, antigen (tidak menyebar)
terdapat ada dalam
pada flagella dindingtermolabil
dan bersifat sel kuman,dan

antigen V1 (kapsul) merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan


melindungi O antigen terhadap fagositosis. Ketiga jenis antigen ini di manusia
akan menimbulkan tiga macam antibodi yang lazim disebut aglutinin.

C. Penatalaksanaan

1. Tirah baring atau bed rest.


2. Diit lunak atau diit padat rendah selulosa (pantang sayur dan buahan), kecuali
komplikasi pada intestinal.
3. Obat-obat :
a. Antimikroba :
- Kloramfenikol 4 X 500 mg sehari/iv
- Tiamfenikol 4 X 500 mg sehari oral
- Kotrimoksazol 2 X 2 tablet sehari oral (1 tablet = sulfametoksazol 400 mg +
trimetoprim 80 mg) atau dosis yang sama iv, dilarutkan dalam 250 ml cairan
infus.
- Ampisilin atau amoksisilin 100 mg/kg BB sehari oral/iv, dibagi dalam 3 atau 4
dosis.
Antimikroba diberikan selama 14 hari atau sampai 7 hari bebas demam.
 b. Antipiretik seperlunya
c. Vitamin B kompleks dan vitamin C
4. Mobilisasi bertahap setelah 7 hari bebas demam.

D. Komplikasi

Perdarahan intestinal, perforasi intestinal, ileus paralitik, renjatan septik,

 pielonefritis, kolesistisis, pneumonia, miokarditis, peritonitis, meningitis,

ensefalopati, bronkitis, karir kronik.

E. Masalah Keperawatan yang Mungkin Muncul


Analisa Data Etiologi Masalah Diagnosa
Keperawatan Keperawatan
Data Subjektif  Kuman Salmonella typhii Kekurangan Berhubungan
Demam (panas naik turun) masuk ke saluran cerna volume cairan
1. dengan asupan
Mual
cairan yang tidak 
2. adekuat.
Sebagian dimusnahkan
Asam lambung
3. Muntah

Data Objektif  Peningkatan asam


Mukosa bibir kering lambung
1.
Turgor kulit jelek Pasien
2.
tampak lemah
3.
Lidah tampak kotor 
4. Mual, Muntah
5. = Kekurangan Volume Cairan

Keluaran urin 500


cc/24 jam
o

6. T : 40 c
7.
N : 90 x/m
8.
RR : 23x/m

9. Berkeringat Data Subjektif 


Demam (panas naik 
turun) Kuman Salmonella typhii Hipertermi Berhubungan
1. masuk ke saluran cerna, dengan proses
infeksi

Sebagian masuk 
Data Objektif  Ke usus halus,
Mukosa bibir kering
1.
Turgor kulit jelek Pasien
2.
tampak lemah Ileun terminalis,
3.
Lidah tampak kotor  Sebagian menembus
4.
5. lamina propia,
6. o

7. T : 40 c
N : 90 x/m Masuk aliran limfe,
Berkeringat Menembus dan masuk aliran
darah,
Hipothalamus,

Peningkatan
Suhu tubuh, MK 
= Hipertermi

2.4.4 Colitis

A. Definisi
30
Kolitis Ulseratif adalah inflamasi usus yang kronis dan hanya mengenai

mukosa dan submukosa kolon. (White. Y., Owen, F., Sibbald, J. & Crookes, P.

 A. Patofisiologi Aplikasi Pada Praktik Keperawatan. 2009.321)


Kolitis Ulseratif adalah penyakit peradangan yang ditandai oleh reaksi

 jaringan di dalam usus yang menyerupai reaksi yang disebabkan oleh patogen

mikrobiologi yang dikenal seperti Shigella. ( Sylvia A. Price & Lorraine M.

Wilson, 2006 )

Kolitis Ulseratif adalah penyakit ulseratif dan inflamasi berulang dari lapisan

mukosa kolon dan rektum. (Brunner & Suddarth, 2002, hal 1106).

Jadi, Kolitis Ulseratif adalah inflamasi usus yang kronis dan hanya mengenai

mukosa dan submukosa kolon, ditandai oleh reaksi jaringan di dalam usus yang

menyerupai reaksi yang disebabkan oleh patogen mikrobiologi yang dikenal

seperti Shigella, disertai masa remisi dan eksaserbasi yang berganti- ganti dan

dapat berlangsung dalam jangka waktu yang lama.

B. Etiologi

Etiologi kolitis ulseratifa belum diketahui, namun terdapat faktor predisposisi

yang bekaitan sebagai penyebab penyakit kolitis adalah keturunan, imunologi,

infeksi virus atau bakteri (masih spekulatif), kolitis ulseratif tidak disebabkan oleh
distres emosional atau sensitifitas terhadap makanan, tetapi faktor-faktor ini

mungkin dapat memicu timbulnya gejala pada beberapa orang. ( Sylvia A. Price &

 Lorraine M. Wilson, 2006 )

D. Patofisiologi
Etiologi

Faktor genetik saluran cerna

Reaksi inflamasi dan dinding usus


Lesi pada mukosa usus Ulserasi Infeksi k uman
Pembentukan abses Mengeluarkan toksin

Abses pe cah Motilitas

Iritasi p ada m ukosa Kesempatan a bsorbsi <


Gangguan nutrisi
 Nyeri Diare
kurang dari kebutuhan
Kehilangan cairan dan

elektrolit

Dehidrasi

Volume cairan kurang


dari kebutuhan
Faktor genetik berpengaruh pada saluran pencernaan terjadi reaksi inflamasi

dilapisan dan dinding usus sehingga terjadi pembengkakan dan ulserasi sehingga

menimbulkan kuman untuk berkembang biak dan mengeluarkan toksin sehingga

motilitas usus meningkat menyebabkan absorbsi kurang dan terjadi diare sehingga

dapat timbul masalah keperawatan nutrisi kurang dari kebutuhan karena terjadi

diare dan absorbsi yang kurang, diare yang terus menerus menyebabkan

kehilangan cairan dan elektrolit tubuh sehingga masuk ketahap dehidrasi sehingga

timbul masalah keperawatan volume cairan kurang dari kebutuhan. Dari ulserasi

menimbulkan lesi pada mukosa, terbentuk abses dan pecah sehingga timbul iritasi

mukosa yang menyebabkan nyeri .

2.4.5 Hemoroid 

A. Definisi
Hemoroid adalah masa vaskuler yang menonjol kedalam lumen rectum bagian

 bawah atau area perianal (Sandra M. Nettina, 2002). Hemoroid adalah


 pembengkakan yang tidak wajar / distensi vena di daerah rektal yang tidak signifikan

(D.D. Ignatavicius, 1998). Hemoroid adalah pelebaran varises satu

segmen atau lebih vena - vena hemoroidalis (bacon) (kapita selekta kedokteran).
Hemoroid adalah dilatasi vena hemoroidal interior atau superior (kamus saku

kedokteran Dorland, 1998).

B. Etiologi
Yang menjadi faktor predisposisi adalah herediter, anatomi, makanan, pekerjaan,

 psikis, dan sanilitas. Sedangkan sebagai faktor presipitas adalah faktor mekanis

(kelainan sirkulasi parsial dan peningkatan tekanan intra abdominal), fisiologis,

dan radang. Pada umumnya faktor etiologi tersebut tidak berdiri sendiri tetapi

saling berkaitan (kapita selekta kedokteran).


Faktor penyebab hemoroid adalah :
1. Mengejan pada waktu defekasi
2. Konstipasi menahun
3. Kelemahan dinding struktural dari dinding pembuluh darah
4. Herediter 
5. Pembesaran prostat
6. Peningkatan tekanan intra abdomen a.
Kehamilan
 b. Konstipasi
c. Berdiri dan duduk terlalu lama
7. Fibroma uteri

8. Tumor rectum
9. Diare
10. Kongesti pelvis
11. Usia lanjut
12. Obesitas

C. Tanda dan Gejala 1.


Gejala utama
a. Perdarahan melaui anus yang berupa darah segar tanpa rasa nyeri
 b. Prolaps yang berasal dari tonjolan hemoroid sesuai gradasinya
2. Gejala lain yang mengikuti
a. Nyeri sebagai akibat adanya infeksi sekunder atau thrombus

 b. Iritasi kronis sekitar anus oleh karena anus selalu basah
c. Anemia yang menyertai perdarahan kronis yang terjadi
D. Data Fokus
Dalam data fokus terdapat DS dan DO. DS atau Data Subjektif merupakan data

yang diperoleh dari keluhan klien kepada pemeriksa, sedangkan DO atau Data

Objektif merupakan data yang diperoleh oleh pemeriksa melalui pengkajian

 pemeriksaan secara real dan objektif.


DS dan DO yang mungkin muncul antara lain :
1. DS
a. Klien mengeluh nyeri dan panas pada daerah anus.
 b. Klien mengeluh nyeri pada saat duduk.
c. Klien mengeluh nyeri pada saat BAB.
d. Klien mengeluh fesesnya keras pada saat BAB.
e. Klien mengeluh adanya perdarahan pada saat BAB.
f. Klien mengeluh pola BAB tidak normal.
g. Klien mengatakan tidak BAB karena takut anusnya nyeri.
h. Klien mengeluh BAB keras sehingga harus mengedan. i.
Klien mengeluh aktivitasnya dibantu.
 j. Klien mengeluh tidak dapat beraktivitas secara mandiri.
k. Klien mengeluh badan terasa panas.
2. DO
a. Saat dilakukan pemeriksaan anus, ada benjolan di daerah anus.
 b. Klien tampak meringis menahan nyeri.
c. Klien tampak memegangi daerah yang terasa nyeri.
d. Skala nyeri klien 2-3 dari 5.
e. Tampak ada perdarahan pada saat klien BAB.
f. Konjungtiva pucat.
g. Intake dan output klien tidak seimbang.
h. Klien tampak lemah.
i. Aktivitas klien tampak dibantu.
 j. Klien tidak dapat beraktivitas secara mandiri.
k. Badan klien saat diraba terasa panas.
l. Suhu klien > 36.5oC.

E. Masalah Keperawatan yang Mungkin Muncul

 No Data Etiologi Masalah


D1S. : - Klien mengeluh nyeri dan
Kantung – kantung Gangguan
 panas pada daerah anus vena melebar  rasa nyaman :
- Klien mengeluh nyeri pada
saat duduk  nyeri
- Klien mengeluh nyeri pada

saat BAB

DO : - Saat dilakukan pemeriksaan

anus, ada benjolan di daerah Menonjol ke saluran

anus anus

- Klien tampak meringis

menahan nyeri

- Klien tampak memegangi


Terjadi benjolan
daerah yang terasa nyeri

- Skala nyeri klien 2-3 dari 5

 Nyeri pada saat BAB


D2S. : - Klien mengeluh fesesnya
Perdarahan di
Feses yang keras
keras pada saat BAB
anus
- Klien mengeluh adanya

 perdarahan pada saat BAB


 pecahnya vena
DO : - Tampak ada perdarahan pada
hemoroidalis
saat klien BAB

- Konjungtiva pucat
 perdarahan pada saat

BAB/perdarahan di

anus

D3S. : - Klien mengeluh pola BAB Feses yang keras Konstipasi


tidak normal

- Klien mengatakan tidak BAB

karna takut anusnya nyeri

- Klien mengeluh BAB keras


sehingga harus mengedan
Adanya benjolan
DO: - Intake dan output klien

tidak seimbang di anus

nyeri

tidak mau BAB


D4S. : - Klien mengeluh badan terasa Adanya benjolan di Resiko

 panas anus infeksi

DO: - Badan klien saat diraba terasa

 panas kerusakan jaringan


o

- Suhu klien > 36.5 C  pada rectal

 pertahanan tubuh

kurang adekuat

mudah

masuknya kuman

resiko infeksi

D5S. : - Klien mengeluh aktivitasnya  Nyeri hemoroid Intoleransi


dibantu aktivitas
- Klien mengeluh tidak dapat
Badan lemas karna
 beraktivitas secara mendiri

- Klien mengeluh lemas kelelahan menahan

DO: - Aktivitas klien tampak dibantu nyeri

- Klien tidak dapat beraktivitas

secara mandiri
Tidak dapat
- Klien tampak lemas beraktivitas secara

mandiri

Intoleransi aktivitas

1. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan adanya hemoroid,

ditandai dengan :
DS : - Klien mengeluh nyeri dan panas pada daerah anus
- Klien mengeluh nyeri pada saat duduk 
- Klien mengeluh nyeri pada saat BAB
DO : - Saat dilakukan pemeriksaan anus, ada benjolan di daerah anus
- Klien tampak meringis menahan nyeri

- Klien tampak memegangi daerah yang terasa nyeri


- Skala nyeri klien 2-3 dari 5
2. Perdarahan di anus berhubungan dengan pecahnya vena hemoroidalis,

ditandai dengan :

DS : - Klien mengeluh fesesnya keras pada saat BAB

- Klien mengeluh adanya perdarahan pada saat BAB


DO : - Tampak ada perdarahan pada saat klien BAB
- Konjungtiva pucat
3. Konstipasi berhubungan dengan nyeri karena ada benjolan di anus, ditandai

dengan :

DS : - Klien mengeluh pola BAB tidak normal


- Klien mengatakan tidak BAB karena takut anusnya nyeri
- Klien mengeluh BAB keras sehingga harus mengedan
DO: - Intake dan output klien tidak seimbang
4. Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan pada rektal, ditandai

dengan :
DS : - Klien mengeluh badan terasa panas
DO: - Badan klien saat diraba terasa panas

- Suhu klien > 36.5oC


5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri karena hemoroid, ditandai

dengan :
DS : - Klien mengeluh aktivitasnya dibantu

- Klien mengeluh tidak dapat beraktivitas secara mandiri

DO: - Aktivitas klien tampak dibantu

- Klien tidak dapat beraktivitas secara mandiri

2.4.6 Hepatitis

A. Defenisi

Hepatitis adalah suatu proses peradangan difusi pada jaringan yang dapat

disebabkan oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan serta

 bahan-bahan kimia. (Sujono Hadi, 1999). Hepatitis adalah keadaan radang/cedera

 pada hati, sebagai reaksi terhadap virus, obat atau alkohol (Ptofisiologi

untuk keperawatan, 2000;145). Hepatitis virus merupakan infeksi sistemik oleh

virus disertai nekrosis dan klinis, biokimia serta seluler yang khas (Smeltzer,

2001).

Hepatitis adalah Suatu peradangan pada hati yang terjadi karena toksin seperti;

kimia atau obat atau agen penyakit infeksi (Asuhan keperawatan pada anak, 2002;

131).

B. Etiologi

Dua penyebab utama hepatitis adalah penyebab virus dan penyebab non virus.

Sedangkan insidensi yang muncul tersering adalah hepatitis yang disebabkan oleh

virus.

C. Masalah Keperawatan

No Data Etiologi Masalah


1Ds: Pasien mengatakan bahwa nyeri pada
Pembengkakan Gangguan rasa
daerah perut kanan atas
hepar  nyaman (Nyeri)
Do :
P : Nyeri pada saat ditekan
Q : Seperti ditusuk tusuk 
R : Nyeri pada kuadran kanan atas
S : Skala : 6-8
T: Menetap

Do2 :  pasien mengatakan mual tidak nafsu Anoreksia Nutrisi kurang dari
makan kebutuhan
Ds : klien tampak lemah dan lemas, porsi

makan tidak habis hanya habis 3

sendok 

3 Ds : Pasien mengatakan bahwa dia Penurunan Intoleransi Aktivitas

malas untuk beraktivitas kekuatan / ketahanan

Do : Tonus Otot 4 4 tubuh


4 4
- Aktivitas sehari hari memerlukan

 bantuan
- Pasien nampak terkulai lemas di atas
tempat tidur 
Ds4 :  pasien mengatakan bahwa tubuhnya Gatal sekunder  Resiko tinggi

gatal -gatal dengan akumulasi terhadap kerusakan


Tanda garukan pada kulit
garam empedu pada integritas kulit

 jaringan
5 Pasien mengatakan bahwasering muntah Mual – muntah Resiko tinggi
 pasien muntah 1x/ lebih sehari
Turgor Kulit kembali > 2 Detik Mukosa kekurangan volume
Bibir Kering
Mata Cowong cairan
Konjungtiva Anemis

6  pasien mengatakan tubuhnya panas infasi agen dalam Hipertermi


a. Do : suhu tubuh pasien 38,50
C sirkulasi darah

sekunder terhadap

inflamasi hepar 

D. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman (Nyeri) berhubungan dengan pembengkakan hepar. 2.
Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia.
3. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan penurunan kekuatan / ketahanan

tubuh.
4. Resiko Tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Gatal

sekunder dengan akumulasi garam empedu pada jaringan.


5. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual

muntah.
6. Hipetermi berhubungan dengan infasi agen dalam sirkulasi darah sekunder terhadap

inflamasi hepar.
40

2.4.7 Obstruksi Intestinal 

A. Definisi

Obstruksi usus adalah gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi usus

 pada traktus intestinal ( Price & Wilson, 2007). Obstruktif usus adalah suatu

 penyumbatan mekanis pada usus dimana merupakan penyumbatan yang sama

sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus (Sabara, 2007 dikutip

dari ( h
h tt p : // w w w .F il es - o f- D rsMed. tk ).  Obstruksi usus adalah gangguan

pada aliran normal isi usus sepanjang traktus intestinal (Nettina, 2001). Obstruksi

merupakan suatu pasase yang terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan

terhambatnya aliran isi usus ke depan tetapi peristaltiknya normal (Reeves, 2001).

B. Etiologi a.

Mekanis

1) Adhesi atau perlengketan pascabedah. Adhesi bisa terjadi setelah

 pembedahan abdominal sebagai respon peradangan intra abdominal. Jaringan

 parut bisa melilit pada sebuah segmen dari usus, dan membuat segmen itu kusut

atau menekan segmen itu sehingga bisa terjadi segmen tersebut mengalami supply

darah yang kurang.

2) Tumor atau polip. Tumor yang ada pada dinding usus meluas ke lumen
usus

atau tumor diluar usus menyebabkan tekanan pada dinding usus

3) Hernia. Hernia bisa menyebabkan obstruksi apabila hernia mengalami

strangulasi dari kompresi sehingga bagian tersebut tidak menerima supply darah

yang cukup. Bagian tersebut akan menjadi edematosus kemudian timbul necrosis.

4) Volvulus. Merupakan usus yang terpuntir sedikitnya sampai dengan


180

derajat sehingga menyebabkan obstruksi usus dan iskemia, yang pada akhirnya

 bisa menyebabkan gangrene dan perforasi jika tidak segera ditangani karena

terjadi gangguan supply darah yang kurang .


5) Intususepsi. Intussusepsi adalah invaginasi atau masuknya sebagian dari

usus ke dalam lumen usus yang berikutnya. Intussusepsi sering terjadi antara

ileum bagian distal dan cecum, dimana bagian terminal dari ileum masuk kedalam
lumen cecum.

 b. Fungsional (non mekanik)

1) Ileus paralitik.

Tidak ada gerakan peristaltis bisa diakibatkan :

a) Pembedahan abdominal dimana organ-organ intra abdominal mengalami

trauma sewaktu pembedahan

 b) Elektrolit tidak seimbang truma hypokalemia

2) Lesi medula spinalis. Hal tersebut dapat dikarenakan adanya kerusakan saraf 

 pada sakral 4, misal pada penderita spina bifida.

3) Enteritis regional

4) Ketidakseimbangan elektrolit

5) Uremia

(Suratun & Lusianah, 2010, hlm 335 – 337)

C. Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri berhubungan dengan distensi, kekakuan

 b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual, muntah, demam dan atau

diforesis

c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan

absorbsi

2.4.8 Diabetes Melitus


A. Pengertian Diabetes Mellitus

Diabetes Mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik yang disertai berbagai

kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai


komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah (Mansjoer 

dkk,1999). Sedangkan menurut Francis dan John (2000), Diabetes Mellitus klinis

adalah suatu sindroma gangguan metabolisme dengan hiperglikemia yang

tidak semestinya sebagai akibat suatu defisiensi sekresi insulin atau

berkurangnya efektifitas biologis dari insulin atau keduanya.

B. Etiologi

a. Diabetes Mellitus tergantung insulin (DMTI)


1) Faktor genetic

Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu

 presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I.

Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen

HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang

 bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.

2) Faktor imunologi

Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan
respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara

 bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai

 jaringan asing.

3) Faktor lingkungan

Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh hasil

 penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses

autuimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pancreas.

C. Gejala Klinis
Menurut Askandar (1998) seseorang dapat dikatakan menderita Diabetes

Mellitus apabila menderita dua dari tiga gejala yaitu

a. Keluhan TRIAS: Banyak minum, Banyak kencing dan Penurunan berat


 badan.

 b. Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120 mg/dl

c. Kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200 mg/dl

Sedangkan menurut Waspadji (1996) keluhan yang sering terjadi pada penderita

Diabetes Mellitus adalah: Poliuria, Polidipsia, Polifagia, Berat badan menurun,

Lemah, Kesemutan, Gatal, Visus menurun, Bisul/luka, Keputihan.

D. Komplikasi
Beberapa komplikasi dari Diabetes Mellitus (Mansjoer dkk, 1999) adalah

a) Akut

1) Hipoglikemia dan hiperglikemia

2) Penyakit makrovaskuler : mengenai pembuluh darah besar, penyakit jantung

koroner (cerebrovaskuler, penyakit pembuluh darah kapiler).

3) Penyakit mikrovaskuler, mengenai pembuluh darah kecil, retinopati,

nefropati.

4) Neuropati saraf sensorik (berpengaruh pada ekstrimitas), saraf otonom


 berpengaruh pada gastro intestinal, kardiovaskuler (Suddarth and Brunner, 1990).

 b) Komplikasi menahun Diabetes Mellitus

1) Neuropati diabetik 

2) Retinopati diabetik 

3) Nefropati diabetik 4)

Proteinuria

5) Kelainan koroner 

6) Ulkus/gangren (Soeparman, 1987, hal 377)


Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain:

(a) Grade 0 : tidak ada luka

(b) Grade I : kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit


(c) Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang

(d) Grade III : terjadi abses

(e) Grade IV : Gangren pada kaki bagian distal

(f) Grade V : Gangren pada seluruh kaki dan tungkai bawah distal

E. Evaluasi Diagnostik 

Kriteria yang melandasi penegakan diagnosa DM adalah kadar glukosa darah

yang meningkat secara abnormal. Kadar gula darah plasma pada waktu puasa
yang besarnya di atas 140 mg/dl atau kadar glukosa darah sewaktu diatas 200

mg/dl pada satu kali pemeriksaan atau lebih merupakan criteria diagnostik 

 penyakit DM.

F. Diagnosa Keperawatan

Pada klien dengan Diabetes Mellitus, diagnosa keperawatan menurut NANDA

adalah sebagai berikut.

a. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


ketidakmampuan tubuh mengabsorbsi zat-zat gizi berhubungan dengan faktor 

 biologis.

 b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kegagalan mekanisme

 pengaturan.

c. Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuat pertahanan sekunder atau

karena penyakit kronik.

d. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal (Familiar) dengan

sumber informasi.
e. Kelelahan berhubungan dengan status penyakit.

2.5 SOP Tindakan Keperawatan Gangguan Nutrisi yaitu Memasang NGT,

Merawat Colostomi, Bilas Lambung, Memberikan Obat Sesuai Program


Terapi, Memberikan Pendidikan Kesehatan

2.5.1 Memasang NGT 

1) Pemasangan NGT pada Dewasa a.

Pengertian

 NGT adalah kependekan dari Nasogastric tube. alat ini adalah alat yang

digunakan untuk memasukkan nutsrisi cair dengan selang plasitic yang

dipasang melalui hidung sampai lambung. Ukuran NGT diantaranya di

 bagi menjadi 3 kategori yaitu:

 Dewasa ukurannya 16-18 Fr 

 Anak-anak ukurannya 12-14 Fr 

 Bayi ukuran 6 Fr 

 b. Indikasi pemasangan NGT

Indikasi pasien yang di pasang NGT adalah diantaranya sebagai berikut:

 Pasien tidak sadar 

 Pasien Karena kesulitan menelan

 Pasien yang keracunan

 Pasien yang muntah darah

 Pasien Pra atau Post operasi esophagus atau mulut

c. Tujuan Pemasangan NGT


Tujuan pemasangan NGT adalah sebagai berikut:

 Memberikan nutrisi pada pasien yang tidak sadar dan pasien yang

mengalami kesulitan menelan.

 Mencegah terjadinya atropi esophagus/lambung pada pasien tidak sadar.

 Untuk melakukan kumbang lambung pada pasien keracunan.

 Untuk mengeluarkan darah pada pasien yang mengalami muntah darah

atau pendarahan pada lambung.

d. Kontraindikasi pemasangan NGT

 Pada pasien yang memliki tumor di rongga hidung atau esophagus.

 Pasien yang mengalami cidera serebrospinal.

e. Peralatan yang dipersiapkan diantaranya adalah;

Selang NGT ukuran dewasa, anak –anak dan juga bayi. Melihat kondisi

 pasiennya.

 Handscon bersih

 Handuk 

 Perlak 

 Bengkok 

 Jelli atau lubricant

 Spuit 10 cc
 Stetoskop


Tongue spatel

 Plaster 

 Pen light

 Gunting

f. Prosedur Kerja:

1. Siapkan peralatan di butuhkan seperti yang telah disebutkan diatas

termasuk plester 3 untuk tanda, fiksasi di hidung dan leherdan juga


ukuran selang NGT.

2. Setelah peralatan siap minta izin pada pasien untuk memasang NGT

dan jelaskan pada pasien atau keluarganya tujuan pemasangan NGT.

3. Setelah minta izin bawa peralatan di sebelah kanan pasien. Secara

etika perawat saat memasang NGT berda di sebelah kanan pasien.

4. Pakai handscoon kemudian posisikan pasien dengan kepala hiper ekstensi.

5. Pasang handuk didada pasien untuk menjaga kebersihan kalau


 pasien muntah.

6. Letakkan bengkok di dekat pasien.

7. Ukur selang NGT mulai dari hidung ke telinga bagian bawah,

kemudian dari telinga tadi ke prosesus xipoidius setelah selesai tandai

selang dengan plaster untuk batas selang yang akan dimasukkan.

8. Masukkan selang dengan pelan2, jika sudah sampai epiglottis

suruh pasien untuk menelan dan posisikan kepala pasien fleksi, setelah

sampai batas plester cek apakah selang sudah benar2 masuk dengan
 pen light jika ternyata masih di mulut tarik kembali selang dan pasang

lagi.

9. Jika sudah masuk cek lagi apakah selang benar-benar masuk lambung


atau trakea dengan memasukkan angin sekitar 5-10 cc

dengan spuit. Kemudian dengarkan dengan stetoskop, bila ada suara

angin berarti sudah benar masuk lambung. Kemuadian aspirasi

kembali udara yang di masukkan tadi.

10. Jika sudah sampai lambung akan ada cairan lambung yang

teraspirasi

11. Kemudian fiksasi dengan plester pada hidung, setelah fiksasi

lagi di leher. Jangan lupa mengklem ujung selang supaya udara

tidak masuk 

12. Setelah selesai rapikan peralatan dan permisi pada pasien atau

keluarga.

2) Pemberian nutrisi melalui oral

Pemberian nutrisi melalui oral merupakan tindakan pada pasien

yang tidak mampu memenuhi kebutuhan nutrisi secara mandiri.

a) Persiapan Alat dan Bahan :

     Piring
     Sendok 
     Garpu
     Gelas
     Serbet
    Mangkok cuci tangan
     Pengalas
    Jenis diet
 b) Prosedur Kerja
    Cuci tangan
     Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan
    Atur posisi depan
    Pasang pengalas
     Anjurkan pasien untuk berdoa sebelum berdoa
 Bantu untuk melakukan makan dengan menyuapkan

makanan sedikit demi sedikit dan berikan minum sesudah

makan.

    Bila selesai makan, bersihkan mulut pasien dan anjurkan duduk 

sebentar.
    Catat hasil atau respons pemenuhan terhadap makan

   Cuci tangan

2.5.2 Merawat Colostomi

Perawatan kolostomi adalah membersihkan stoma kolostomi, kulit

sekitar stoma , dan mengganti kantong kolostomi secara berkala sesuai kebutuhan.

Tujuan:

· Menjaga kebersihan pasien

· Mencegah terjadinya infeksi

· Mencegah iritasi kulit sekitar stoma

· Mempertahankan kenyamanan pasien dan lingkungannya

Indikasi colostomy yang permanen yaitu pada penyakit usus yang ganas

seperti carsinoma pada usus dan kondisi infeksi tertentu pada colon:

· Trauma kolon dan sigmoid


· Diversi pada anus malformas

· Diversi pada penyakit Hirschsprung

· Diversi untuk kelainan lain pada rekto sigmoid anal kanal


50

Kontra indikasi pemasangan kolostomi:

Keadaan umum tidak memungkinkan untuk dilakukan tindakan operasi.

Pers iapan pas ie n :

· Memberi penjelasan pada pasien tentang tujuan tindakan, dll

· Mengatur posisi tidur pasien (supinasi)

· Mengatur tempat tidur pasien dan lingkungan pasien (menutup gorden

 jendela, pintu, memasang penyekat tempat tidur (k/P), mempersilahkan keluarga

untuk menunggu di luar kecuali jika diperlukan untuk belajar merawat kolostomi

 pasien

Pers iapan a la t :

· Colostomy bag atau cincin tumit, bantalan kapas, kain berlubang, dan kain

 persegi empat.

· Kapas sublimate/kapas basah, NaCl

· Kapas kering atau tissue

· 1 pasang sarung tangan bersih

· Kantong untuk balutan kotor 

· Baju ruangan / celemek 

· Bethadine (bila perlu) bila mengalami iritasi

· Zink salep
· Perlak dan alasnya
· Plester dan gunting

· Bila perlu obat desinfektan

· Bengkok 

· Set ganti balut

Prosedur kerja:

· Cuci tangan
· Gunakan sarung tangan

· Letakkan perlak dan alasnya di bagian kanan atau kiri pasien sesuai letak 

stoma
· Meletakkan bengkok di atas perlak dan didekatkan ke tubuh pasien

· Mengobservasi produk stoma (warna, konsistensi, dll).

. Membuka kantong kolostomi secara hati-hati dengan menggunakan

 pinset dan tangan kiri menekan kulit pasien

· Meletakan colostomy bag kotor dalam bengkok 

· Melakukan observasi terhadap kulit dan stoma

. Membersihkan colostomy dan kulit disekitar colostomy dengan kapas

sublimat / kapas hangat (air hangat)/ NaCl

. Mengeringkan kulit sekitar colostomy dengan sangat hati-hati

menggunakan kassa steril.

. Memberikan zink salep (tipis-tipis) jika terdapat iritasi pada kulit

sekitar stoma.

· Menyesuaikan lubang colostomy dengan stoma colostomy.


· Menempelkan kantong kolostomi dengan posisi

vertical/horizontal/miring sesuai kebutuhan pasien.

· Memasukkan stoma melalui lubang kantong kolostomi

· Merekatkan/memasang kolostomy bag dengan tepat tanpa udara


didalamnya.

· Merapikan klien dan lingkungannya

· Membereskan alat-alat dan membuang kotoran

· Melepas sarung tangan

· Mencuci tangan

· Membuat laporan

2.5.3 Bilas Lambung 


a. Pengertian

Membilas lambung adalah membersihkan lambung dengan cara

memasukkan air/cairan tertentu ke dalam lambung dan mengeluarkan


kembali dengan menggunakan selang penduga lambung (NGT)

 b. Tujuan

Membersihkan dan mengeluarkan racun/darah dari dalam lambung.

c. Indikasi

1. Keracunan obat

2. keracunan zat kimia 3.

Keracunan makanan 4.

Hematemesis

d. Persiapan

1) Alat dan obat

a) Slang penduga lambung sesuai ukuran yang diperlukan dan

corongnya.

 b) Bengkok besar 

c) Perlak dan alasnya


d) Ember penampung

e) Air hangat-dingin 1-2 liter / NaCl 0,9 %, sesuai kebutuhan

f) Gelas ukuran

g) Celemek dari karet

h) Gelas berisi air matang i)

Pelicin / jelly

 j) Set therapy oksigen lengkap dan siap pakai

k) Pinset anatomi
l) Obat-obatan (sulfas atropine, norit/susu yang diperlukan dalam

tempatnya)

2) Pasien
a) Pasien / keluarga diberi penjelasan tentang tindakan yang akan

dilakukan

 b) Posisi pasien diatur sesuai kebutuhan (semi fowler)

3) Lingkungan 4)

Petugas

Perawat memakai celemek karet.

e. Pelaksanaan

1. Memasang perlak dan alasnya di dada pasien

2. Meletakkan bengkok di bawah dagu pasien.

3. Meletakkan ember yang diberi alas kain pel ke dekat pasien

4. Menentukan panjang slang penduga yang masuk ke dalam lambung 5.

Memberi pelicin pada ujung penduga lambung

6. Menutup pangkal slang penduga lambung dengan cara

menekuk/diklem

7. Memasukkan slang penduga pelan-pelan ke dalam lambung melalui

hidung. Bagi pasien sadar dianjurkan menelan slang penduga perlahan-

lahan sambil menarik nafas dalam


8. Meyakinkan slang penduga masuk ke dalam lambung dengan cara :

- Memasukkan ujung slang penduga sampai terendam dalam mangkok 

 berisi air dan tidak tampak gelembung udara dan air.

9. Setelah yain slang penduga masuk ke lambung pasien, psosisi diatur miring

tanpa bantal dan letak kepala lebih rendah.

10. Memasang corong pada pangkal slang kemudian masukkan air/cairan.

Selanjutnya ditunggu sampai air/cairan tersebut keluar dari lambung

dan ditampung dalam ember.


11. Membilas lambung dilakukan berulang kali sampai air/cairan yang

keluar dari lambung berwarna jernih/tidak berbau racun.

12. Mengobservasi tekanan darah, nadi, pernafasan, dan respons pasien


13. Mencatat semua tindakan yang telah dilakukan

f. Hal-hal yang perlu diperhatikan

Cairan yang masuk dan keluar 

2.5.4 Memberikan Obat sesuai Program Terapi

1. Pemberian Obat per Oral

Merupakan cara pemberian obat melalui mulut dengan tujuan mencegah,

mengobati, mengurangi rasa sakit sesuai dengan efek terapi dari jenis obat.

 Alat dan bahan :

1. Daftar buku obat

2. Obat dan tempatnya

3. Air minum ditempatnya

 Prosedur kerja :

1. Cuci tangan

2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan

3. Baca obat, dengna berprinsip tepat obat, tepat pasien, tepat dosis, tepat waktu,

tepat kerja, dan tepat pendokumentasian.

4. Bantu untuk meminumnya:

a. Apabila memberikan obat berbentuk tablet atau kapsul dari botol, maka
tuangkan jumlah yang dibutuhkan ke dalam tutup botol dan pindahkan ke tempat

obat. Jangan sentuh obat dengan tangan. Untuk obat berupa kapsul jangan

dilepaskan pembungkusnya.
 b. Kaji kesulitan menelan, bila ada jadikan tablet dalam bentuk bubuk dan

campur dengan minuman

c. Kaji denyut nadi dna tekanan darah sebelum pemberian obat yang

membutuhkan pengkajian.

5. Catat perubahan, reaksi terhadap pemberian obat dan evaluasi respon terhadap

obat dengan mencatat hasilpemberian obat

6. Cuci tangan

2. Pemberian Obat via Jaringan Intrakutan

Merupakan cara memberikan atau memasukkan obat ke dalam jaringan kulit

dengan tujuan untuk melakukan tes terhadap reaksi alergi jenis obat yang akan

digunakan. Pemberian obat melalui jaringan intrakutan ini dilakukan dibawah

dermis atau epidermis, secara umum dilakukan pada daerah lengan tangan bagian

ventral.

 Alat dan bahan:


1. Daftar buku obat / catatan, jadual pemberian obat

2. Obat dalam tempatnya

3. Spuit 1 cc / spuit insulin

4. Kapas alcohol dalam tempatnya

5. Cairan pelarut

6. Bak steril dilapisi kasa steril ( tempat spuit )

7. Bengkok 

8. Perlak dan alasnya


9. Jarum cadangan

 Prosedur Kerja:
1. Cuci tangan

2. Jelaskan prsedur yang akan dilakukan

3. Bebaskan daerah yang kan disuntik, bila menggunakan bau lengan panjang

 buka dan keataskan

4. Pasang perlak atau pengalas ibawah bagian yang akan disuntik 

5. Ambil obat untuk tes alergi kemudian larutkan / encerkan dengan aquades

( cairan pelarut) kemudian ambil 0.5 cc dan encerkan lagi sampai kurang lebih 1

cc, dan siapkan pada bak instrument atau injeksi.


6. Desinfeksi dengan kapas alcohol pada daerah yang akan dilakukan suntikan

7. Tegangkan dengan tangan kiri atau daerah yang akan disuntik 

8. Lakukan penusukan dengan lubang menghadap ke atas dengan sudut 15-20

derajat dengan permukaan kulit.

9. Semprotkan obat hingga terjadi gelembung 10.

Tarik spuit dan tidak boleh dilakukan masase 11.

Catat reaksi pemberian

12. Cuci tangan dan catat hasil pemberina obat / test obat, tanggal, waktu, dan jnis

obat.

3. Pemberian Obat via Jaringan Subkutan

Merupakan cara memberikan obat melalui suntikan dibawah kulit yang dapat

dilakukan pada daerah lengan atas sebelah luar atau 1/3 bagian dari bahu, paha

sebelah luar, daerah dada, dan daerah sekitar umbilicus ( abdomen ). Pemberian

obat melalui subkutan ini biasanya dilakukan dalam program pemberian insulin

yang digunakan untuk mengontrol kadar gula darah. Pemberian insulin terdapat 2
tipe larutan : yaitu jernih dan keruh. Larutan jernih dimaksudkan sebagai insulin

tipe reaksi cepat ( insulin regular ) dan larutan yang keruh karena adanya

 penambahan protein sehingga memperlambat absorbs obat atau juga termasuk tipe
lambat.

 Alat dan bahan :

1. Daftar buku obat / catatan, jadual pemberian obat

2. Obat dalam tempatnya

3. Spuit insulin

4. Kapas alcohol dalam tempatnya

5. Cairan pelarut

6. Bak injeksi
7. Bengkok 

8. Perlak dan alasnya

 Prosedur Kerja:

Cuci tangan

1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan

2. Bebaskan daerah yang akan disuntik, bila menggunakan bau lengan

 panjang buka dan ke ataskan


3. Pasang perlak atau pengalas di bawah bagian yang akan disuntik 

4. Ambil obat untuk dalam tempatnya sesuai dosis yang akan diberikan

setelah itu tempatka pada bak injeksi.

5. Desinfeksi dengan kapas alcohol pada daerah yang akan dilakukan

suntikan

6. Tegangkan dengan tangan kiri ( daerah yang akan dilakukan suntikan

subkutan)
7. Lakukan penusukan dengan lubang menghadap ke atas dengan sudut 45

derajat dengan permukaan kulit.

8. Lakukan aspirasi, bila tidak ada darah semprotkan obat perlahan-


lahan hingga habis.

9. Tarik spuit dan tahan dengan kapas alcohol dan spuit yang telah

dipakai masukkan kedalam bengkok.

10. Catat reaksi pemberian dan catat hasil pemberina obat / test obat,

tanggal, waktu, dan jenis obat.

11. Cuci tangan

4. Pemberian Obat Intravena Langsung

Cara Pemberian obat melalui vena secara langsung, diantaranya vena mediana

cubiti / cephalika ( lengan ), vena saphenosus ( tungkai ), vena jugularis ( leher ),

vena frontalis / temporalis ( kepala ), yang bertujuan agar reaksi cepat dan

langsung masuk pada pembuluh darah.

 Alat dan bahan:

1. Daftar buku obat / catatan, jadual pemberian obat 2.

Obat dalam tempatnya

3. Spuit 1 cc / spuit insulin

4. Kapas alcohol dalam tempatnya 5.

Cairan pelarut

6. Bak steril dilapisi kasa steril ( tempat spuit )

7. Bengkok 

8. Perlak dan alasnya

9. Karet pembendung
 Prosedur Kerja:

1. Cuci tangan

2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan

3. Bebaskan daerah yang akan disuntik, bila menggunakan bau lengan

 panjang buka dan ke ataskan

4. Ambil obat dalam tempatnya dengna spuit sesuai dengan dosis yang

akan disuntikan. Apabila obat berada dalam sediaan bubuk, maka larutkan

dengna larutan pelarut ( aquades)

5. Pasang perlak atau pengalas di bawah bagian vena yang akan

disuntik 

6. Kemudian tampatkan obat yang telah diambil pada bak injeksi 7.

Desinfeksi dengan kapas alcohol

8. Lakukan pengikatan dengan karet pembendung ( tourniquet ) pada

 bagian atas daerah yang akan dilakukan pemberian obat atau tegangkan

dengan tangan / minta bantuan atau membendung diatas vena yang akan

dilakukan penyuntikan

9. Ambil spuit yang berisi obat

10. Lakukan penusukan dengan lubang menghadap ke atas dengan

memasukkan ke pembuluh darah

11. Lakukan aspirasi bila sudah ada darah lepaskan karet pembendung

dan langsung semprotkan obat hingga habis

12. Setelah selesai ambil spuit dengan menarik dan lakukan penekanan

 pada daerah penusukan dengan kapas alcohol , dan spuit yang telah

digunakan letakkan ke dalam bengkok.

13. Catat reaksi pemberian, tanggal, waktu, dan dosis pemberian obat

14. Cuci tangan.


60

5. Pemberian Obat Intravena Tidak Langsung ( via Wadah )

Merupakan cara memberikan obat dengan menambahkan atau memasukkan


obat kedalam wadah cairan intravena yang bertujuan untuk meminimalkan efek 

samping dan mempertahankan kadar terapetik dalam darah.

 Alat dan bahan :

1. Spuit dan jarum sesuai dengan ukuran 2.

Obat dalam tempatnya

3. Wadah cairan ( kantong / botol )

4. Kapas alcohol dalam tempatnya

 Prosedur Kerja :

1. Cuci tangan

2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan

3. Bebaskan daerah yang akan disuntik, bila menggunakan bau lengan

 panjang buka dan ke ataskan

4. Cari tempat penyuntikan obat pada daerah kantong

5. Lakukan desinfeksi dengan kapas alcohol dan stop aliran.

6. Lakukan penyuntikan dengan memasukkan jarum spuit hingga

menembus bagian tengah dan masukkan obat perlahan-lahan ke dalam

kantong / wadah cairan.

7. Setelah selesai tarik spuit dan campur dengan membalikkan kantong

cairan dengan perlahan-lahan dari satu ujung ke ujung lain.

8. Periksa kecepatan infus. 9.

Cuci tangan

10. Catat reaksi pemberian, tanggal, waktu, dan dosis pmberian obat
6. Pemberian Obat Intravena Melalui Selang

 Alat dan bahan :


1. Spuit dan jarum sesuai ukuran 2.

Obat dalam tempatnya

3. Selang intravena

4. Kapas alcohol

 Prosedur Kerja:
1. Cuci tangan

2. Jelakan prosedur yang akan dilakukan

3. Periksa identitas pasien dan ambil obat kemudian masukkan ke

dalam spuit.

4. Cari tempat penyuntikan obat pada daerah selang intravena 5.

Lakukan desinfeksi dengan kapas alcohol dan stop aliran

6. Lakukan penyuntikan dengan memasukkan jarum spuit hingga

menembus bagian tengah dan masukkan obat perlahan-lahan ke dalam

selang intravena.

7. Setelah selesai tarik spuit.

8. Periksa kecepatan infuse dan observasi reaksi obat 9.

Cuci tangan

10. Catat obat yang elah diberikan dan dosisnya

7. Pemberian Obat per Intramuskuler 


Merupakan cara memasukkan obat ke dalam jaringan otot. Lokasi

 penyuntikan dapat pada daerah paha ( vastus lateralis ), ventrogluteal ( dengan

 posisi berbaring ), dorsogluteal ( posisi tengkurap ), atau lengan atas ( deltoid).


Tujuannya agar absorbs lebih cepat.

 Alat dan bahan :

1. Daftar buku obat/ catatan, jadual pemberian obat 2.

Obat dalam tempatnya

3. Spuit sesuai dengan ukuran, jarum sesuai dengan ukuran : dewasa

 panjang 2,5-3,75 cm, anak panjang : 1,25-2,5cm.

4. Kapas alcohol dalam tempatnya

5. Cairan pelarut

6. Bak injeksi

7. Bengkok 

 Prosedur Kerja:

1. Cuci tangan

2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan

3. Ambil obat kemudian masukkan kedalam spuit sesuai dengan dosis

setelah itu letakkan pada bak injeksi

4. Periksa tempat yang akan dilakukan penyuntikan ( lihat lokasi

 penyuntikan ).

5. Desinfeksi dengan kapas alcohol pada tempat yang akan dilakukan

 penyuntikan

6. Lakukan penyuntikan:

a. Pada daerah paha ( vastus lateralis ) dengan cara anjurkan pasien untuk 

 berbaring terlentang dengan lutut sedikit fleksi

 b. Pada ventrogluteal dengan cara anjurkan pasien utnuk miring, tengkurap atau
terlentang dengan lutut dan pinggul pada sisi yang akan dilakukan penyuntikan

dalam keadaan fleksi

c. Pada daerah dorsogluteal dengan cara anjurkan pasien untuk tengkurap


dengan lutut di putar kearah dalam atau miring dengan lutut bagian atats pinggul

fleksi dan diletakkan di depan tungkai bawah

d. Pada daerah deltoid ( lengan atas ) dengan cara anjurkan pasien untuk duduk atau

berbaring mendatar lengan atas fleksi.

7. Lakukan penusukkan dengan posisi jarum tegak lurus.

8. Setelah jarum masuk lakukan aspirasi spuit bila tidak ada darah semprotkan

obat secara perlahan-lahan hingga habis.

9. Setelah selesai ambil spuit dengan menarik spuit dan tekan daerah penyuntikan
dengan kapas alcohol, kemudian spuit yang telah digunakan letakkan pada

 bengkok.

10. Catat reaksi pemberian, jumlah dosis, dan waktu pemberian

11. Cuci tangan

2.5.5 Memberikan Pendidikan Kesehatan

Pendidikan Kesehatan adalah kegiatan penyuluhan yang ditampilkan di

institusi bersangkutan seperti puskesmas ataupunpuskesmas pembantu.


Tujuan:

Tercapainya perubahan pengetahuan, sikap, tdan tindakan positif dari individu

atau masyarakat dalam bidang kesehtan.

Alat dan Bahan :

Alat :

1. Leaflet
2. Poster 

3. Lembar balik 4.
Computer 
5. LCD

Proyektor Bahan :

1. ATK
Instruksi Kerja :

1. Persiapan

 Menentukan maksud dn tujuan penyuluhan

 Menentukan sasaran pendengar 

 Mempersiapkan materi

 Topic yang ditemukan hanya satu masalah sesuai dengan

kebutuhan kelompok sasaran


 Mempersiapkan alat peraga

 Absesnsi peserta

 Mempersiapkan tempat dan waktu yang tepat

 Mempersiapkan bahan bacaan ( jika diperlukan )

2. Pelaksanaan :

 Perkenalkan diri

 Mengemukakan maksud dan tujuan

 Menjelaskan poin poin penyuluhan

 Menyampaikan penyuluhan dengan suara jelas

 Dan irama yang tidak membosankan

 Tunjukkan tatapan mata pada setiap pendengar dan tidak tetap

duduk di tempat

 Selingi dengan humor segar 


 Pergunakan bahasa sederhana

 Ciptakan suasana relax ( santai ), Pancinglah pendengar agar turut

berpartisipasi

 Jawab setiap pertanyaan secara jujur dan meyakinan

 Sediakan waktu untuk tanya jawab

 Menyimpulkan penyluhan sebelum mengakhiri penyuluhan

 Tutuplah penyuluhan anda dengan mengucapkan terimakasih

 Bila ada bahan bacaan sebaiknya dibagikan setelah penyuluhan

selesai.

BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Tubuh memerlukan energi untuk fungsi-fungsi organ tubuh, pergerakan tubuh,


mempertahankan suhu, fungsi enzim, pertumbuhan dan pergantian sel yang rusak.

Metabolisme merupakan semua proses biokimia pada sel tubuh. Proses

metabolisme dapat berupa anabolisme (membangun) dan katabolisme (pemecah).

Masalah nutrisi erat kaitannya dengan intake makanan dan metabolisme tubuh

serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Secara umm faktor yang

mempengaruhi kebutuhan nutrisi adalah faktor fisiologis untu kebutuhan

metabolisme bassal, faktor patologis seperti adanya penyakit tertentu yang

menganggu pencernaan atau meningkatkan kebutuhn nutrisi, faktor sosio-


ekonomi seperti adanya kemampuan individu dalam memenuhi kebutuhan nutrisi.

 Nutrisi sangat penting bagi manusia karena nutrisi merupakan kebutuhan fital

 bagi semua makhluk hidup, mengkonsumsi nutrien (zat gizi) yang buruk bagi
tubuh tiga kali sehari selama puluhan tahun akan menjadi racun yang

menyebabkan penyakit dikemudian hari. Nutrisi sangat bermanfaat bagi tubuh

kita karena apabila tidak ada nutrisi maka tidak ada gizi dalam tubuh kita.

Sehingga bisa menyebabkan penyakit / terkena gizi buruk oleh karena itu kita

harus memperbanyak nutrisi.

3.2 Saran

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu kami meminta agar pembaca berkenan member kritik dan saran demi

kesempurnaan di masa mendatang.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth.2001. Keperawatan Medikal Bedah Volume 3.Jakarta:EGC

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2000.  Pedoman Perawat 

 Endoskopi.Jakarta. Depkes RI.

Dr.Eko Batiansyah. 2008.  Panduan Lengkap: Membaca Hasil 

 Kesehatan.Jakarta.EGC.

Joyce lefever kee.1997.  Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik dengan

 Implikasi. Jakarta. EGC.

Moore, Keith L. 2002. Anatomi Klinis Dasar . Jakarta:Hipokrates.

Priharjo, Robert. 2006.  Pengkajian Fisik Keperawatan. Edisi 2.Jakarta :

EGC Priyanto, Agus. 2009.  Endoskopi Gastrointestinal.  Jakarta. Salemba

Medik Rijani, Tiasir. 2012. Standar Operasional Prosedur .


http://prosedurpemberianobat.blogspot.co.id/. Diakses pada 3 Oktober 2016.

Satya Nugraha, Riki. 2011. Pengkajian Sistem Endokrin.

h tt p :// k m br ik is at y a nugraha .b logspo t.co .id /20 11 /05 /pengka jii an - sii stt e m--

endok r in.h tm l.  Diakses pada 3 Oktober 2016.

Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan fisiologi untuk Pemula. Jakarta:EGC

Suddarth’s & Brunner.Medical- Surgical Nursing.China : ISBN, 2010

Syaifuddin.2009.  Anatomi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan.

Jakarta: Salemba Medika.

Uliyah, Musrifatul. 2008.  Keterampilan Dasar Praktik Klinik untuk Kebidanan.

Jakarta:Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai